• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

4.4 Kondisi Biologi Kawasan .1 Potensi Flora

TWA Rimbo Panti termasuk dalam tipe ekosistem dataran rendah dan hutan rawa. Untuk mengetahui lebih jauh keadaan flora, telah dilakukan pengamatan dan analisis data kerapatan, frekuensi, dan dominansi serta nilai penting masing-masing jenis, yaitu di plot pengamatan yang mewakili tipe ekosistem dengan metoda analisis vegetasi. Di lokasi dataran rendah tercatat 13 jenis pohon. Berdasarkan nilai pentingnya lokasi ini secara berturut-turut dikuasai oleh Arenga obtusifolia dengan NP. 149,884, Artocarpus elasticus dengan NP. 20,599,

Villebrunea rubescens dengan NP. 13,850 dan Nephelium sp dengan NP. 6,531 (Rencana Pengelolaan CA Rimbo Panti, 2000).

Berdasarkan data analisis vegetasi ini diperoleh bahwa di lokasi terestria l dataran rendah mempunyai keanekaragaman jenis yang cukup tinggi yaitu 25 jenis/1000 m2, sedangkan di lokasi hutan rawa hanya 17 jenis/1000 m2. Jenis-jenis yang menonjol kehadirannya baik sekarang maupun untuk masa yang akan datang di lokasi terestrial adalah Arenga obtusifolia Merr (Langkap), Streblus illicifolius

(limau hantu), Villebrunea rubescens (lasi) dan Dipterocarpus crinitus (keruing bulu). Di lokasi rawa jenis-jenis yang menonjol kehadirannya adalah

Haplophragma macrolobum (sungkai Rimbo), Anthocephalus cadamba, Leea sp. dan Elatostemma sesquifolium (RPCA Rimbo Panti, 2000).

Jenis-jenis lain yang merupakan jenis-jenis langka dan dilindungi yang ditemukan serta berdasarkan informasi dari petugas dan masyarakat, antara lain

Amorphophalus titanum (bunga bangkai), Rafflesia arnoldi (bunga raksasa),

Morus macroura (Andalas), dan berjenis-jenis Anggrek. 4.4.2 Potensi Fauna

Secara umum keadaan fauna di kawasan TWA Rimbo Panti masih memperlihatkan keanekaragaman jenis cukup tinggi. Berdasarkan data yang ada di BKSDA Sumatera Barat tahun 2000 bahwa di TWA Rimbo Panti ditemukan 122 jenis satwa liar, terdiri dari ikan (11 jenis), amfibia (4 jenis), reptilia (8 jenis), burung/ aves (81 jenis), dan mamalia (18 jenis).

Perkiraan jumlah burung yang mungkin terdapat di daerah ini dengan menggunakan metode Mac Kinnon (1993) adalah 94 jenis. Satwa lain yang cukup potensial untuk dikembangkan menjadi usulan konservasi di kawasan ini adalah jenis lebah (Apis spp) dan berbagai jenis kupu-kupu (Lepidoptera).

Satwa yang tergolong langka dan dilindungi serta endemik yang ditemukan di Rimbo Panti adalah Cylendrophis sp. atau Ula Maniak, Aceros comatus

(Anggang Uban), Amaurornis phoenicurus (Ruak-Ruak), Anthracoceros albirostris (Anggang), Anthrococeros undulatus (Anggang Musim), Arachnothera longirostra (Pipik Jantuang), Argusianus argus (Kuau), Bubulcus ibis (Kuntul Kerbau), Buceros bicornis (Anggang Papan), Buceros rhinoceros (Anggang Tanduak), Buceros vigil (Kudun), Ceyx erithacus (Raja Udang), Ceyx rufidorsa

(Raja Udang), Hypograma hypogramicum (Madu Rimbo), Ictinaetus malayanus

(Alang Sarok), Machaeramphus alcinus (Alang Kalalawa), Microhierax fringillarius (Sikok), Spilornis cheela (Alang Sarok), Cervus unicolor (Ruso),

Felis viverrineus (Kucing Lalang), Helarctos malayanus (Beruang Madu),

Hylobates syndactylus (Siamang), Muntiacus muntjak (Kijang), Nycticebus coucang (Pukang), Panthera tigris sumatrae (Harimau), Ratufa bicolor (Tupai Janjang), dan Tragulus javanicus atau kancil (RPCA Rimbo Panti,2000).

