• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Geografis dan Sosial masyarakat desa Huta Pungkut a.Sejarah Singkat Kerajaan Huta Pungkut

Kerajaan Huta Pungkut merupakan salah satu bagian dari daerah Mandailing. Mandailing menurut Prapanca di dalam bukunya Negarakertagama1, Mandailing termasuk ke dalam wilayah kerajaan Majapahit. Namun demikian dapat dikatakan bahwa sampai sekarang wilayah Mandailing belum termasuk yang banyak dibicarakan. Demikian juga peristiwa-peristiwa bersejarah yang pernah terjadi di wilayah bersangkutan.

Keberadaan Mandailing sudah diperhitungkan sejak abad ke-14 dengan dicantumkannya nama Mandailing dalam sumpah Palapa gajah mada pada syair ke-13 Kakawin Negarakertagama hasil karya Prapanca sebagai daerah ekspansi Majapahit sekitar tahun 1287 Caka (1365) ke beberapa wilayah di luar Jawa. Mandailing pada masa tersebut diperkirakan sudah berkembang, dengan kondisi masyarakat yang homogen, tumbuh dan terhimpun dalam suatu ketatanegaraan kerajaan dengan kebudayaannya yang sudah tinggi di zaman tesebut2.

Berabad sebelum Prapanca, di Mandailing telah tumbuh masyarakat berbudaya tinggi (berdasarkan catatan sejarah serangan

1

http://banuamandailing.blogspot.com/p/lintasan-sejarah-mandailing.html, diakses pada tanggal 2 April 2014, pukul 21:10

2

Rajendra Cola dari India pada tahun 1023 M ke Kerajaan Panai) di hulu sungai Barumun atau di sepanjang aliran sungai Batang Pane mulai dari Binanga, Portibi di Gunung Tua hingga lembah pegunungan Sibualbuali di Sipirok. Hal ini ditandai dengan adanya masyarakat bermarga pane di Sipirok, Angkola dan Mandailing3.

Dalam buku sejarah Batak yang dituliskan pada kesusasteraan klasik Toba Tua (Tonggo-tonggo Siboru Deak parujar) , juga telah disebut nama Mandailing sebagai tempat asal nenek moyang Suku Batak Toba. Diperkirakan, Tonggo-tonggo tersebut diciptakan setelah kelahiran si raja Batak (generasi ke-6 Siboru Deakparujar dan Siraja Odap-odap) pada tahun 1305 M. Siraja Batak diduga tinggal di Mandailing yang kemudian pindah ke tanah Toba dan terus berkembang. Hal ini juga dipertegas oleh Z. Pangaduan lubis dalam

bukunya „Kisah Asal-usul Marga di Mandailing‟4

.

Nama Mandailing diduga berasal dari kata Mandehilang (bahasa Minangkabau, artinya ibu yang hilang), kata Mundahilang, kata Mandalay (nama kota di Burma) dan kata Mandala Holing (nama kerajaan di Portibi, Gunung Tua) Munda adalah nama bangsa di India Utara, yang menyingkir ke Selatan pada tahun 1500 SM karena desakan Bangsa Aria. Sebagian bangsa Munda masuk ke Sumatera melalui pelabuhan Barus di Pantai Barat Sumatera.

3

M. Dolok Lubis, Mandailing : Sejarah, Adat dan Arsitektur, h. 5

4

http://banuamandailing.blogspot.com/p/lintasan-sejarah-mandailing.html, diakses pada tanggal 2 April 2014

Mandailing memiliki riwayat asal usul marga yang diduga berawal sejak abad ke-9 atau -10. Mayoritas marga yang ada di Mandailing adalah Lubis dan Nasution. Nenek Moyang Marga Lubis yang bernama Angin Bugis berasal dari Sulawesi Selatan5. Angin Bugis atau Sutan Bugis berlayar dan menetap di Hutapanopaan (sekarang Kotanopan) dan mengembangkan keturunannya, sampai pada anak yang bergelar Namora Pande Bosi III. Marga Hutasuhut adalah generasi berikutnya dari keturunan Namora Pande Bosi III, yang berasal dari ibu yang berbeda dan menetap di daerah Guluan Gajah6.

