• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Bandara dan Lingkungan

2.4. Konsep Nilai Kerja

Sebelum membahas mengenai definisi dan konsep nilai kerja, penting untuk dibahas terlebih dahulu konsep kinerja. Mangkuprawira dan Hubeis (2007) menyatakan bahwa kinerja merupakan hasil dari proses pekerjaan tertentu secara terencana pada waktu dan tempat dari karyawan, serta organisasi bersangkutan. Ukuran kinerja dapat dilihat dari sisi jumlah dari sisi jumlah dan mutu tertentu, sesuai standar organisasi atau perusahaan. Hal itu sangat terkait dengan dengan fungsi organisasi dan atau pelakunya. Mangkuprawira dan Hubeis menambahkan bahwa agar diperoleh hasil sesuai standar perusahaan dan industri, maka kinerja perlu dikelola. Untuk itu, perusahaan perlu mengelola faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan.

Robbins (2006) mendefinisikan kinerja sebagai fungsi dari interaksi antara kemampuan, motivasi, dan kesempatan. Kesempatan kerja itu sendiri merupakan tingkat kinerja yang tinggi yang merupakan sebagian fungsi dari ada tidaknya rintangan-rintangan pengendali perilaku pegawai tersebut. Hubungan ketiga faktor tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.

Sumber : Robbins (2006)

Gambar 4. Hubungan Kemampuan, Motivasi, dan Kesempatan

Pernyataan Robbins (2006) hampir sama dengan pernyataan Hersey dan Blanchard (1994) yang menyatakan bahwa kinerja merupakan fungsi dari motivasi dan kemampuan, dimana penilaian kinerja yang baik didasarkan pada derajat kesediaan dan kemampuan tertentu yang mendukung individu tersebut melaksanakan pekerjaan yang dihadapinya. Namun, kondisi tersebut tidak langsung memberikan dampak peningkatan kinerja tanpa didukung oleh

Kemampuan

pengarahan dari atasan, pemahaman terhadap pekerjaan, dan lingkungan tempat bekerja.

Mathis dan Jackson (2002) mengatakan bahwa kinerja dapat diartikan sebagai sesuatu hal baik yang dilakukan maupun yang tidak dilakukan. Mathis dan Jackson menambahkan bahwa kinerja karyawan sangat berpengaruh terhadap produktivitas perusahaan. Pengaruh ini dapat dilihat dari seberapa banyak kontribusi yang mereka berikan kepada organisasi, yang meliputi: kuantitas output, kualitas output, dan jangka waktu penyelesaian pekerjaan, sikap kooperatif, dan kehadiran di tempat kerja.

Pimpinan suatu organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu pegawai dengan pegawai lainnya yang berada di bawah pengawasannya, walaupun pegawai-pegawai bekerja bekerja pada tempat yang sama. Secara garis besar, perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor individu dan situasi kerja (As’ad, 2000). Gibson et al., (2005) menyatakan bahwa terdapat tiga perangkat variabel yang mempengaruhi perilaku dan prestasi kerja atau kinerja, yaitu:

1. variabel individual; terdiri dari kemampuan dan keterampilan (mental dan fisik), latar belakang (keluarga, tingkat sosial, penggajian), dan demografis (umur, asal-usul, jenis kelamin).

2. variabel organisasional; terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain pekerjaan.

3. variabel psikologis, terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar, motivasi, dan kepuasan.

Timple dalam Mangkunegara (2005) menyatakan bahwa pencapaian kinerja dipengaruhi oleh faktor internal (disposisional), yaitu dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang, dan faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari lingkungannya, seperti perilaku, sikap, dan tindakan dari rekan-rekan kerja, bawahan, atau pimpinannya, fasilitas kerja, dan iklim organisasi. Pernyataan Timple berbeda dengan pernyataan Simamora dalam Mangkunegara (2005), dimana Simamora berpendapat bahwa kinerja dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor individual, faktor psikologis, dan faktor organisasi. Faktor individual meliputi kemampuan dan keahlian, latar belakang, dan demografi. Faktor

psikologis meliputi persepsi, attitude, personality, pembelajaran, dan motivasi. Sementara itu, faktor organisasi meliputi sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur, dan job design.