Habitat dan penyebaran satwa tersebut di daerah Rimbo Panti hampir merata, namun agak kurang pada strata I atau altitud lebih dari 300 m dpl. Hal ini

mungkin disebabkan adanya kendala dalam migrasi lokal atau terhalangnya jalur jelajah satwa tersebut. Penghalang utama diduga adalah jalan raya dan saluran irigasi yang membentang pada kawasan ini.

4.5 Aksesibilitas

Taman wisata ini sangat mudah dijangkau karena terletak di kiri dan kanan jalan raya lintas Bukittinggi-Medan, dengan jarak tempuh + 30 km dari Kota Lubuk Sikaping atau + 200 km dari Kota Padang. Di dalam kawasan Taman Wisata Alam Rimbo Panti terdapat 1 segmen jalan patroli berupa jalan tanah dengan lebar 1,5 meter dan panjang 2 km dan jalan trail wisata sepanjang 4 km.

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Sejarah dan Status Kawasan

Taman Wisata Alam (TWA) Rimbo Panti merupakan satu dari empat TWA yang terdapat di Provinsi Sumatera Barat. Kawasan TWA Rimbo Panti awalnya merupakan satu kesatuan dari Cagar Alam Rimbo Panti (register 75) yang ditunjuk berdasarkan surat keputusan (Gubernur Besluit Hindia Belanda) No.34 Staatblat 420 tanggal 8 Juni 1932, dengan luas 3.120 ha. Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.284/Kpts/Um/6/1979 tanggal 1 Juni 1979, sebagian areal cagar alam ini seluas 570 ha dijadikan kawasan TWA. Penetapan kawasan TWA tersebut dilatarbelakangi oleh keanekaragaman flora dan fauna yang sangat tinggi, dengan keunikan vegetasi hutan dataran rendah serta memiliki potensi wisata alam yang cukup tinggi, terutama sumber air panasnya.

Dilihat dari luas total kawasan TWA Rimbo Panti, saat ini Rimbo Panti merupakan TWA terluas yang ada di Provinsi Sumatera Barat. Luasan kawasan ini memberikan peluang pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan kawasan lainnya. Berbagai aktifitas wisata basa dikembangkan lebih luas dan beraneka ragam.

5.2. Perencanaan Kawasan

Perencanaan berfungsi sebagai pedoman dan arahan rinci implementasi pengelolaan yang akan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan timbulnya kendala dan permasalahan serta sebagai suatu tolak ukur keberhasilan kegiatan dan sebagai alat evaluasi dalam sebuah pengelolaan kawasan konservasi. Untuk mengoptimalkan pemanfaatan kawasan diperlukan adanya suatu bentuk pengelolaan (managemen input) yang komprehensif yang menyangkut perencanaan (planing), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating) dan mekanisme monitoring (controling) serta evaluasinya yang disesuaikan dengan rencana pengembangan wilayah, khususnya Kabupaten Pasaman agar

terdapat kesatuan gerak dan langkah dalam implementasi pengelolaan kawasan TWA Rimbo Panti.

5.2.1 Dokumen Perencanaan

Pada tahun 2000, BKSDA Sumatera Barat telah menyusun rencana pengelolaan Rimbo Panti yaitu Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (2001-2026) dan Rencana Pengelolaan Jangka Menengah (2001-2006). Rencana Pengelolaan Jangka Panjang bertujuan untuk memberikan arahan bagi kegiatan pengelolaan, baik pengelola kawasan maupun institusi atau organisasi yang berkepentingan, dalam upaya mengamankan, melestarikan, dan memanfaatkan kawasan TWA Rimbo Panti. Adapun sasarannya adalah terselenggaranya pengelolaan kawasan Taman Wisata Alam sesuai dengan tujuan awal penetapannya, sehingga kawasan ini dapat berfungsi sebagai penyangga sistem kehidupan, wahana pengawetan keanekaragaman hayati, dan praktek-praktek pemanfaatan sumber daya alam yang bernuansa kelestarian lingkungan.

