• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konflik Menjauh-Menjauh (Avoidance-Avoidance Conflict)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Konflk Batin Tokoh Utama dalam Novel Rindu Karya Tere Liye

4.1.3 Konflik Menjauh-Menjauh (Avoidance-Avoidance Conflict)

Konflik ini terjadi apabila timbul dua motif yang negatif, dan muncul kebimbangan karena menjahui motif yang satu berarti harus memenuhi motif yang lain

yang juga negatif. Seseorang yang mengalami konflik menjauh-menjauh adalah apabila kedua konflik yang datang keduanya memiliki nilai negatif bagi orang tersebut. Berikut kutipan yang menggambarkan konflik menjauh-menjauh yang dialami oleh tokoh utama dalam novel Rindu karya Tere Liye.

―Gori Penjagal tidak ingin membunuhku. Dia ingin membunuh orang tua itu, yang sayangnya sudah mati. Tidak bisa dibunuh lagi. Diantar atau tidak, aku tetap ke sana. Aku mau menemuinya sekarang.‖ (Rindu, 2014:360)

Dari kutipan di atas menggambarkan bahwa Daeng Andipati terlibat konflik menjauh-menjauh yang dimana semua nya bersifat negatif dan negatif karena orang tua yang Daeng Andipati maksud dalam kutipan di atas adalah Ayahnya sendiri yang sangat kejam dan selalu menyiksa Ibunya, dan sebenarnya Gori Penjagal itu ingin membalas dendam kepada Ayah Daeng Andipati yang sudah meninggal, tetapi Gori Penjagal tidak tahu dan malah berimbas mencelakai Daeng Andipati yang sebenarnya juga sangat membenci Ayahnya, akibat perbuatan Ayahnya di masa lalu Daeng Andipati jadi terluka fisik dan juga batin secara bersamaan karena mengingat perlakuan Ayahnya di masa lalu.

―Seberapa benci kau pada Ayahku?‖ Daeng Andipati akhirnya membuka mulut. Bertanya dengan suara bergetar. (Rindu, 2014:362)

Sosok itu memukul tangannya yang terikat borgol ke jeruji, membuat suara kencang. Mengagetkan semua orang.

―Aku kenal siapa kau, Gori. Usiaku belasan tahun saat kau menjadi tukang pukul nomor satu ayahku.‖ Suara Daeng Andipati terdengar makin serak,

―SEBERAPA BENCI KAU PADA AYAHKU, HAH? (Rindu, 2014:362)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Daeng sangat-sangat membenci ayahnya karena pada saat umur belasan tahun Daeng Andipati sudah menyaksikan kekerasan yang dilakukan oleh ayahnya dan anak buahnya. Bahkan ayahnya memukuli ibunya

sendiri, dan sekarang Daeng Andipati menjadi sasaran balas dendam Gori mantan tukang pukul ayahnya yang mempunyai dendam terhadap ayahnya.

―SEBERAPA BENCI GORI? Karena jika kau kumpulkan seluruh kebencian itu. Kau gabungkan dengan kebencian orang-orang yang telah disakiti Ayahku, maka ketahuilah, Gori, kebencianku pada orang tua itu masih lebih besar. KEBENCIANKU masih lebih besar dibandingkan itu semua!‖ Suara Daeng Andipati bergema di lorong-lorong mesin. Matanya menatap nanar ke seberang jeruji. (Rindu, 2014:362)

―Tapi orang itu sudah mati, Gori. Tubuhnya sudah jadi tulang-belulang di dalam tanah. Lihatlah, sudah lima tahun orang itu mati… dan tidak setetes pun kebencian di hatiku berkurang. Sebaliknya, tambah pekat, tambah banyak.‖ (Rindu, 2014:363)

Dari kutipan di atas muncul konflik yang di mana Daeng Andipati tidak bisa melupakan kejahatan yang telah dilakukan Ayahnya di masa lalu dan membuatnya sangat membenci Ayahnya sendiri, bahkan sampai Ayahnya sudah mati pun ia masih sangat membenci Ayahnya, malah semakin hari bukannya kebenciannya terhadap Ayahnya memudar, tetapi sebaliknya semakin bertambah setiap harinya. Bahkan jika Daeng Andipati disuruh mengumpulkan kebenciannya lebih daripada kebencian Gori dan orang-orang yang pernah disakiti Ayahnya. Atas perilaku Ayahnya terhadap Daeng Andipati dan keluarganya yang bertindak semaunya, sampai ingin membunuh Daeng Andipati saat kecil dan kehilangan Ibunya saat masih muda.

