• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Desk study

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN, INDUSTRI GULA INDONESIA DAN DUNIA

5.1 Kondisi Sosial budaya Ekonomi Masyarakat

Kondisi sosial budaya masyarakat di lokasi penelitian dapat dikatakan baik. Hal ini terlihat dari hubungan kekerabatan antar warga yang sangat kuat dan sangat akrab, mereka saling bergotong royong, saling mengunjungi. Selain itu warga desa juga sering mengadakan pertemuan dan mengadakan kegiatan bersama, sehingga pada kesempatan tersebut mereka membicarakan masalah yang berkembang dimasyarakat, termasuk mengenai pabrik gula. Berikut dijelaskan tentang data masyarakat sekitar pabrik gula yang di dasarkan pada data responden yang diambil pada penelitian ini.

Asal, Usia dan Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap responden yang ada di lokasi penelitian tepatnya responden masyarakat yang tinggal di sekitar Pabrik Gula Jati Tujuh, yang jumlah respondennya mencapai 50 orang, memperlihatkan bahwa pada umumnya responden yang diwawancarai adalah penduduk asli (90%), sedangkan yang bukan penduduk asli hanya 10% (Gambar 12). Sedangkan distribusi umur responden dapat dilihat pada Tabel 9. Pada Tabel 9 terlihat bahwa usia responden antara 24 – 70 tahun.

90% 10%

Asal responden:

Penduduk asli Pendatang

Gambar 12 Asal responden

Jenis kelamin responden, memperlihatkan bahwa 96% dari mereka berjenis kelamin laki-laki dan hanya 4% yang berjenis kelamin perempuan. Adapun komposisi responden

yang diwawancara pada penelitian ini berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Gambar 13.

Tabel 9. Usia responden di sekitar Pabrik Gula Jati Tujuh, Majalengka

Usia Jumlah yang

diwawancara Persen (%) 24 1 2 28 1 2 30 2 4 33 1 2 35 2 4 39 1 2 40 5 10 42 4 8 43 1 2 45 4 8 46 2 4 47 3 6 48 5 10 49 2 4 51 2 4 52 3 6 54 1 2 56 2 4 57 3 6 58 1 2 60 2 4 61 1 2 70 1 2 Jumlah 50 100

Kondisi kisaran umur tersebut memperlihatkan bahwa responden terdiri dari usia dewasa sampai tua. Berdasarkan pengamatan di lapang dan berdasarkan Tabel 9 di atas memperlihatkan bahwa ada kecenderungan bahwa masyarakat yang ada di lokasi penelitian cenderung didominasi oleh angkatan tua. Kondisi ini cukup mengkhawatirkan karena anak muda yang sudah termasuk angkatan kerja dengan mempunyai pendidikan yang bisa diandalkan, relatif lebih senang merantau ke luar dari desa untuk mencari penghidupan yang lebih layak.

96% 4%

Jenis kelamin responden:

Laki-laki Perempuan

Gambar 13 Persentase responden berdasarkan jenis kelamin

Jumlah Tanggungan

Jumlah anggota keluarga responden yang di lokasi penelitian menggambarkan jumlah tanggungan responden. Jumlah anggota keluarga responden di lokasi penelitian paling banyak mencapai 8 orang, namun pada umumnya memiliki anggota keluarga 3 – 4 orang.

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan formal responden ditunjukkan pada Gambar 14 tersebut dapat terlihat bahwa pendidikan formal responden di lokasi penelitian adalah sebagai berikut: tidak sekolah 0%, tidak tamat SD 4%, tamat SD 44%, tamat SLTP 18%, tamat SLTA 26%, diploma 4% dan sarjana 2%, dan tidak menjawab 2%. Hal ini mengandung arti bahwa tingkat pendidikan formal yang terbesar di desa kasus adalah tamatan SD.

