• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Klasifikasi Ilmu

MULYADHI KARTANEGARA

B. Konsep Klasifikasi Ilmu

Mulyadhi Kartanegara berpendapat bahwa banyak pemikir Barat dan failasuf ilmu yang meragukan status ontologis obyek-obyek nonfisik atau metafisika. Oleh karenanya klasifikasi sains di Barat hanya memasukan bidang-bidang ilmu empiris ditambah secara misterius dengan bidang-bidang-bidang-bidang ilmu matematika, tetapi dengan tegas menolak bidang metafisika yang obyek-obyeknya sering dipandang tidak riil atau ilusif. Sedangkan klasifikasi ilmu Islam, meliputi tidak hanya bidang-bidang fisik dan matematika, tetapi juga bidang-bidang ilmu metafisika.

Teori mengenai klasifikasi ilmu Islam Mulyadhi Kartanegara sepakat dengan apa yang disampaikan oleh Ibn Sȋnâ, yakni ia menyebutkan wujud-wujud

disusun secara hierarkis sesuai dengan sifat-sifat dasar mereka. Di sini Ibn Sȋnâ mengelompokkan wujud-wujud tersebut dalam tiga kategori, yaitu pertama, wujud-wujud yang secara nisaya tidak berhubungan dengan materi dan gerak. Kedua, wujud-wujud yang meskipun pada dirinya bersifat imateriil, terkadang mengadakan kontak dengan materi dan gerak. Ketiga, wujud-wujud yang secara niscaya terkait dengan materi dan gerak.

Ibn Sȋnâ memberikan contoh pada setiap kategori, seperti wujud-wujud yang termasuk ke dalam kategori pertama adalah yang disebut wujud-wujud metafisika, contohnya adalah Tuhan dan jiwa. Selanjutnya wujud-wujud dalam kategori kedua yang disebut sebagai wujud-wujud matematika dan yang terakhir wujud-wujud dalam kategori ketiga ialah jatuh pada wilayah fisik.

Dari sini maka dapat dipahami bahwa teori pengetahuan Islam, ilmu dibagi menjadi tiga klasifikasi yaitu, ilmu-ilmu metafisika, ilmu-ilmu matematika

dan ilmu-ilmu alam atau fisik.17

Dalam tradisi intelektual Islam obyek metafisik adalah obyek penelitian yang tertinggi dan termulia, yang bukan hanya akan menyebabkan ilmu tentang-Nya (al-‘ilm al-Ilâhi) sebuah disiplin ilmu yang tertinggi, tetapi juga yang dipercaya akan mendatangkan kebahagiaan tertinggi bagi siapa saja yang mempelajari-Nya. Dengan demikian ia dapat dijadikan sebagai basis moral bagi

penelitian ilmiah.18

17

Mulyadhi Kartanegara, Menyibak Tirai Kejahilan: Pengantar Epistemologi Islam, h. 42-43.

18

Mulyadhi Kartanegara, Gerbang Kearifan: Sebuah Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta: Lentera Hati, 2006), h. 78-79.

Tuhan adalah prinsip fundamental dari segala yang ada (maujȗdât). Dia wajib adanya (wâjib al-wujȗd), sedangkan alam hanyalah mungkin adanya (mumkin al-wujȗd). Sebagai yang wajib ada, maka Tuhan tidak boleh tidak ada, baik masa lalu maupun masa mendatang. Sedangkan alam yang bersifat mungkin, boleh saja ada atau tidak karena kedua hal tersebut sah-sah saja dan

tidak menimbulkan kontradiksi logis.19

Selain itu, Mulyadhi Kartanegara sepakat dengan Ibn Khaldȗn yang membagi ilmu-ilmu metafisik ke dalam lima bagian, diantaranya:

1) Bagian yang mempelajari wujud sebagai wujud, yang biasa disebut ontologi atau ilmu tentang wujud

2) Bagian bidang yang mempelajari materi umum yang

mempengaruhi benda-benda jasmani dan spiritual, seperti kuiditas, kesatuan, pluralitas dan kemungkinan

3) Bagian yang mempelajari asal-usul benda-benda yang ada dan menentukan apakah mereka itu adalah entitas-entitas spiritual atau bukan

4) Bagian yang mempelajari bagaimana cara benda-benda yang ada muncul dari entitas-entitas spiritual dan mempelajari susunan mereka

5) Bagian yang mempelajari keadaan jiwa setelah perpisahannya

dengan badan dan kembalinya ia ke asal atau permulaannya.20

Dari pembahasan di atas dapat dipahami bahwa metafisika meliputi bidang ontologi yang terletak pada poin satu dan dua, juga bidang kosmologi yaitu pada poin tiga dan empat dan terakhir bidang eskatologi dapat dilihat pada poin kelima.