Berdasarkan kerangka teori tentang kinerja yang dikemukakan oleh para pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan mencakup aspek tangible dan intangible, sehingga dalam penilaian output dari kinerja harus memperhatikan kedua aspek tersebut. Dalam berbagai kajian penelitian sumber daya manusia, kinerja seringkali dijadikan tolak ukur atau indikator akhir penelitian. Hal ini dikarenakan kinerja merupakan suatu tolak ukur keberhasilan pelaksanaan suatu organisasi.

Ukuran dari kinerja dapat ditinjau dari berbagai aspek, seperti aspek pemasaran, operasional, keuangan, dan sumber daya manusia, dengan berbagai macam alat ukur yang berbeda-beda. Dalam sisi sumber daya manusia, kinerja dipengaruhi oleh berbagai faktor pendukung lainnya, seperti kenyamanan kerja, motivasi, kompensasi, budaya, nilai kerja, dan sebagainya.

Suatu nilai kerja diperoleh dari kaitan atau hubungan antara persyaratan, seperti kebutuhan sosial (social needs) dengan kepuasan lingkungan (environmental satisfaction) yang mempengaruhinya. Demikian pula lingkungan sangat dipengaruhi oleh hasil dari nilai kerja yang ada.

Nilai kerja adalah suatu kesadaran dari setiap pencapaian organisasi terhadap kepuasan yang akan terjadi di lingkungan luar organisasi. Hal ini hanya terjadi apabila terjadi sebagai kepuasan yang dirasakan di lingkungan luar organisasi dan yang menimbulkan pula kesadaran dengan menjadikan kepuasan pada nilai kerja yang terpilih secara berarti (significant) di lingkungan dalam organisasi yang ada. Oleh karena itu refleksi dari motivasi nilai kerja yang begitu banyak di lingkungan dalam organisasi terasa kemudian di lingkungan luarnya, begitu pula sebaliknya.

Teori nilai kerja adalah refleksi dari hubungan antara motivasi (motivation) dan pelayanan yang ada (services). Ia juga merupakan kaitan antara (performance) di dalam organisasi dan harapan orang lain (expectations of others) di luar lingkungan organisasi. Teori nilai merupakan rasa kesungguhan (seriousness)dan

harapan dari orang lain (the importance of hope of others). Suatu perbedaan antara seleksi nilai (value selections) dan kepuasan nilai (value satisfactions).

Kepuasan tersebut dapat dibuat sebagai suatu peringkat dari yang paling menentukan dan yang kurang menentukan, bahkan tidak menentukan. Oleh karena itu, perlu ada penilaian kepuasan orang di lingkungan organisasi yang ada. Begitu juga kepuasan yang terjalin antara lingkungan dalam dan lingkungan luar organisasi.

Dengan demikian nilai kerja adalah sesuatu yang relatif mempunyai arti kualitas terhadap suatu objek. Kualitas yang ada dalam wujud yang baik maupun yang buruk bergantung pula pada dampak yang akan terjadi sebagai akibatnya. Jadi nilai adalah sesuatu yang tidak harus selalu terkait dengan lingkungannya, bukan juga sesuatu yang menjadi bagian dari lingkungan luar yang ada. Namun, bukan juga sesuatu yang bebas dari kaitannya dengan lingkungan luar organisasi itu sendiri. Sekali nilai bergerak maka akan terasa di lingkungan luarnya. Dengan perkataan lain, nilai yang dirasakan bergantung dari bagaimana totalitas perilaku yang ada dari berbagai nilai yang dilaksanakan.