―Tapi orang-orang hanya melihat kulit luarnya saja. Keluarga bahagia, terlihat kompak, selalu tersenyum. Mereka tidak tahu apa yang kami alami di rumah.. Ayahku suka memukul. Jika marah, dia akan memukul kami.

Dia juga suka memukul Ibu. Tidak terbilang berapa banyak pukulan yang diterima oleh Ibu. Aku kadang menangis melihatnya. Tidak habis pikir mengapa Ibu tetap bertahan. Mencintai Ayah begitu besar setelah perlakuan kasar yang diterimanya. Jika ada acara diluar Ibuku harus memakai bedak tebal demi menutupi lebam biru. Memakai kerudung lebar agar tidak terlihat rambutnya yang terbakar. mengenakan pakaian tertutup agar tidak nampak luka di badannya.‖ (Rindu, 2014:367)

Dalam kutipan di atas Daeng Andipati mengalami konflik terhadap dirinya. Dia merasa tidak benar-benar bahagia seperti yang orang lain bayangkan, ia merasa tersiksa walaupun memiliki harta yang berlimpah tetapi tidak bahagia sama sekali akibat perbuatan yang dilakukan oleh Ayahnya kepada keluarga mereka, Ayahnya yang suka memukul Daeng dan juga saudaranya, bahkan Ayahnya juga memukul Ibunya. Ayahnya sangat kasar. Karena itu ia sangat membenci Ayahnya bahkan saat ia dewasa pun dan Ayahnya sudah tiada ia tetap tidak bisa memaafkan Ayahnya, tetapi malah semakin membenci Ayahnya.

―Hanya karena gagal melaksanakan tugas, cukup bagi Ayah untuk menghukum anak buahnya. Di rumah, hanya karena kami menumpahkan air di lantai, cukup bagi Ayah menampar. Hanya karena masakan Ibu tidak enak, cukup bagi Ayah menendangnya. Untuk besok lusa, di hadapan kolega, pejabat, dan pembesar Ayah berlagak seperti orang baik sedunia.

Bngsawan terhormat. Itu semua dusta Gurutta, kebangsawanannya semua dusta-― (Rindu, 2014:368)

Dalam kalimat di atas Daeng Andipati mengalami konflik terhadap dirinya ketika menceritakan tentang masa lalu yang pernah dialami nya di keluarganya, ia menceritakan kepada Gurutta bagaimana kejamnya Ayahnya kepada dia, kakak-kakaknya, adiknya, dan juga Ibunya. Ayahnya selalu memukuli mereka karena hal yang sepele, dan berlagak baik ketika bertemu dengan para koleganya. Kejadian itu sangat membekas bagi Daeng sehingga masih mengingatnya sampai sekarang dan menceritakannya kembali kepada Gurutta semakin menimbulkan rasa bencinya terhadap Ayahnya.

―Usiaku lima belas tahun saat aku menyaksikan kejadian pilu itu. ayah memukuli ibuku karena alasan sepele. Ibu lupa membuatkan kopi untuknya. Ibu dipukul, ditendang, hingga terduduk di sudut ruangan. Ayah pergi sambil berseru-seru marah. Aku memeluk Ibu. Kakak-kakak dan adikku terlalu takut. Mereka bersembunyi di kamar. Aku masih bisa

menatap wajah Ibu yang lebam, rambutnya yang kusut masai. Aku memeluknya menangis‖ (Rindu, 2014:369)

Dari kutipan di atas menggambarkan bahwa Daeng Andipati mengingat jelas kejadian masa lalu yang pernah dialami nya, kejadian yang sangat membekas dalam diri nya hingga menimbulkan rasa benci yang sangat mendalam kepada Ayahnya karena telah berperilaku seperti itu kepada Ibu Daeng Andipati.

―Sejak hari itu, Ibu jatuh sakit. Dan enam bulan kemudian, dia meninggal.

Aku menemaninya di tempat tidur saat dia pergi selama-lamanya. Enam bulan terakhir tidak sekalipun Ayah datang ke kamar Ibu di rawat.‖

(Rindu, 2014:369)

Dari kutipan tersebut, Daeng Andipati menyaksikan kekejaman Ayahnya. Ia merasa dendam kepada Ayahnya yang tidak berfikir untuk berhenti menyiksa keluarganya sendiri. Daeng Andipati bahkan berjanji untuk tidak membesarkan anak-anaknya dengan kekejaman seperti apa yang telah dilakukan oleh Ayahnya, ia tidak ingin mengingat kejadian itu lagi.

