• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Social Capital Masyarakat di Wilayah

Dalam dokumen KAJIAN PENGUATAN EKONOMI MASYARAKAT DI K (Halaman 84-89)

BAB IV HASIL SURVEY DATA LAPANGAN

4.1. Survei Lapangan Kepada Masyarakat di Kawasan

4.1.5. Kondisi Social Capital Masyarakat di Wilayah

Salah satu modal yang sangat strategis dalam kehidupan masyarakat kita adalah modal sosial atau capital social. Asset tersebut bahkan hampir luput dari perhatian berbagai pihak untuk tetap menumbuhkembangkan dalam masyarakat. Oleh karena itu, modal sosial tersebut pada berbagai wilayah terutama di wilayah perkotaan telah mulai mengalami kemerosotan sejalan dengan pergeseran pola hidup masyarakat yang cenderung lebih bersifat materialistis.

Nilai-nilai kehidupan masyarakat yang diwarnai oleh modal sosial terasa sangat berbeda dengan kondisi kehidupan masyarakat telah kehilangan nilai modal sosial. Kehidupan masyarakat desa yang jauh dari dinamika perubahan kehidupan yang modern dewasa ini masih memiliki nilai kehidupan modal sosial. Disadari atau tidak modal sosial adalah merupakan kekuatan yang sangat luar biasa dalam pelaksanaan pembangunan. Oleh karena itu pula, pola kehidupan masyarakat di wilayah studi sejatinya memiliki karakteristik seperti kebanyakan masyarakat pribumi Kota Cilegon yang religius, sehingga dapat menjadi potensi sosial capital sebagai modal pembangunan daerah.

Berdasarkan hasil kajian pada wilayah tersebut ditemukan bahwa nilai-nilai kehidupan masyarakat di wilayah studi mulai diwarnai oleh nilai-nilai modal sosial yang relatif mulai berkurang. Hal tersebut dapat dilihat dari aktivitas masyarakatnya yang melaksanakan pembangunan untuk kepentingan umum di wilayahnya dengan cara bergotong royong yang ditunjukkan oleh pernyataan responden pada tabel berikut:

Tabel 4.15.

Frekuensi Kegiatan Gotong Royong Masyarakat di Wilayah Studi

Pernyataan Jumlah (Orang) Persentase (%)

Tidak Pernah 21 7,0

Jarang 229 76,3

Sering 50 16,7

Jumlah 300 100

Sumber: Data Primer, 2014

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa hanya 16,7% mengatakan bahwa kegiatan gotong royong sering dilaksanakan untuk membangun kepentingan masyarakat dan sebanyak 76,3% mengatakan sudah jarang ikut serta dalam kegiatan bergotong royong, bahkan terdapat pernyataan responden yang menyatakan tidak pernah bergotong royong sebanyak 7,0%. Mulai lunturnya budaya gotong royong di masyarakat selain akibat dari kegiatan-kegiatan pembangunan yang sudah ditangani oleh pemerintah, juga diakibatkan adanya arus globalisasi yang tinggi di perkotaan dan imbas dari kawasan industri, sehingga kepedulian sosial masyarakat yang mulai berkurang untuk melaksanakan pembangunan dengan bergotong royong.

Sebagai gambaran lengkap aktivitas gotong rayong masyarakat di wilayah studi yang telah berjalan dalam lingkungan masyarakat sebagai salah satu bagian dari pilar modal sosial masyarakat yang diwariskan oleh nenek moyang kita dan telah menjadi kekuatan pembangunan pada masa yang lalu. Untuk itu aktivitas tersebut dapat dilihat sebagaiana pada Tabel berikut ini:

Tabel 4.16.

Aktivitas Kegiatan Gotong Royong Masyarakat

No Aktivitas Jumlah Persentase

(%)

1. Tidak Pernah Gotong Royong 7 2,3

2. Membangun rumah penduduk 21 7,0

3. Membangun/memperbaiki

fasilitas umum 150 50,0

4. Membangun pos kamling 55 18,3

5. Lainnya (kebersihan lingkungan) 58 19,3

Total 300 100

Sumber: Data Primer, 2014

Keterangan dari Tabel tersebut di atas menjelaskan bahwa betapa nilai-nilai kegotongroyongan dalam masyarakat di wilayah studi lebih banyak pada kegiatan membangun/memperbaiki fasilitas umum, seperti; masjid, mushola, jalan desa/RT, WC umum, jembatan (gorong-gorong), dan sejenisnya, yaitu sebesar 50%. Kegiatan gotong royong lainnya yang banyak dilakukan masyarakat, seperti kegiatan lainnya (kebersihan lingkungan) serta membangun poskamling dan rumah penduduk.

