• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsolidasi jaringan

DINAMIKA SOSIAL, POLITIK DAN SEJARAH PEMUDA PANCASILA KABUPATEN LABUHAN BATU

1.7. Kerangka Teor

1.7.3. Konsep Orang Kuat Lokal (Local Strongmen)

Jika merujuk pada Migdal tentang kemunculan orang kuat lokal, salah satu sumber-sumber kekuasaan yang dimiliki diantaranya adalah dari kekayaan yang imiliki oleh pimpinannya sebagai tuan tanah atau orang kaya.25 Ide “bosisme” pada awalnya digunakan oleh Joel Miqdal atas fenomena “orang kuat lokal” yang berhasil melakukan kontrol sosial dan penguasaan sumber daya di Dunia ke tiga.26

Untuk menjelaskan argumennya tersebut, Migdal memberikan tiga argumen mendasar yang memiliki keterkaitan erat. Pertama, Migdal melihat bahwa berhasilnya orang kuat lokal menempatkan dirinya ke dalam jabatan- jabatan penting dan memiliki pengaruh yang besar atas masyarakat hingga dapat dikatakan melebihi para pemimpin negara dan para birokrat lokal, dikarenakan Migdal melihat bahwa para orang kuat telah berhasil menempatkan diri dan anggota keluarga mereka ke dalam jabatan-jabatan penting pemerintahan lokal agar tetap berjalan sesuai dengan aturan main yang mereka kehendaki ketimbang aturan-aturan main yang dikehendaki oleh institusi formal, seperti kebijakan dan perundang-undangan baik yang dibuat oleh pemerintah lokal atau pun pemerintah pusat.

25

Joel S. Migdal. 1988. Strong Societies and Weak States: State-Society Relations and State Capabilities in the Third World. New Jersey: Princenton University Press. hal. 13. Dilihatdalam http://www.gsdrc.org/go/display&type=Document&id=3554. Diakses tanggal 23 Agustus 2016 Pukul 20.45 WIB

26

Negara dunia ketiga adalah penyebutan untuk Negara-negara bekas jajahan yang tidak memihak pada blok liberal ataupun blok komunis. Lihat dalam Majalah Bhinneka. 2015. Setengah Abad Genosida’65. Surabaya: Yayasan Bhinneka Nusantara. hal. 37

oleh terciptanya struktur masyarakat yang mirip jaringan. Di mana struktur ini telah terbentuk sejak pemerintahan kolonial dan berlangsung ke dalam perekonomian kapitalis dunia dan kelas-kelas pemilik tanah besar.

Kedua, orang kuat lokal melakukan kontrol sosial dengan cara menempatkan diri sebagai “penolong” bagi penduduk setempat dalam memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang membutuhkan. Dengan kata lain, orang kuat lokal menciptakan relasi patron-klien dengan masyarakat setempat guna melanggengkan posisi mereka. Dengan cara ini lah kemudian orang kuat lokal mendapatkan legitimasi dan dukungan dari masyarakat setempat.

Ketiga, Migdal melihat bahwa keberhasilan orang kuat lokal dalam menguasai sumber daya lokal baik politik maupun ekonomi telah merintangi dan membatasi otonomi dan kapasitas negara untuk melakukan perubahan atau meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Ini menjadikan negara lemah dalam melakukan kontrol sosial. Selain itu, juga memperbesar kekacauan dan ketidak terkendalian tatanan sosial di tingkat lokal.

Dari gagasan Migdal di atas dapat dipahami bahwa hadirnya orang kuat lokal dalam penguasaannya atas sumber daya lokal lebih disebabkan oleh lemahnya struktur negara dalam mengontrol sistem ekonomi dan politik.Struktur ini juga diperkuat oleh sistem patronase yang diciptakan oleh tuan tanah besar yang mendapatkan dukungan dari pemerintah kolonial pada masa yang lampau. Sistem patron-klien dan struktur pemerintah yang dibangun “mirip jaringan” ini lah yang kemudian dalam istilah Migdal telah menciptakan kondisi dan struktur

sosial yang dapat melanggengkan dan memberikan keberhasilan orang kuat lokal untuk tetap menguasai sumber-sumber daya ekonomi dan politik.Migdal mencoba menerangkan tentang orang kuat lokal yang berhasil melakukan kontrol sosial. Dalam konteks ini, Migdal mengatakan. Mereka berhasil menempatkan diri atau menaruh anggota keluarga mereka pada sejumlah jabatan penting demi menjamin alokasi sumber-sumber daya berjalan sesuai dengan aturan mereka sendiri ketimbang menurut aturan-aturan yang dilontarkan dalam retorika resmi,pernyataan kebijakan, dan peraturan perundang-undangan yang dibuat di ibu kota atau dikeluarkan oleh pelaksana peraturan yang kuat.27

efektif ”terpecah-pecah”. Pola kontrol sosial khusus terpecah-pecah ini, menurut dugaan, acapkali diakui melebur dalam pemerintahan kolonial dan penyatuannya di dalam perkuburan kelas-kelas pemilik tanah besar. Singkat kata, berkat struktur masyarakat mirip jaringan, orang kuat lokal memperoleh pengaruh signifikan jauh Mengenai fenomena orang kuat lokal tersebut, Migdal memiliki tiga argumentasi yang saling berkaitan. Pertama, orang kuat lokal tumbuh subur di dalam masyarakat ”mirip jaringan” yang digambarkan sebagai ”sekumpulan campuran organisasi-organisasi sosial nyaris mandiri” dengan kontrol sosial yang

27

ohn T. Sidel. 1999. Capital, Coercion, and Crime: Bossism in the Philippines Stanford: Stanford University Press .http://www.sup.org/books/extra/?id=422&isbn=0804737460&gvp=1.Diakses tanggal 3 Agustus 2016 Pukul 22.00.WIB.

melampaui pengaruh para pemimpin negara dan para birokrat lokal yang digambarkan Migdal sebagai ”segitiga penyesuaian.28

Ketiga, berhasilnya orang kuat lokal ”menangkap” lembaga-lembaga dan sumber daya negara merintangi atau menyetujui upaya pemimpin negara dalam melaksanakan pelbagai kebijakan. Orang kuat lokal membatasi otonomi dan kapasitas negara, penyebab kelemahan negara dalam menjalankan tujuan berorientasi perubahan sosial, serta memperbesar ketidak terkendalian dan kekacauan.

Kedua, orang kuat lokal melakukan kontrol sosial dengan menyertakan beberapa komponen penting yang dinamakan ”strategi bertahan hidup” penduduk setempat. Dengan kondisi seperti itu, orang kuat bukan saja memiliki legitimasi dan memperoleh banyak dukungan di antara penduduk lokal, tetapi juga hadir untuk memenuhi kebutuhan pokok dan tuntutan para pemilih atas jasa yang diberikan. Pola ini kemudian juga terjadi karena orang kuat lokal ditempatkan sebagai patron yang memberi kebaikan personal bagi klien yang melarat dan para pengikut di daerah kekuasaan mereka.

29

28

Migdal. Op. Cit., hal. 256.

29

Bradley R. Simpson. 2010. Economists with Guns: Amerika Serikat, CIA, dan Munculnya Pembangunan Otoriter Rezim Orde Baru. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum. hal. 280.