• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Faktor-Faktor Nilai Kerja terhadap Kepedulian Lingkungan Dalam Bandara

Kuadran I Faktor penentu

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2. Pengaruh Faktor-Faktor Nilai Kerja terhadap Kepedulian Lingkungan Bandara

5.2.1 Pengaruh Faktor-Faktor Nilai Kerja terhadap Kepedulian Lingkungan Dalam Bandara

terhadap lingkungan luar bandara.

5.2.1 Pengaruh Faktor-Faktor Nilai Kerja terhadap Kepedulian Lingkungan Dalam Bandara

Untuk menguji pengaruh faktor-faktor nilai kerja terhadap kepedulian lingkungan dalam bandara digunakan analisis regresi linier berganda. Sebanyak 16 indikator nilai kerja diuji pengaruhnya terhadap kepedulian lingkungan di dalam bandara, baik secara bersama-sama maupun secara sendiri-sendiri. Hasil olahan data dengan program SPSS menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi adalah 0,652 atau 65,2%. Hal ini menunjukkan bahwa sebanyak 65,2% variasi yang dihasilkan oleh kepedulian lingkungan dalam bandara dapat dijelaskan oleh 16 faktor nilai kerja, sementara 34,8% lainnya dijelaskan oleh faktor-faktor lain selain nilai kerja.

Hasil ANOVA menunjukkan bahwa model ini dapat diandalkan sebagai model linier yang signifikan dalam memprediksi kepedulian lingkungan dalam bandara. Nilai F hitung sebesar 205,142 dengan p-value 0,000 yang nilainya lebih kecil dari taraf nyata 5% menunjukkan bahwa model dengan variabel pengaruh 16 faktor nilai kerja mampu menjelaskan kepedulian lingkungan dalam bandara secara linier.

Pengaruh masing-masing faktor nilai kerja terhadap variabel kepedulian lingkungan dalam bandara ditunjukkan oleh besarnya nilai koefisien regresi (b) dan nilai p-value dari masing-masing faktor. Hasil olahan data menunjukkan bahwa secara individu, seluruh indikator nilai kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepedulian lingkungan dalam bandara karena seluruh indikator nilai kerja memiliki p-value yang nilainya lebih kecil dari α 5% sebagaimana terlihat pada Tabel 14.

Berdasarkan analisis statistik tersebut, ditemukan bahwa kepedulian lingkungan dalam bandara secara signifikan dipengaruhi oleh 16 indikator nilai kerja, yaitu kepedulian lingkungan di luar perusahaan, ksatria/sportif, kepedulian terhadap adat istiadat setempat, kebersihan, solidaritas/rasa persatuan, penilaian diri secara teliti, keikhlasan, rajin, loyalitas/kesetiaan, kekuasaan, keakraban, puas bekerja, berorientasi pelayanan, mengambil risiko, ketekunan, dan kebersahajaan.

Dengan melihat tanda positif pada koefisien regresi yang ada, maka dapat dikatakan bahwa 13 faktor nilai kerja, yaitu ksatria/sportif, kepedulian terhadap adat istiadat setempat, kebersihan, solidaritas/rasa persatuan, penilaian diri secara teliti, keikhlasan, rajin, loyalitas/kesetiaan, keakraban, puas bekerja, berorientasi pelayanan, dan ketekunan, merupakan faktor pendorong bagi terciptanya kepedulian lingkungan di dalam bandara, sedangkan tanda negatif pada koefisien regresi tiga faktor nilai kerja, yaitu, kekuasaan,  mengambil risiko,  dan kebersahajaan,  dapat dikatakan bahwa kekuasaan,  mengambil risiko,  dan kebersahajaan merupakan faktor penghambat bagi terciptanya kepedulian lingkungan di dalam bandara.  

