• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Beberapa Negara Asing Tentang Perampasan / Penyitaan Aset

a. Amerika Serikat

Amerika Serikat mengenal dan menerapkan perampasan aset tanpa tuntutan pidana (Non Conviction Based asset forfeiture / NCB).34NCB Asset forfeiture digunakan untuk mengembalikan aset hasil tindak pidana. Pada awalnya di Amerika NCB asset forfeiture diterapkan dalam skala domestik yaitu dengan mengajukan gugatan perdata untuk menyita atau mengambil alih aset–aset hasil kejahatan yang berada dalam negeri. Apabila aset–aset hasil kejahatannya berada di luar negeri maka digunakan pula cara dan mekanisme NCB asset foreuture lintasteritorialitas. Dalam prakteknya diterapkan pada hukum perkapalan, pengadilan maritim lebih memilih cara dengan melakukan gugatan terhadap aset barang (in rem) atas kapal dibandingkan memilih cara menggugatorangnya (in personan) atas pemilik kapal, kapal yang tidak bersalah bisa ditahan dan diambil atas nama pemerintah, dan hukum memberlakukan kapal seolah–olah orang yang bersalah. Karena meningkatnya organized crime ditahun 1970-an di Amerika Serikat, hal ini sebagai salah satu faktor

33Ibid.

34 Muhammad Yusuf. Merampas Aset Koruptor, Buku Kompas, Jakarta, 2013, hlm : 126

commit to user

menyebabkan berkembangnya cara NCB asset forutire sering digunakan oleh pemerintah Federral Amerika Serikat untuk menyita aset–aset yang berhubungan denganorganized crime untuk memutus jalur uang dan finansial support dari setiap bentuk kejahatan terorganisir tersebut seperti obat– obatan terlarang dan korupsi.

Berdasarkan Undang-Undang Asset Forfeiture di Amerika Serikat, dikenal ada 3 jenis prosedur Asset Forfeiture, yaitu:35

1) Perampasan harta kekayaan secara administratif (administrative forfeiture).Perampasan harta kekayaan secara administratif dapat dilakukan jika pemerintah menemukan dan menyita harta kekayaan di tempat kejadian perkara. Penyitaan dilakukan dengan dasar pertimbangan bahwa harta kekayaan tersebut berdasarkan undang-undang dapat dirampas dengan diterbitkannya izin/persetujuan penyitaan oleh pengadilan. Pejabat pemerintah yang melakukan penyitaan harta kekayaan harus menyerahkan surat pemberitahuan kepada orang yang menguasai harta kekayaan dan orang-orang yang memiliki kepentingan atau terkait dengan harta kekayaan serta memberitahukan kepada masyarakat melalui surat kabar dan papan pengumuman pengadilan bahwa penyidik telah menyita harta kekayaan ini dan akan merampasnya untuk Negara.

2) Perampasan harta kekayaan secara pidana (criminal forfeiture).

Perampasan harta kekayaan secara pidana merupakan bagian dari pelaksanaan putusan hakim pidana dalam suatu perkara pidana. Oleh karena itu, jenis perampasan harta kekayaan ini disebut juga sebagai tindakan in personam terhadap terpidana, bukan tindakan in rem Hakim dalam hal ini dapat menjatuhkan putusan kepada terpidana untuk membayar biaya perkara, dan/atau membayar denda, dan/atau membayar ganti rugi, dan/atau membayar uang pengganti, dan/atau menyita harta kekayaan lain milik terpidana untuk membayar uang pengganti jika harta

35 Azamul F. Noor dan Yed Imran, loc.cit.

commit to user

kekayaan yang terkait langsung dengan tindak pidana telah dialihkan atau tidak ditemukan terhadap harta kekayaan yang terkait dengan tidak pidana. Sekalipun secara in personam sebenarnya harta kekayaan yang dapat dirampas hanyalah harta kekayaan milik terpidana, ternyata hal tersebut tidak sepenuhnya benar, sebab harta kekayaan hasil tindak pidana atau harta kekayaan yang digunakan untuk membiayai, menjadi alat, sarana, atau prasarana melakukan kejahatan, dapat juga dinyatakan dirampas jika penuntut umum dapat membuktikan bahwa terdapat kaitan yang erat antara harta kekayaan tersebut dengan tindak pidana yang didakwakan. Untuk melindungi hak-hak masyarakat, maka harus ada suatu prosedur yang menjamin agar perampasan harta kekayaan tersebut tidak sampai merenggut hak-hak dari pihak ketiga yang beritikad baik atau jujur. Prosedur ini di Amerika Serikat disebut dengan "ancillary proceeding" dan dilaksanakan oleh pengadilan setelah pokok perkara pidana telah diputus.

