• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Kerangka dan Teori Konsepsi

2. Konsepsi

Konsep merupakan salah satu bagian penting dari sebuah teori. Peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksidan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional.34

34

Kerangka konsepsional mengungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.35

Suatu kerangka konsepsi merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang ingin atau yang akan diteliti. Suatu konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Selain itu, konsepsi juga digunakan untuk memberikan pegangan pada proses penelitian. Oleh karena itu, dalam rangka penelitian ini perlu dirumuskan serangkaian definisi operasional atas beberapa variabel yang digunakan, sehingga dengan demikian tidak akan menimbulkan perbedaan penafsiran atas sejumlah istilah dan masalah yang dibahas. Di samping itu, dengan adanya penegasan kerangka konsepsi ini, diperoleh suatu persamaan pandangan dalam menganalisis masalah yang diteliti, baik dipandang dari aspek yuridis, maupun dipandang dari aspek sosiologis.36

Definisi operasional perlu disusun, untuk memberi pengertian yang jelas atas masalah yang dibahas, karena istilah yang digunakan untuk membahas suatu masalah, tidak boleh memiliki makna ganda, perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dirumuskan kerangka konsepsi sebagai berikut :

a. Waris

35Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hlm. 7

Penyelesaian hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai akibat meninggalnya seseorang diatur oleh hukum waris, dan hukum waris yang akan dipergunakan sebagai dasar untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah hukum kewarisan Islam.

Peraturan atau sistem waris yang diajarkan Islam merupakan sistem yang adil dan selaras dengan fitrah serta realitas kehidupan rumah tangga dan kemanusiaan pada setiap kondisi. Sistem waris yang ditetapkan dalam Islam, atas dasar kemanusiaan berupaya mengayomi asal pembentukan keluarga dari jiwa yang satu. Keistimewaan hukum Islam dalam masalah waris seluruhnya tampak jelas di hadapan mata laksana benda yang terlihat di siang hari. Islam menyampaikan hak-hak waris kepada orang-orang yang memang berhak menerimanya (mustahiqqin).37

Dalam hukum Islam, istilah ilmu waris dikenal dengan ilmu faraidh. Adapun yang dimaksud dengan faraidh adalah masalah-masalah pembagian harta warisan. Katafaraidhadalah bentuk jamak darial-faridhahyang bermaknaal-mafrudhahatau sesuatu yang diwajibkan. Artinya, pembagian yang telah ditentukan kadarnya.38 b. Li’an

Berasal dari kata la’an (mengutuk). Li’an adalah tuduhan suami terhadap istrinya bahwa ia telah berzina, misalnya dengan berkata : “Aku melihatnya sedang berzina!”, atau suami menolak janin yang dikandung istrinya sebagai anaknya.39

37Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar Mesir,Op.Cit.,hlm. 7 38Ibid., hlm. 11

39Abu Bakar Jabir El-Jazairi, Pola Hidup Muslim (Minhajul Muslim) Mu’amalah, Alih Bahasa : Rachmat Djatnika dan Sumpeno, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1991, hlm. 216

c. Anak

Anak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai keturunan. Di dalam Al-Qur’an anak sering disebutkan dengan kata walad-al walad yang berarti anak yang dilahirkan orang tuanya, laki-laki maupun perempuan, besar atau kecil, tunggal maupun banyak. Kata al walad dipakai untuk menggambarkan adanya hubungan keturunan.40

d. Anak Sah

Anak yang sah menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah :41

1) Anak yang dilahirkan dalam suatu perkawinan yang sah. 2) Anak yang dilahirkan sebagai akibat perkawinan yang sah.

Anak yang sah menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah :42 1) Anak yang dilahirkan dalam suatu perkawinan yang sah.

2) Anak yang dilahirkan sebagai akibat perkawinan yang sah.

3) Anak yang dilahirkan dari hasik pembuahan suami istri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh istri yang bersangkutan.

e. Anak Tidak Sah

Anak tidak sah adalah anak yang lahir dari hubungan perkawinan yang belum sah baik secara agama maupun secara hukum.43

40Rudiansyah Pulungan, Paper Hak dan Kedudukan Anak Akibat Putusnya Perkawinan Orang Tua, Sekolah Pascasarjana Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, Medan, 2009, dc315.4shared.com/doc/bat7FjWp/preview.html, diakses pada tanggal 19 Maret 2012.

41Iman Jauhari,Kapita Selekta Hukum Islam, Jilid II,Pustaka Bangsa Press, Medan, 2007, hlm. 11.

42Ibid.,hlm. 11-12

43Rinta Yani,Anak luar kawin,kompasiana.com/post/sosok/2012/01/28/anak-tidak-sah/, 2012, diakses pada tanggal 19 Maret 2012.

f. Anak Luar Kawin

Anak luar kawin adalah anak yang dilahirkan seorang perempuan, sedangkan perempuan itu tidak berada dalam suatu ikatan perkawinan yang sah dengan pria yang menyetubuhinya.44

g. AnakLi’an

Anak li’an adalah anak yang dilahirkan dari seorang istri yang sah, dimana suami tersebut tidak mengakuinya sebagai anaknya, karena suami tersebut telah menuduh sang istri telah berzina dengan lelaki lain. Sang suami telah bersumpah bahwa istrinya telah berzina dengan lelaki lain di depan hakim, begitu pula istrinya telah bersumpah dengan tujuan membela diri, bahwa tuduhan suaminya adalah dusta. Maka jika sang istri mengandung, anak tersebut disebut sebagai anakli’an.45

h. Nasab

Nasab adalah legalitas hubungan kekeluargaan yang berdasarkan pertalian darah, sebagai salah satu akibat dari pernikahan yang sah, atau nikah fasid, atau senggamasyubhat(zina).Nasabmerupakan sebuah pengakuansyara’bagi hubungan seorang anak dengan garis keturunan ayahnya sehingga dengan itu anak tersebut menjadi salah seorang anggota keluarga dari keturunan itu dan dengan demikian anak

44Abdul Manan,Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2006, hlm. 80.

itu berhak mendapatkan hak-hak sebagai akibat adanya hubungan nasab. Seperti hukum waris, pernikahan, perwalian dan lain sebagainya.46

i. Hukum Islam

Pengertian hukum Islam adalah hukum yang bersumber pada nilai-nilai keislaman yang berasal dari dalil-dalil agama Islam yakni Al-Qur’an, Hadist, Ijma’

Ulama dan Qiyas. Bentuk hukumnya dapat berupa kesepakatan, larangan, anjuran, ketetapan, dan sebagainya.47