Tabel 14. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepedulian Lingkungan di dalam Bandara

Faktor Nilai Kerja Koefisien T P-value

Konstanta -0,159 -1,565 0,118

Kepedulian lingkungan di luar bandara 0,379 22.351 0,000

Ksatria/Sportif 0,066 3,420 0,001

Kepedulian adat istiadat setempat 0,181 12,023 0,000

Kebersihan 0,104 6,060 0,000

Solidaritas (rasa persatuan) 0,055 3,097 0,002 Penilaian diri secara teliti 0,070 4,530 0,000

Keikhlasan 0,053 2,943 0,003 Rajin 0,053 2,810 0,005 Loyalitas/Kesetiaan 0,050 2,723 0,007 Kekuasaan -0,031 -2,259 0,024 Keakraban 0,046 2,859 0,004 Puas Bekerja 0,032 2,286 0,022 Berorientasi pelayanan 0,036 2,334 0,020 Mengambil risiko -0,034 -2,334 0,020 Ketekunan 0,042 2,259 0,024 Kebersahajaan -0,035 -2,177 0,030

Hasil yang terlihat pada Tabel 11 menunjukkan bahwa tiga faktor nilai kerja yaitu kepedulian lingkungan di luar bandara, kepedulian adat istiadat setempat, dan kebersihan merupakan tiga faktor nilai kerja yang memiliki pengaruh terbesar bagi terciptanya kepedulian lingkungan dalam bandara. Hasil tersebut konsisten dengan Siregar (2010) bahwa faktor kebersihan merupakan salah satu faktor utama yang membentuk kepedulian masyarakat terhadap lingkungan.

Dalam rangka mengetahui persepsi pakar dalam hal pengaruh dari ke-16 peubah nilai kerja tersebut diatas terhadap kepedulian lingkungan di dalam perusahaan, maka dilakukan Focus Group Discussion (FGD) yang hasilnya disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11. Nilai Kerja yang Terkait Secara Positif maupun Negatif terhadap Kepedulian Lingkungan di dalam Bandara berdasarkan Persepsi Pakar dalam Proses FGD

Masing-masing dari nilai-nilai yang positif yang didapat sebelumnya apabila dijadikan sebagai nilai dependen (ND) kembali bersama dengan nilai dependen di LLP-nya maka akan terungkap nilai yang baru sebagai nilai sub- penentunya (disingkat NSP). Nilai sub-penentu berarti bahwa nilai ini adalah nilai yang turut mendukung bahkan menentukan dari masing-masing nilai penentu utama (NPU) yang diteliti. Maksudnya adalah apabila kepedulian LDP yang terfokus pada LLP-nya tidak mungkin dilakukan hanya oleh nilai pendukung utama semata saja (NPU).

NSP-nya justru memberikan kejelasan yang lebih teliti daripada yang ditentukan oleh NPU-nya saja. NSP ini memperjelas proses pelaksanaan yang

sebenarnya daripada yang dilakukan bersama nilai pendukung utama. Sampai sekarang ini perhatian terhadap nilai sub-pendukung (NSP) kurang sekali menjadi perhatian dalam berbagai penelitian yang dilakukan, khususnya dalam masalah lingkungan organisasi dari berbagai lembaga yang ada.

Kecenderungan dengan puasnya suatu nilai yang dianggap penting untuk dijadikan acuan dalam melakukan perbaikan, seringkali dianggap oleh orang sudah mampu melakukan perbaikan maupun perubahan. Padahal tidak demikian pada kenyataan yang sesungguhnya. Suatu nilai tidak pernah berdiri sendiri, kecuali ada nilai sub-pendukungnya yang juga membantu mengadakan perbaikan. Apalagi untuk suatu perubahan yang sangat mendasar dan tepat arah.

Selanjutnya apabila lingkungan di dalam perusahaan (LDP) merupakan faktor yang berdiri sendiri maka nilai tersebut biasanya terkait pula dengan lingkungan di luar perusahaan (LLP). Dampak dari LDP dijadikan sebagai nilai dependen kembali akan terlihat nilai yang positif dan timbal balik dengan LDP- nya. Nilainya adalah: nilai ksatria dan sportif; solidaritas (rasa persaudaraan); penilaian diri secara teliti; keikhlasan; loyalitas; keakraban dan puas bekerja.