Penyusunan rencana pengelolaan jangka menengah ini mengacu pada Rencana Pengelolaan Jangka Panjang. Rencana ini berisi upaya pokok dan rencana kegiatan dalam kurun waktu lima tahun. Dalam penyusunan Rencana Pengelolaan Jangka Menengah selain mengacu pada Rencana Pengelolaan Jangka Panjang juga mempertimbangkan data dan informasi di lapangan yang terkini dan akurat, sehingga rencana satu atau lima tahun kedepan merupakan solusi terhadap permasalahan yang terdapat di lapangan.

Selain dijabarkan dalam Rencana Pengelolaan Lima Tahun dan Rencana Pengelolaan Tahunan Rencana Pengelolaan Taman Wisata Alam ini juga akan dijabarkan dalam bentuk Rencana Teknis. Yang memuat uraian kegiatan secara lebih sfesifik seperti, rencana pembagunan sarana dan prasarana, rencana penangkaran satwa, rencana pembinaan habitat dan atau populasi, dan sebagainya. Selain perencanaan yang termuat dalam RPTWA Rimbo Panti, Dinas Perhubungan dan Pariwisata Kab. Pasaman sebagai pihak ketiga dalam pengelolaan TWA Rimbo Panti juga mempunyai dokumen perencanaan yaitu berupa Master Plan Pengelolaan TWA Rimbo Panti. Master plan ini dibuat untuk menjadi pedoman pengelolaan TWA Rimbo Panti oleh Pemda Kab. Pasaman.

Adapun tujuan jangka panjang master plan ini antara lain adalah : terciptanya kesemarakan budaya masyarakat yang mewarnai pranata sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kelestarian budaya daerah yang tidak terpengaruh oleh perkembangan globalisasi. Saling memahami dan menghargai budaya antara masyarakat setempat dengan masyarakat lainnya. Sumatera Barat sebagai daerah tujuan wisata utama yang aman, nyaman, menarik, mudah dikunjungi, dan memiliki daya saing global bagi wisatawan ba ik wisatawan local maupun mancanegara. Pariwisata sebagai wahana pelestarian alam dan pengembangan seni dan budaya tradisional. Pariwisata dapat menjadi lokomotif pengembangan ekonomi rakyat yang dapat mendorong perekonomian daerah.

Dalam rangka pengelolaan taman wisata alam pihak pengelola dapat mengikutsertakan pihak ketiga dalam hal ini pihak pengusaha, dalam bentuk pengusahaan pariwisata alam. Bagian taman wisata alam yang dapat diusahakan oleh pihak ketiga melalui mekanisme pemberian Izin Pengelolaan Taman Wisata Alam adalah blok pemanfaatan taman wisata alam. Pihak ketiga dalam hal ini dapat berupa perorangan, koperasi, BUMN, BUMD, dan perusahaan swasta.

Kegiatan pengusahaan pariwisata alam dapat dilakukan dalam beberapa bentuk pengusahaan yang bersifat memberikan dan meningkatkan pelayanan terhadap pengunjung seperti, rumah makan, penginapan/wisma, toko souvenir dan kegiatan lain terbatas pada blok pemanfaatan. Di TWA Rimbo Panti, BKSDA Sumatera Barat menjalin suatu hubungan kerjasama dengan Pemda Kab. Pasaman untuk mengelola kawasan ini. Bentuk kerjasamanya tertuang dalam suatu

“Perjanjian Kerjasama” tentang pembangunan dan peningkatan sarana prasarana

wisata alam di TWA Rimbo Panti Kab. Pasaman Provinsi Sumatera Barat. Perjanjian kerjasama bertujuan untuk optimalisasi pemanfaatan potensi wisata alam dan jasa lingkungan dalam pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan tipe-tipe ekosistem sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu pengetahuan dan teknologi yang memungkinkan pemenuhan kebutuhan manusia yang menggunakan sumberdaya alam hayati bagi kesejahteraan serta terkendalinya cara-cara pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya sehingga terjamin kelestariannya. Kerjasama ini dirintis sejak tahun 2004 dengan masa berlaku selama 5 tahun

tetapi sampai saat ini (tahun 2010) belum ada pembaharuan perjanjian kerjasama sehingga kegiatan pengelolan berupa kerjasama BKSDA dengan Pemda di TWA Rimbo Panti masih mengacu kepada perjanjian kerjasama yang tela h habis ini.

