• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Penerapan Sita Jaminan Dalam Hukum Perdata dengan Hukum Pidana

D. Peranan Sita Jaminan Dalam Pengembalian Aset Hasil Korupsi

1. Perbandingan Penerapan Sita Jaminan Dalam Hukum Perdata dengan Hukum Pidana

Dalam perspektif hukum perdata menyangkut ketentuan pemenuhan pembayaran utang dengan kekuatan penjaminan berdasarkan Pasal 1131 KUHPerdata secara prinsip tidak ada utang debitur yang tidak dijamin.Pasal 1131 KUHPerdata telah menegaskan hal tersebut.

Menurut ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata, segala harta benda atau kekayaan debitur menjadi jaminan pembayaran utang. Segala harta benda atau kekayaan debitur yang dimaksudkan adalah:

a. Baik yang bergerak (movable goods) dan tidak bergerak (unmovable goods);

109 www.hukum.ub.ac.id Diunduh tanggal 30 Mei 2014, Jam: 12.00 WIB.

110 Loc.cit.

commit to user

b. Baik yang ada sekarang maupun yang ada dikemudian hari, menjadi tanggungan atau jaminan (zekerheid, haftung) untuk segala perikatan perorangan yang dibuatnya. Dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Berdasarkan Pasal 1131 KUHPerdata, harta kekayaan atau kebendaan debitur itu, menjadi jaminan utang bagi semua kreditur yang memberi pinjaman kepada debitur;

2) Hak setiap kreditur atas hasil penjualan seluruh harta kekayaan debitur merujuk kepada Pasal 1136 KUHPerdata, dengan dibagi berdasarkan keseimbangan sesuai dengan asas proporsionalitas menurut besar kecilnya piutang masing-masing secara pari passu berdasarkan prinsip pro ratasecara adil dan tidak ada yang didahulukan dan diutamakan diantara para kreditur kecuali jika krediturnya terdiri dari seorang saja, barulah kreditur tersebut dapat memonopoli seluruh hasil penjualan, apabila hasil penjualan itu mencukupi melunasi pembayaran seluruh utang.

Sedangkanmenurut ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata, kebendaan itu menjadi jaminan bersama bagi semua kreditur. Dengan demikian, meskipun semua benda atau harta kekayaan debitur menurut Pasal 1131 KUHPerdata menjadi tanggungan untuk segala perikatan yang dibuat debitur, namun kepada kreditur tidak diberikan hak preferen dan separatis, tetapi hanya berkedudukan sebagai kreditor “konkuren” bersama-sama dengan kreditur lainnya. Masing-masing mereka mendapat pembagian yang seimbang (pro rata) dari hasil penjualan benda milik milik debitur tersebut sesuai dengan besar kecilnya piutang masing-masing sesuai dengan asas pari pasu.Tentang cara pemenuhan yang berbasis pada sistem pro rata ditegaskan pada Pasal 1136 KUHPerdata, yang berbunyi “Semua orang berpiutang yang tingkatnya sama, dibayar menurut keseimbangan.”

Dengan mengacu kepada rumusan Pasal 1132 KUHPerdata, maka penerapan terhadap pidana pengganti dalam tindak pidana korupsi dapat

commit to user

menerapkan ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata,maksudnya, dengan adanya jaminan kebendaan menjadi jaminan atas pembayaran pidana pengganti, maupun terhadap hasil perolehan kekayaan yang didapatkan dari tindak pidana korupsi.Terhadap tuntutan pidana Jaksa Penuntut Umum, lazimnya mencantumkan berapa besar kerugian negara yang harus dikembalikan terdakwa kepada negara pada akhir persidangan.111Pengembalian kerugian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi, dimungkinkan dengan ketentuan Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.