4%

44%

18% 26%

4% 2% 2%

Tingkat pendidikan responden:

Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SMP

Tamat SMA Diploma Sarjana

Tidak Menjawab

Gambar 14 Tingkat pendidikan formal responden

Sarana dan Prasarana

Berdasarkan data yang didapat dari responden tentang sarana dan prasarana di wilayah yang ada pabrik gulanya, memperlihatkan bahwa di lokasi pabrik gula tersedia pendidikan anak. Hal ini tercermin dari jawaban responden yang mengatakan bahwa 96% responden mengatakan bahwa di lokasi sekitar pabrik gula tersedia sarana dan prasarana pendidikan anak, namun demikian 2% dari mereka mengatakan bahwa sarana dan prasarana pendidikan anak tidak lengkap sedangkan 2% lainnnya tidak memberikan jawaban (Gambar 15).

96%

2% 2%

Fasilitas pendidikan anak:

Tersedia Kurang tersedia Tidak Menjawab

Sarana dan prasarana lain yang cukup baik adalah jalan dan alat transportasi. Dalam hal ini 98% responden yang diwawancarai mengatakan bahwa transportasi di sekitar pabrik gula lancar, dan hanya 2% responden (1 orang) yang mengatakan bahwa transportasi tidak lancar (Gambar 16).

98% 2%

Fasilitas transportasi:

Tersedia Kurang tersedia

Gambar 16 Kondisi transportasi di sekitar pabrik gula

Keterkaitan Masyarakat dengan Pabrik Gula

Berdasarkan data yang didapat dari responden di atas terlihat bahwa 88% dari masyarakat di lokasi penelitian merasakan adanya keterkaitan mereka dengan pabrik gula. Hanya 12% diantara para responden yang merasa tidak terkait langsung dengan pabrik gula. Hal ini sejalan dengan pendapat responden tentang kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi di pabrik gula tersebut. Dalam hal ini 96% responden mengatakan bahwa dari mereka merasakan adanya kesempatan untuk ikut berpartisipasi di pabrik gula dan hanya 2% yang tidak merasa dapat ikut berpartisipasi dan 2% lainnya mengatakan tidak tahu (Gambar 17).

88% 12%

Keterkaitan penduduk dengan pabrik gula:

Cukup erat Kurang

Gambar 17 Keterkaitan masyarakat dengan pabrik gula

Kesempatan Masyarakat Berpartisipasi

Secara umum masyarakat yang ada di sekitar pabrik ikut berpartisipasi dalam kegiatan pabrik gula, dan hanya 4% masyarakat di sekitar pabrik gula yang tidak berpartisipasi. 4% masyarakat yang tidak berpartisipasi ini 2% diantaranya mengatakan tidak tahu adanya partisipasi masyarakat pada kegiatan pabrik gula, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 18.

96% 2% 2%

Kesempatan berpatisipasi:

Ada Tidak ada Tidak tahu

Dampak Pabrik terhadap Masyarakat

Para responden juga mengatakan bahwa walaupun umumnya terkait langsung dengan pabrik gula, dan mereka juga mempunyai kesempatan yang sangat tinggi untuk ikut berpartisipasi, namun keberadaan pabrik gula tersebut tidak serta merta meningkatkan penyerapan pengangguran dan peluang kerja yang lebih besar, namun demikian keberadaan pabrik gula tersebut telah meningkatkan peluang berusaha di lokasi penelitian. Hal ini juga tercermin dari jawaban responden pada saat ditanyakan apakah pabrik gula mempunyai dampak positif terhadap masyarakat, ternyata 80% responden menjawab bahwa mereka merasakan dampak positif terutama di bidang ekonomi dan peluang untuk berusaha. Namun demikian 14% dari mereka mengatakan bahwa pabrik tidak memberikan dampak positif, sedangkan 6% dari mereka tidak menjawab (Gambar 19).