5.2.2. Perencanaan Sumber Daya Manusia

Kebutuhan organisasi KSDA yang lebih handal tentunya harus diikuti dengan penataan SDM yang juga memadai. Penataan tersebut dapat berupa realokasi personil, baik dari pusat dan atau antar wilayah, penambahan personil baru, dan peningkatan pendidikan serta keterampilannya yang kaitannya dengan aktivitas pemberdayaan masyarakat.

Kegiatan perlindungan dan pengawetan, disamping berupaya mempertahankan kawasan konservasi juga mencari alternatif pemanfaatannya seperti pemanfaatan wisata alam. Oleh karena itu, manajemen Taman Wisata Alam Rimbo Panti dan Cagar Alam Rimbo Panti akan dikembangkan ke arah yang lebih profesional melalui beberapa langkah, antara lain:

1. Memberdayakan tenaga fungsional Polisi Kehutanan agar memiliki kemampuan bukan hanya sebagai tenaga pengamanan fisik melainkan juga sebagai fasilitator yang mampu menyampaikan pesan-pesan dan berbagai upaya konservasi kepada masyarakat melalui pendekatan sosial dan adat istiadat;

2. Memantapkan konsepsi tenaga fungsional Teknisi Kehutanan, Penyuluh Kehutanan, dan Polisi Kehutanan dalam konteks pola karir dan sistem kepegawaiannya;

3. Mengupayakan pola rekruiting pegawai yang dapat mengakomodasi berbagai disiplin ilmu, seperti anthropology, ekonomi, dan ekologi tidak terbatas pada disiplin ilmu kehutanan.

5.2.3. Perencanaan Pengelolaan Sarana dan Prasarana

Dalam jangka waktu 25 tahun ke depan, secara simultan dan fleksibel seiring dengan pengelolaan Cagar Alam Rimbo Panti kawasan ini direncanakan akan dilaksanakan perbaikan dan pembangunan sarana prasarana yang memadai

yang penyebarannya seperti tergambar dalam Peta Rencana Pengelolaan Taman Wisata Alam Rimbo Panti. Adapun rincian jenis sarana dan prasarana berikut keterangan lokasinya adalah sebagai berikut:

1. Perbaikan kantor resort dan penambahan fasiltas pendukung seperti air bersih, listrik, dan peralatan kantor sehingga dari keadaan semi permanen menjadi permanen;

2. Pembangunan pondok kerja dibangun pada 2 lokasi yaitu pada bagian utara pada daerah yang berbatasan dengan Desa Murni dan bagian selatan yang berbatasan dengan Desa Petok;

3. Pembangunan stasiun pengamatan satwa dan pengintai kebakaran dibangun pada dua lokasi yaitu di wilayah barat pada ketinggian ketinggian 300 m dpl dan pada wilayah timur-selatan (lokasi rawa);

4. Pembuatan pagar pengaman dengan trotoar dibagian dalam sepanjang kiri kanan jalan raya Bukittinggi – Medan yang melawati kawasan, dengan tujuan untuk mencegah satwa yang melintasi jalan, mencegah akses yang terlalu besar ke dalam kawasan, sedangkan trotoar dapat dimanfaatkan sebagai jalan induk jalan trail wisata;

5. Pembuatan hydrant untuk mengantisipasi kebakaran diusulkan untuk dibangun di 2 lokasi yaitu sumber air panas dan perbatasan dengan cagar alam dari arah Lubuk Sikaping;

6. Pembuatan drainase pengendali banjir untuk mengantisipasi tergenangnya air di daerah rawa pada saat musim hujan. Saluran drainase ini dibuat dari polongan dan diusahakan tidak sampai mengeringkan daerah rawa yang ada, sehingga mengakibatkan terganggunya ekosiste m yang ada. Di samping itu pengelolaan saluran irigasi perlu dilakukan karena pada tempat tertentu seperti Desa Petok, sering mengalami banjir pada musim hujan. Selain itu perlu juga dilakukan pengendalian saluran irigasi yang melewati kawasan Taman Wisa ta Alam Rimbo Panti;