Marga Harahap dan Hasibuan juga merupakan keturunan Namora Namora Pande Bosi III yang menetap di daerah Portibi, Padang Bolak. Marga Pulungan berasal dari Sutan Pulungan, yang merupakan keturunan ke lima dari Namora Pande Bosi dengan istri pertamanya yang berasal dari Angkola. Sedangkan pembawa marga Nasution adalah Baroar Nasakti, anak hasil pernikahan antara Batara Pinayungan (dari kerajaan Pagaruyung) dengan Lidung Bulan (adik perempuan Sutan Pulungan) yang menetap di Penyabungan Tonga. Moyang Marga Rangkuti dan Parinduri adalah Mangaraja Sutan Pane yang berasal dari kerajaan Panai, Padang Lawas. Keturunan Sutan Pane, Datu Janggut

Marpayung Aji dijuluki „orang Nan Ditakuti‟, dan berubah menjadi

Rangkuti yang menetap di Huta Lobu Mandala Sena (Aek Marian). Keturunan Datu Janggut Marpayung Aji tersebar ke beberapa tempat

5

M. Dolok Lubis, Mandailing : Sejarah, Adat dan Arsitektur, h. 7

6

dan salah satunya ke daerah Tamiang, membawa marga Parinduri. Nenek moyang marga Batubara, Matondang dan Daulay bernama Parmato Sopiak dan Datu Bitcu Rayo (dua orang pemimpin serombongan orang Melayu) berasal dari Batubara, Asahan7.

Selain masyarakat bermarga, daerah Mandailing telah didiami tiga suku lainnya, jauh sebelum abad ke-10, yaitu Suku Sakai, Suku Hulu Muarasipongi dan suku Lubu Siladang8. Suku Sakai bermukim di hulu-hulu sungai kecil, dan beberapa juga ditemukan di daerah Dumai dan Duri (Riau) serta Malaysia. Suku Hulu Muarasipongi diduga berasal dari Riau, sedangkan bahasa dan adatnya, mirip dengan bahasa dan adat Riau serta Padang Pesisir. Suku Lubu Siladang bermukim di lereng Gunung Tor Sihite, bahasa dan adatnya berbeda dengan bahasa dan adat Mandailing dan Melayu. Begitu pula ciri fisiknya yang tegap, kekar, mata bulat berwarna coklat tua, dan sikap yang ramah, rajin, selalu merendahkan diri.

Masyarakat Mandailing9 di dalam pelaksanaan adat dan hukum adatnya menggunakan satu struktur sistem adat yang disebut Dalihan Natolu (tungku yang tiga), yang mengandung arti bahwa masyarakat Mandailing menganut sistem sosial yang terdiri atas Kahanggi, (kelompok orang semarga), Mora (kelompok kerabat pemberi anak gadis) dan Anak Boru (kelompok kerabat penerima anak gadis). Ketiga unsur ini senantiasa selalu bersama dalam setiap pelaksanaan kegiatan

7

M. Dolok Lubis, Mandailing : Sejarah, Adat dan Arsitektur, h. 9

8

M. Dolok Lubis, Mandailing : Sejarah, Adat dan Arsitektur, h. 17-18

9

adat, seperti Horja (pekerjaan), yaitu tiga jenis (a) Horja Siriaon adalah kegiatan kegembiraan meliputi upacara kelahiran (tubuan anak), memasuki rumah baru (Marbongkot bagas na imbaru) dan mengawinkan anak (haroan boru); (b) Horja Siluluton (upacara Kematian) dan (c) Horja Siulaon (gotong royong).

Sistem pemerintahan di Mandailing, sebelum datangnya Belanda merupakan pemerintahan yang dipimpin oleh pengetua-pengetua adat10, yaitu raja dan Namora Natoras sebagai pemegang kekuasaan dan adat. Raja di Mandailing terdiri atas beberapa jenis, yaitu Panusunan (raja tertinggi), Ihutan (di bawah Panusunan), Pamusuk (raja satu huta, tunduk pada Panusunan dan Pamusuk) , Sioban Ripe (di bawah raja Pamusuk) dan Suhu (di bawah Pamusuk dan Sioban Ripe, tetapi tidak terdapat di semua Huta). Semua raja Panusunan yang ada di Mandailing berasal dari satu keturunan yaitu marga Lubis di Mandailing Julu dan marga Nasution di Mandailing Godang yang masing-masing berdaulat penuh di wilayahnya. Namora Natoras terdiri atas Namora (orang yang menjadi kepala dari tiap parompuan kaum kerabat raja yang merupakan kahanggi raja), Natoras (seseorang yang tertua dari satu parompuan), suhu (orang yang semarga dengan Raja Panusunan/Pamusuk tetapi bukan satu keturunan Raja) dan Bayo-bayo Nagodang (mereka yang tidak semarga dengan raja, yang datang bersama-sama pada waktu tertentu ke huta tersebut).