Semua nilai diatas ini mempunyai kaitan langsung secara positif dengan lingkungan dalam dari perusahaan Angkasa Pura I. Dengan demikian antara lingkungan dalam dan lingkungan luarnya dapat berkaitan secara tidak langsung. Namun ada juga nilai yang terkait secara timbal balik yaitu antara lingkungan luar dan lingkungan dalamnya.

Nilai kepedulian adat istiadat setempat dan nilai kebersihan berkaitan secara langsung dengan lingkungan dalam dan lingkungan luarnya secara positif. Hal itu berarti bahwa nilai ini dirasa perlu diperhatikan baik di LDP maupun di LLP.

Nilai berorientasi pada pelayanan berkaitan dengan LDP secara timbal balik, sedangkan terhadap LLP-nya berkaitan secara satu arah. Tekanan yang paling utama dalam berorietasi pada pelayanan memang ditujukan bagi LLP-nya. Begitu juga dengan nilai kekuasaan berpengaruh negatif dan secara timbal balik terhadap LDP-nya. Karena dalam organisasi yang bersifat pelayanan, nilai kekuasaan tidak begitu diinginkan, bahkan yang perlu dilaksanakan adalah nilai kerjasama.

Nilai rajin dan tekun berpengaruh positif pada LDP-nya. Nilai rajin dan tekun jelas akan dihargai oleh teman-teman sekerjanya, namun kedua nilai ini berbeda pengaruhnya dalam hal bekerja secara individual dan bekerja secara kelompok. Pada kenyataannya, bekerja secara kelompok di Indonesia banyak sekali bergantung pada pegawai yang justru lebih rajin atau lebih tekun sementara pegawai yang lain bekerja secara teknis hanya untuk tidak dikatakan malas dalam bekerja.

Nilai mengambil risiko berpengaruh negatif terhadap LDP-nya. Nilai ini bisa dianggap sebagai orang yang berspekulasi dalam bekerja sehingga dapat dikatakan oleh atasan maupun teman-temannya sebagai kerja ugal-ugalan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai mengambil risiko termasuk ke dalam nilai yang negatif bagi lingkungan di dalam perusahaan (LDP). Padahal didalam kepemimpinan, nilai mengambil risiko merupakan suatu hal yang seringkali harus dilakukan oleh pemimpin. Namun secara kolektif sebagaimana penelitian ini dilakukan, nilai mengambil risiko termasuk ke dalam perbuatan yang tidak positif dan nampaknya harus dihindari agar tidak terjadi salah langkah di LDP.

Nilai kebersahajaan juga berpengaruh negatif pada LDP-nya, namun berpengaruh positif terhadap LLP-nya. Kebersahajaan tidak mempunyai arti yang bermakna bagi kawan seprofesinya, karena nilai kebersahajaan akan disenangi oleh pegawai sebagai bentuk perkawanan, bukan sebagai nilai kerja, apalagi kerja secara bersama dalam melayani masyarakat sosial di lingkungan bandara. Akan tetapi nilai kebersahajaan berpengaruh positif terhadap LLP-nya. Kebersahajaan disini dapat dikatakan sebagai usaha menimbulkan rasa simpati bagi mereka yang dilayaninya. Biasanya orang bersimpati pada pegawai perusahaan karena menampilkan nilai kebersahajaan dalam pelayanan yang bisa juga dianggap sebagai patronizing karena berbeda dalam tingkat dan derajat sosial. Perasaan simpati juga dirasakan oleh rekan seprofesi, tapi tidak lebih dari itu karena mereka umumnya setara. Akan tetapi, atasannya bisa saja bersimpati pada kebersahajaan bawahannya, namun tidak punya makna pada nilai kerja kecuali hanya dianggap sebagai kesenangan atasan saja.