7. Pengadaan Radio Komunikasi/ HT sangat diperlukan dalam rangka melakukan komunikasi antara pengelola lapangan taman wisata dengan Unit

KSDA Sumatera Barat dan instansi lainnya. Komunikasi ini sangat diperlukan dalam rangka saling tukar menukar informasi;

8. Pengadaan alat survey sederhana, berupa kompas, teropong, altimeter, dan GPS. Alat tersebut sangat diperlukan oleh petugas lapangan supaya bisa memberikan laporan tentang situasi dan kondisi pengelolaan taman wisata agar alam;

9. Untuk pengamanan satwa perlu dipasang papan pengumuman dan rambu-rambu jalan di daerah lintasan satwa yang menginformasikan tentang satwa

yang dominan di lokasi tersebut, misalnya “Disini Banyak Beruk” dan lain -lain.

5.2.4. Perencanaan Perlindungan dan Pengamanan Kawasan

Upaya meminimalisir bentuk gangguan dan ancaman terhadap kawasan juga diperlukan sebagai antisipasi munculnya bentuk-bentuk gangguan baru. Dalam periode pengelolaan kawasan 20 tahun mendatang, akan dilakukan upaya perlindungan dan pengamanan kawasan sebagai berikut :

1. Sosialisasi peraturan perundang-undangan, Peraturan Pemerintah dan ketetapan perlindungan hutan.

2. Hal ini dilakukan dengan cara mengadakan penyuluhan kepada masyarakat di sekitar Taman Wisata Alam dan Cagar Alam dan pengunjung. Disamping mengadakan penyuluhan, sosialisasi juga perlu dilakukan secara persuasif dengan cara pendekatan dalam bentuk penyadaran akan pentingnya cagar alam kepada masyarakat, sedangkan pendekatan persuasif dengan pengunjung dilakukan dengan memberikan arahan seb elum pengunjung memasuki kawasan. Selain itu dapat juga dilakukan melalui bentuk-bentuk buku, brosur, leaflet, plang pengumuman, himbauan dan sebagainya;

3. Sosialisasi keberadaan serta manfaat Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Rimbo Panti.

4. Titik berat kegiatan sosialisasi ini adalah pada pemasyarakatan jalur dan tanda (pal) batas kawasan, baik kepada masyarakat maupun instansi pemerintah dan swasta yang berada di wilayah, terutama instansi- instansi yang tugas pokok

dan fungsinya berkaitan dengan lahan. Contohnya Dinas Pekerjaan Umum, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Bappeda Tingkat II, Dinas Pertanian, dan instansi- instansi lainnya;

5. Pencegahan perburuan, penangkapan satwa, dan pengambilan kayu yang dilakukan oleh masyarakat sekitar, melalui kegiatan patroli pengamanan kawasan;

6. Mensosialisasikan keberadaan kawasan melalui program-program pemberdayaan masyarakat dalam bentuk:

a) Bersama-sama masyarakat memasang papan-papan informasi dan atau pengumuman yang berisi gambar-gambar dan pesan-pesan untuk tidak mengkreasi gangguan terhadap Cagar Alam maupun Taman Wisata Alam Rimbo Panti seperti menebang pohon, berburu satwa, membuat perapian, dan membangun pondok-pondok atau pemukiman dalam kawasan;

b) Bersama-sama masyarakat melaksanakan kegiatan penanaman jalur hijau batas kawasan dengan jenis tanaman multi- fungsi (MPTS), pembuatan embung-embung air sebagai sumber air bagi kehidupan satwa-satwa dalam kawasan dan sebagai cadangan air apabila terjadi kebakaran hutan, dan pembuatan sekat-sekat bakar di lokasi yang rawan kebakaran;

c) Pembinaan daerah (desa-desa) penyangga kawasan Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Rimbo Panti, dengan berbagai bentuk kegiatan seperti penanaman tanaman MPTS, penangkaran jenis-jenis burung bernilai komersil, penangkaran kupu-kupu dan jenis satwa lainnya yang dapat menjadi sumber protein masyarakat, serta pengembangan kerajinan tangan.

