• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA NOMOR

A. Pengingkaran Anak Melalui Li’an Menurut Putusan

Nomor 1595/PDT. G/2010/PA Sidoarjo

Kasus pengingkaran anak melalui li’anyang telah diputus final melalui Putusan Pengadilan Agama Nomor 1595/PDT. G/2010/PA Sidoarjo pertama sekali diajukan oleh Pemohon, yang dalam kasus ini merupakan suami dan ayah yang kemudian melakukan penyangkalan dan pengingkaran anak, pada tanggal 9 Juli 2010 dan kemudian didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama dengan nomor 1595/PDT. G/2010/PA Sidoarjo. Adapun yang menjadi duduk perkara yang dikemukakan Pemohon di hadapan persidangan Majelis pada saat itu antara lain bahwa antara Pemohon (suami) dan Termohon (istri) telah melangsungkan perkawinan di Sidoarjo tanggal 4 Mei 2010 sebagaimana Kutipan Akta Nikah Nomor 216/09/v/2010 tertanggal 4 Mei 2010 yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Gedangan, Kabupaten Sidoarjo. Tetapi ternyata sebelum melangsungkan akad nikah, antara Pemohon dan Termohon ini pernah melakukan hubungan badan sebanyak 2 kali, yang menurut pengakuan keduanya dilakukan dengan cara ‘coitus interuptus’, sehingga dengan cara demikian Pemohon dan Termohon yakin hubungan badan yang mereka lakukan tidak akan menyebabkan kehamilan. Dengan demikian dalam kasus ini telah ada perbuatan zina yang dilakukan oleh keduanya.

Bahwa ketika melakukan hubungan badan pertama kalinya, Pemohon sempat menanyakan kepada Termohon apakah Termohon pernah melakukan hubungan badan dengan lelaki lain sebelum dengan Pemohon, dan menurut pengakuan Pemohon pada saat itu Termohon mengakui memang pernah berhubungan badan dengan lelaki lain sebelum dengan Pemohon. Keduanya mengakui bahwa hanya melakukan hubungan badan sebanyak dua kali dan setelah itu Pemohon tidak pernah berhubungan badan lagi dengan Termohon.

Bahwa ternyata setelah selang beberapa lama Termohon mengatakan kepada Pemohon bahwa dirinya telah hamil dan meminta kepada Pemohon agar menikahi Termohon secepatnya, dengan pertimbangan agar kehamilan Termohon tersebut jangan sampai diketahui oleh keluarga Termohon. Tetapi karena Pemohon pernah mendengar sendiri kalau Termohon mengakui pernah berhubungan badan dengan lelaki lain sebelum berhubungan badan dengan Pemohon, maka Pemohon menolak untuk menikahi Termohon. Oleh karena kehamilan Termohon semakin besar hingga tidak dapat ditutupi lagi, maka kemudian keluarga Termohon mendesak keluarga Pemohon untuk bertanggungjawab atas kehamilan Termohon, yang merupakan hasil hubungan badan dengan Pemohon, untuk segera menikahi Termohon. Akhirnya dengan terpaksa Pemohon pun menikahi Termohon karena diancam oleh keluarga Termohon yang akan melaporkan perbuatan Pemohon telah menghamili Termohon kepada polisi, apabila Pemohon menolak untuk menikahi Termohon.

Bahwa selang beberapa hari perkawinan mereka, Termohon pun melahirkan seorang bayi perempuan, tetapi Pemohon meyakini bahwa anak yang telah dilahirkan

oleh Termohon bukanlah darah dagingnya, karena Pemohon berkeyakinan bahwa Termohon telah hamil terlebih dahulu dengan lelaki lain sebelum melakukan hubungan badan dengan Pemohon. Oleh karena itu, Pemohon bermaksud untuk mengingkari atau menyangkal anak yang telah dilahirkan oleh Termohon bukan merupakan darah daging Pemohon, maka cukup alasan bagi Pemohon untuk kemudian mengajukan permohonan kepada Majelis Hakim untuk meneguhkan pengingkaran/penyangkalannya melalui cara li’an,dan kemudian menetapkan secara hukum bahwa anak tersebut hanya mempunyainasabdengan Termohon dan keluarga Termohon saja serta menetapkan Termohon sebagai pemegang hak pemeliharaan dan

hadhonah.