Nilai sub-pendukung rajin dan ketekunan berpengaruh terhadap lingkungan dalamnya, namun tidak berpengaruh timbal balik terhadap lingkungan

dalam perusahaan dengan nilai tersebut. Hal itu berarti bahwa nilai rajin lebih baik untuk LDP-nya sedangkan LDP tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai itu sendiri. Kendati demikian, nilai rajin melalui LDP-nya berpengaruh timbal balik terhadap lingkungan luarnya (LLP).

Pertanyaan yang timbul adalah : Nilai apa saja yang merupakan faktor positif dan faktor yang negatif itu? Faktor positif dalam hal ini adalah faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kepedulian di luar perusahaan (LLP) maupun tingkat kepedulian di dalam perusahaan (LDP) itu sendiri. Dengan perkataan lain, kegiatan para pimpinan dan staf dengan didukung oleh nilai-nilai yang signifikan di dalam perusahaan (LDP) mempengaruhi kepedulian lingkungan di luar perusahaan (LLP), serta kebalikannya. Sementara itu nilai yang membentuk tingkat kepedulian lingkungan di luar perusahaan (LLP) adalah nilai-nilai yang dilaksanakan di lingkungan dalam perusahaan (LDP) itu sendiri. Sebaliknya, hal ini juga berlaku apabila nilai di LDP menjadi nilai yang dependen bersama dengan nilai LLP.

Hal yang sangat menonjol selain dari adanya faktor lingkungan di luar perusahaan adalah faktor lain yang juga menjadi nilai pendukung utama (NPU) di lingkungan dalam (LDP) perusahaan itu sendiri. Faktor ini juga ikut mempengaruhi terhadap kepedulian di luar perusahaan lainnya (LLP). Nilai-nilai ini ada yang mempengaruhi LLP secara langsung, ada juga yang tidak langsung.

Nilai sifat ksatria berdampak positif terhadap lingkungan luarnya. Nilai ini diperlukan oleh mereka yang berada di LLP karena sifat ini menjadikan manusia bertindak secara sportif dan selalu menjaga kebenaran serta mempunyai kemampuan untuk mengakui segala sesuatunya secara jujur dan benar, walaupun hal itu adalah suatu kesalahan yang dibuat oleh dirinya maupun teman seprofesinya.

Penilaian terhadap diri secara teliti atau mawas diri merupakan suatu kemampuan untuk mengetahui kekuatan dan keterbatasan yang dimiliki diri masing-masing dalam melaksanakan pekerjaan di perusahaan. Di dalam perusahaan terkadang terjadi pegawai merasa dirinya benar sendiri atau pegawai tidak berani berhadapan dengan kebenaran itu sendiri. Hal ini terjadi dkarenakan pegawai tersebut tidak pernah melihat secara sungguh pada dirinya sendiri.

Terdapat sebuah anggapan bahwa orang selalu mengira bahwa dirinya selalu dalam keadaan yang benar.

Dalam Bahasa Jawa terdapat ajaran yang sudah diketahui oleh masyarakat luas dengan suatu prinsip yakni bahwa “n’Jawani” adalah ciri dari kehalusan. Oleh karena itu apabila dikatakan bahwa orang kurang “n’Jawani” berarti bahwa orang tersebut kurang halus atau dengan pengertian yang lain, tidak memahami “budaya halus”. Di antara “n’Jawani” terdapat sebuah ajaran bahwa orang jangan selalu “merasa bisa” untuk berbuat sesuatu akan tetapi memiliki kekurangmampuan untuk “bisa merasa” apalagi mengenai dirinya sendiri. Bisa merasa itu berarti pula bisa membaca keadaan yang dihadapi oleh seseorang terhadap lingkungannya yang selalu mendikte keadaan pada diri seseorang. Hal itu berarti orang harus selalu merasa peka terhadap keadaan yang dihadapinya.