―Ayahku sudah meninggal lima tahun lalu. Ribuan orang datang mengantarnya ke pemakaman. Dimakamkan di samping Ibu. Kami tujuh bersaudara juga pulang semua. Kami telihat sedih dan kehilangan. Tapi kami sudah terlalu pandai bersandiwara sejak kecil. Mereka tidak tahu, setelah pemakaman, kami dalam diam berpisah satu sama lain. Kakak-kakaku kembali ke kota masing-masing, tanpa bicara sepatah katapun.

Aku pikir dengan meninggalnya Ayah, kebencian itu akan berkurang.

Nyatanya tidak. Aku hidup dalam kubangan yang sama.‖ (Rindu, 2014:371)

Dalam kutipan di atas Daeng Andipati mengalami konflik dengan dirinya ia merasa akibat perbuatan Ayahnya di masa lalu Daeng Andipati dan kakak-kakaknya menjadi seperti orang asing, sangat jauh dan jarang berkomunikasi satu sama lain.

Bahkan saat pemakaman Ayahnya mereka semua datang dan berkumpul tapi saat pemakaman selesai mereka pergi satu-persatu tanpa ada sepatah kata pun yang mereka

ucapkan satu dengan yang lainnya. Ia pikir dengan meninggalnya Ayahnya kebencian itu akan berkurang nyatanya tidak sama sekali.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Konflik batin tokoh utama disebabkan oleh adanya keinginan atau gagasan yang saling bertentangan. Konflik batin ini pada umumnya melanda setiap orang dalam hidupnya, dalam kenyataan tidak semua orang mampu mengatasi konflik batin yang terjadi pada dirinya, sehingga memerlukan bantuan dari orang lain yang lebih memahami.

Berdasarkan hasil analisis terhadap novel Rindu karya Tere Liye dapat di simpulkan bentuk-bentuk konflik batin yang terjadi pada tokoh utama dan factor-faktor yang mempengaruhinya adalah sebagai berikut:

1. Konflik Mendekat-Mendekat (Approach-Approach Conflict)

Konflik ini terjadi ketika tokoh utama Daeng Andipati mengalami kejadian yang dimana kedua kejadian itu bersifat positif-positif dan tidak ada kerugian di dalamnya. Konflik batin yang digambarkan dari kutipan konflik mendekat-mendekat adalah dimana tokoh utama Daeng Andipati mendapatkan kebahagiaan, kesenangan, dan juga rasa syukur kepada Allah.

2. Konflik Mendekat-Menjauh (Approach-Avoidance Conflict)

Konflik ini terjadi ketika tokoh utama Daeng Andipati mengalami kejadian yang dimana kedua kejadian itu bersifat posiif-negatif. Konflik batin yang digambarkan dari kutipan konflik mendekat-menjauh adalah bersyukur, berserah diri kepada Allah, dan berusaha untuk mengendalikan hati.

3. Konflik Menjauh-Menjauh (Avoidance-Avoidance Conflict)

Konflik ini terjadi ketika tokoh utama Daeng Andipati mengalami kejadian yang dimana kedua kejadian itu bersifat negatif-negatif. Konflik batin yang digambarkan dari kutipan konflik menjauh-menjauh adalah kekecewaan, kebencian, dan trauma masa lalu.

5.2 Saran

Dari penelitian ini, penulis memberikan beberapa saran yaitu:

1. Penelitian ini khusus membahas konflik batin tokoh utama pada novel ―Rindu”

karya Tere Liye. Oleh sebab itu, penulis menyarankan untuk penelitian selanjutnya meneliti novel ―Rindu” karya Tere Liye dalam ruang lingkup yang lebih luas lagi. Terutama dengan aspek dan kajian yang berbeda.

2. Penelitian ini, hendaknya diteliti dari sudut pandang yang berbeda karena novel

―Rindu” karya Tere Liye ini menarik untuk dikaji dan memiliki banyak nilai-nilai yang perlu dikaji.

3. Bentuk konflik batin yang terkandung dalam novel ―Rindu” karya Tere Liye ini dapat menjadi pelajaran dalam mengendalikan diri dalam menghadapi konflik harus lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.

4. Dalam penelitian ini sebaiknya tidak bertumpu pada satu pendapat para ahli melainkan diperlukan beberapa pendapat para ahli. Hal ini bertujuan agar penelitian tersebut memiliki kompleksitas dan bermanfaat bagi penelitian selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Edisi ke-4).2008. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Endraswara, S. (2008). Metode Penelitian Psikologi Sastra. Yogyakarta: Media Pressindo.

Endraswara, S. (2013). Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: CAPS.