80% 14%

6%

Dampak positif pabrik:

Terasakan Tidak terasakan Tidak Menjawab

Gambar 19 Dampak positif terhadap masyarakat

Pendapatan Masyarakat

Selanjutnya para responden juga mengatakan bahwa walaupun para responden umumnya terkait langsung dengan pabrik gula, dan keberadaan pabrik gula tersebut tidak serta merta meningkatkan penyerapan pengangguran dan peluang kerja yang lebih besar, namun demikian keberadaan pabrik gula tersebut telah meningkatkan peluang berusaha di lokasi penelitian. Hal ini sejalan dengan pendapat responden tentang pendapatan masyarakat yang tinggal di sekitar pabrik gula, yang dalam hal ini 76%

diantaranya mengatakan bahwa pendapatan yang mereka peroleh dapat mencukupi kebutuhan keluarga. Namun demikian 22% dari responden mengatakan pendapatannya tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarga, sedangkan 2% tidak tahu (Gambar 20).

76% 22%

2%

Pendapatan penduduk sekitar:

Mencukupi Kurang Tidak Menjawab

Gambar 20 Pendapatan masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar pabrik gula

Penanaman Tebu

Berdasarkan hasil penelitian memperlihatkan bahwa masyarakat yang tinggal di sekitar pabrik gula pada umumnya adalah masyarakat asli daerah tersebut, oleh karenanya mereka mempunyai lahan berupa sawah tempat mereka berusaha. Berdasarkan hasil wawancara terlihat bahwa sebagian besar responden (80%) menyatakan bahwa mereka memiliki lahan yang dimanfaatkan untuk menanam tebu, dan hanya 20% dari responden yang tidak memiliki lahan yang dimanfaatkan untuk menanam tebu (Gambar 21).

80% 20%

0%

Penduduk dan kepemilikan lahan tebu:

Memiliki lahan Tidak memiliki

Gambar 21 Kepemilikan lahan tebu (oleh masyarakat)

Penyiapan Bibit Tebu

Berkenaan dengan penanaman tebu tersebut, responden juga mengatakan bahwa pada saat dilakukan penanaman pabrik tebu membantu penyediaan bibit tebu. Hal ini sesuai dengan pendapat sebagian besar (82%) responden yang mengatakan bahwa dalam melakukan penanaman tebu, pabrik gula membantu menyediakan bibit yang akan ditanam, namun demikian 14% responden tidak pernah dibantu dalam pengadaan bibit, sedangkan 4% responden yang ditanya tidak mengetahui informasi tentang penyiapan bibit (Gambar 22).

82%

14% 4%

Bibit tebu petani:

Dari pabrik gula Usaha sendiri Tidak menjawab

Limbah Pabrik

Berdasarkan data yang didapat dari responden mengenai limbah pabrik gula yang dapat didaur ulang (Gambar 23) terlihat bahwa 30% dari masyarakat di lokasi penelitian merasakan adanya limbah pabrik gula yang dapat dimanfaatkan kembali, namun sebagian besar dari mereka (52%) mengatakan bahwa limbah pabrik tersebut tidak dapat dimanfaatkan kembali.

30%

52% 18%

Pemanfaatan limbah pabrik:

Dimanfaatkan Tidak dimanfaatkan Tidak tahu

Gambar 23 Limbah pabrik yang dapat dimanfaatkan kembali

20%

12%

68%

Penghasilan rata-rata per bulan dari limbah:

< Rp 1.000.000 > Rp 1.000.000 Tidak menjawab

Hal ini sejalan dengan pendapat responden tentang pendapatan yang diterima dari limbah pabrik gula yang dimanfaatkan tersebut. Dalam hal ini hanya 20% responden mengatakan bahwa pendapatan rata-rata dari limbah yang dihasilkan pabrik gulakurang dari Rp 1 juta dan 12% dari mereka mengatakan bahwa pendapatan yang diperoleh dari limbah pabrik gula lebih dari Rp 1 juta/bulan. Sebagian besar responden (68%) tidak menjawab pertanyaan tersebut (Gambar 24)

