Berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) semester I tahun tahun 2014, pada periode Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2014 (Semester I), BPK RI telah menyampaikan rekomendasi hasil pemeriksaan kepada entitas yang diperiksa sebanyak 201.976 rekomendasi senilai Rp.66,17 triliun. Entitas yang diperiksa tersebut meliputi pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BHMN, KKKS, Lembaga, Saham Pemerintah 50%, Penyertaan BUMN dan Otorita. Sebanyak 102.719 rekomendasi (50,86%) telah ditindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi, sedangkan sebanyak 55.327 rekomendasi (27,39%) belum sesuai
74 http://www.antikorupsi.org/id/content/pengembalian-aset-korupsi-instrumen-perdata, Diakses tanggal 13 Desember 2015, Pukul. 15.45.WIB
commit to user
rekomendasi dan/atau dalam proses tindak lanjut, dan sebanyak 43.717 rekomendasi (21,64%) belum ditindaklanjuti, serta sebanyak 213 rekomendasi (0,11%) tidak dapat ditindaklanjuti.
Dari 102.719 rekomendasi senilai Rp.22,45 triliun yang ditindaklanjuti sesuai rekomendasi, di antaranya telah ditindaklanjuti dengan penyetoran/penyerahan aset ke negara/daerah/perusahaan secara kumulatif sejak Tahun 2010 s.d. Tahun 2014 (Semester I) senilai Rp12,69 triliun.75
Laporan hasil pemeriksaan BPK mengandung unsur pidana yang telah disampaikan kepada instansi yang berwenang sejak akhir Tahun 2003 sampai dengan Semester I Tahun 2014 adalah sebanyak 441 temuan senilai Rp43,42 triliun. Dari 441 temuan tersebut, BPK telah menyampaikan kepada Kepolisian Negara RI sebanyak 61 temuan, Kejaksaan RI sebanyak 205 temuan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebanyak 175 temuan. Secara keseluruhan instansi yang berwenang telah menindaklanjuti 377 temuan (85,49%) yaitu pelimpahan kepada jajaran/penyidik lainnya sebanyak 40 temuan, penyelidikan sebanyak 92 temuan, penyidikan sebanyak 66 temuan, proses penuntutan dan persidangan sebanyak 23 temuan, telah diputus peradilan sebanyak 131 temuan, dan penghentian penyidikan dengan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) sebanyak 15 temuan dan lain-lain sebanyak 10 temuan. Adapun sebanyak 64 (14,51%) belum ditindaklanjuti atau belum diketahui informasi tindak lanjutnya dari instansi yang berwenang.76
Entitas yang menindak lanjuti temuan BPK di atas senilai Rp. 22,45 triliun termasuk didalamnya yang sudah menyerahkan aset atau penyetoran uang ke kas negara/daerah/perusahaan mencapai Rp.12,69, triliun.77 Jumlah ini sangat kecil dibandingkan dengan nilai temuan dan rekomendasi dariBPK periode Tahun 2010 s.d. Tahun 2014 (Semester I) senilai Rp.66,17 triliun. Tiga
75 Sumber Hasil Pemeriksaan BPK RI semester I tahun 2014, http://www.bpk.go.id. Diakses tanggal 15 Maret tahun 2015 jam 12.41.WIB.
76 Ibid.
77 Ibid.
commit to user
lembaga penyidik tindak pidana korupsi yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Komisi Pemberantasan Korupsi telah membuat laporan kinerja penanganan korupsi tahun 2014 berikut aset yang telah disita atau diselamatkan dari para pelaku tindak pidana korupsi dan para pihak yang berhubungan dengan hasil tindak pidana korupsi dimaksud. Namun jumlahnya bila dibandingkan dengan hasil temuan BPK masih sangatlah kecil.