3) Perampasan harta kekayaan secara perdata (civil forfeiture). Perampasan harta kekayaan secara perdata bukan merupakan bagian dari proses penanganan perkara pidana. Penggunaan civil forfeiture sebagai instrumen untuk menyita dan mengambil asset yang berasal, berkaitan atau merupakan hasil dari kejahatan sudah lazim ditemui di negara-negara common law. Akar dari prinsip civil forfeiture pertama kali ditemukan pada abad pertengahan di Inggris ketika kerajaan Inggris menyita barang-barang yang dianggap sebagai instrument of a death atau yang sering disebut sebagai Deodand.36 Munculnya era industrialisasi di Inggris kemudian memaksa parlemen untuk menghapuskan deodand setelah meningkatnya kecelakaan yang terjadi sehingga menyebabkan banyaknya aset yang disita.37

36 Todd Barnet, “Legal Fiction and Forfeiture: A Historical Analysis of the Civil Asset Forfeiture Reform Act”, 40 Duquesne Law Review Fall, 2001, hlm.89.

37 Ibid, hlm. 90.

commit to user

Manajemen terhadap pelaksanaan gugatan yang bersifat in rem di Amerika, ada dua badan manajemen yang mengelola keuangan dari asset recoveryyaitu Asset Management Fund dibawah Department of Justice dan Asset Forfeiture Unit dibawah Department of Treasury, dimana masing-masing menggunakan perusahaan swasta dalam mengelola sebagian aset-aset hasil rampasan. Misalnya, Kantor Pajak Amerika (Internal Revenue Service) IRS dibawah Department of Treasury terbiasa menggunakan perusahaan swasta dalam mengelola aset-aset hasil rampasannya. Penggunaan perusahaan swasta untuk mengelola aset, harus mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan untuk perusahaan swasta. Salah satu masalah adalah banyaknya uang yang akhirnya digunakan untuk membayar perusahaan swasta, meskipun secara umum perusahaan swasta memiliki sumber daya manusia yang berkualifikasi dalam mengelola aset secara profesional daripada lembaga pemerintah.38

b. Swiss

Dalam hukum Swiss mengenal sistem perampasan aset tanpa tuntutan pidana (NCB) maupun perampasan aset dengan pemidanaan. Ketentutannya diatur dalam Pasal 70 – 72 The Criminal Code ofSwitzerland.39Prosedur hukum yang digunakannya sama dalam perampasan aset baik secara pidana maupun perdata. Dalam Pasal 70 ayat (1) The Criminal Code of Switzerland tersebut mengatur bahwa hakim akan memerintahkan perampasan aset yang dihasilkan dari tindak pidana dengan ketentuan hukum bahwa harta yang dirampas tersebut tidak harus dikembalikan kepada pihak yang dirugikan dalam rangka memulihkanhak-haknya. Dengan demikian perampasan terjadi tanpa adanya pemidanaan, atau melalui perampasan secara perdata. Sebelum dilakukan perampasan aset, proses penuntutan harus dilakukan terlebih dahulu bahwa hasilnya menunjukkan telah terjadi tindak pidana dan aset–aset tersebut merupakan hasil tindak pidana. Dalam hal ini aset diartikan secara luas, dapat

38 http://www.bappenas.go.id, diakses tanggal 17 Oktober 2015, Jam: 09.00 WIB.

39 Ibid, hlm.139.

commit to user

berupa kenaikan aset ataupun penurunan hutang. Seluruh aset yang diperoleh dari hasil tindak pidana asalkan diatur dalam The Criminal Code of Switzerland dan perundang-undangan lainnya dapat dirampas. Aset tersebut harus merupakan hasil langsung dari tindak pidana atau aset yang telah dibeli dari hasil tidak pidana. Untuk dapat dilakukannya tindakan perampasan (baca:

penyitaan) maka harus memiliki kewenangan atas yuridiksi dalam menuntut suatu tindak pidana yang terkait dengan tindakan perampasan (penyitaan) aset tersebut.

c. Filipina

Bagi negara Filipina dalam memburu dan merampas aset hasil kejahatan dengan metode NCB Asset Forfeiture merupakan cara baru baginya.

