• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis

3.1.1 Konsep Risiko

Istilah risiko (risk) dan ketidakpastian (uncertainty) sering digunakan secara bersamaan atau bahwa risiko sama dengan ketidakpastian. Namun demikian secara ilmiah kedua konsep tersebut memiliki makna yang berbeda. Ketidakpastian merupakan suatu kondisi yang tidak dapat diketahui atau diperkirakan sebelumnya oleh pengambil keputusan. Sedangkan, risiko adalah suatu kondisi yang menunjukkan peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diketahui oleh pembuat keputusan berdasarkan pengalaman (Robison & Barry 1987). Gambaran mengenai risiko dan ketidakpastian dalam suatu continuum

dapat dilihat dari Gambar 2.

Peluang dan Hasil diketahui Peluang dan Hasil tidak diketahui

Gambar 2. Risk-Uncertainty Continuum Sumber : Debertin (1986)

Gambar 2 menunjukkan bahwa pada continuum sebelah kiri menggambarkan kejadian yang berisiko yang mana peluang dan hasil dari suatu kejadian dapat diketahui oleh pengambil keputusan. Sementara continuum yang disebelah kanan menggambarkan kejadian yang tidak pasti yang mana peluang dan hasil dari suatu kejadian tidak diketahui oleh pengambil keputusan secara pasti.

Analisis risiko berhubungan dengan teori pengambilan keputusan (decision theory). Menurut Robison dan Barry (1987), alat analisis yang umum digunakan dalam menganalisis mengenai pengambilan keputusan yang berhubungan dengan risiko yaitu expected utility model. Model ini digunakan karena danya kelemahan yang terdapat pada expected return model, yaitu yang ingin dicapai oleh seseorang bukan nilai (return) tetapi kesejahteraan (utility). Berdasarkan realita, nilai utilitas itu sangat sulit diukur sehingga dalam

19 menganalisis menggunakan nilai return. Return bisa berupa produktivitas, harga, dan pendapatan.

Menurut Debertin (1986), terdapat tiga kategori individu dalam menghadapi risiko (decision theory), yaitu Risk Averter, Risk Neutral, dan Risk Taker. Perilaku individu dalam menghadapi risiko ini dapat dijelaskan dengan teori utilitas seperti terlihat pada gambar 3.

Expected Return U1Risk Averter U2 Risk Neutral U3Risk Taker/Lover Varian Return

Gambar 3. Hubungan Antara Varian dan Expected Return

Sumber : Debertin, 1986

Gambar 3 menunjukkan hubungan antara varian return yang merupakan ukuran dari tingkat risiko yang dihadapi, dengan return yang diharapkan (expected return) yang merupakan ukuran dari tingkat kepuasan pembuat keputusan. Perilaku pembuat keputusan (decision theory) dalam menghadapi risiko tersebut diklasifikasikan menjadi tiga kategori berikut :

1. Pembuat keputusan yang takut terhadap risiko (Risk Averter) menunjukkan jika U1 diasumsikan kurva isoutiliti pembuat keputusan maka adanya kenaikan varian return yang merupakan ukuran tingkat risiko akan diimbangi dengan menaikkan return yang diharapkan. Artinya, jika varian return

semakin tinggi, maka expected return juga akan tinggi. Karena, begitu varian

return rendah, maka risk averter akan langsung keluar dari bisnis tersebut, contoh : asuransi.

20 2. Pembuat keputusan yang netral terhadap risiko (Risk Neutral) menunjukkan jika U2 diasumsikan kurva isoutiliti pembuat keputusan maka adanya kenaikan varian return yang merupakan ukuran tingkat risiko tidak akan diimbangi dengan menaikkan return yang diharapkan. Artinya, jika varian

return semakin tinggi, maka expected return akan tetap.

3. Pembuat keputusan yang berani terhadap risiko (Risk Taker/Lover) menunjukkan jika U3 diasumsikan kurva isoutiliti pembuat keputusan maka adanya kenaikan varian return yang merupakan ukuran tingkat risiko akan diimbangi oleh pembuat keputusan dengan kesediaannya menerima return

yang diharapkan lebih rendah. Artinya, jika varian return semakin tinggi, maka expected return akan turun. Jadi, begitu varian return tinggi, maka risk lover akan tetap menjalani bisnis tersebut karena menganggap risiko tersebut bukanlah masalah yang harus dikhawatirkan.