10

http://hojotmarluga.wordpress.com/dalihan-na-tolu-dan-budaya-kerja/, di akses pada tanggal 9 April 2014

Menurut catatan sejarah sebelum Belanda menduduki wilayah Mandailing menjelang pertengahan abad 19, di wilayah tersebut terdapat banyak kerajaan-kerajaan kecil yang masing-masing diperintah oleh rajanya. Kerajaan-kerajaan kecil itu umumnya hanya terdiri dari beberapa huta atau kampung. Raja-rajanya memerintah secara demokratis bersama satu lembaga perwakilan yang dikenal sebagai lembaga Namora Natoras. Di dalam lembaga tersebut duduk Kepala-kepala Ripe, yaitu pimpinan kelompok orang-orang dari satu marga, ataupun pimpinan komunitas-komunitas lain yang terdapat dalam satu huta. Di dalam lembaga Namora Natoras biasanya duduk pula tokoh-tokoh adat, cerdik- cendekiawan dan tokoh-tokoh-tokoh-tokoh yang dituakan di tengah masyarakat. Tokoh-tokoh yang berkedudukan sebagai Namora Natoras boleh dikatakan sebagai wakil rakyat. Bersama merekalah raja menyelenggarakan pemerintahan termasuk di dalam melaksanakan pengadilan terhadap orang-orang yang berbuat kesalahan11.

Kerajaan-kerajaan kecil yang terdapat di Mandailing pada masa yang lalu, masing-masing berdiri secara otonom, msekipun di antara raja-raja kecil itu pada dasarnya terdapat hubungan kekeluargaan berdasarkan adat12.

Salah satu dari kerajaan (kecil) yang terdapat di Mandailing Julu, sebelum Belanda menduduki daerah tersebut ialah kerajaan Huta Godang di Kawasan Ulu Pungkut. Letaknya kurang lebih 20 kilo meter

11

M. Dolok Lubis, Mandailing : Sejarah, Adat dan Arsitektur, h. 73-75.

12

http://hojotmarluga.wordpress.com/dalihan-na-tolu-dan-budaya-kerja/, di akses pada tanggal 9 April 2014

dari Kotanopan, yang dari sejak dahulu menjadi tempat yang terpenting di Mandailing Julu.

Kurang lebih satu setengah abad yang lalu, Sutan Mangkutur berkedudukan sebagai raja di Huta Godang, Ulu Pungkut, untuk menggantikan abang kandungnya Raja Gadombang, yang meninggal dunia pada tahun 1835 dalam perang Paderi13.

Karena Sutan Mangkutur adalah raja dahulu di Huta Godang, maka sebelum membicarakan perlawanan yang pernah dilakukannya terhadap Belanda, ada baiknya kalau dikemukakan serba sedikit hal-hal yang berkaitan dengan kerajaan Huta Godang.

Kapan berdirinya kerajaan Huta Godang di Ulu Pungkut tidak diketahui dengan pasti. Tetapi menurut keterangan Raja Junjungan Lubis, yaitu raja terakhir dari Huta Godang, kerajaan tersebut didirikan oleh nenek moyang ia yang berasal dari Manambin14. Manambin sendiri adalah salah satu kerajaan tertua di Mandailing Julu, dan tidak jauh letaknya dari Huta Godang.

Menurut tarombo atau daftar silsilah keluarga, atau marga, semua raja-raja bermarga Lubis yang pernah berkuasa pada kerajaan- kerajaan yang terdapat di Mandailing Julu, adalah keturunan dari seorang tokoh yang bernama Namora Pande Bosi15.