Menurut Schwartz dan Bilsky (1987), nilai kerja mencerminkan adanya keterkaitan ciri-ciri antara berbagai definisi mengenai nilai ini, antara lain adalah mempunyai aspek: (1) konsep (concepts) dan kepercayaan (beliefs); (2) suatu keadaan akhir yang diinginkan (desirable end states) atau perilaku yang melampaui situasi yang spesifik; (3) penuntun seleksi dan evaluasi (guides for selections and evaluation) dari perilaku dan kejadian atau tindakan; (4) tersusun atas dasar kedudukan kepentingan yang relatif. Dalam penelitian ini, nilai digambarkan sebagai kualitas yang ditunjukkan oleh orang yang melakukannya dan yang berdampak pada lingkungannya.

Pemikiran mengenai nilai kerja yang terkait dengan organisasi banyak sekali. Suatu teori nilai kerja harus bergerak lebih jauh dari sekedar ciri-ciri nilai yaitu hubungan antara kepuasan atau kebutuhan dan lingkungan yang ada. Nilai kerja baru mempunyai arti yang penting apabila nilai tersebut mempunyai maknanya masing-masing terhadap perubahan yang terjadi dalam waktu yang berjalan (Schwartz dan Bilsky, 1987).

Ada anggapan bahwa para individu mempengaruhi lingkungan dengan cara yang sesuai dengan tindakan atau perilakunya (Goffman, 1980). Tindakan dan perilaku adalah refleksi dari nilai yang diketahui dalam berorganisasi. Dalam hal ini, nilai dapat pula digambarkan sebagai adanya nilai yang relatif tinggi (higher order of values) dan nilai yang relatif rendah (lower order of values). Nilai yang mempunyai makna yang tinggi adalah nilai yang lebih luas dan yang bersifat stabil serta melingkupi keseluruhan organisasi. Contoh dari nilai yang tinggi adalah sikap respect bagi para pegawai yang bekerja pada mereka yang dilayani. Sementara yang mempunyai arti yang lebih rendah adalah nilai yang merupakan strategi dari manajemen yang sekarang sedang memimpin dan yang cukup adaptif terhadap perubahan di dalam lingkungan. Dalam penelitian ini lebih banyak perhatian yang tertuju pada nilai yang relatif lebih rendah yang mempengaruhi pada lingkungannya. Kenyataan yang ada di dalam suatu lingkungan adalah refleksi dari perilaku yang menghasilkan simbol dan tanda-tanda.

Nilai terkait dalam suatu hubungan dari para individu dengan apa yang sebenarnya terjalin dan yang diketahui serta direncanakan - walaupun tersembunyi - sebagai suatu tindakan. Dengan demikian, perilaku yang mempunyai arti (meaning) sangat terkait dengan konteks dari para individu yang melakukan suatu tindakan (behaviour). Sedangkan arti (meaning) ini juga merupakan refleksi dari nilai kerja yang sedang dijalankannya dalam berorganisasi. Jadi, ekspresi perilaku (behavioural expression) yaitu membuat informasi tersedia bagi orang lain bukan sebagai tindakan akhir (end result), melainkan merupakan efek samping (side effect) dari perilakunya (Goffman, 1980).

Interaksi nilai kerja adalah nilai-nilai yang dianut oleh para pimpinan, staf dan karyawan secara keseluruhan dalam kerjanya, yaitu dari mereka yang berada di lingkungan dalam organisasi yang melayani lingkungan luarnya. Sedangkan pada lingkungan luar yaitu manusia yang bukan karyawan, tetapi terkait dengan bandara yang berada di lingkungan luar bandara karena keperluan atau kebutuhannya. Lingkungan luar juga meliputi lingkungan sosial yaitu mereka yang dilayani, tetapi tidak bekerja di organisasi.

Adanya keterkaitan antara kedua hal tersebut karena adanya kebutuhan untuk melayani organisasi dengan sebaik-baiknya yang terkait dengan mereka

yang membutuhkan pelayanan yang baik. Begitu juga lingkungan buatan (fisiknya) seperti gedung-gedung, landasan pesawat terbang dan lingkungan alami yaitu di mana bandara itu berada dengan segala sentuhan tangan manusia yang membuat lapangan terbang itu bisa turun dan naik dengan aman dan lingkungan terasa menarik.