Penyelamatan uang negara yang diperoleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi selama tahun 2014 mengalami kenaikan dibandingkan penerimaan pada tahun 2013. Total jumlah penyelamatan uang negara oleh Kejagung selama 2014 tercatat sebesar Rp 390.526.490.570 dan 8.100.000 dolar AS.Berdasarkan data yang diperoleh, penyelamatan keuangan negara dalam tahap penyelidikan dan penuntutan pada tahun 2013 mencapai Rp 403.102,000.215, dan 500.000 dollar AS. Sedangkan, pada tahun 2014, keuangan negara yang berhasil diselamatkan mencapai Rp 390.526.490.570, dan 8.100.000 dollar AS.78
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menyatakan telah menangani 1.330 kasus tidak pidana korupsi (Tipikor) di seluruh Indonesia selama bulan Januari hingga Desember 2013.Uang negara yang berhasil diselamatkan sebesar Rp.911 miliar, sementara pada tahun 2012 hanya Rp.261 miliar.Selanjutnya sebanyak Rp.941 miliar uang negara berhasil diselamatkan dari 1.618 kasus korupsi yang ditangani Polri sepanjang 2014.79
KPK memaparkan catatan akhir tahun 2013, penyelamatan uang negara yang dikembalikan ke negara Rp.1,196 triliun, Penyelamatan uang negara sebesar itu dihasilkan oleh KPK dari sekitar 40 kasus yang telah berkekuatan hukum tetap(inkrachtvangewijsde). Mengenai anggaran yang digunakan, tahun ini KPK menghabiskan dana sebesar Rp.300,6 miliar. Anggaran itu digunakan
78 http://nasional.kompas.com. Diakses tanggal 15 Maret 2015, jam: 15:00 WIB.
79 Sumber divisi humas Polri.
commit to user
diantaranya untuk mengangkat 26 penyidik dari internal KPK dan merekrut 160 pegawai baru.80Secara total, pada tahun 2014 KPK melakukan 78 kegiatan penyelidikan, 93 penyidikan, dan 77 kegiatan penuntutan, baik kasus baru maupun sisa penanganan pada tahun sebelumnya. Selain itu juga melakukan eksekusi terhadap 44 putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Lebih dari 110 miliar rupiah telah dimasukkan ke kas negara dalam bentuk Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari penanganan perkara.81
Berdasarkan data-data yang telah disampaikan oleh ketiga lembaga penyidik tindak pidana korupsi tersebut, asset recovery yang telah dilakukan masih belum menggembirakan, dikarenakan dari puluhan triliun rupiah yang di korupsi oleh para pelaku tindak pidana korupsi baru sebagian kecil saja yang bisa diselamatkan dengan cara asset recovery yang disetorkan kepada kas negara guna menutupi kerugian keuangan negara yang telah terjadi, oleh sebab itu diperlukan cara-cara khusus untuk menyelamatkan aset-aset yang telah dikorupsi.
Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis (P2EB) Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gajah Mada (UGM), merilis hasil analisis terhadap 1365 kasus korupsi yang sudah mendapatkan putusan tetap dari Mahkamah Agung (MA). Ada 1842 terdakwa koruptor selama 2001 sampai 2012, dengan nilai total hukuman finansial Rp.15,09 triliun. Hasil kajian Lembaga Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis (P2EB) Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM berjudul, "Estimasi Biaya Eksplisit Korupsi Berdasarkan Putusan MA 2001-2012" di Yogyakarta, pada 4 Maret 2013 lalu, menyebutkan akibat korupsi sebanyak Rp.168,19 triliun keuangan negara hilang. Penghitungan ini didasarkan pada analisis terhadap 1365 perkara
80 http://news.detik.com. Diakses tanggal 16 Januari 2014, jam: 10:20 WIB.
81 http://www.kpk.go.id. Diakses tanggal 15 Maret 2014, jam 14.00 WIB
commit to user
korupsi dan sudah mendapatkan putusan tetap dari Mahkamah Agung dalam kurun waktu 2001sampai 2012.82
Kajian Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan, sepanjang tahun 2014, kerugian Negara yang terjadi mencapai Rp.10,68 triliun. Namun, hakim hanya mewajibkan koruptor memberikan uang pengganti sebesar Rp.1,4 triliun ketika menjatuhkan vonis. Dari 479 terdakwa ada Rp.10,68 triliun kerugian Negara. Tapi hanya Rp.1,4 triliun yang wajib membayar uang pengganti. ICW melakukan kajian 395 perkara korupsi dengan 479 terdakwa sepanjang tahun 2014. Sedikitnya uang pengganti ini dianggap tidak sesuai pasal 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dengan pengenaan denda Rp.200 juta – Rp.1 miliar.Kajian ICW menyebutkan hakim paling banyak memutuskan denda Rp.25-50 juta kepada 268 terdakwa. Selanjutnya denda Rp.75-100 juta kepada 24 terdakwa dan hanya 37 terdakwa yang dijatuhkan denda Rp.150 juta. Ringannya vonis hakim ini diperparah dengan tidak dibayarnya uang pengganti. Apabila terdakwa tidak memenuhi pembayaran uang pengganti, maka hanya diganti dengan tambahan kurungan penjara.83
Berdasarkan data ICW tunggakan uang pengganti yang belum dibayarkan berjumlah Rp 13,146 triliun. ICW mengungkapkan jumlah tersebut terdiri dari Rp 3,5 triliun dari pidana khusus dan Rp 9,6 triliun dari Tata Usaha Negara dan Perdata. ICW merujuk hasil audit BPK atas laporan keuangan Kejagung tahun 2012 dan 2013 yang disampaikan ke pihak kejaksaan pada 30 Mei 2014.