Kapan mulai berkuasanya raja-raja bermarga Lubis pada kerajaan-kerajaan kecil yang dahulu terdapat di daerah Mandailing Julu

13

M. Dolok Lubis, Mandailing : Sejarah, Adat dan Arsitektur, h. 87.

14

M. Dolok Lubis, Mandailing : Sejarah, Adat dan Arsitektur, h. 89.

15

tidak diketahui dengan pasti. Tetapi menurut kebiasaan, setiap raja yang berkuasa di satu tempat, selalu memberikan kesempatan kepada anggota keluarganya untuk pergi mamungka huta (membuka daerah baru) ke tempat lain. Biasanya anggota keluarga raja yang bertindak sebagai sipamungka huta (pembuka daerah baru) di satu tempat akan mendapat kedudukan sebagai pemimpin atau raja di daerah yang dibukanya.

Demikian pulalah awal berdirinya kerajaan Huta Godang di Ulu Pungkut, yang didirikan oleh keluarga raja bermarga Lubis dari Manambin beberapa abad yang lalu16.

Namun demikian kerajaan Huta Godang bukan bahagian dari kerajaan Manambin tetapi ia merupakan kerajaan yang berdiri sendiri dan terlepas dari kekuasaan raja Manambin.

Kerajaan Huta Godang, terletak di daerah Ulu Pungkut. Pada kenyataan hanya kerajaan tersebut yang ada pada masa sebelum abad ke 19 atau sebelum masuknya Kaum Paderi ke Mandailing. Fakta adanya kerajaan lain, hampir sama sekali tidak dapat diperoleh. Hanya diketahui, bahwa sebelum Huta Godang (yang berarti kampung besar) didirikan, raja berkedudukan di satu tempat yang bernama Huta Dolok, yang terletak di atas sebuah bukit tidak begitu jauh dari Huta Godang yang sekarang17.

16

Sultan Baringin Lubis, Hobaran Adat Jamita, (Medan: CV. Media Persada, 2010), h.6.

17

Kemudian, setelah Islam masuk dibawa orang-orang Minangkabau ke Mandailing pada awal abad ke 19, Huta Dolok dipindahkan ke satu tempat yang baru, dan kemudian dinamakan Huta Godang.

Perpindahan terjadi sewaktu Raja Junjungan yang penghabisan. Atas perintah Tuanku Rao, Huta Dolok ditinggalkan dan didirikanlah Huta na Godang, agar masyarakat dapat berdiam dekat sungai guna mencuci diri untuk keperluan agama18.

Melalui catatan yang demikian, dapatlah diketahui, bahwa Huta Godang didirikan setelah Islam masuk ke Mandailing. Sebab dipindahkannya Huta Dolok, ke tempat yang sekarang bernama Huta Godang, dengan tujuan agar orang dapat berdiam dekat sungai guna mencuci diri untuk keperluan agama, yaitu untuk mengambil air wuduk untuk sembahyang.

Selanjutnya, kurang lebih satu setengah abad yang lalu, di Huta Godang lah Sutan Mangkutur, yaitu salah seorang raja bermarga Lubis di Mandailing Julu menyusun kekuatannya untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda.

b. Secara Geografis

Pada masa ini Mandailing merupakan bagian dari Kabupaten Mandailing Natal, sebagai kabupaten pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan di Propinsi Sumatera Utara. Wilayah yang bernama

18

Mandailing, ialah kawasan yang di sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Batang Angkola dan Kecamatan Sosopan, di sebelah selatan dengan Kabupaten Pasaman di Propinsi Sumatera Barat, di sebelah barat dengan Kecamatan Natal dan disebelah timur dengan Kecamatan Barumun dan Kecamatan Sosa19.

Garis batas antara wilayah Mandailing dan Kecamatan Batang Angkola, di utara terletak di dekat daerah Angkola Jae, tepatnya Simarongit dekat desa Huta Baru dan Aek Badak. Dan garis batas antara wilayah Mandailing dengan Kabupaten Pasaman di selatan, terletak di desa Muara Cubadak, dekat Muarasipongi.

Dalam kedudukan geografisnya yang demikian , maka di bagian selatan, wilayah Mandailing langsung berbatasan dengan wilayah Minang Kabau di Propinsi Sumatera Barat. Mandailing merupakan daerah yang paling selatan dari Propinsi Sumatera Utara20.

