• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tata Cara Perkawinan Yang Berlaku Di Desa Huta Pungkut a.Pengertian Adat

Dalam bahasa Indonesia Tesaurus ditemukan pengertian kata

“Adat” sebagai: budaya, etiket, istiadat, kebiasaan, kultur, rasam, tradisi.25 Suatu kebiasaan dinamakan adat karena ia dikerjakan oleh masyarakat tertentu secara berkulang kali.

\Dalam buku qawai adrd fiqhiyah dijelaskan bahwa adat sebagai:

“adat ialah segala apa yang telah dikenal manusia, sehingga hal itu menjadi suatu kebiasaanyang berlaku dalam kehidupan mereka baik

berupa perkatan maupun perbuatan”26

Sedangkan dalam bukunya Bushar Muhammad “Asas-asas

Hukum Adat Suatu Pengantar” dijelaskan bahwa, kata

“adat‟disandingkan dengan kata “Hukum”, yang merupakan terjemahan dari istilah bahasa Belanda “adatrecht”. Snouk Hurgronje adalah orang

pertama yang memakai istilah dari bahasa tersebut. Istilah itu dipakai

untuk mengungkapkan istilah “Undang-undang Agama”, “lembaga

rakyat”,“kebiasaan”, “lembaga asli”.27

Dilihat dari perkembangan manusia, terjadinya adat itu dimulai dari pribadi manusia yang diberikan Tuhan akal pikiran dan perilaku.

25

Eko Endarmoko, Tesaurus Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,2006), h.6.

26

Imam Musbikin, Qawa’id al-Fiqhiyah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), h.93.

27

Bushar Muhammad, Asas-asas Hukum Adat Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita.1994), h.2.

Prilaku yang terus menerus dilakukan perorangan menimbulkan

kebiasaan pribadi”. Apabila kebiasaan tersebut ditiru orang, maka ia

akan menjadi kebiasaan orang lain. Kemudian apabila seluruh anggota masyarakat melakukan kebiasaan tadi, maka kebiasaan itu menjadi

adat”,28

dalam kebiasaan yang menjadi norma-norma tersebut dijadikan landasan kehidupan masyarakatnya.

Patik merupakan nilai yang benar atau salah yang berupa kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan ajaran moral. Jadi patik adalah etika perilaku orang madina, baik sebagai anggota keluarga, kerabat, maupun sebagai anggota masyarakat pada umumnya. Termasuk patik dalam hapantunon “sopan santun”, habisukon “budipekerti”, untuk membentuk orang madina agar berbudi pekerti

yang halus dan baik.

Uhum adalah norma, aturan atau ketentuan yang mengikat, dipakai sebagai panduan, tatanan dan kendalian tingkah laku yang seseuai dan berterima di dalam masyarakat madani. Uhum mempunyai daya paksa, yang artinya pelanggaran terhadap uhum akan mengakibatkan sanksi.29

Demikian halnya di dalam adat mandailing, yang proses sosialisasi dalam nilai-nilai budaya yang diajarkan dalam adat

28

Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, (Bandung: Mandar Maju. 2003), h.1.

29

Basyral Hamidi Harapan, Madina yang Madani, (Jakarta: PT. Merto Pos, 2004), h.355-356.

mandailing tersebut. Sedangkan dalam kajian usul fiqh dilihat dari

penilaian baik dan buruknya suatu “adat”, maka dapat dibagi kepada:

1. Adat yang shahih, yaitu adat yang berulang-ulang dilakukan. Diterima oleh orang banyak, tidak bertentangan dengan norma-norma agama, sopan santun, dan budaya yang luhur. Misalnya melakukan halal bi halal saat hari raya: memberi hadiah sebagai suatu penghargaan atas suatu prestasi.

2. Adat yang fasid, yaitu adat yang berlaku disuatu tempat meskipun merata pelaksanaannya, namun bertentangan dengan agama, undang-undang Negara dan etika sopan santun. Misalnya pesta dengan menghidangkan minuman haram.30

b. Perkawinan Adat Mandailing

Berbicara mengenai perkawinan dalam adat mandailing pada awalnya disebut dengan perkawinan manjujur. Perkawinan manjujur adalah perkawinan yang sifatnya eksogami patriarchat31. Yang dinamakan eksogami adalah perkawinan yang mengharuskan laki-laki mencari pasangan hidup diluar marganya (clan patrilinial), dan sangat dilarang menikah dengan orang yang satu marga.32

30

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 2, (Jakarta: Prenada Media Kencana, 2008), h. 368.

31

Pandapaton Nasution, Uraian Singkat Tentang Adat Mandailing Serta Tata Cara Perkawinannya, (Jakarta: Widya Press, 1994), h. 53.