Bahwa ternyata juga hubungan perkawinan antara Pemohon dengan Termohon yang sudah tidak dapat dipertahankan lagi karena dari awal pernikahan yang dilakukan dengan terpaksa, tidak dilandasi dengan rasa cinta dan kasih sayang, sehingga keinginan untuk membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warrohmah tidak akan pernah terlaksana. Selain itu, keyakinan Pemohon akan anak yang dilahirkan oleh Termohon bukanlah darah daging Pemohon, yang kemudian memunculkan perselisihan dan pertengkaran yang pada akhirnya membuat Termohon meninggalkan rumah kediaman bersama tanpa seizin Pemohon dan kembali ke rumah orang tua Termohon (nusyuz), sehingga tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Dengan berdasarkan ketentuan :

1. Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974

2. Pasal 19 huruf a dan huruf f Peraturan Pemrintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974

3. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam juncto Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 154 Tahun 1991 tentang Pelaksanaan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 dalam :

a. Pasal 84 Kompilasi Hukum Islam tentang istrinusyuz

b. Pasal 100 Kompilasi Hukum Islam tentang hubungan nasab anak dengan ibunya

c. Pasal 101 dan 102 Kompilasi Hukum Islam tentang suami yang mengingkari kelahiran anak

d. Pasal 125, 126 dan 127 Kompilasi Hukum Islam tentangli’an

Maka cukup alasan menurut hukum bagi Pemohon untuk mengajukan perohonan cerai talak dan pengingkaran anak terhadap Termohon, dan selanjutny pemohon menyampaikan permohonan kepada Ketua Pengadilan Agama cq. Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini agar berkenan memutus antara lain sebagai berikut :

1. Menetapkan dan memberi izin kepada Pemohon untuk menetapkan ikrar talaq kepada Termohon dihadapan sidang Pengadilan Agama

2. Menetapkan dan memberi izin kepada Pemohon untuk mengucapkanli’ankepada termohon di hadapan sidang Pengadilan Agama

3. Menetapkan anak yang dilahirkan oleh Termohon bukan anak sah dari hasil perkawinan antara Pemohon dengan Termohon dan menetapkan anak tersbeut hanya mempunyainasabdengan Termohon dan keluarga Termohon

4. Menetapkan Termohon sebagai pemegang hak pemeliharaan dan hadhonah terhadap anak yang dilahirkan oleh Termohon

5. Dan lain-lain.

Majelis Hakim juga telah berusaha mendamaikan kedua belah pihak agar hidup rukun kembali melalui proses mediasi, tetapi tidak berhasil, dan Pemohon tetap mempertahankan permohonannya pada saat sidang pemeriksaan perkara di Pengadilan Agama.

Bahwa atas permohonan pemohon tersebut, Termohon telah pula menyampaikan jawaban secara tertulis antara lain sebagai berikut :

1. Bahwa benar telah terjadi pernikahan antara Pemohon dengan Termohon

2. Bahwa benar Pemohon pulang ke rumah orangtuanya sendiri setelah perkawinan, karena setelah menikah Pemohon mencampakkan Termohon dan anaknya begitu saja, tidak pernah memberi nafkah kepada Termohon.

3. Bahwa tidak benar pernyataan Pemohon yang mengatakan bahwa Termohon telah pernah berhubungan badan dengan lelaki lain sebelum dengan Pemohon, Termohon hanya berhubungan badan dengan Pemohon akhirnya sampai hamil dan dengan perkawinan yag sah.

4. Bahwa tidak benar pernyataan Pemohon yang mengatakan bahwa anak yang dilahirkan oleh Termohon adalah bukan darah daging pemohon, dan tidak benar

keyakinan Pemohon bahwa Termohon telah hamil terlebih dahulu dengan lelaki lain sebelum melakukan hubungan badan dengan Pemohon. Pernyataan tersebut hanya untuk meninggalkan tanggung jawab Pemohon sebagai seorang suami. Anak hasil dari perkawinan antara Pemohon dengan Termohon adalah perkawinan yang sah, dan dengan perkawinan yang sah tersebut adalah anak yang sah menurut hukum mempunyai hubungan nasab dengan Pemohon dan Termohon sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974, yaitu pasal 42 pengertian anak sah sebagai anak yang lahir dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Anak yang dilahirkan oleh Termohon lahir dalam perkawinan yang sah antara Pemohon dengan Termohon.

Maka Termohon menuntut Gugat Rekonpensi atas Pemohon untuk membayar nafkah-nafkah yang selama ini tidak pernah diberikan oleh Pemohon kepada Termohon, terutama nafkah anak umur 3,5 bulan minimal Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) perbulan hingga anak tersebut dewasa dan berdiri sendiri.

Kemudian setelah itu Pemohon kembali menyampaikan replik atas jawaban dari Termohon yang pada intinya menyangkal segala apa yang dinyatakan oleh Termohon tersebut diatas dan menyatakan bahwa Pemohon tetap teguh pada dalil- dalilnya semula serta membantah semua dalil-dalil yang disampaikan oleh Termohon. Dalam rekonpensi Pemohon juga meminta kepada Majelis Hakim agar gugatan rekonpensi yang diajukan oleh Termohon bersamaan dengan jawabannya dinyatakan tidak dapat diterima.