7. Pengendalian jenis-jenis eksotik, baik flora maupun fauna, dan tanaman yang diduga telah menjadi tanaman pengganggu bagi jenis-jenis tertentu, terutama di sekitar ladang- ladang penduduk;

8. Pengembangan pola kemitraan dengan masyarakat setempat, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan instansi pemerintah atau swasta dalam upaya pengamanan kawasan dari berbagai bentuk ancaman;

9. Saat ini, ketersediaan perangkat lunak berupa ketentuan peraturan perundang-undangan relatif cukup memadai. Namun pengalaman di lapangan

menunjukkan bahwa jumlah pelanggaran yang menyangkut bidang hutan dan kehutanan semakin bertambah dan tidak banyak kasus-kasus tersebut yang terselesaikan sampai tuntas. Disamping sumberdaya manusia yang menjadi kendala, kemauan pelaksana dalam menegakkan pelaksanaan hukum yang ada masih belum memadai. Oleh karena itu, khususnya dalam penanganan Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Rimbo Panti sebagai salah satu titik rawan munculnya berbagai konflik, maka penegakan hukum (law enforcement) akan lebih ditingkatkan;

10.Pencegahan terjadinya kebakaran hutan dengan membuat sekat bakar, dengan menanami daerah tersebut dengan tanaman yang tahan terhadap kebakaran, terutama pada lokasi yang berdekatan dengan lahan milik masyarakat yaitu di utara dan selatan kawasan;

11.Perlindungan jenis tumbuhan terhadap hama dan pengendalian hama pertanian di sekitar cagar alam untuk mencegah musnahnya habitat yang ada di dalam kawasan. Disamping itu, juga perlu diupayakan penanggulangan serangan hama babi terhadap tanaman pertanian yang ada di sekitar kawasan, yang berasal dari lokasi cagar alam dan taman wisata alam;

12.Pencegahan laju erosi tanah yang dilakukan di lokasi Taman Wisata Alam pada sepanjang kiri kanan jalur dari saluran irigasi Panti – Rao.

5.2.5. Perencanaan Penataan Kawasan

Taman Wisata Alam Rimbo Panti memiliki batas keliling sepanjang 11 km, sepanjang 7,6 km berbatasan dengan kawasan Cagar Alam Rimbo Panti dan sisanya sepanjang 3,4 km berbatasan dengan areal penggunaan lain. Penataan batas cagar alam ini telah terealisir 100% dan telah direkonstruksi pada tahun 1999. Dalam jangka waktu 25 tahun ke depan, kegiatan pemantapan kawasan ini, akan terus dilaksanakan baik fisik maupun administratif, k hususnya penyelesaian

status hukum dari “penunjukan” menjadi “penetapan”.

Pelaksanaan pemeliharaan dan rekontruksi batas kawasan Taman Wisata Alam Rimbo Panti khususnya yang berbatasan dengan lahan penduduk di Kecamatan Panti, akan diupayakan secermat mungkin dengan memanfaatkan pendekatan yang partisipatif sehingga, apabila tanda batas fisik (pal batas) telah

terpancang, pal batas tersebut mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan diakui, baik oleh masyarakat maupun lembaga- lembaga pemerintah setempat.

Pemeliharaan batas termasuk rekonstruksi batas akan dilakukan secara simultan dan disesuaikan dengan skala prioritas yang didasarkan pada intensitas kerawanan gangguan kawasan.

Menurut RPTWA Rimbo Panti dalam periode 25 tahun ke depan, kawasan ini akan ditata ke dalam 2 blok pengelolaan, yaitu blok perlindungan dan blok pemanfaatan. Blok perlindungan akan diarahkan pada bagian-bagian kawasan yang kondisinya masih relatif utuh dan asli sedang blok pemanfaatan diarahkan pada bagian kawasan yang dapat mengakomodasi kegiatan-kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan potensi kawasan, seperti penelitian, pendidikan, pengambilan plasma nutfah, dan kegiatan wisata alam.