32

Hilman Hadikusuma, Hukum Perakwinan Adat, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1990), h. 68.

Perkawinan adat mandailing disebut dengan perkawinan eksogami patriarchat, karena perkawinan tersebut wanita akan meninggalkan clannya dan masuk kedalam clan suaminya. Dengan melepaskan si wanita ini masuk kemarga suaminya, orang tua si wanita ini harus menerima imbalan untuk itu yang disebut dengan jujur. Jujur

itu sendiri adalah untuk menjaga keseimbangan atas hilang seorang anggota keluarganya yang masuk ke anggota keluarga suaminya.

Adapun benda yang akan diberikan sebagai jujur ini berupa sere

(emas), sehingga diberi nama emas kawin, dan sampai sekarang istilah menyerahkan uang jujur di Mandailing dengan sebutan manulak sere

(menyerahkan emas kawin).33 Dalam paradaton (sistem adat) Mandailing, si suami disebut sebagi bayo pangolin dan si istri adalah baru nan i oli.

Ada dua jenis sere yang akan diberikan sesuai dengan fungsinya, yaitu:

a. Sere Namenek (emas berukuran kecil)

Yaitu sejumlah emas atau uang diberikan oleh pihak laki-laki kepada perempuan sesuai dengan yang telah disepakati. Disamping itu ada beberapa tambahan yng berupa (kain tenunan bugis) yang jumlahnya ganjil.

Ungkapan ini sebenarnya sebagai gamabaran bahwa, itu merupakan sesuatu yang masih mungkin untuk dibayarkan oleh

33

Pandapaton Nasution, Uraian Singkat Tentang Adat Mandailing Serta Tata Cara Perkawinannya, (Jakarta: Widya Press, 1994), h. 54

pihak keluarga laki-laki. Dan sere namenek inilah nantinya yang akan diberikan langsung pada saat di langsungkan perkawinan. b. Sere Nagodang (emas dengaan ukuran besar)

Yaitu beban yang dikenankan kepada keluarga laki-laki sehingga disebut ia dengan garda atau ompong-ompong. Garda ini sebenrnya kalau dilihat dari jumlahnya tidaklah mungkin untuk dibayar oleh pihak laki-laki. Oleh sebab itulah disebut beban sepanjang adat. Ini maksudnya karena anak boru menurut adat selamanya punya hutang yang tidak lunas-lunas kepada mora.34

Dalam perkwinan adat Mandailing paling tidak dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu pesta di rumah boru na ni oli yang disebut dengan pesta (pabuatkon) dan pesta di rumah bayo na ni oli yang disebut dengan (pabagaskon). Pabuatkon yaitu rangkaian acara yang dilaksanakan di rumah keluarga perempuan, sedangkan pabagaskon dilaksanakan di rumah keluarga laki-laki. Pada bagian pertama dapat digambarkan beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Mangaririt Boru

Perkawinan bukanlah urusan individu dengan individu semata, akan tetapi hubungan antara keluarga dengan keluarga. Oleh karena itu apabila sudah ada keinginan seorang laki-laki untuk menikah, maka tahapan pertama yang harus dilakukan

34

adalah mangaririt boru, tujuan dari ini adalah untuk memastikan apakah gadis yang akan dilamar ini sudah dilamarorang lain atau belum35.

Biasanya hal ini dilakukan setelah mendapatkan pemberitahuan dari anak laki-laki yang ingin menikah itu, bahwa dia ada kinginan untuk melamar gadis yang akan didatangi tersebut.

2. Manguso Boru

Merupakan rangkaian acara yang dilakukan secara berulang-ulang kerumah orang tua gadis untuk mematangkan pembicaraan mengenai:

a) Kesedian si gadis untuk dijadikan teman hidup si laki-laki b) Berapa besarnya adat yang akan diadakan untuk

menyambut kedatangannya

c) Besarnya beban yang akan ditimpahkan kepada si laki-laki Dalam prakteknya hal ini bisa berjalan dengan lancar, dan terkadang akan sedikit alot. Karena tahapan ini merupakan

35

tahapan yang akan menentukan jadi tidaknya diterima lamaran tersebut.