Salah satu indikasi adanya risiko dalam kegiatan bisnis dapat dilihat dengan adanya variasi, fluktuasi, atau volatilitas dari hasil yang diharapkan pelaku bisnis. Beberapa contoh indikasi adanya risiko dalam bisnis diantaranya adalah adanya fluktuasi produksi, fluktuasi harga output, atau fluktuasi pendapatan untuk setiap satuan yang sama. Pengukuran risiko dilakukan dengan mengukur nilai penyimpangan yang terjadi. Beberapa ukuran dalam menghitung risiko diantaranya yaitu, varian, standar deviasi, dan koefisien variasi.

Konsep risiko yang dijelaskan di atas mempunyai kaitan dengan konsep peluang (probability). Peluang menunjukkan distribusi frekuensi terhadap suatu kejadian. Menurut Hanafi (2009), ada tiga metode menentukan peluang, yaitu : 1. Metode Klasikal yaitu, menentukan peluang dengan besaran yang sama.

Contoh, penentuang peluang koin, gambar 0,5 dan angka 0,5.

2. Metode Frekuensi Relatif yaitu, menentukan peluang berdasarkan persentase. Contoh, tingkat pendidikan dibagi jumlah penduduk.

3. Metode Subyektif yaitu, menentukan peluang berdasarkan pengalaman sebelumnya.

21 3.1.2 Sumber-Sumber Risiko

Risiko pada kegiatan pertanian bersifat unik dibandingkan yang lain. Hal ini dikarenakan ketergantungan aktivitas pertanian terhadap kondisi alam teutama iklim dan cuaca. Menurut Harwood et al. (1999), menyatakan terdapat beberapa sumber risiko pada kegiatan produksi pertanian, yaitu meliputi:

1. Production or Yield Risk

Faktor risiko produksi dalam kegiatan pertanian disebabkan adanya beberapa hal yaitu, serangan hama dan penyakit, curah hujan, musim, kelembaban, teknologi, input, dan bencana alam. Penggunaan teknologi baru secara cepat tanpa adanya penyesuaian sebelumnya justru dapat menyebabkan penurunan produktivitas. Akibat risiko produksi tersebut berpengaruh terhadap penurunan kualitas serta kuantitas hasil panen.

2. Price or Market Risk

Risiko pasar dalam hal ini meliputi risiko harga output dan harga input. Pada umumnya, kegiatan produksi pertanian merupakan proses yang lama. Sementara itu, pasar cenderung bersifat kompleks dan dinamis. Oleh karena itu, petani belum tentu mendapatkan harga yang sesuai dengan yang diharapkan pada saat panen. Begitu pula dengan harga input yang dapat berfluktuasi sehingga mempengaruhi komponen biaya pada kegiatan produksi. Pada akhirnya risiko harga tersebut akan berpengaruh pada return

yang diperoleh petani. 3. Institutional risk

Institutional risk berhubungan dengan kebijakan dan program dari pemerintah yang mempengaruhi sektor pertanian. Misalnya, adanya kebijakan dari pemerintah untuk memberikan atau mengurangi subsidi dari harga input. Secara umum, institutional risk ini cenderung tidak dapat diantisipasi sebelumnya.

4. Financial Risk

Finacial risk atau risiko finansial ini dihadapi oleh petani pada saat petani meminjam modal dari institusi seperti bank. Risiko ini berkaitan dengan fluktuasi dari tingkat suku bunga pinjaman (interest rate).

22 3.1.3 Manajemen Risiko

Menurut Lam (2003) bahwa majemen risiko dapat didefinisikan dalam pengertian bisnis seluas-luasnya. Manajemen risiko mengelola keseluruhan risiko yang dihadapi perusahaan, dimana dapat mengurangi potensi risiko yang bersifat merugikan dan terkait dengan upaya untuk meningkatkan peluang keberhasilan sehingga perusahaan dapat mengoptimalisasikan profit. Hal penting untuk mengoptimalkan profit adalah dengan mengintegrasikan manajemen risiko ke dalam proses bisnis perusahaan.

Menurut Darmawi (1997), manajemen risiko merupakan suatu usaha untuk mengetahui, menganalisis serta mengendalikan risiko dalam setiap kegiatan perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektivitas dan efisiensi yang lebih tinggi dalam pengambilan keputusan. Secara khusus manajemen risiko diartikan sebagai pengelolaan variabilitas pendapatan oleh seorang manajer dengan menekan sekecil mungkin tingkat kerugian yang diakibatkan oleh keputusan yang diambilnya dalam menggarap situasi yang tidak pasti. Pemahaman manajemen risiko yang baik akan dapat mengurangi kerugian. Dengan kata lain, akan dapat menambah tingkat keyakinan bagi pembuat keputusan dalam mengurangi risiko kerugian.