Jadi nilai yang dikaji ini diinspirasi oleh budaya Jawa yang jauh lebih luas dari budaya korporate yang sedang kita kaji ini. Padahal nilai ini dapat mendukung nilai positif terhadap kepedulian di LDP maupun di LLP-nya. Nilai ini adalah nilai yang positif diantara nilai-nilai positif lainnya yang sangat mendukung LDP dan akhirnya karena mendukung LDP maka turut pula mendukung pada LLP.

Nilai keikhlasan, yaitu suatu perbuatan atau tindakan yang diperbuat oleh orang dengan perasaan rasa yang tulus tanpa ada nilai yang tersembunyi atau yang terselip di dalam hati karena ada maksud tertentu yang ingin dituntut atau diperbuat secara timbal balik. Keikhlasan biasanya dikaitkan dengan agama dimana orang tidak berbuat sesuatu, seperti menolong orang lain, dengan maksud hati agar bisa dibalas oleh orang yang ditolongnya. Balasan yang diharap tidak lain hanya berharap dari Allah yang Maha Kuasa yang akan memberi ganjaran kebaikannya itu sebagai suatu amal perbuatan yang dapat memasukkan dirinya ke dalam surga sebagai balasan atas kebaikannya itu. Singkatnya, keikhlasan adalah ketulusan hati dalam melaksanakan pekerjaan perusahaan. Perasaan yang tulus terlihat pula perbuatannya dalam melayani orang lain di dalam maupun di luar perusahaan.

Nilai loyalitas dan kesetiaan, yaitu nilai ini mempunyai arti akan keteguhan hati, ketaatan, kepatuhan terhadap perusahaan. Loyalitas adalah suatu

nilai yang sangat diperlukan bagi mereka yang bekerjasama dalam suatu kegiatan (venture) kelompok. Dalam hal itu bukan dimaksudkan agar orang bekerja untuk setia pada seorang pimpinan, melainkan bekerja atas dasar kesepakatan yang tidak tertulis yang merupakan nilai yang dianut sebagai nilai yang baik. Selama orang masih berpegang teguh pada kebiasaan nilai yang baik itu, maka orang itu sudah bisa dianggap loyal.

Seseorang bisa saja dianggap loyal apabila orang saling memperhatikan satu sama lain dan saling merasakan adanya kehangatan antara mereka sendiri. Sakit dijenguk, beban kerja berat ditolong dan saling tolong-menolong antara sesama inilah yang mewujudkan nilai kesetiaan yang sudah mulai pudar di masyarakat luas apalagi di berbagai kantor di kota-kota besar. Jadi nilai ini terdapat pada Angkasa Pura I dan membentuk kepedulian di LDP. Pada akhirnya nilai loyalitas/kesetiaan akan mempengaruhi lingkungan luar atau LLP dari PT Angkasa Pura I.

Nilai keakraban dan puas dalam bekerja. Dari data yang diperoleh terlihat bahwa para karyawan yang bekerja di Angkasa Pura I merasa cukup puas dengan bekerja di kantornya. Kepuasaan maupun keakraban ini dinyatakan secara umum. Namun, kepuasan bisa juga diartikan bahwa mereka semua merasa senasib sepenanggungan dalam menjalankan tugas di kantornya. Oleh karena itu mereka merasakan kepuasan atas kegiatan yang mereka lakukan.