Tunggakan uang pengganti termasuk perkara tindak pidana korupsi Banyuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) seperti Hendra Raharja, David Nusa Wijaya, Dharma Wanli. Seperti diketahui, David Nusa Wijaya merupakan terpidana kasus korupsi BLBI Rp 1,3 triliun di tahun 1998-1999. Di tahun 2003, MA
82 http://www.tempo.co.id Diakses tanggal 29 Maret 2015, Jam 12.00 WIB.
83 http://nasional.kompas.com. Diakses tanggal 29 Maret 2015 jam 13.00 WIB.
commit to user
memvonis David dengan hukuman pidana denda Rp 30 juta dan membayar uang pengganti ke negara Rp 1,2 triliun.84
Berdasarkan data-data hasil penelitian dan audit BPK RI tersebut dapat dikatakan bahwa asset recovery yang dilakukan oleh lembaga penegak hukum tindak pidana korupsi masih sangatlah kecil dibandingkan kerugian negara yang terjadi akibat tindak pidana korupsi yang telah dilakukan oleh para koruptor.Diperlukan tindakan yang nyata dalam rangka menelusuri aset hasil tindak pidana korupsi dilanjutkan dengan proses penyitaan dan perampasan aset hasil tindak pidana korupsi.
Penyelamatan keuangan negara hasil tindak pidana korupsi dapat dilakukan melalui proses penyitaan dan perampasan85 sebagaimana di atur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.86
Upaya untuk melakukan perampasan atau penyitaan terhadap aset-aset koruptor juga merupakan tanggung jawab penyidik Polri, karena hal ini telah ditegaskan di dalam Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Percepatan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dinyatakan, bahwa Tugas Polri pada Diktum ke-2 angka 10 :
1. Mengoptimalkan upaya penyelidikan terhadap tindak pidana korupsi untuk menghukum pelaku dan menyelamatkan keuangan negara;
2. Mencegah dan memberikan sanksi tegas terhadap penyalahgunaan
84http://news.detik.com/berita/2922486/
soal-tunggakan-uang-pengganti-rp-13-t-jaksa-agung-segera-kita-selesaikan. Diakses tanggal 3 Februari 2016. Jam 21.00 Wib.
85 Pendekatan lain adalah melalui pendekatan perdata, yakni melalui gugatan perdata yang dilakukan oleh jaksa selaku pengacara negara.
86 Selain itu, penyelamatan keuangan Negara melalui penyitaan dan perampasan juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), disebutkan bahwa penyitaan yang dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 38 ayat (1), dengan pengecualian sebagaimana ditetapkan dalam ayat (2) tanpa mengurangi ketentuan ayat (1).
commit to user
wewenang yang dilakukan oleh anggota Polri dalam rangka penegakan hukum; dan
3. Meningkatkan kerja sama dengan Kejaksaan RI, BPKP, PPATK, dan Instansi negara yang terkait dalam upaya penegakan hukum dan pengembalian kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi.
Jadi, secara tegas, Presiden juga telah memberikan instruksi kepada Polri untuk melakukan upaya-upaya optimal dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi sekaligus mengoptimalkan pengembalian kerugian keuangan negara yang telah dimiliki secara tidak sah oleh para koruptor.Permasalahan penyidikan dan penyelamatan keuangan negara yang paling utama adalah menyangkut dengan paradigma penyidikan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh penyidik hanya terbatas atau terfokus hanya kepada para pelakunya saja, sehingga penelusuran dana atau aset negara yang telah dikorupsi terabaikan. Akibatnya, mereka tidak mengetahui kekayaan si pelaku yang berasal dari hasil korupsi yang dilakukannya, apalagi jenis dan jumlahnya, dimana disimpan, dan ditangan siapa saja kekayaan itu berada.Sudah banyak kejadian bahwa orang yang melakukan tindak pidana korupsi, setelah ia mencium bahwa ia sedang diamati oleh aparat penegak hukum ia cepat mengalihkan kekayaannya itu kepada pihak ketiga. Bahkan, kekayaan yang sudah disita pun dengan kelihaiannya berhasil ia alihkan kepada pihak ketiga.