Manajemen risiko sangat penting dalam pelaksanaannya karena hal ini akan berakibat pada hasil atau keuntungan perusahaan. Menurut Lam (2003) ada beberapa alasan mengapa manajemen risiko sangat penting dalam pengelolaan suatu perusahaan yakni mengelola risiko adalah tugas manajemen, manajemen risiko dapat memaksimalkan nilai aset pemegang saham, manajemen risiko dapat mengurangi volatilitas pendapatan, dan dapat memperbesar peluang kerja dan jaminan finasial. Dalam hal ini dilakukan pemahaman akan risiko yang mencangkup adanya kesadaran risiko, melakukan pengukuran risiko dan dapat mengendalikannya. Manajemen risiko meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengolahan serta koordinasi dalam pengelolaan setiap risiko yang ada. Dengan adanya manajemen risiko maka akan mengurangi risiko yang ada dalam perusahaan. Manajemen risiko juga dapat dilakukan dengan adanya kesadaran akan risiko yakni dapat dilakukan dengan mengidentifikasi risiko yang

23 ada, mengukur risiko, memikirkan mengenai konsekuensi risiko-risiko yang ada sehingga dapat dicari penanganannya.

Menurut Hanafi (2009), manajemen risiko organisasi adalah suatu sistem pengelolaan risiko yang dihadapi oleh organisasi secara komprehensif untuk tujuan meningkatkan nilai perusahaan. Manajemen risiko bertujuan untuk mengelola risiko sehingga organisasi bisa bertahan, atau barangkali mengoptimalkan risiko. Risiko ada dimana-mana, bisa datang kapan saja, dan sulit dihindari. Jika risiko tersebut menimpa suatu organisasi, maka organisasi tersebut bisa mengalami kerugian yang signifikan. Dalam beberapa situasi, risiko tersebut bisa mengakibatkan kehancuran organisasi tersebut. Karena itu risiko penting untuk dikelola. Manajemen risiko pada dasarnya dilakukan melalui proses-proses berikut ini.

1. Identifikasi risiko

Identifikasi risiko dilakukan untuk mengidentifikasi risiko-risiko apa saja yang dihadap oleh suatu organisasi. Ada beberapa teknik untuk mengidentifikasi risiko, misal dengan menelusuri sumber risiko sampai terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan.

2. Evaluasi dan pengukuran risiko

Tujuan evaluasi risiko adalah untuk memahami karakteristik risiko dengan lebih baik. Jika kita memperoleh pemahaman yang lebih baik, maka risiko akan lebih mudah dikendalikan. Ada beberapa teknik untuk mengukur risiko tergantung jenis risiko tersebut. Sebagai contoh kita bisa memperkirakan probabilitas (kemungkinan) risiko atau suatu kejadian jelek terjadi.

3. Pengelolaan risiko

Jika organisasi gagal mengelola risiko, maka konseskuensi yang diterima bisa cukup serius, misal kerugian yang besar. Risiko bisa dikelola dengan berbagai cara, seperti penghndaran, ditahan (rentention), diversifikasi, transfer risiko (asuransi), pengendalian risiko (risk control), dan pendanaan risiko (risk financing).

Alternatif penanganan risiko pada produk pertanian ada berbagai cara yang dapat dilakukan. Menurut Harwood et al. (1999), alternatif penanganan risiko produk pertanian dapat diatasi dengan cara diversifikasi usaha, integrasi vertikal,

24 kontrak produksi, kontrak pemasaran, perlindungan nilai dan asuransi. Diversifikasi adalah suatu strategi pengelolaan risiko yang sering digunakan yang melibatkan partisipasi lebih dari satu aktivitas. Strategi diversifikasi ini dilakukan dengan alasan bahwa apabila satu unit usaha memiliki hasil yang rendah maka unit-unit usaha yang lain mungkin akan memiliki hasil yang lebih tinggi. Menurut Fariyanti (2008), diversifikasi mampu untuk mengurangi risiko, meskipun risiko yang dihadapi dalam melakukan kombinasi beberapa kegiatan usaha tidak mungkin sama dengan nol.