Produksi Bersih

Pada umumnya pabrik gula sudah melakukan proses produksi bersih atau nirlimbah (cleaner production), yakni strategi pengelolaan lingkungan berupaya untuk mencegah terbentuknya limbah pada sumbernya, yang bersifat proaktif. Produksi bersih didefinisikan sebagai upaya penerapan yang kontinyu dari strategi pengelolaan lingkungan yang integral dan preventif terhadap proses dan produk untuk mengurangi terjadinya resiko terhadap manusia dan lingkungan. Menurut Surna (2001) strategi minimisasi limbah melalui produksi bersih mempunyai arti yang sangat luas karena di dalamnya termasuk upaya pencegahan pencemaran melalui pemilihan bahan baku yang murah dan aman, jenis proses yang ramah lingkungan, analisis daur hidup serta teknologi akrab lingkungan.

Walaupun pabrik sudah melaksanakan produksi bersih, namun ternyata cukup banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang program tersebut. Hal ini terlihat dari hasil wawancara dengan para responden, yang dalam hal ini 50% diantaranya belum mengetahui program produksi bersih di pabrik gula, dan 4% dari mereka tidak menjawab, sehingga hanya sebagian responden (46%) yang sudah mengetahui program tersebut (Gambar 25). Adanya program produksi bersih yang dilakukan oleh pabrik gula merupakan hal yang patut diacungi jempol, mengingat program tersebut akan melindungi lingkungan sekaligus akan mendatangkan keuntungan secara ekonomi.

46%

10% 40%

4%

Pengetahuan petani tentang produksi gula bersih:

Mengetahui Kurang mengetahui

Tidak mengetahui Tidak menjawab

Gambar 25 Pemahaman masyarakat terhadap program produksi bersih

Program CSR

Saat ini boleh dikatakan, sudah cukup banyak industri yang peduli terhadap lingkungan dan mereka telah melakukan berbagai program CSR, salah satunya adalah Pabrik Gula Jati Tujuh. Namun demikian berdasarkan wawancara dengan para responden, ternyata hanya 34% responden yang mengatakan bahwa pabrik gula memberikan bantuan sosial budaya, sedangkan 46% responden menyatakan bahwa pabrik gula tidak memberikan bantuan sosial budaya dan 20% responden menyatakan tidak tahu (Gambar 26). Kondisi ini memperlihatkan bahwa walaupun pabrik gula sudah melakukan CSR terhadap masyarakat sekitarnya, diduga pemberian bantuan tersebut tidak merata dan tidak disosial budayaisasikan dengan baik, sehingga hanya sebagian kecil yang mengetahuinya sedangkan lainnya tidak merasakan bantuan tersebut, sehingga akhirnya menyatakan tidak memberikan bantuan dan tidak tahu menahu dengan program tersebut.

34%

46% 20%

Penduduk dan bantuan sosial pabrik:

Menerima bantuan Tidak menerima Tidak tahu

Gambar 26 Pengetahuan masyarakat terhadap bantuan sosial budaya pabrik gula

Persepsi Masyarakat terhadap Pabrik Gula

Ada berbagai pandangan dari masyarakat terhadap keberadaan pabrik gula. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap responden memperlihatkan bahwa keberadaan pabrik gula tidak asing bagi masyarakat. Hal ini sesuai dengan penyataan semua responden pada penelitian ini (100%) yang menyatakan bahwa pada dasarnya semua responden sudah mengetahui adanya pabrik gula. Adapun informasi dari mana mereka mendapat informasi, selain karena pabrik gula tersebut sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda, juga karena mereka bertempat tinggal di sekitar pabrik, bahkan mereka pada umumnya ikut terlibat di pabrik gula tersebut. Mereka bahkan sudah merasakan dampak positif dari keberadaan pabrik tersebut. Kondisi ini memperlihatkan adanya persepsi yang baik dari masyarakat terhadap keberadaan pabrik gula, karena menurut Kotler (1995), persepsi adalah proses kognitif yang dipergunakan seseorang untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya karena persepsi bertautan dengan cara mendapatkan pengetahuan, khusus obyek pada saat tertentu pula. Hal ini sejalan dengan pernyataan Rusmanti (2002) yang mendefinisikan persepsi sebagai kenyataan bagi seseorang bagaimana seseorang memandang pesan atau simbol, dalam hal ini yang disampaikan kepada dirinya. Dengan demikian maka persepsi dapat dinyatakan sebagai pandangan seseorang terhadap keberadaan pabrik gula yang dihasilkan oleh kemampuan mengorganisasi pengamatannya.