Minderop, Albertine. 2011. Psikologi Sastra : Karya Sastra, Metode, Teori dan Contoh Kasus. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Tantawi, Isma. 2013. Terampil Berbahasa Indonesia. Bandung: Cipta Pustaka Media Perintis.

Tantawi, Isma. 2014. Bahasa Indonesia Akademik. Bandung: Cipta Pustaka Media.

Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.

Ratna, Nyoman Khuta. 2006. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Hasan, Iqbal. 2009. Analisis Data Penelitian dengan Statistika. Jakarta: Bumi Aksara.

Irwanto, dkk. 2002. Psikologi Umum: Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta: Prenhallindo.

Liye, Tere. 2014. Rindu. Jakarta: Republika.

Aminuddin. 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Jakarta: Sinar Baru.

Tarigan, Hendry Guntur. 1984. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.

Qodratillah, Meity Taqdir. 2011. Kamus Bahasa Indonesia Untuk Pelajar. Jakarta:

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Winardi. 2007. Manajemen Konflik: Konflik Perubahan dan Pengembangaan.

Bandung: Mandar Maju.

Zubir, Zaiyardan. 2010. Budaya Konflik dan Jaringan Kekerasan: Pendekatan Penyelesaian Berdasarkan Kearifan Lokal Minangkabau.

Yogyakarta: INSISTPress.

Rahayu, Wiwik. 2015. ―Konflik Batin Tokoh Utama dalam Novel Detik Terakhir Karya Alberthiene Endah‖ (Skripsi) Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri

Yogyakarta. https://eprints.uny.ac.id/26752/

Pratiwi, Nurul. 2020. ―Konflik Batin Tokoh Utama dalam Novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan Karya Ihsan Abdul Quddus‖ (Skripsi) Program Studi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Muhammadiyah Makassar.

https://digilibadmin.unismuh.ac.id/upload/11521-Full_Text.pdf

Noviyanti, Putri Bekti dkk. (2018). Konflik Batin Tokoh Utama Pada Novel Lelaki Harimau Karya Eka Kurniawan: Pendekatan Psikologi Sastra.

Jurnal Caraka. Volume 5.

https://jurnal.ustjogja.ac.id/index.php/caraka/article/view/4013

Melati, Sukma, Tiyas, Pipit Warisma, dan Mekar Ismayani. 2019. Analisis Konflik Tokoh Dalam Novel Rindu Karya Tere Liye. Junal Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia, 2(2), 229-238.

https://journal.ikipsiliwangi.ac.id/index.php/parole/article/view/2 691

Lampiran I

Sinopsis Novel Rindu

Novel Rindu menceritakan tentang perjalanan panjang sebuah kerinduan. 1 Desember 1938 Pertama kalinya dalam sejarah kota Makassar sebuah perjalanan sakral akan dilaksanakan menggunakan kapal uap yang sangat besar pada zamannya. Blitar Holland demikian tertulis di lambung kapalnya, tidak ada bangunan lain di Makassar yang bisa menandingi tinggi menara uapnya kala itu. Sebuah perjalanan rasa rindu yang banyak menimbun beban di dalam hati. Mulai dari bagaimana tokoh utama dalam novel yang bernama Daeng Andipati bersama keluarganya menempuh perjalanan haji di masa lalu. Kemudian seseorang yang menempuh perjalanan hidup dengan penuh rasa benci.

Sebuah kebencian karena kehilangan cintanya. Latar waktu yang digunakan pada novel ini adalah pada masa penjajahan Belanda. Pada masa itu, pemerintah Belanda memberikan fasilitas untuk menunaikan ibadah haji bagi warga pribumi yang memiliki kemampuan. Perjalanan haji pada waktu itu dilakukan menggunakan kapal laut yang merupakan alat transportasi paling modern pada waktu itu.

Diceritakan keluarga Daeng Andipati, seorang pengusaha muda dari Kota Makassar, berencana memulai sebuah perjalanan panjang bersama istri dan dua anak gadisnya, Elsa dan Anna. Keluarganya begitu berbahagia (kelihatannya) tapi dalam perjalanan panjang ini terkuak pertanyaan-pertanyaan termasuk Daeng Andipati.