Kalau ia belum ditahan, ia berusaha memboyong kekayaan atau kredit yang diperolehnya ke luar negeri.87
Meskipun undang-undang menegaskan, bahwa kerugian keuangan negara atau perekonomian negara, tidak perlu dibuktikan, tetapi pengalaman selama ini menunjukkan, bahwa pada saat ketentuan perundang-undangan tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang lama yaitu Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 masih berlaku, para hakim lebih cenderung menyatakan rumusan
87 Baharuddin Lopa. Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum. Kompas, Jakarta, 2001, hlm.54.
commit to user
Pasal 1 ayat 1 huruf a dan huruf byang sama dengan rumusan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, bahwa kerugian negara harus dinyatakan secara riil atau konkrit, tidak sekedar asumsi. Unsur kata "dapat" di depan kata "merugikan keuangan negara", baru terbukti bila kerugian keuangan dan perekonomian negara itu sudah terjadi, barulah si terdakwa dihukum. Untuk menghindari kegagalan didalam penuntutan.Dengan demikian, maka Jaksa Penuntut Umum harus mampu membuktikan hubungan kausal antara perbuatan terdakwa dengan kerugian yang diderita oleh negara yang timbul akibat perbuatan terdakwa.
Mengacu kepada uraian di atas, maka pengertian delik formil terkait dengan kata "dapat" di dalam rumusan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tidak dapat ditafsirkan secara sempit, mengingat kata "dapat" padanannya adalah kata
"bisa", atau dengan kata lain "potensi", bukan "mungkin". Jadi kata "dapat"
mengandung adanya suatu kepastian dan terukur, tidak bersifat abstrak, tetapi harus konkrit, dan hal ini merupakan konsekuensi logis dan merupakan syarat pertama dari azas legalitas.Oleh karena itu, untuk menentukan dapat tidaknya atau bisa tidaknya keuangan negara dirugikan perlu diketahui berapa besar potensi dari kerugian tersebut (potential losf).Artinya perkiraan besarnya potential lost yang ditimbulkan oleh perbuatan tersangka atau terdakwa harus terukur, dan untuk mendapatkan ukuran potential lost tentunya diperlukan audit terlebih dahulu.88
Lebih lanjut, pada Bab V UNCAC 2003 memberikan legalitas aturan mengenai pencegahan dan pelacakan pengalihan aset perolehan hasil tindak pidana, tindakan pengembalian aset perolehan hasil tindak pidana, tindakan pengembalian aset secara langsung, mekanisme pengembalian aset melalui
88 Marwan Effendy, Tipologi Kejahatan Perbankan Dari Perspektif Hukum Pidana,CV Sumber llmu, Jakarta, 2005, hlm. 89
commit to user
kerja sama untuk tujuan penyitaan dan lain-lain, namun demikian semua ini masih tergantung bagi domestic law menentukan kehendak dukungan kekuasaan negara peserta.Kendala inilah yang menjadi salah satu faktor penghambat sulitnya pengembalian aset hasil korupsi dilakukan di negara kita.
Belum adanya trasformasi hukum yang menyebabkan pengembalian aset hanya terbatas pada arah solusi penyitaan aset pelaku yang tidak memiliki kemauan dalam membayar uang pengganti, sebagaimana pada pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.Tidak adanya transformasi hukum setelah diratifikasinya konvensi anti korupsi tahun 2003 ke dalam perangkat hukum nasional seperti Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, maupun Undang-undang KPK menyebabkan penegak hukum sulit melakukan pengembalian aset. Tidak adanya kompetensi penegak hukum dalam mengembalikan aset dalam sistem hukum nasional (domestic law) inilah yang yang menjadi kendala pengembalian aset.
Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah salah satu lembaga yang mempunyai kewenangan dalam menangani perkara tindak pidana korupsi.