Partisipasi masyarakat yang dapat dilakukan di lokasi penelitian adalah partisipasi dengan mengikutsertakan masyarakat dalam kegiatan operasional berdasarkan rencana yang telah disepakati bersama. Selain itu juga masyarakat dapar berpartisipasi dalam memanfaatkan hasil pembangunan serta dalam mengevaluasi pembangunan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Cohen and Uphoff (1977) yang mengatakan bahwa partisipasi masyarakat di suatu lokasi dapat dilakukan mulai dari kegiatan operasional, dalam pemanfaatan hasil dan pengawasan kegiatan tersebut.

Ada berbagai pandangan (persepsi) dari masyarakat desa lokasi penelitian terhadap keberadaan Pabrik Gula Jati Tujuh. Berdasarkan hasil analisa terhadap persepsi memperlihatkan bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa keberadaan Pabrik Gula Jati Tujuh tidak mengganggu (96%). Namun demikian ada juga responden yang menyatakan bahwa keberadaan Pabrik Gula Jati Tujuh tersebut mengganggu (4%). Hal ini terlihat dari tidak adanya konflik antara masyarakat dengan perusahaan di lokasi penelitian. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa keberadaan Pabrik gula Jati Tujuh dapat dikatakan tidak mengganggu.

Pada dasarnya kehadiran pabrik gula sebagai perusahaan besar diharapkan masyarakat di lokasi penelitian dan sekitarnya, dapat membantu mengatasi masalah sosial budaya yang dihadapi. Pada saat dilakukan penelitian ini, sebagian kecil responden menyatakan bahwa pabrik gula pernah membantu masyarakat (34%), dan sebagian lainnya menyatakan tidak pernah membantu masyarakat di lokasi penelitian (46%). Adapun bantuan yang diberikan oleh perusahaan tersebut berupa sembako yang diberikan oleh perusahaan pada saat menghadapi hari raya. Pada dasarnya masyarakat tidak menyukai bantuan berupa bahan jadi seperti sembako tersebut, hal ini terungkap pada saat wawancara. Dalam hal ini masyarakat di lokasi penelitian menghendaki bantuan dari perusahaan berupa pelatihan keterampilan dalam rangka meningkatkan pengetahuan masyarakat, sehingga masyarakat dapat berusaha untuk menambah penghasilan atau bantuan-bantuan untuk fasilitas umum yang dibutuhkan masyarakat seperti tempat ibadah, sarana kesehatan, sarana pendidikan, sarana air bersih. Menurut Schmidheiny (1995) kondisi ini juga merupakan indikasi masih kurang berlanjutnya pembangunan pabrik gula dari aspek sosial budaya

Selain dilihat persepsi dari masyarakat yang tinggal di lokasi penelitian, pada penelitian ini juga dilihat persepsi responden terhadap kondisi lingkungan terutama terhadap perairan sungai tempat membuang limbah cair pabrik gula tersebut. Persepsi

responden terhadap lingkungan diamati pada penelitian ini mengingat menurut Latey and Edmund (1973), persepsi seseorang terhadap lingkungan mencerminkan cara melihat, kekaguman, kepuasan, serta harapan-harapan yang diinginkan dari lingkungan. Persepsi terhadap lingkungan ini mencakup aspek yang lebih luas, tidak sekedar persepsi sensoris individual seperti dilihat atau didengar melainkan mencakup pada kesadaran dan pemahaman manusia terhadap lingkungan. Menurut Sarwono (1992) orang yang mempunyai persepsi yang benar mengenai lingkungan, kemungkinan besar orang tersebut berperilaku positif terhadap upaya pelestarian lingkungan. Artinya persepsi mempengaruhi perilaku seseorang terhadap lingkungan.