3. Patobang Hata

Apabila kedua tahapan di atas telah dilaksanakan maka masuklah untuk patobang hata (melamar atau meminang secara resmi). Hal ini dilaksanakan apabila antara keluarga laki-laki dan perempuan sudah mendapatkan mufakat. Dalam permufakatan biasanya ada 3 hal yang diharapkan kelurga laki-laki kepda keluarga perempuan, yaitu:

a) Lapok ni tobu suanon (meminta si gadis untuk peneruskan keturunan)

b) Andor na mangolu parsiraisan (meminta keluarga si gadis

menjadi mora “besan” keluarga tempet berlindung)

c) Titian batu nasoro buruk (meminta kedua belah pihak agar mengikat tali persaudaraan)36

4. Manulak Sere (nyerahkan mahar)

Dalam hal ini sudah ada kemufakatan dalam manulak sere baik sere namenek ataupun sere nagodang. Dan mahar itu

36

Pandapaton Nasution, Uraian Singkat Tentang Adat Mandailing Serta Tata Cara Perkawinannya, (Jakarta: Widya Press, 1994), h. 58.

berupa benda-benda yang akan diserahkan diletakkan diatas

pahar (sejenis nampan yang terbuat dari bambu) yang sudah dialasi dengan kain tenun petani, daun pisang yang ada ujungnya ditaburi beras kunyit, diatasnya diletakkan puntu

(gelang) dan keris yang pegangannya dihadapkan kepada mora (besan dari pihak perempuan) dan ujungnya dihadapkan kepada anak boru (besan dari pihak laki-laki). Hal ini melambangkan bahwa keluarga laki-laki siap menanggung resio, jika mereak tidak menepati janji. Sedangkan gelang itu menandakan sudah ada ikatan.

5. Mangalehen Pangan Mamunan

Yang dimaksud adalah memberikan makanan anak gadisnya yang akan melangsungkan perkawinan. Pada acara tersebut si gadis bersama-sama teman sepermainan makan bersama yang khusus dimasakkan istimewa. Makan bersama ini merupakan makan pamitan (mangan pamunan), karena si gadis akan meninggalkan masa gadisnya bersama orang tuanya dan akan masuk ke dalam keluarga si suami.

Pada waktu ini para sanak keluarga diberi kesempatan memeri nasehat kepada si gadis, bahwa statusnya sekarang bukan sebagai anak gadis lagi yang bisa beranja-manja apabila ia sudah berumah tangga. Sebagai anak ni mora (orang terhormat) ia harus menunjukkan tabiat baik, sebagaimana ia berbuat baik kepada orang tuanya, demikian pula terhapad keluarga suaminya.

6. Menikah

Sebelum calon istri (boru nan i oli) di bawa oleh calon sumai (bayo pangoli), tentunya secara agama tidaklah dibolehkan calon istri dibawa oleh calon suami sebelum dinikahkan secara agama. Acara ini bisa dilakukan pada hari yang sama, atau pada satu hari sebelumnya, ataupun beberapa hari sebelum pesta di rumah keluarga perempuan.

Hanya saja dalam aturan adat mandailing, antara akad nikah dengan pabuat boru tidak boleh terlalu lama, karena pada dasarnya setelah akad nikah dilangsungkan si gadis telah menjadi hak laki-laki.

7. Pabuat Boru

Yaitu upacara adat penyerahan mempelai perempuan kepada pihak keluarga laki-laki, yang dilaksanakan di rumah orang tua perempuan. Dalam hal ini pesta adat ini pihak laki-laki akan menuju rumah orang tua si gadis, apabila rumahnya berbeda kampung. Mereka terlebih dahulu manopot kahanggi

(anak boru dari kelurga si gadis). Dari rumah kanggi (clan suami) inilah mereka berangkat kerumah orang tua si gadis.37 8. Pasahat Mara

Merupakan menyerahan si gadis kepada suaminya secra adat. Di sini keluarga perempuan akan menjelaskan bahwa anak perempuan mereka jangan disia-siakan, dan disebut bahwa boru ini mempunyai nilai yang tinggi bagi mereka, harus dipelihara dengan sebaik-baiknya. Setelah dengan kata-kata pesan, bahwa anak gadisya selalu dituntun, jangan karena masih muda disayang-sayang. Setelah itu keluarga laki-laki pamitan dan akan turun dari rumah menunggu di tangga. Akan

37

L. S. Diapari, Perkebanagan Adat Istiadat Masyarakat Sukuu Batak Tapanuli Selatan Suatu Tinjauan, h. 138.

dilakukan penyerahan anak gadis dari pihak keluarga kepada keluarga laki-laki.

c. Perkawinan Masyarakat Desa Huta Pungkut

Tata cara perkawinan masyarakat desa Huta Pungkut beragam dan bervariasi.ada tata cara yang harus dilewati menurut adat sehingga perkawinan tersebut dikatakan perkawinan yang sesuai dengan adat. Adapun tata cara dalam perkawinan di desa Huta Pungkut adalah sebagai berikut:

1) Manangkasi hata pinomporoan (memastikan kata-kata Anak) Biasanya sebelum pihak keluaraga laki-laki mendatangi ppihak keluarga perempuan, sang ayah sudah mendapat informasi dari laki-lakinya yang berkeinginan melepas masa lajangnya, dalam informasi itu dapat diperoleh keterangan bahwa dia sudah mempunyai kesepakatan dengan si perempuan. Sehingga pada tahap ini pihak keluarga laki-laki datang ke rumah keluarga perempuan guna memastikan apa yang diceritakan oleh anak laki-lakinya38.