Keakraban bisa terbentuk karena menghadapi berbagai persoalan yang dirasakan bersama. Kepuasan bisa juga terjadi karena mereka bekerja dengan nilai keakraban yang tinggi sehingga menimbulkan suasana batin yang menyenangkan bagi mereka yang berada di area kerja PT. Angkasa Pura I. Mereka bukan saja bekerja secara bersama setiap hari, akan tetapi mereka juga sering melakukan kegiatan di luar kantor sehingga terbentuk rasa persaudaraan yang akrab seperti olah raga bersama, berlari atau gerak jalan sehat bersama. Hal ini banyak dilakukan oleh berbagai perusahaan di Indonesia ini. Akan tetapi, kepuasan dalam bekerja bisa disebabkan pula pegawai mendapat imbalan keuangan yang cukup memuaskan hati, bukan saja yang bekerja di kantor, melainkan juga untuk kehidupan keluarga yang ikut disenangkan karena mereka mampu untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara umum.

Namun, kepuasan bekerja bisa terjadi karena adanya kepuasan batin dalam melaksanakan tugasnya setiap hari. Salah satu contoh kepuasan batin adalah tidak menimbulkan stress dalam bekerja dan berjumpa dengan berbagai macam manusia yang dapat dilayaninya. Hal tersebut merupakan kesenangan pegawai tersendiri, terutama mereka yang bekerja sebagai perbuatan amal-ibadahnya masing-masing. Puas bekerja juga dapat dianggap sebagai nilai keagamaan yang tinggi yang perlu selalu dipelihara oleh mereka yang mempekerjakan mereka. Begitu juga nilai keakraban sebagai nilai budaya silaturahmi yang penting.

Nilai kepedulian pada adat istiadat setempat berdampak positif pula terhadap LDP maupun di LLP dan berlaku secara timbal balik bagi keduanya yaitu di dalam dan di luar lingkungan perusahaan. Berbeda dengan di LDP, ketiga nilai yang disebut terakhir ini berdampak balik secara positif dan sesuatu yang dirasakan saling mengisi yang dampak akhirnya terasa di LLP. Akan tetapi nilai kepedulian pada adat istiadat setempat serta kebersihan mempunyai nilai yang positif terhadap keduanya, yaitu LDP dan LLP dan berbalik arah pada kedua nilai tersebut. Hal itu berarti bahwa kedua nilai tersebut saling mempengaruhi baik di LDP maupun di LLP sehingga perlu diperhatikan kedua aspek nilai tersebut.

Nilai rajin dan tekun merupakan nilai yang berdampak positif pada kepedulian di lingkungan dalam perusahaan (LDP), namun tidak berbalik arah dari LDP kepada nilai rajin dan tekun. Hal ini berarti bahwa kedua nilai tersebut hanya bersifat positif di dalam LDP. Pengaruh nilai rajin dan tekun hanya bersifat positif terhadap LDP semata, tapi tidak berbalik arah dari LDP ke nilai rajin dan tekun.

Dengan demikian, nilai rajin dan tekun tidak berpengaruh langsung pada lingkungan di luar perusahaan (LLP). Masyarakat di luar tidak perlu mempersoalkan kerajinan dan ketekunan mereka yang bekerja di lingkungan dalam organisasi. Mereka yang di LLP tidak perlu mengetahui siapa yang rajin dan siapa pula yang tidak. Mereka yang berada di LLP ingin melihat pelayanan yang semakin baik. Yang diinginkan adalah hasil akhirnya. Apa yang terjadi secara internal di LDP dan kedua nilai itu berpengaruh positif terhadap LDP itu sendiri. Jadi, dengan perkataan lain rajin dan tekun adalah urusan masing-masing orang secara internal dan bukan urusan eksternal dari organisasi atau perusahaan

Angkasa Pura I.

Nilai kebersihan sebagaimana juga nilai kepedulian pada adat istiadat setempat mempengaruhi secara positif dan timbal balik pada LDP. Begitu juga nilai yang berorientasi pada pelayanan lingkungan luarnya. Ketiga nilai ini berpengaruh timbal balik secara positif pada kepedulian di LDP akan tetapi tidak berpengaruh terhadap orientasi pada pelayanan karena tidak berbalik arah pada lingkungan di luar perusahaan (LLP). Dengan pengertian lain, lingkungan luar perusahaan (LLP) tidak mempunyai nilai orientasi yang berbalik arah pada nilai yang berorientasi pada pelayanan. Hal itu berarti bahwa orientasi pada pelayanan dirasakan positif hanya oleh LLP.