Ketiga aspek lingkungan ini merupakan lingkaran yang saling bersentuhan dan bertemu di titik tengah lingkaran. Keterkaitan ini juga dimungkinkan oleh karena adanya unsur lain yang bergerak sekaligus, yaitu unsur manusia dalam proses sistem sosial dan proses sistem organisasi. Keduanya bergerak sebagai suatu sistem yang terpadu dan terkait antara berbagai elemen organisasi. Dalam proses kedua unsure tersebut, manusia menjadi unsur sentral dalam menggerakkan seluruh kegiatan organisasi dalam kesatuan gerak dan keseluruhan struktur organisasinya dalam suatu tindakan yang padu.

Budaya menunjukkan bahwa pilihan nilai oleh manusia untuk berbuat sesuai dengan nilai yang dianutnya dan diterjemahkannya dalam bentuk tindakan keseharian yaitu suatu ritual yang menciptakan menciptakan iklim (climate). Memilih nilai (values) adalah bentuk perilaku yang terikat dalam suatu koherensi secara menyeluruh (coherent whole) dari sistem sosial maupun organisasi sebagai suatu sistem yang terbuka. Pembentukan pola (pemolaan) dan integrasi (karena berlaku sama bagi setiap orang) ini adalah esensi dari budaya (pattern of culture) (Schein, 1997).

Sumber: Stinchcombe (1968)

Gambar 5. Pengaruh Nilai Kerja terhadap Lingkungan Motivasi Kerja Nilai

Norma Peran Perilaku Organisasi Tujuan Organisasi Melayani di Lingkungan Sosial, Lingkungan buatan, dan Lingkungan alami

Dikatakan sebagai budaya korporat karena adanya kesamaan pandang (philosophy) dalam melaksanakan kerjanya sehari-hari. Begitu pula adanya simbol yang sama yaitu pimpinannya yang dibanggakan oleh para anak-buahnya karena kesuksesannya atas prestasi yang dicapainya dalam membawa kemajuan bagi setiap kegiatan pelayanan yang dilakukannya itu. Selain itu ada pula doktrin pelayanan yang sama dalam menjalankan organisasinya. Pengaruh nilai kerja terhadap lingkungan disajikan pada Gambar 5.

Pengaruh kegiatan para karyawan, staf dan pimpinan pada lingkungan dilakukan secara proporsional terhadap waktu yang diberikan sebagai bentuk perhatian pada kegiatan masing-masing. Oleh karena itu aspek waktu yang perlu diperhatikan adalah berapa banyak waktu yang diberikan untuk kegiatan yang dapat mempengaruhi lingkungan. Hal ini tergantung pula dari waktu yang diberikan kepada kelompok kerja. Kehadiran saja di dalam suatu lingkungan hanya menghasilkan simbol dan tanda-tanda. Singkatnya para individu yang bekerja akan memancarkan berbagai ekspresi yang ada dan berapa banyak jumlah mereka yang terlibat dalam kegiatan tersebut (Stinchcombe, 1968).

Gambar 6. Sistem sosial dan Lingkungan

Faktor yang mendorong dan menggerakkan ketiga hal ini adalah motivasi yang merupakan bagian terdalam dan tersembunyi. Hal ini mampu mendorong

Sistem Sosial

Motivasi kerja

Melahirkan Nilai kerja:

Karyawan yang berinteraksi dan bersinergi dengan managerial skills di lingkungan dalam organisasi Norma Role (peran) Pelayanan Sosial Perilaku sosial Keberlanjutan Lingkungan S,B,A Peningkatan Kualitas Pelayanan Pelayanan Adaptif pada Lingkungan

manusia sebagai sistem sosial untuk menggerakkan organisasi seperti sosial, ekonomi, budaya dan lainnya. Sub-unsur nilai dan norma melekatkan manusia dalam berbuat menurut pikiran sehat yang melembaga. Menurut Buckley (1967): A social system is characterized by an institutionalized value system. The social system’s first functional imperative is to maintain the integrity of that value system and its institutionalization. Sistem sosial dan lingkungan disajikan pada Gambar 6.