Mereka semua tampak bahagia, namun tidak mengetahui maksud tersembunyi dari ayahnya. Selain itu ada juga Ambo Uleng, mantan pelaut yang melamar menjadi kelasi di Kapal Blitar Holland, terlihat diam dan tak banyak bicara. Ambo Uleng memang

membutuhkan perjalanan ini tapi bukan untuk mengantarnya ke suatu tujuan, namun untuk pergi lenyap menghilang dari kota asalnya, meninggalkan masa lalu yang menyesakkan. Hidupnya hampir ia habiskan di atas laut. Ia juga menaiki kapal yang sama dengan keluarga Daeng namun ia tidak memiliki tujuan hidup. Ia hanya berkeinginan untuk pergi jauh dari kampung halamannya. Ada juga tokoh wanita keturunan Tionghoa bernama bunda Upe yang sering mengajar ngaji anak-anak di mushola kapal. Kemudian dari perjalanan Surabaya – Semarang, ada tokoh Bapak Mangoenkoesoemo dan Bapak Soeryaningrat, dua tokoh pendidikan di Surabaya.

Mereka yang akan bergantian mengajari anak-anak di sekolah kapal. Kedua tokoh ini yang meramaikan suasana perjalanan di kapal dengan dijadikan bahan olokan dan bercanda oleh Elsa dan Anna, kedua putri Daeng Andipati. Ada juga tokoh lain seorang ulama asal Makassar bernama Gurutta Ahmad Karaeng. Ia selalu melaksanakan sholat berjamaah dan satu waktu ia ingin menyelenggarakan pengajian di kapal. Ia juga sering menjawab pertanyaan dari orang-orang dengan baik. Namun sebenarnya ia juga menyimpan sebuah pertanyaan yang tak seorang pun mampu menjawabnya.

Lampiran II

Biografi Tere Liye

Tere Liye lahir pada 21 Mei 1979, ia merupakan anak dari seorang petani biasa yang tumbuh dewasa di pedalaman Sumatera. Nama asli Tere Liye adalah Darwis. Tere Liye hanya nama pena yang diberikan di setiap karyanya.

Tere Liye adalah anak keenam dari tujuh bersaudara. Kehidupan masa kecil yang dilalui Tere Liye penuh dengan kesederhanaan yang membuatnya tetap sederhana hingga kini.

Sosok Tere Liye terlihat tidak banyak gaya dan tetap rendah hati dalam menjalani kehidupannya.

Tere Liye menempuh pendidikan dasar di SD Negeri 2 Kikim Timur, Sumatera Selatan. Kemudian ia melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 2 Kikim, Sumatera Selatan. Setelah itu, pendidikan menengah atasnya di SMAN 9 Bandar Lampung.

Setelah lulus SMA, ia melanjutkan pendidikan tingginya di Universitas Indonesia dan berkuliah di Fakultas Ekonomi.

Tere Liye menikah dengan Riski Amelia, dan dari pernikahan tersebut mereka dikaruniai dua orang anak yaitu Abdullah Pasai dan Faizah Azkia.

Karya-Karya Tere Liye:

Hafalan Shalat Delisa (2005)

Moga Bunda Disayang Allah (2005)

Kisah Sang Penandai (2007)

Bidadari – Bidadari Surga (2008)

Sunset Bersama Rosie (2008)

Rembulan Tenggelam di Wajahmu (2009)

Burlian (2009)

Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin (2010)

Pukat (2010)

Eliana (2011)

Ayahku (BUKAN) Pembohong (2011)

Negeri Para Bedebah (2012)

Berjuta Rasanya (2012)

Sepotong Hati Yang Baru (2012)

Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah (2012)

Amelia (2013)

Negeri Di Ujung Tanduk (2013)

Bumi (2014)

Rindu (2014)

Dikatakan Atau Tidak Dikatakan, Itu Tetap Cinta (2014)

Bulan (2015)

Pulang (2015)

Matahari (2016)

Hujan (2016)

Tentang Kamu (2016)

#AboutLove (2016)

#AboutFriends (2017)

Bintang (2017)

Ceros dan Batozar (2018)

Komet (2018)

Pergi (2018)

Hanya Sebuah Percaya (2018)

Si Anak Kuat (2018)

Si Anak Spesial (2018)

Si Anak Pintar (2018)

Si Anak Pemberani (2018)

Si Anak Cahaya (2018)

Si Anak Badai (2019)

#AboutLife (2019)

Sungguh Kau Boleh Pergi (2019)

Komet Minor (2019)

Selena (2020)

Nebula (2020)

Selamat Tinggal (2020)

The Gogons 2 : Dito & Prison of Love (2020)

Pulang – Pergi (2021)

Si Anak Pelangi (2021)

Lumpu (2021)

Si Putih (2021)

Janji (2021)

Toki: Si Kelinci Bertopi (2021)

Suku Penunggang Layang-Layang (2021)

Malam Yang Menegangkan (2021)

Apel Emas (2021)

Dokumen terkait