Direktorat III Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri setiap tahunnya melakukan laporan tahunan perkara tindak pidana korupsi yang sudah dan yang sedang dilakukan proses penyelidikan dan penyidikannya. Asset recovery dari hasil tindak pidana korupsi yang ditangani dari tahun ke tahun meningkat namun hasilnya belum memuaskan.Asset recovery yang dilakukan oleh penyidik Polri memiliki kendala-kendala antara lain penyidik dalam melakukan penyitaan dibatasi oleh aturan hukum yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dimana Penyitaan berdasarkan Pasal 39 ayat (1) KUHAP adalah benda hasil dari kejahatan, benda yang digunakan untuk melakukan kejahatan, benda yang digunakan untuk menghalangi penyidikan, benda yang
commit to user
khusus dibuat untuk melakukan tindak pidana dan benda lain yang mempunyai hubungan lain dengan tindak pidana. Tersangka tindak pidana korupsi bukan orang sembarangan mempunyai latar belakang pendidikan dan kedudukan sosial yang cukup lumayan di masyarakat sehingga dengan mudahnya para tersangka menyembunyikan aset-aset yang dimilikinya dari tindak pidana korupsi.89
Perkara tindak pidana korupsi juga tidak mudah untuk melakukan proses pembuktiannya, didahului oleh proses penyelidikan yang panjang untuk melengkapi minimal 2 (dua) alat bukti yang dimiliki untuk naik kepada proses penyidikan. Dalam mencari keterangan ahli untuk membuktikan kerugian keuangan negara juga bukan perkara yang mudah dan sebentar, karena auditor negara yaitu BPK dam BPKP yang melakukan penghitungan juga harus teliti dan hati-hati untuk mecapai keakuratan hitungan kerugian keuangan negara, selama waktu tersebut tersangka dapat dengan leluasa menyembunyikan dan mengaburkan aset-aset yang di peroleh dari hasil tindak pidana korupsi.90Pada bagian ini disampaikan perbandingan penerimaan keuangan negara yang berhasil diselamatkan dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2015 oleh Polri.
Data yang disajikan berupa data jumlah perkara yang ditangani oleh Polri dan jajarannya dari tingkat Bareskrim Mabes Polri sampai dengan tingkat satuan reserse kriminal di tingakat Polres. Data tersebut termasuk jumlah uang yang telah diselamatkan oleh Polri dalam proses penyidikan perkara tindak pidana korupsi.
89 Wawancara dengan Komisaris Polisi Binsar Manurung Sik,Msi, Kasubnit 2 Subdit IV Dit.Tipidkor Bareskrim Polri, tanggal 23 Maret 2015.
90 Wawancara dengan Komisaris Polisi Ade Adrian SH, Kasubnit 3 Subdit IV Dit.Tipidkor Bareskrim Polri, Senin 23 Maret 2015.
commit to user
Tabel 5. Data Uang Yang Diselamatkan Oleh Polri
Tahun Jumlah Perkara Uang yang Diselamatkan
2010 490 339.720.546.059
2011 766 261.160.441.854
2012 1.176 261.160.441.854
2013 1.399 959.771.958.209
2014 1.654 1.117.846.208.765
2015 1.816 437.066.578.685
(Sumber: Dittipikor Bareskrim Polri, 2015)
Melihat tabel di atas jumlah perkara tindak pidana korupsi selalu bertambah, jumlah uang yang diselamatkan juga bertambah banyak. Namun pengembalian aset yang dilakukan oleh Polri masih belum maksimal jika dibandingkan dengan kerugian negara akibat tindak pidana korupsi yang telah dilakukan oleh para tersangka.Pada tahun 2014beban jumlah Laporan Polisi sebanyak 1.654, adapun proses sampai dengan selesai sebanyak 1078 perkara.
Khusus perkara yang sampai tahap P.21 (berkas perkara yang dinyatakan lengkap oleh Jaksa Penuntut Umum) sebanyak 1043 perkara. Perkara yang dihentikan sebanyak 34 perkara. Pada tahun 2014, juga mengalami peningkatan jumlah Laporan Polisi sebanyak 1654 sampai dengan bulan Desember tahun 2014, dengan tingkat penyelesaian perkara mencapai 1098.Sesuai Target dan Anggaran yang diterima Polri untuk Tahun Anggaran 2014 dan setelah dilakukan pemotongan anggaran untuk anggaran penyelidikan dan penyidikan, target Tahun Anggaran 2014 adalah 543 perkara, penyelesaian 1085 (199,8%). Secara lebih jelas, penulis menyajikannya dalam tabel di bawah ini:
commit to user
Salah satu instansi yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan pemberantasan dan penanggulangan tindak pidana korupsi selain Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Di samping kewenangan Kejaksaan di bidang penuntutan dan penyidikan untuk tindak pidana khusus, berdasarkan ketentuan Pasal 30 ayat (2)Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004
commit to user
tentang Kejaksaan RepublikIndonesia, di bidang perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan dengan kuasakhusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk danatas nama Negara atau pemerintah.