Walaupun metode ini tergolong baru, namun dalam penerapan prakteknya diterima baik dan dipandangnya sebagai salah satu instrumen hukum yang penting dan bermanfaat dalam memerangi korupsi dan pencucian uang.40Dalam prakteknya bahwa secara umum pengadilan dapat diminta melalui prosedur perdata in rem (tuntutan aset barang) untuk menentukan asal–usul dari suatu kepemilikan atas aset. Apabila atas dasar kaidah perdata ditentukan dan dinyatakan bahwa aset tersebut diperoleh dari hasil kejahatan, maka pengadilan bisa menjatuhkan perintah forfeiture. Dijamin pula bahwa bagi pihak ketiga yang merasa punya kepentingan kepemilikan secara legal atas aset dimaksud akan dilindungi haknya oleh undang–undang.

Dikenal adanya tiga syarat yang harus terpenuhi dalam mengajukan NCB Asset Forfeiture.Pertama, uang atau dana harus dibekukan oleh pengadilan banding (court of appeals). Kedua, harus disampaikan laporanconvered transaction sebesar minimal 9,200 dollar AS. Konsekuensinya apabila institusi keuangan (kalau di Indonesia sejenis BPK dan PPATK), gagal dalam menyampaikan / membuktikan analis keuangannya atau laporan keuangannya, bahkan dalam kasus pencucian uang ternyata jelas dan pasti, maka persyaratan

40 Ibid, hlm.150-165.

commit to user

untuk mengajukan civil forfeiture tidak dapat dipenuhi. Ketiga, NCB Asset Forfeiture hanya bisa dilakukan dalam kasus pencucian uang dengan institusi keuangan intermediaery. Apabila AntiMoney Laundering Commision (AMLC) Filipina berhasil dalam perjuangan kasus–kasus NCB Asset Forfeiture, maka mereka akan memotivasi para pencuci uang untuk memiliki aset–aset bentuk lain (selain uang), seperti emas batangan, perhiasan dan yang lain yang tidak memerlukan financial intermediary. Karena di Filipina hanya alat bentuk uang (money financial) yang bisa menjadi NCB Asset Forteiture hanya aset dalam bentuk uang yang dapat dilakukan tindakan perampasan / penyitaan milik atau atas penguasaan dari penguasaan aset.

d. Australia

Menurut sistem hukum Australia, dikenal penerapan unexplained wealth.41Dalam hal seseorang memiliki unexplained wealth, maka jumlah harta yang tidak dapat dibuktikan telah diperoleh secara sah tersebut dapat dirampas oleh Negara melalui suatu prosedur hukum tertentu. Sedangkan sisa harta yang dapat dibuktikan diperoleh secara sah dapat dikuasai dan dinikmati kembali oleh pemilikinya.42Pengaturan unexplained wealth di Australia awalnya dilandasi pada kondisi dugaan banyaknya tindak pidana yang dilakukan oleh anggota Geng Motor serta pihak-pihak lain yang diduga kuat melakukan praktek penjualan narkotika namun sulit bagi aparat penegak hukum untuk membuktikan tindak pidana tersebut. “Bukti” yang paling mencolok hanyalah anggota kelompok tersebut memiliki kekayaan yang besar mesti tidak jelas sumber pemasukannya. Penerapan perampasan aset bagi mereka yang memiliki unexplained wealth dinilai salah satu cara yang paling mungkin ditempuh untuk

41 Secara umum unexplained wealth adalah instrumen hukum yang memungkinkan perampasan aset/harta seseorang yang jumlahnya sangat besar tetapi dipandang tidak wajar karena tidak sesuai dengan sumber pemasukannya, dan yang bersangkutan tidak mampu membuktikan (melalui metode pembuktikan terbalik) bahwa hartanya tersebut diperoleh secara sah atau bukan berasal dari tindak pidana.