Pengaturan mengenai penyitaaan ini dapat ditemukan dalam pasal 227 jo pasal 261 jo pasal 206 RBg. Dari pengertian penyitaan tersebut di atas, dapatlah dimengerti bahwa tindakan penyitaaan merupakan tindakan hukum yang eksepsional, sehingga penerapannya harus dilakukan dengan segala pertimbangan dan kehati-hatian. Ia harus didukung dengan fakta-fakta dan bukti-bukti yang meyakinkan agar tindakan penyitaan itu tidak menimbulkan kerugian terhadap pihak yang terkena penyitaan.Aspek-aspek penyitaan dalam kaitan dengan proses pemeriksaan perkara yang melibatkan pengadilan dibedakan antara penyitaaan dalam perkara perdata dan penyitaan dalam hubungannya dengan tindak pidana. Pengertian penyitaan dalam hubungannya dengan perkara perdata adalah tindakan hukum pengadilan mendahului pokok perkara atau mendahului putusan.112Dalam hukum acara perdata telah

111 Di samping surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum mensyaratkan pencantuman perkiraan kerugian tersebut, yang tentunya harus didukung bukti-bukti yang dapat diterima secara logis oleh akal sehat. Karena pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP mensyaratkan uraian surat dakwaan harus cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana tersebut.

112 M. Yahya Harahap. Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata,Sinar Grafika, Jakarta, 2009. hlm.5.

commit to user

dibedakan penerapan sita jaminan yakni conservatoir beslag113dan revindicatoir beslag.114Beberapa pengertian penyitaan yaitu:

a. Tindakan menempatkan harta kekayaan tergugat selama paksa berada ke dalam keadaan penjagaan.

b. Tindakan paksa penjagaan (custody) itu ditahukan secara resmi (official) berdasarkan permintaan pengadilan atau hakim.

c. Barang yang ditempatkan dalam penjagaan tersebut, berupa barang yang disengketakan, tetapi boleh juga barang yang akan dijadikan sebagai alat pembayaran atas keputusan hutang debitur atau tergugat dengan jalan menjual lelang (exsekutorial verkoop) barang yang disita tersebut.

Selama dalam proses penyitaan menurut hukum perdata, tergugat dilarang untuk menjual, menghibahkan atau memindah tangankan barang sitaan kepada siapapun. Dalam sita jaminan ada beberapa prinsip penting yakni:

a. Hak atas benda sitaan tetap dimiliki oleh tergugat.

b. Penguasaan benda sitaan tetap dipegang oleh tergugat.

c. Semata-mata sebagai jaminan.

Tindakan penyitaan langsungberkaitan dengan hak asasi manusia yang pokok, yaitu merampas penguasaan atas milik orang lain. Dalam Universal Declarationof Human Rights disebutkan pada Pasal 17 ayat (1) “Every one has the to own property aloe as well as in association with others”. (setiap orang berhak mempunyai milik baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain), dan dalam ayat (2)disebutkan “No oneshall be arbitrarily deprived of his property” (seseorang tidak boleh dirampas miliknya dengan

113 Conservatoir beslag adalah penyitaaan terhadap barang tergugat atau barang yang disengketakan untuk dijadikan jaminan sementara proses pemeriksaan perkara sedang berlangsung.

114 Revindicatoir beslagadalah penyitaan terhadap barang milik penggugat sendiri yang berada dalam kekuasaan tergugat. Dalam revindicatoir beslag,penyitaan dilakukan karena barang yang dikuasai tergugat itu diperoleh melalui cara yang tida sah, atau dengan cara melawan hukum dan objeknya terbatas pada benda bergerak.

commit to user

mena).Penyitaan adalah upaya paksa yang dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 1 butir 16 KUHAP yang menyebutkan bahwa “Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak.”

Terkait dengan proses hukum suatu perkara, munculnya benda sitaan adalah mulai pada tahap penyidikan. Sebagaimana disebutkan dalam KUHAP menyatakan: “Setiap benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud dan tidak berwujud yang diambil dan atau disimpan di bawah penguasaan penyidik untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.”115

Pada tahap ini, benda sitaan umumnya digunakan sebagai barang bukti.

Adapun benda yang menjadi obyek penyitaan adalah:

a. Benda milik pelaku tindak pidana baik yang diperoleh dari tindak pidana atau hasil dari tindak pidana.

b. Benda yang dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau mempersiapkan tindak pidana.

c. Benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana.

d. Benda yang khusus dibuat untuk melakukan tindak pidana.

e. Benda yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana.