Untuk akurasi delinasi batas blok-blok ini, terlebih dahulu atau secara simultan dengan kegiatan pengelolaan lainnya, akan dilakukan kajian dan penelitian yang berkaitan dengan keutuhan dan potensi kawasan, baik potensi fisik (lansekap), flora, maupun faunanya sedemikian rupa agar pembagian blok-blok ini dapat mengakomodasi sebanyak mungkin kepentingan pengelola kawasan dan masyarakat.

Sesuai pengamatan dan informasi yang diperoleh dari masyarakat setempat, bagian kawasan yang dapat dijadikan blok pemanfaatan untuk mengakomodasi kegiatan-kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan potensi kawasan, seperti penelitian, pengambilan plasma nutfah, kegiatan wisata alam, pendidikan, dan pembangunan sarana prasarana pengelolaan adalah:

1. Bagian taman wisata alam yang selama ini telah dimanfaatkan untuk kepentingan wisata;

2. Bagian taman wisata alam sekitar 1 km dari kiri dan kanan sepanjang jalan raya Bukittinggi – Medan.

Bagian kawasan yang diarahkan menjadi blok perlindungan adalah bagian-bagian kawasan yang saat ini kondisinya relatif utuh dan masih asli. Di dalam blok perlindungan direncanakan akan dilakukan kegiatan-kegiatan monitoring

sumber daya alam hayati dan ekosistemnya untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, dan wisata terbatas, diantaranya :

1. Bagian taman wisata alam yang berbatasan dengan cagar alam pada bagian timur dan barat kawasan;

2. Daerah-daerah yang merupakan sempadan sumber mata air panas.

Berdasarkan Master Plan yang dibuat oleh Pemda Kab. Pasaman Taman Wisata Alam Rimbo Panti dibagi menjadi 6 zonasi (Masterplan TWA Rimbo Panti, tahun 2008). Ada 6 zonasi di dalam TWA Rimbo Panti, meliputi zona A, B, C, D, E dan F.

1. Zona A

Zona A berupa kawasan terbuka yang ditandai dengan terdapatnya 1 unit gazebo pengunjung. Lahan berupa tanah luas dengan sedikit rawa sebagiannya termasuk ke dalam kawasan cagar alam. Lahan ini sebagian juga dimanfaatkan untuk pembangunan fasilitas penunjang, sepeti mushola. Sedangkan kawasan hutannya dimanfaatkan untuk wisata menikmati pemandangan alam.

2. Zona B

Zona B sudah cukup tertata dengan baik. Zona ini ditandai dengan terdapatnya kolam pemandian air panas yang tela h aktif dimanfaatkan untuk kegiatan wisata. Selain itu juga terdapat areal camping.

3. Zona C

Zona C berupa hutan rawa yang tidak dilakukan pengembangan. Kawasan yang termasuk ke dalam zona ini juga merupakan bagian dari cagar alam, sehingga harus dibiarkan alami sesuai dengan keadaannya saat ini. 4. Zona D

Zona D berupa kawasan terbuka yang ditandai dengan terdapatnya sumber air panas yang digunakan oleh pengunjung sebagai lokasi wisata, yaitu merebus makanan. Di zona ini juga terdapat lumpur hisap, sehingga cukup membahayakan. Perlu dipertimbangkan lebih lanjut mengenai pengembangan di zona D seperti pemberian batas atau papan larangan di lokasi beradanya

lumpur hisap sehingga pengunjung tahu lokasi yang berbahaya untuk dikunjungi.

5. Zona E

Zona E berupa kawasan yang sebagiannya sudah aktif diakses. Ditandai dengan terdapatnya kafe, warung, kantor Seksi KSDA, gedung herbarium, dan taman bermain anak. Sebagian kawasan yang tersisa dapat digunakan sebagai lokasi pembangunan infrastruktur penunjang wisata di TWA Rimbo Panti, seperti penginapan dan souvenir shop dengan melibatkan masyarakat setempat.

6. Zona F

Zona F secara total berupa kawasan hutan rawa dan termasuk ke dalam cagar alam. Pengembangan infrastruktur tidak dapat dilakukan di zona ini, sehingga keberadaan zona F akan tetap dipertahankan sebagai kawasan rawa.

5.2.6. Perencanaan Kegiatan Pengawasan

Pelaporan adalah salah satu bentuk prosedur administrasi yang didalamnya