42 www.antikorupsi.info. Diakses tanggal 28 Agustus 2015, Jam: 22.20 WIB.

commit to user

men-discourage praktek-praktek tersebut. Proses pembuktian unexplained wealth lebih mudah karena:

1) menggunakan prosedur pembuktian terbalik (meski Jaksa Penuntut Umum tetap harus membuktikan adanya jumlah kekayaan yang dianggap tidak wajar; dan

2) menggunakan standar pembuktian perdata yakni balance of probability, yang ringan/rendah dibanding standar pembuktian pidana (beyond reasonable doubt).

Penggunaan standar pembuktian perdata ini disebabkan karena proses perampasan aset unexplained wealth, seperti halnya proses perampasan non pemidanaan lainnya (NCB asset forfeiture) dilakukan melalui proses perdata, bukan pidana karena yang menjadi obyek adalah barang (in rem) yang ingin dirampas, bukan pemidanaan terhadap orangnya (in personam). Konsekwensi hukum bagi orang yang diduga memiliki unexplained wealth di Australia dan tidak dapat membuktikan bahwa aset/kekayaannya diperoleh secara sah adalah perampasan atas aset yang tidak dapat dibuktikan perolehannya tersebut. Hal ini tidak sepenuhnya sama dengan konsep illicit enrichment dimana Negara mengenal pula sanksi pidana penjara/kurangan bagi orang yang melakukan illicit enrichment selain sanksi berupa perampasan aset yang diduga tidak wajar tersebut.43

e. Malaysia

Malaysia memiliki Anti Corruption Act (ACA) Tahun 1997 yang lengkap dan terperinci.44 Malaysia menerapkan konsep illicit enrichment dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Pada Pasal 32 ayat (3) ACA (Anti Corruption Art) ditentukan, apabila penutut umum ada alasan untuk percaya

43 www.antikorupsi.info. Diakses tanggal 28 Agustus 2015, Jam: 22.20 WIB.

44 ACA (Anti Corruption Act)Tahun 1961 yang bernama Prevention of Corruption Act atau Akta Pencegahan Rasuah Nomor 57, 1997 merupakan penggabungan ketiga undang-undang dan ordonansi sebelumnya, yakni Undang-Undang Emergency Essential Powers Ordinance Nomor 22 Tahun 1970, dan Anti Corruption Agency Act Tahun 1982.

commit to user

bahwa sesorang pejabat atau badan publik telah diberikan nota yang dimaksud pada Pasal 32 ayat (1) ACA (Anti Corruption Act), memiliki, menguasai, mengontrol, atau memang kepentingan pada suatu harta, yang berlebihan dibandingkan dengan pendapatan sekarang dan dimasa lalu dan semua keadaan lain yang relevan, penuntut umum dapat dengan petunjuk tertulis mewajibkan tersangka untuk membuat pernyataan dibawah sumpah dan atau memang jumlah yang berlebihan itu, dan apabila tidak dapat memberikan penjelasan yang memuaskan tentang jumlah harta yang berlebihan itu, dapat dinyatakan didakwa melakukan delik korupsi dan dapat diancam pidana. Kepada pihak yang diwajibkan harus menjelaskan semua harta bergerak atau tidak bergerak, di dalam atau diluar Malaysia, kepunyaan dia atau dikuasai, atau didalamnya dia mempunyai kepentingan, apakah legal atau patut dan menjelaskan kapan harta itu diperoleh dan bagaimana cara memperolehnya, apakah dengan jalan transaksi, warisan, ditemukan, pusaka, atau dengan cara yang lainnya.

Keterangan yang dimintakan juga menjelaskan tentang , apakah harta itu dipegang olehnya atau orang lain atas namanya apakah telah ditransfer, dijual, atau disimpan orang lain, apakah telah dikurangi nilainya sejak dikuasainya, dan apakah telah dicampur dengan harta lain yang tidak dapat dipisahkan atau dibagi tanpa kesulitan.