Mengenai basis ontologis ilmu-ilmu matematika, Mulyadhi Kartanegara mengomentari pendapat Ibn Sȋnâ tentang jenis ke dua wujud sebagai wujud-wujud, walaupun pada dirinya bersifat imateriil, akan tetapi ia mampu mengadakan kontak dengan materi dan gerak, hal ini cocok untuk menggambarkan sifat dasar obyek-obyek matematika. Obyek-obyek matematika seperti angka dan bentuk-bentuk geometris, tentu bersifat imateriil (yaitu karena berbentuk simbol) yang tidak pernah ditemukan hakikatnya di dunia fisik. Contoh, angka 3 harus dipahami sebagai simbol hakikat “tiga” yang abstrak, demikian juga segitiga adalah simbol esensi segitiga yang didefinisikan sebagai bidang yang memiliki tiga sudut dengan jumlah 180 derajat. Hanya saja angka 3 atau segitiga ini tentu saja masih harus diasosiasikan dengan benda-benda fisik untuk bisa memberinya makna, seperti 3 apel + 4 apel. Oleh karenya obyek-obyek matematika pada dirinya bersifat abstrak, akan tetapi karena diabstraksikan dari benda-benda fisik, maka ia masih terkait dengan benda-benda fisik. Bukti bahwa obyek-obyek matematika bersifat imateriil dapat dilihat dari

20

Mulyadhi Kartanegara, Integrasi Ilmu: dalam Perspektif Filsafat Islam, (UIN Jakarta Press, 2003), h. 51.

kenyataan bahwa dalam matematika seseorang dapat mengatakan “sesuatu dapat dibagi atau dikalikan secara tak terhingga”. Berbicara yang tak terhingga dalam matematika adalah sesuatu yang logis dan sah. Oleh karenanya, obyek-obyek matematika tidak bersifat materiil karena seluas apa pun alam fisik, ia tidak bisa

tanpa batas sehingga tidak bisa tak terhingga.21

Dalam hal ini, Mulyadhi Kartanegara sepakat dengan Ibn Khaldȗn yang membagi matematika ke dalam empat kelompok, yakni:

1) Geometri, yaitu cabang matematika yang mengkaji tentang kuantitas (pengukuran-pengukuran), secara umum, yang bisa saja bersifat terputus, karena terdiri dari angka-angka atau berkesinambungan seperti figur-figur geometris

2) Aritmatika, yaitu cabang matematika yang mempelajari sifat-sifat yang esensial dan aksidental dari jumlah yang terputus, yang disebut bilangan (number)

3) Musik, yakni cabang matematika yang mempelajari proporsi suara dan bentuk-bentuk (modusnya) dan pengukuran-pengukuran numerik mereka, yang menghasilkan pengetahuan tentang melodi-melodi musik

4) Astronomi, yaitu cabang matematik yang menetapkan bentuk-bentuk bola-bola langit, menetukan posisi dan jumlah dari tiap

planet dan bintang tetap.22

21

Mulyadhi Kartanegara, Menyibak Tirai Kejahilan: Pengantar Epistemologi Islam, h. 47-48.

Terakhir, basis ontologis ilmu-ilmu alam (fisika). Fisika adalah ilmu yang menyelidiki benda-benda fisik (bodies) dari sudut gerak atau diam. Ia mempelajari benda-benda langit dan substansi atau zat-zat elementer, seperti manusia, hewan, tumbuhan dan mineral yang tercipta dari unsur-unsur dasar tersebut.para sarjana dan failasuf Muslim telah mempelajari benda-benda fisik ini dalam karya mereka baik secara rasional maupun dengan melakukan

eksperimen-eksperimen langsung.23Obyek-obyek ilmu alam adalah obyek-obyek ilmu yang

paling jelas status ontologisnya. Status ontologis obyek-obyek ilmu alam telah diakui secara universal dan dianggap penting bagi para failasuf dan ilmuwan Muslim dan dianggap sebagai basis ontologis yang sah bagi kelompok ilmu-ilmu alam (fisika).

Mulyadhi Kartanegara setuju dengan al-Fârâbȋ mengenai pembagian ilmu-ilmu alam yang sesuai dengan jenis obyek-obyek alamiahnya. Dimana benda-benda alami digambarkan sebagai wujud-wujud yang secara niscaya berkaitan dengan materi dan gerak dibagi menjadi lima, yaitu unsur-unsur, mineral, tumbuhan, hewan dan manusia. Mulyadhi Kartanegara berargumen, tiap-tiap bagian benda-benda alami ini tentu bisa dijadikan sebagai basis ontologis yang sah bagi cabang-cabang ilmu alam. Unsur-unsur elementer memerlukan cabang ilmu khusus yang mempelajarinya, seperti kimia atau fisika materiil. Benda-benda mineral memerlukan sebuah ilmu yang khusus contohnya mineralogi, metalurgi, yang berbicara tentang pembuatan benda-benda metal,

seperti pembuatan pedang. Selain itu ada juga tumbuh-tumbuhan yang telah menjadi basis ontologis cabang ilmu yang disebut botani, ada juga hewan-hewan nonrasional menjadi basis ontologi untuk cabang ilmu hayat (biologi atau zoologi). Manusia sebagai hewan rasional termasuk ke dalam benda-benda alami juga memiliki unsur nonmaterial yaitu akal (jiwa atau ruh). Dari sini muncul ilmu anatomi yang mengkaji manusia dari sudut struktur dan muatan fisiknya. Juga ada ilmu kedokteran yang memandang manusia dari sisi kesehatan. Terakhir

Psikologi mengkaji manusia dari sudut kejiwaan.24

Dokumen terkait