Dalam perkara korupsi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 diatur mengenai pengembalian kerugian negara dari tindak pidana korupsi baik melalui jalur keperdataan (civil procedure) berupa gugatan perdata maupunjalur kepidanaan (criminal procedure). Pengembalian aset (asset recovery) pelaku tindak pidana korupsi melalui gugatan perdata secara runtun diatur dalam ketentuan Pasal 32, Pasal 33 dan Pasal 34 serta Pasal 38C Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.Kemudian melalui jalur kepidanaan sebagaimana ketentuan Pasal38 ayat (5), Pasal 38 ayat (6) dan Pasal 38B ayat (2) dengan proses penyitaan dan perampasan.
Ketentuan-ketentuan sebagaimana tersebut di atas memberikan kewenangan kepada Jaksa Pengacara Negara atau instansi yang dirugikan untuk mengajukan gugatan perdata kepada terpidana dan atau ahli warisnya baik ditingkat penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di sidang pengadilan.91
Peran Kejaksaan dalam pengembalian aset milik negara baik dalam prosespidana maupun perdata adalah sangat penting, jaksa sebagai pelaksana (eksekutor) putusan pengadilan berdasarkan pasal 270 KUHAP, bahkan dapat melakukan gugatan perdata karena Kejaksaan memiliki legal standingdalam mewakili kepentingan negara berdasarkan Pasal 30 ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI yang menyatakan: "Di bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk danatas nama negara atau pemerintah".
91 Marwan Effendi, materi disampaikan pada acara Lokakarya tentang “Penyelamatan Aset Negara Hasil Tindak Pidana Korupsi”, yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) bekerja sama dengan Fak. Hkm. Univ. Sebelas Maret Solo dan IKA Ul. Di Hotel Sahid Jaya - Solo, Selasa 18 Agustus 200, .hlm.148.
commit to user
Ketentuan Pasal 30 ayat 2 di atas sejalan dengan Pasa1 33 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 20Tahun 2001 tentangTindak Pidana Korupsi92bahwa ;
"Dalam hal tersangka meninggal dunia pada saatdilakukan penyidikan, sedangkan secara nyata telah ada kerugiankeuangan negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas perkarahasil penyidikan tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara ataudiserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk dilakukan gugatanperdata terhadap ahli warisnya".
Kemudian dalam Pasal 34 undang-undang yang sama bahkan dipertegas lagi bahwa;
"Dalam hal terdakwa meninggal dunia pada saat dilakukanpemeriksaan di sidang pengadilan, sedangkan secara nyata telah adakerugian keuangan negara, maka penuntut umum segera menyerahkansalinan berkas berita acara sidang tersebut kepada Jaksa PengacaraNegara atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk dilakukangugatan perdata terhadap ahli warisnya".
Persoalan pengembalian kerugian negara (recovery asset) dalam praktek penanganan perkara korupsi telah menjadi persoalan serius, sebab berdasarkan beberapa fakta yang terjadi banyak perkara korupsi yang telah dijatuhi vonis, namun dalam hal pelaksanaan pidana uang pengganti sulit untuk terwujud.
Ternyata pelaksanaan pidana uang pengganti tidak semudah yang dibayangkan.
Tata cara pelaksanaan Uang Pengganti, penanganannya terdiri dari dari 2 sumber hukum. Apabila dilihat dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 maka mekanismenya ialah dengan cara ditagih melalui gugatan perdata yang dilimpahkan kepada Jaksa Perdata dan Tata Usaha Negara apabila tidak sanggup bayar. Apabila terpidana sungguh sungguh tidak mampu membayar uang pengganti, maka tugas Jaksa selaku eksekutor yang ditugaskan untuk melakukan pelacakan aset, harta benda yang dimiliki oleh koruptor, dengan mencari serta meminta bantuan kepada aparat setempat untuk memberikan
Tata cara pelaksanaan Uang Pengganti, penanganannya terdiri dari dari 2 sumber hukum. Apabila dilihat dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 maka mekanismenya ialah dengan cara ditagih melalui gugatan perdata yang dilimpahkan kepada Jaksa Perdata dan Tata Usaha Negara apabila tidak sanggup bayar. Apabila terpidana sungguh sungguh tidak mampu membayar uang pengganti, maka tugas Jaksa selaku eksekutor yang ditugaskan untuk melakukan pelacakan aset, harta benda yang dimiliki oleh koruptor, dengan mencari serta meminta bantuan kepada aparat setempat untuk memberikan