Modal sosial lainnya yang dimiliki oleh masyarakat di wilayah studi adalah dalam bentuk sikap keterbukaan terhadap masyarakat pendatang. Keterbukaan masyarakat untuk menerima masyarakat lain untuk mengembangkan usaha pada wilayahnya juga merupakan bagian yang tak terpisahkan dari nilai kebersamaan yang dimiliki oleh masyarakat di wilayah studi. Beberapa daerah yang relatif sangat terbuka terhadap masyarakat lain telah terbukti lebih maju dalam membangun perekonomian daerahnya. Pernyataan masyarakat untuk menerima secara terbuka para pendatang di wilayahnya dapat dilihat pada Tabel berikut:

Tabel 4.17.

Sikap Keterbukaan Masyarakat Terhadap Pendatang

No Pernyataan Sikap Jumlah Persentase (%)

1 Sangat terbuka 81 27,0

2 Terbuka 219 73,0

Total 300 100

Sumber; Data Primer, 2014

Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa penerimaan masyarakat terhadap pendatang, ditunjukkan oleh 27,0% jawaban responden menyatakan sangat terbuka, dan 73,0% terbuka.

Berlangsungnya proses kehidupan masyarakat yang diwarnai oleh nilai-nilai modal sosial akan memberikan pengaruh yang baik terhadap

terciptanya kehidupan yang damai atau kondusif.

Kondisi tersebut bukan hanya terjadi dalam wilayah studi, akan tetapi juga berfungsi sebagai instrumen untuk lebih mudah menjalin kerjasama dengan berbagai pihak atau masyarakat pada wilayah lain secara damai. Dengan modal sosial yang baik dalam masyarakat akan meningkatkan sikap percaya masyarakat terhadap pemerintah dalam melaksanakan proses pembangunan. Dukungan berupa kemudahan akses informasi dan sosialisasi hasil-hasil pembangunan juga dirasakan sangat diperlukan oleh masyarakat.

Pelestarian nilai-nilai modal sosial dalam masyarakat perlu tetap mendapatkan perhatian, sebab salah satu penopang pelestariannya dalam masyarakat kini secara perlahan mulai mengalami degradasi fungsi terutama melalui peran organisasi kepemudaan sebagai penerus dan

pelestari modal sosial. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa peran organisasi kepemudaan di kelurahan dirasakan oleh masyarakat perannya masih belum optimal. Tentu saja kondisi tersebut merupakan sebuah ancaman atas kelestarian modal sosial.

Pencermatan terhadap kondisi modal sosial lainnya pada masyarakat di wilayah studi meliputi; tingkat keamanan wilayah, kepercayaan terhadap pemerintah, kerukunan antar warga, dan organisasi kepemudaan serta ketersediaan sarana informasi yang dapat diskses masyarakat secara keseluruhan. Faktor-faktor tersebut merupakan bagian dari modal sosial yang sangat dibutuhkan dalam pengembangan pembangunan suatu wilayah atau daerah, karena pembangunan suatu wilayah terutama untuk berinvestasi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor keamanan wilayah, kepercayaan terhadap pemerintah, dan sarana fasilitasnya.

Tabel 4.18.

Kondisi Modal Sosial Masyarakat di Wilayah Studi

No. URAIAN Jawaban Responden (%) Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik Total 1. Tingkat keamanan 13,7 75,7 10,3 0,3 100 2. Jaringan kerjasama 11,7 69,0 19,3 - 100 3. Kepercayaan kepada pemerintah 4,0 47,7 31,3 17,0 100 4. Kerukunan antar warga 6,7 69,3 23,3 0,7 100 5. Keberadaan lembaga kepemudaan 3,3 46,3 37,0 13,3 100 6. Ketersediaan sarana informasi 3,7 45,3 29,3 21,7 100

Berdasarkan tabel tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa kondisi modal sosial masyarakat di wilayah studi secara umum sudah baik. Ada beberapa hal yang perlu dioptimalkan keberadaannya yaitu peranan lembaga kepemudaan seperti Karang Taruna yang oleh sebagian responden menganggap kurang berperan (37%) dan tidak berperan (13,3%). Selain itu kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah masih perlu ditingkatkan melalui peningkatan kualitas pelayanan terhadap masyarakat baik dari penyediaan infrastruktur dan fasilitas pendukung lainnya. Hal lainnya yang perlu ditingkatkan adalah ketersediaan sarana informasi yang ada baik pada tingkat kelurahan maupun RT, dimana masyarakat perlu mengetahui secara terbuka program-program pembangunan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah khususnya yang berkaitan dengan wilayah tempat tinggalnya.

Dalam dokumen KAJIAN PENGUATAN EKONOMI MASYARAKAT DI K (Halaman 84-89)

Dokumen terkait