Selain kepada tersangka, kewajiban yang sama juga diberlakukan kepada keluarga atau teman orang yang dimaksud atau orang lain yang Penuntut Umum beralasan untuk percaya dapat membantu penyidikan, memberikan pernyataan tertulis di bawah sumpah atau penegasan yang sama seperti yang dimintakan kepada tersangka. Terdapat pula kewajiban bagi setiap pejabat bank atau lembaga keuangan atau setiap orang yang dengan cara atau yang bertanggung jawab untuk manajemen dan mengawasi hal-hal suatu bank atau suatu lembaga keuangan untuk menyerahkan salinan atau semua rekening, dokumen, atau rekaman (records) yang berkaitan.

commit to user

Dalam melakukan tugas penyidikan berdasarkan ACA (Anti Corruption Act), maka setiap pejabat BPR Malaysia yang berpangkat di atas investigator (penyiasat), yang mempunyai alasan untuk menduga suatu barang bergerak menjadi hal subjek atau bukti berkaitan dengan delik korupsi, pejabat BPR Malaysia mempunyai kewenangan untuk menyitanya.Pejabat BPR Malaysia membuat daftar barang yang disita dan mencantumkan lokasi atau tempat terjadinya penyitaan serta menandatangani daftar tersebut. Salinan atau copy daftar barang yang disita diserahkan sesegera mungkin kepada pemilik harta yang disita atau kepada orang darimana harta itu disita. Harta hasil penyitaan tersebut disimpan disuatu tempat yang ditentukan oleh pejabat BPR Malaysia yang berpangkat atau di atas Assistant Superintendent.

Berdasarkan Pasal 27 ACA (Anti Corruption Act), walaupun ditentukan lain dalam perundang-undangan, seorang hakim Pengadilan Tinggi, dengan permohonan yang diajukan kepadanya berkaitan dengan penyidikan yang dilakukan mengenai delik berdasarkan ACA (Anti Corruption Act), dapat memerintahkan advokat atau pengacara untuk mengungkap informasi yang diketahuinya mengenai transaksi atau berkaitan dengan suatu harta benda yang dapat disita berdasarkan ACA (Anti Corruption Act). Berdasarkan Pasal 30 ACA (Anti Corruption Act), semua benda yang berkaitan dengan delik dalam ACA (Anti Corruption Act) dapat disita berdasarkan CPC (Criminal Procedure Code).

Negara-negara yang disebutkan di atas dengan sistem hukum yang diterapkan pada negaranya masing-masing terlihat bahwa Negara-negara tersebut dalam melakukan penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi juga fokus kepada “in rem” harta benda koruptor yang diduga berasal dari hasil tindak pidana korupsi. Beberapa negara seperti Amerika Serikat secara tegas melakukan asset tracing dan asset recovery dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi, bahkan aset tersebut setelah didapatkan. disimpan dan

commit to user

dikelola oleh lembaga pengelola aset yang professional, baik dari lembaga pemerintah maupun swasta.

Sarana hukum keperdataan (civil based forfeiture atau non-conviction based forfeiture/ NCB) menjadi solusi alternatif di beberapa negara tersebut di atas dalam rangka asset recoverymengembalikan kerugian keuangan negaradengan melakukan penyitaan dan perampasan aset koruptor. Sistem hukum perampasan aset tindak pidana melalui sarana hukum pidana (criminal based forfeiture/CB) yang dilaksanakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, tidaklah efektif. Di dalam sistem hukum acara pidana Indonesia digunakan cara CB, dan perlu menunggu waktu 400 hari untuk sampai pada putusan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pada saat menunggu waktu tersebut sudah banyak harta benda koruptor yang dipindah tangankan dan disembunyikan. Adapun perampasan aset tindak pidana melalui NCB tidak perlu menunggu waktu selama itu karena penuntut umum dapat segera membawa terdakwa ke pengadilan dengan cara pembuktian terbalik atas aset terdakwa yang diduga berasal dari tindak pidana.

Konsep sita jaminan dapat dilaksanakan pada kedua kedua sarana hukum tersebut antara lainSarana hukum keperdataan (civil based forfeiture atau non-conviction based forfeiture/ NCB) dan sarana hukum pidana (criminal based forfeiture/CB) dengan cara menetapkan sita jaminan pada harta benda koruptor sebagai jaminan selama proses penegakan hukum perdata dan pidana berjalan sampai dengan terbitnya putusan tetap dari pengadilan. Dengan demikian upaya mewujudkan pengembalian aset perolehan hasil korupsi dapat terlaksana dengan baik.

commit to user

3. Sistem Hukum Nasional Pengembalian Aset Perolehan Hasil Tindak