Secara tradisional, wilayah Mandailing terbagi dalam dua daerah, masing-masing yang disebut Mandailing Godang (Mandailing Besar) dan Mandailing Julu (Mandailing Hulu). Garis batas antara keduanya terletak di antara desa Maga dan Laru, dekat Kotanopan.

Kawasan yang termasuk ke dalam daerah Mandailing Godang ialah daerah Panyabungan dan sekitarnya, sampai ke perbatasan dengan daerah Angkola Jae di Kecamatan Batang Angkola. Demikian juga

19

Sultan Baringin Lubis, Hobaran Adat Jamita, h.20.

20

Kecamatan Batang Natal termasuk ke dalam daerah Mandailing Godang di sebelah barat.

Sedangkan kawasan yang termasuk ke dalam daerah Mandailing Julu, ialah daerah Kotanopan dan sekitarnya, sampai ke desa Laru di sebelah utara. Demikian juga daerah Pakantan di sebelah selatan yang terletak di Kecamatan Pakantan.

Di dalam kawasan Mandailing Julu, terdapat salah satu yang bernama Ulu Muarasipongi, yaitu tempat kediaman suku bangsa Ulu Muarasipongi di Kecamatan Muarasipongi21.

Sebelum pemekaran dari kabupaten Tapanuli Selatan Kawasan Mandailing Godang pada waktu ini terdiri dari tiga kecamatan, masing-masing Kecamatan Panyabungan, Kecamatan Siabu dan Kecamatan Batang Natal. Dan kawasan Mandailing Julu terdiri dari dua Kecamatan, yaitu Kecamatan Kotanopan dan Kecamatan Muarasipongi. Desa Huta Pungkut merupakan desa pertama dari kecamatan Ulu Pungkut kabupaten kotanopan, kabupaten hasil pemekaran dari Tapanuli Selatan Sematra Utara.

Secara Geogerafis desa Huta Pungkut memiliki luas pemukiman 3 ribu M persegi,sebalah julu berbatasan dengan desa Abincaran, sebalah jae berbatasan dengan desa Alankae, sebalah utara berbatasan dengan Huta Padang, sebalh selatan beerbatasan dengan desa Simpang Banyak. Masyarakat Huta Pungkut merupakan masyarakat agraris yang

21

patrilineral. Hidup sebagai petani dengan mengolah sawah dan berkebun,dsb.22

Adapun perkampungan desa Huta Pungkut bisa digolongkan dataran tinggi, yang hampir seluruhnya dikelilingi pergunungan yang menghampar dari kanan dan kiri, bila memandang keseluruh penjuru maka yang terliat hamparan pergunungan yang hijau dan persawahan dan sepanjang itu pun air sungai yang mengalir deras, suhu udara yang dingin sangat kental terasa disini.

Desa ini tidak terlalu jauh dari ibu kota Kabupaten, dan akses menuju kota pun digolongkan susah. Sedangkan dari kota kecamatan berjarak 15 km. Jadi ada sedikit kendala dalam transportasi.

c. Sosial Desa Huta Pungkut

Menurut data sensus penduduk pada tahun 2014, penduduk desa Huta Pungkut berjumlah 950 jiwa, yang terdiri dari 400 laki-laki dan 550 jiwa perempuan dengan jumlah kk sebanyak 150. Sedangkan kalau dilihat dari lapangan pekerjaan yang tersedia hampir 80% petani, meliputi perkebunan dan persawahan.23

Untuk memperjelas dapat dilihat pada data jumlah penduduk dengan hasil sensus tahun 2014 dibawah ini:

22

Hasil wawancara dengan Bapak Koji Kepala Desa Huta Pungkut 27 juli 2014.

23

Jumlah Penduduk Desa Huta Pungkut

No. Golongan Umur Jenis Kelamin Jumlah

LK PR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 0 s/d 5 tahun 6 s/d 12 tahun 13 s/d 15 tahun 16 s/d 18 tahun 19 s/d 25 tahun 26 s/d 30 tahun 31 s/d 35 tahun 36 s/d 40 tahun 41 s/d 45 tahun 46 s/d 50 tahun 51 s/d 60 tahun 61 s/d 65 tahun 66 tahun ke atas 65 75 25 30 30 25 25 30 30 30 20 10 5 85 95 35 45 40 35 45 35 35 45 25 20 10 150 170 60 75 70 60 70 65 65 75 45 30 15 Total 400 550 950