Salah satu upaya untuk melucuti pelaku tindak pidana adalah dengan merampas aset atau properti milik pelaku, baik aset sebagai alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana maupun aset yang dihasilkan dari suatu tindak pidana. Di sisi yang lain, dari sisi keuangan negara tindakan perampasan aset pelaku juga dimaksudkan sebagai upaya pengembalian kerugian negara (asset recovery). Pelaksanaan isi putusan oleh jaksa selaku eksekutor pada dasarnya tidak terlepas dari apa yang telah dituntutkan olehnya

115 Lihat: KUHAP Pasal 1 angka 16.

commit to user

pada saat proses pemeriksaan perkara.116 Tuntutan tersebut didasarkan pada adanya alat bukti dan fakta hukum yang terungkap dalam persidangan, namun tidak jarang pula apa yang telah dituntutkan oleh Penuntut Umum mengalami kesulitan pada saat akan dilakukan eksekusi, baik itu menyangkut eksekusi terhadap terpidana, eksekusi terhadap barang, serta eksekusi pidana tambahan117berupa pembayaran uang pengganti dalam perkara tindak pidana korupsi.

Dari uraian tersebut di atas diketahui adanyasedikit perbedaan antara penyitaan dalam perkara perdata dengan penyitaan dalam perkara pidana.Dalam perkara perdata, penyitaan dilakukan atas perintah Ketua Majelis Hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan.Dalam hal sita eksekusi perintah penyitaan dibuat oleh Ketua Pengadilan.Sebaliknya dalam perkara pidana, penyitaan dilakukan oleh petugas penyidik, Ketua Pengadilan Negeri setempat berwenang mengeluarkan izin penyitaannya.

Penyitaan dalam hukum pidana lebih mendekati konsep conservatoir beslag, atasbenda milik pelaku tindak pidana baik yang diperoleh dari tindak pidana atau hasil dari tindak pidana.Keduanya sama-sama menerapkan jaminan yang bersifat sementara dalam proses pemeriksaan perkara sedang

116 Eksekusi pada dasarnya merupakan salah satu kewenangan jaksa yang diatur undang-undang untuk melaksanakan putusan hakim.Putusan hakim yang dapat dilakukan eksekusi hanyalah putusan hakim yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde).

117 Pidana tambahan dalam tindak pidana Korupsi dapat berupa: a.Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana tempat tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut; b. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi;

c.Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun;

d.Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana; e.Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan TIndak Pidana Korupsi.

commit to user

berlangsung.Sedangkan sita jaminan dalam tindak pidana korupsi dimaksudkan agar ada jaminan atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang nantinya tidak sia-sia apabila keputusan Pengadilan sudah mendapatkan kekuatan hukum yang tetap.Hal ini sesuai dengan tujuan penyitaan itu sendiri, sebagaimana juga menjadi tujuan dalam hukum perdata.

Dalam hukum perdata tujuan penyitaan sebagai tindakan hukum yang diambil pengadilan mendahului pemeriksaan pokok perkara atau mendahului putusan. Sering sita itu dilakukan pada saat proses pemeriksaan perkara sedang berjalan, dengan demikian dinamakan tindakan eksepsional.118Dengan demikian dapat diketahui bahwa sita jaminan merupakan tindakan upaya hukum agar keutuhan dan keberadaan harta yang disita sampai keputusan dapat dieksekusi pasca putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Dalam hukum acara perdata terdapat akibat hukum dalam penyitaan yang telah ditetapkan oleh pengadilan, yaitu larangan kepada tergugat untuk menjual, memindahkan barang sitaan kepada siapa pun. Pelanggaran atas itu, menimbulkan dua sisi akibat hukum :

a. Akibat hukum dari segi perdata. Apabila barang menjadi objek sengketa dilakukan tindakan jual beli atau penindasan hak atau barang tersebut maka tindakan atau perbuatan tersebut batal demi hukum. Akibat dari batalnya demi perbuatan tindakan tersebut,secara hukum, status barang tersebut kembali menjadi dalam keadaan semula sebagai barang sitaan,

118 Dalam penyitaan ini seolah-olah pengadilan telah menghukum tergugat lebih dulu.Sebelum pengadilan sendiri menjatuhkan putusan.Bila kita analisis, penyitaan membenarkan putusan yang belum dijatuhkan.Tegasnya, sebelum pengadilan menyatakan pihak tergugat bersalah berdasarkan putusan.Tergugat sudah dijatuhi hukuman berupa penyitaan harta sengketa atau harta kekayaan tergugat.Itu sebabnya, tindakan penyitaan merupakan tindakan hukum yang sangat ekspensional. Pengabulan penyitaan merupakan tindakan hukum pengecualian, yang penerapannya mesti dilakukan pengadilan dengan segala pertimbangan yang hati-hati sekali. Tidak boleh diterapkan secara serampangan tanpa alasan yang kuat, yang tidak didukung oleh fakta yang mendasar.