Tidak ada sistem sosial maupun organisasi yang dapat memenuhi kebutuhan energi sendiri atau bertahan sendiri. Faktor manusia adalah elemen paling penting yang selalu dapat memperbaharui energinya, baik yang didapat dari lingkungan dalam organisasi maupun dari lembaga lain atau dari luar. Oleh karena itu, agar suatu organisasi dapat hidup terus (survive) maka harus selalu ada pembaharuan dan penyegaran yang di dalam bahasa ilmu perilaku disebut sebagai energi yang diperbaharui (renewable energy), bagi mereka yang berada di dalam organisasi agar selalu terjadi keseimbangan (equilibrium). Sementara lingkungan luar juga memberi masukan (input) bagi lingkungan dalam organisasi melalui sesuatu yang disebut sebagai masukan kembali (feedback loop). Masukan tersebut bisa saja datang dari luar organisasi di luar lingkungan seperti lingkungan usaha, lingkungan budaya, lingkungan kesejahteraan dalam bentuk data dan informasi lainnya. Semua ini untuk mereka yang berada di dalam organisasi agar dapat memperbaiki energi yang hilang dan berjalan kembali sesuai dengan misi yang diemban. N or m a dan P er an Sistem Orga nisasi Nilai M aintana nce S truc tur e Pe nga wasan, Stea dy S ta te dan Ke se im ba nga n Nega tive Entropy

Sta bilitas dan F leksibilita s

Adapta bilitas dan Pr ediktabilita s Kebe rla njuta n

Lingkungan ter pelih ara

Sistem Sosia l

Jadi, lingkungan disini tidak terlepas dari lingkungan sosial yang ada di luar organisasi, yaitu mereka yang dilayani oleh segala perangkat yang ada di PT. Angkasa Pura I yaitu di lingkungan sosial di dalam organisasi sebagai misi organisasi. Gambar gabungan antara sistem sosial dan organisasi sebagai suatu sistem dapat pula disederhanakan dalam bentuk seperti yang disajikan pada Gambar 7.

Berdasarkan uraian mengenai konsep nilai kerja, maka pada penelitian ini, indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur nilai kerja dirumuskan dari berbagai teori nilai kerja dan hasil wawancara pra penelitian dengan pihak manajemen PT Angkasa Pura I dan pihak pengelola bandara, dimana diperoleh 16 indikator nilai kerja (kepedulian lingkungan di luar perusahaan, ksatria/sportif, kepedulian terhadap adat istiadat setempat, kebersihan, solidaritas/rasa persatuan, penilaian diri secara teliti, keikhlasan, rajin, loyalitas/kesetiaan, kekuasaan, keakraban, puas bekerja, berorientasi pelayanan, mengambil risiko, ketekunan, dan kebersahajaan) yang diduga berpengaruh terhadap lingkungan di dalam perusahaan dan 21 indikator nilai kerja (kepedulian lingkungan di dalam perusahaan, bekerja dengan kepemimpinan, kerapihan, mencapai visi perusahaan, rasa kebersamaan, sanksi/hukuman, kebersihan, menghasilkan laba, kepedulian terhadap adat istiadat setempat, kerja keras, mempergunakan MS Access, menyediakan keperluan orang lain, bekerja dengan mutu kerja yang tinggi, jiwa dagang, kepuasan terhadap gaji, keberanian membela kebenaran, berorientasi pelayanan, kenyamanan, kebersahajaan, inisiatif/manfaatkan kesempatan, dan penyesuaian diri) yang diduga berpengaruh terhadap lingkungan di luar perusahaan.