Tentang Hukumnya:

Antara lain sebagai berikut :

Bahwa Pemohon dan Termohon telah mengajukan bukti-bukti, baik surat yang berupa fotocopy yang telah dicocokan dengan aslinya serta bermeterai cukup, serta saksi-saksi yang telah memberikan keterangannya di bawah sumpah.

Kemudian berdasarkan bukti bukti tersebut, maka selanjutnya semua permohonan dan tuntutan Pemohon dan Termohon, baik dalam konpensi maupun rekonpensi, dipertimbangkan sesuai dalilnya. Terutama dalam hal ini akan lebih difokuskan terhadap permohonan dan tuntutan yang berkaitan dengan li’an dan pengingkaran anak, sesuai dengan pembahasan dalam tesis ini.

Bahwa berdasarkan keterangan para saksi yang dihadirkan oleh Pemohon dan Termohon telah menguatkan dalil Pemohon tentang kondisi rumah tangganya dengan Termohon yang sudah tidak harmonis, sering terjadi pertengkaran dan perselisihan dan tidak mungkin dapat dipersatukan kembali. Apabila alasan perceraian berupa terjadinya perselisihan dan pertengkaran terus menerus telah terbukti, maka permohonan talak dapat dikabulkan. Apabila suami istri yang tidak tinggal serumah lagi dan tidak ada harapan untuk dapat hidup rukun kembali maka rumah tangga tersebut telah terbukti retak/pecah dan telah memenuhi alasan Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.

Selain mendasarkan alasan perceraian pada Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, alasan perceraian juga didasarkan pada Pasal 19 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dimaksud. Oleh karena itu

Pemohon mohon diberi izin untuk mengucapkan sumpah li’an kepada Termohon untuk mengingkari anak yang dilahirkan oleh Termohon. Setelah Majelis Hakim memandang cukup memberi nasehat kepada Pemohon dan Termohon tentang laknat Allah bagi orang yang mengucap sumpah li’an, ternyata Pemohon tetap mengucapkan sumpah li’an di depan persidangan, begitu juga Termohon telah mengangkat sumpah nukul (sumpah balik).

Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka unsur alasan perceraian sebagaimana dikehendaki Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 jo Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal 116 huruf f, Pasal 101, Pasal 126, dan Pasal 128 Kompilasi Hukum Islam telah terpenuhi. Selain itu oleh karena permohonan Pemohon dikabulkan dengan

li’an, maka Pengadilan menjatuhkan talak ba’in kubra Pemohon terhadap Termohon. Oleh karena Pemohon telah mengucapkan sumpah li’an untuk mengingkari anak yang dilahirkan oleh Termohon bukan sebagai darah dagingnya atau bukan anak sah Pemohon, maka Majelis berpendapat permohonan Pemohon tentang pengingkaran anak patut dikabulkan. Maka berdasarkan Pasal 162 Kompilasi Hukum Islam secara otomatis anak yang dilahirkan Termohon hanya mempunya hubungan

nasab dengan Termohon dan keluarganya Termohon, serta Termohon sebagai pemegang hak pemeliharaan dan hadhonah terhadap anak tersebut dan Pemohon terbebas dari kewajiban memberi nafkah anak tersebut.

Maka dengan mengingat segala ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan hukum syar’i yang berkaitan dengan perkara ini, maka Majelis Hakim kemudian memutuskan :

DALAM KONPENSI :

1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian

2. Menjatuhkan talak bai’in kubra Pemohon terhadap Termohon

3. Menyatakan anak yang dilahirkan oleh Termohon bukan anak sah dari hasil perkawinan Pemohon dengan Termohon

4. Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima untuk selain dan selebihnya.

DALAM REKONPENSI :

1. Mengabulkan gugatan Penggugat Rekonpensi (Termohon) untuk sebagian

2. Menghukum Tergugat Rekonpensi (Pemohon) untuk membayar sejumlah uang kepada Penggugat Rekonpensi (Pemohon) berupa nafkah madliyah dan nafkah

mut’ah.

3. Menyatakan menolak gugatan Penggugat Rekonpensi (Termohon) untuk selain dan selebihnya.

DALAM KONPENSI DAN REKONPENSI :

Membebankan kepada Pemohon Konpensi (Tergugat Rekonpensi) untuk membayar seluruh biaya perkara.

Demikian putusan tersebut dijatuhkan atas perkara li’anmelalui Putusan Pengadilan Agama Nomor 1595/PDT. G/2010/PA Sidoarjo. Selanjutnya akan

dilakukan analisis terhadap putusan tersebut yang berkenaan dengan li’an dan pengingkaran serta penyangkalan anak, yang diselesaikan melalui proses dan tahapan dalam persidangan hingga diputus dengan Putusan Pengadilan Agama Nomor 1595/PDT. G/2010/PA Sidoarjo tersebut.

B. Analisis Putusan Pengadilan Agama Nomor 1595/PDT. G/2010/PA Sidoarjo