38

2) Manyapai Boban Siporsanon (membicarakan mahar)

Langkah selanjutnya setelah memastikan apa yang menjadi kesepakatan berdua yaitu anak laki-laki dan perempuan, adalah berbicara tuhor (mahar). Biasanya mahar disini terbagi menjadi dua bentuk, yaitu sere namenek dan sere nagodang. Ada sebuah isyarat apa bila seorang laki-laki tidak mampu membayar mahar yang

besar, ungkapan berupa “mula dibutuhkan hami di sogot niari ro pe hami di potang-potangi, mula dibutuhkan di potang ni ari ro pe hai di sogot ni ari i” (bila kami bibutuhkan diwaktu pagi hari kami sudah tiba sebelumnya(sore hari sebelumnya), sedangkan dibutuhkan di sore hari, maka akan datang di paginya)39.

Ini mengambarkan betapa besarnya mahar yang harus dibayarkan oleh keluarga laki-laki kepada keluarga perempuan, sehingga tidak mungkin untuk membayarnya, dan akan menjadi hutang sepanjang adat. Artinya sepanjang hubungan perkawinan itu masih ada, maka selama itu hutang masih ada.

Dalam peremuan ini biasanya terjadi permufakatan antara keluarga laki-laki dan keluarga perempuan.

39

3) Patibal sere (menyerahkan mahar)

Tahapan berikutnya setelah mendapatkan kesepakatan pada malam sebelumnya, maka tibalah saatnya menyerahkan mahar, yang tenetunya tata cara penyerahan tersebut mengunakan tata cara yang telah teradat.

4) Menikah

Walaupun masyarakat desa Huta Pungkut masih tergolong yang masih kuat memegang teguh aturan adat-istiadat dalam hal perkawinan, namun dalam soal akad nikah/perkawinannya sendiri, masih berpatokan kepada hukum Islam40. Setelah semua langkah-langkah yang disebutkan diatas, maka tiba saatnya untuk memenuhi rukun nikah (akad nikah). Ada dua tempat yang dapat dipilih oleh keluarga buat dilangsungkan perkawinan, ada yang melangsungkan di KUA kecamatan dan ada yang di rumah mempelai perempuan.

5) Mangalehen Ajar dohot Poda (Memberi Nasehat)

Sebelum anak gadis dibawa ke rumah keluarga laki-laki, biasanya pada pesta pabuat boru (pesta dirumah keluarga

40

perempuan) ada rangkaian acara yang disebut dengan mangalehen ajar dohot poda hal ini dimaksudkan memberi nasehat-nasehat kepada kedua mempelai yang akan mengarungi bahtera hidup berumah tangga.41

Pada kesempatan ini yang memberikan nasehat akan berberikan kesempatan bergiliran dari pihak keluarga perempuan sendiri dan juga orang-orang yang dituakan secara adat di kampung itu42.

6) Do’a selamat

Setelah memberikan nasehat-nasehat untuk mengambil

berkah, maka dibacakanlah do‟a oleh alim ulama yang ada

dikampung itu, dengan harapan supaya perkawinan kedua mempelai ini mendapat berkah dari Allah SWT. Sehingga menjadi keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah.

7) Serah Terima

Saat pemberangkatan menuju rumah keluarga laki-laki, biasanya asih ada rangkaian acara terakhir dari piha keluarga perempuan, yaitu penyerahan langsung di ayah perempuan kepada

41

Sultan Baringin Lubis, Hobaran Adat Jamita, h.35.

42

mempelai laki-laki, penyerahlkan secara adat yang menyimbolkan bahwa anak gadis yang selama ini menjadi tanggung jawabnya, sekarang tanggung jawab tersebut akan diserahkan kepada suaminya.

Biasanya dalam serah terima tersebut dilangsungkan di depan pintu rumah, karena di kampung masih banyak rumah panggung, maka sang ayah dan anak perempuannya berdiri di atas tangga dan mempelai laki-laki d bawah sambil menerima penyerahan dari ayah perempuan tersebut.

Sebelum anak gadis meninggalkan rumah orang tuanya, biasanya untuk mengiringi keberangkatannya itu diiringi dengan lantunan azan, dengan harapan supaya perjalanannya untuk menempuh bahtera hidup yang baru mendapat keselamatan43.

43

77