Nilai mengambil risiko ini dapat dikatakan bahwa bekerja sebagai staf ataupun karyawan tidak boleh mengambil keputusan yang beresiko dalam kerjanya, apalagi risiko yang tidak bisa diperkirakan akan hasil akhirnya (uncalculated risk). Meskipun sekarang ini banyak sekali anjuran untuk mengambil risiko bagi para manajer, namun tidak dianjurkan untuk mengambil risiko seperti dalam berjudi (gambling) yang sifatnya tidak bisa diduga dari awalnya. Resiko yang bisa diperkirakan apa yang akan terjadi (anticipated risk atau calculated risk) atau antisipasi yang dapat dikalkulasikan sebelumnya yang sebenarnya dapat dikatakan sebagai risiko, akan tetapi bukan sebagai hasil yang tidak bisa diketahui melainkan sudah diperkirakan dari awal hasil akhirnya.

Nilai yang bersifat negatif, seperti bekerja dengan menggunakan kekuasaan diartikan sebagai hak dan kuasa untuk bertindak atau kekuasaan untuk membuat keputusan atau dapat diartikan juga untuk memerintah serta tidak berbagi atau melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain dalam melaksanakan pekerjaan di perusahaan. Hal ini merupakan suatu nilai yang nampaknya mempunyai nilai yang ambivalensi. Apabila kekuasaan yang ditekankan pada orang untuk bekerja, maka dampaknya akan menjadi negatif. Namun apabila pegawai tidak memiliki kekuasaan maka perusahaan bisa menjadi tidak menentu siapa yang sebenarnya berwenang dan dapat memerintahkan untuk dijalankan sebagai suatu perintah.

Kekuasaan harus dibuat sedemikian rupa agar tidak dirasakan sebagai tekanan oleh orang dalam menggunakan kekuasaan, walaupun kekuasaan

diperlukan untuk menetapkan siapa sebenarnya yang berwenang. Hal itu berarti bahwa orang harus menggunakan kekuasaan secara bijak. Hal inilah yang seringkali menjadi kesulitan kecuali mereka yang bekerja tidak terburu-buru dan dapat berlaku sabar dalam mengunakan kewenangan. Bersifat bijaksana itu bukanlah suatu hal yang sulit, akan tetapi seringkali terlanggar oleh hawa nafsu diri yang merasa berkuasa. Jadi orang harus bisa mengendalikan kuasa dan bukan memposisikan kuasa sebagai nilai yang dipakai untuk menggebrak orang untuk bekerja.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai mengambil risiko adalah juga nilai yang negatif bagi lingkungan di dalam perusahaan (LDP). Padahal didalam kepemimpinan, nilai mengambil risiko adalah suatu hal yang seringkali harus diambil oleh pemimpin. Namun apabila dilihat secara kolektif sebagaimana penelitian ini dilakukan, nilai mengambil risiko adalah perbuatan yang tidak positif dan nampaknya harus dihindari agar tidak terjadi salah langkah di LDP.

Nilai mengambil risiko adalah faktor yang negatif bagi LDP, sehingga kebersahajaan juga termasuk ke dalam faktor nilai yang negatif pula bagi LDP. Walaupun demikian pengaruhnya pada nilai LLP justru berdampak positif dan langsung dirasakan oleh mereka yang berada di LLP. Hal ini dapat dilihat pada keinginan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai contoh secara nasional untuk menaikkan tunjangan bagi kegiatan mereka sendiri sehari-hari. Keinginan ini dirasakan bahwa mereka yang berada di LDP tidak peka terhadap perasaan mereka yang ada di luar organisasi atau LLP.

Nilai kebersahajaan berdampak positif pada LLP namun tidak berpengaruh