commit to user

sehingga tindakan atau perbuatan pemindahan hak atas barang dianggap tidak pernah terjadi (never existed). Ini diatur dalam Pasal 215 Rbg.

b. Akibat hukum dari segi pidana. Dalam hukum pidana, apabila pihak tergugat / yang kena sita melakukan penjualan atau pemindahan hak dan barang-barang menjadi sengketa, diancam sesuai Pasal 231 KUHP, tindakan pidana yang diancam dengan Pasal 231 KUHP ini adalah berupa tindak kejahatan yang dengan sengaja melepas barang yang telah dijatuhi sita menurut peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perbuatan tindak kejahatan ini diancam dengan pidana penjara maksimal 4 (empat) tahun. Apabila kita merinci, tindak kejahatan yang diatur Pasal 231 KUHP adalah tindakan terhadap barang sitaan berupa :

1) Melepaskan barang yang disita, baik menjual, maupun memindahkan hak atas barang yang menjadi objek sengketa.

2) Melepaskan barang yang disimpan atas perintah hakim, dan 3) Menyembunyikan barang yang dilepaskan dari sitaan.

Menurut Sudikno Mertokusumo sita consevatoir ini merupakan tindakan persiapan dari pihak penggugat dalam bentuk permohonan kepada ketua pengadilan untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan perdata.Penyitaan dapat menjaga barang agar tidak dialihkan atau tidak dijual.119Sita Jaminan diatur dalam Pasal 261 Rbg.Sita jaminan juga bisa diletakan terhadap harta kekayaan tergugat dalam sengketa utang piutang atau tuntutan ganti rugi.Dengan demikian, dapat kita simpulkan atas harta kekayaan tergugat pada perkara hak milik, utang-piutang atau pada tuntutan ganti-kerugian.Objek sita jaminan dapat berupa barang bergerak dan barang tidak bergerak baik terhadap benda berwujud maupun tidak berwujud (lychammelijk on lychammelijk).Tentang benda berwujud tentunya dapat kita temukan dengan mudah. Sedangkan benda tak berwujud misalnya macam- macam hak seperti

119 Sudikno Mertokusumo, op. cit,hlm.93.

commit to user

hak gadai, hak merek dan lainya.120Jadi, sita jaminan menurut asasnya otomatis menjadi sita eksekusi,apabila telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Oleh karena sita jaminan otomatis mempunyai kekuatan hukum executorial beslag, dengan demikian tidak ada lagi diperlukan tahap proses executorial beslag.121

Mengenai penyitaan terhadap barangyang mungkin akan menjadi milik negara,bisa terjadi misalnya dalam kasus tindakpidana penyelundupan.

Berkaitan dengantindak pidana penyelundupan ini dapatdilihat ketentuan yang termuat dalamKeputusan Menteri Keuangan Nomor : 268/ KM.01/1982 tentang Ketentuan Pemberian Uang Ganjaran kepada mereka yang telahmemberikan jasa dalam penyelesaian tindakpidana penyelundupan jo Surat Edaran Menteri Keuangan tertanggal 15 Juni 1984Nomor : S-183/MK.1/1984 Tentang Tatalaksana Pemberian Ganjaran. Dikeluarkannya ketentuan di atas salahsatu pertimbangannya adalah dalam rangkamengamankan kebijaksanaan pemerintahterutama dibidang fiskal, denganadanya tindak penyelundupan, maka negara akan sangat dirugikan terutama dibidangfiskal dan bisa pula memberi pengaruhterhadap pengembangan ekonomi nasional.Pada dasarnya kedua ketentuan di atasmembedakan antara penyitaan yang kemudian ditindaklanjuti dengan pelelangan dimuka umum, dan penyitaan yangkemudian diikuti dengan pemusnahan.

120 C. S. T. Kansil, 2002. Pengantar Ilmu Hukum Umum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta:

Balai Pustaka, hlm. 244.

121 M. Yahya Harahap, op.cit,hlm.70.

commit to user

2. Landasan Teoretis Penerapan Sita Jaminan Dalam Pengembalian