Adapun hasil wawancara mengenai pendapat responden tentang kondisi lingkungan (perairan sungai) terlihat bahwa sebagian besar responden yang diwawancara di lokasi penelitian mengatakan bahwa perairan sungai tempat membuang air dari perusahaan/pabrik gula kotor/tercemar mencapai 80%, selanjutnya yang mengatakan bahwa air sungai bersih/tidak tercemar hanya20%.

Berdasarkan wawancara lanjutannya, didapatkan hasil bahwa sebagian responden mengatakan bahwa yang menyebabkan kotor/tercemarnya perairan sungai tempat bermuaranya limbah dari pabrik gula, bukan berasal dari pabrik gula, melainkan bersumber dari kegiatan lain di luar pabrik gula (70%). Namun demikian masih ada responden yang mengatakan bahwa pencemar tersebut berasal dari tambak udang (20%) dan bahkan ada responden yang menyatakan bahwa pencemar tersebut berasal dari masyarakat (10%).

Adanya tanggapan responden yang menyatakan bahwa lingkungan perairan sungai tercemar hanya berdasarkan warna air dan bau air, mempelihatkan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pencemaran air. Dalam hal ini masyarakat cenderung mengatakan perairan tercemar jika mereka secara langsung dapat merasakannya secara kasat mata.

Keadaan ini bukan tidak mungkin pada akhirnya akan dapat mengakibatkan terjadinya konflik antara masyarakat dengan perusahaan. Konflik ini terjadi karena kepentingan yang tidak sama (FAO, 2001) antara masyarakat terutama yang memanfaatkan air sungai tersebut. Namun demikian konflik tidak selalu buruk, karena konflik yang dikelola dengan baik memunculkan ide-ide atau kegiatan yang akan mendatangkan sesuatu yang lebih baik. Sebagai contoh dengan adanya konflik, maka

pihak perusahaan akhirnya dipaksa untuk membangun unit pengelola limbah cair. Selain itu juga dapat memunculkan ide-ide lain seperti untuk membuat perjanjian antara pihak perusahaan dengan pihak masyarakat yang diwakilkan oleh LSM, untuk mengontrol limbah buangan industri gula tersebut. Oleh karenanya maka Takeda (2001) mengungkapkan perlunya mensukseskan pembangunan partisipatif, untuk itu ada empat elemen kunci menuju kesuksesan pembangunan partisipatif yang harus dilakukan oleh stakeholder yaitu informasi, intermediasi, institusionalisasi, dan inisiatif.

Pembangunan partisipatif ini tentu saja sangat diperlukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Bock (2001) yang menyatakan bahwa terdapat tiga keuntungan jika menggunakan proses partisipatif dalam pembangunan dan desain suatu kegiatan yakni: l) hasilnya bersifat alamiah dan tidak merupakan rekayasa, 2) masyarakat yang merupakan target merasa lebih memiliki dan memberikan kontribusi secara signifikan guna kesuksesan kegiatan, dan 3) pemantauan kegiatan lebih mudah dilaksanakan dan lebih transparan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa partisipasi stakeholder merupakan konsep kunci guna membuka transparansi dan akuntabilitas dalam proses pembuatan keputusan dan kebijakan. Disamping itu juga dapat mempromosikan efektifitas penggunaan sumberdaya lokal dan menjadi aspek pentmg untuk mencapat kebijakan yang tepat.

5.2 Kualitas Lingkungan