• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

1.1 Konteks Masalah

Pada Desember 2014 media massa baik itu media cetak, media elektronik maupun media baru atau media online banyak memuat pemberitaan mengenai film The Interview. Film yang berdurasi selama 112 menit ini menuai kontroversi. Cerita dalam film bergenre komedi ini berawal dari dua orang pekerja media dari sebuah program acara televisi yang terkenal di Amerika Serikat, bernama “Skylark Tonight” yakni Aaron Rapoport sebagai produser yang diperankan oleh Seth Rogen dan Dave Skylark sebagai pembawa acara yang diperankan oleh James Franco, mendengar kabar bahwa pemimpin Korea Utara Kim Jong Un yang diperankan oleh Randall Park merupakan salah satu penggemar dari acara yang mereka bawakan. Sebuah hal yang luar biasa bagi program “Skylark Tonight” diberikan kesempatan untuk mewawancarai seorang pemimpin dari negara yang dikenal sangat tertutup dengan dunia luar. Namun diluar dugaan, badan inteligen Amerika “CIA” mengambil kesempatan tersebut dan mengajak mereka untuk bekerjasama membunuh Kim Jong Un dengan alasan isu bom bertenaga nuklir yang akan dilepaskan oleh Korea Utara akan menghantam bagian pantai barat Amerika Serikat.

Dalam faktanya film The Interview mendapat kecaman yang keras dari pihak Korea Utara dan mereka menyarankan agar film ini tidak ditayangkan karena akan menyulut perang antara Korea Utara dengan Amerika Serikat. Korea Utara melaporkan keberatan mereka atas rencana penayangan film The Interview, yang dianggap melecehkan pemimpin tertinggi mereka kepada PBB. Film yang seharusnya ditayangkan pada 10 Oktober 2014 ini ditunda. Pada akhir November 2014 komputer Sony Pictures selaku pemegang lisensi dari film The Interview diretas oleh hacker. Setelah aksi peretasan yang dialami oleh pihak Sony Pictures, pada 22 Desember 2014 giliran jaringan internet di Korea Utara yang dikabarkan mati total selama 9 jam 31 menit.

Universitas Sumatera Utara

Pembatalan penayangan film yang diproduksi oleh Columbia Pictures ini mengundang kritik dari insan film seperti Ben Stiller, Steve Carell, Rob Low bahkan dari Presiden Amerika Serikat Barrack Obama, yang mengatakan bahwa hal ini merupakan ancaman atas kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat. Dengan adanya dukungan dari berbagai pihak dan populernya film The Interview oleh karena adanya kasus peretasan, maka Sony Pictures memutuskan untuk tetap menayangkan film kontroversial tersebut pada hari natal 25 Desember 2014. Film ini dirilis pada sejumlah bioskop, dijual secara online dan ditayangkan pada televisi berbayar melalui google play store, iTunes dari Apple Inc, Youtube, Microsoft Xbox dan Time Warner Cable. Film kontroversial yang membuat penonton penasaran ini sudah diunduh sebanyak 5,8 juta kali oleh penonton dan Sony Pictures telah meraih pendapatan lebih dari 40 juta dollar AS. Hal ini menjadikan film The Interview menjadi film online terlaris sepanjang masa.

Kepopuleran pemimpin-pemimpin eksekutif tidak terlepas dari peran media massa. Media tidak jemu-jemu mencari dan memberitakan hal-hal menarik yang terkait dengan para pemimpin tersebut. Dulu tidak banyak tokoh politik yang mau mengumbar kehidupan pribadinya kepada khalayak ramai. Berbeda dengan sekarang, media dengan mudah mendapatkan dan mempublikasikan kisah kehidupan seorang kepala negara maupun kepala daerah, selama pemberitaan yang dilakukan tidak menyinggung dan mampu membangun citra positif sang kepala negara ataupun kepala daerah dihadapan masyarakatnya.

Lazarsfeld dan Merton menjelaskan fungsi media dalam memberikan status. Karena nama, gambar atau kegiatannya dimuat oleh media, maka orang, organisasi atau suatu lembaga mendadak mendapat reputasi yang tinggi. Dalam hal ini dikenal dengan names makes news. Sebaliknya dalam kaitannya dengan citra yang sekarang adalah news makes name. Artinya orang yang tidak terkenal mendadak melejit namanya karena ia diungkapkan secara besar-besaran dalam media massa. Bahkan orang yang terkenal perlahan-lahan akan dilupakan orang karena tidak pernah diliput oleh media (Riswandi, 2013:115).

Universitas Sumatera Utara

Lawrence L. Steinmetz, dalam bukunya Managing Small Business mengartikan citra sebagai pancaran atau reproduksi jati diri atau bentuk orang perorangan benda dan atau organisasi (Sutojo, 2004:1). Frank Jefkins, dalam bukunya Public Relation Technique, menyimpulkan bahwa secara umum citra diartikan sebagai kesan seseorang atau individu tentang sesuatu yang muncul sebagai hasil dari pengetahuan dan pengalaman. Jefkins mengatakan bahwa citra adalah kesan yang diperoleh berdasarkan pengetahuan dan pengertian seseorang tentang fakta-fakta dan atau kenyataan. Sementara Jalaluddin Rakhmat mengatakan dalam buku Psikologi Komunikasi bahwa citra itu adalah penggambaran tentang realitas dan tidak harus sesuai dengan realitas, citra itu adalah dunia menurut persepsi. Untuk mengetahui citra seseorang terhadap suatu objek dapat diketahui dari sikapnya terhadap objek tersebut. Salomon dalam Rakhmat menyatakan semua sikap bersumber pada organisasi kognitif, pada informasi dan pengetahuan yang kita miliki. Efek kognitif dari komunikasi sangat mempengaruhi pembentukan citra seseorang. Citra terbentuk berdasarkan pengetahuan dan informasi-informasi yang diterima seseorang (Soemirat, 2004:114).

Citra yang baik dihasilkan dari pengelolaan kesan yang baik oleh indvidu. Erving Goffman mengatakan bahwa pengelolaan kesan merupakan teknik-teknik yang digunakan oleh seorang aktor untuk memupuk kesan-kesan tertentu dalam situasi tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Dia mengasumsikan bahwa ketika orang-orang berinteraksi maka mereka akan menyajikan suatu gambaran diri yang akan diterima orang lain, dimana interaksi ini mirip dengan pertunjukkan diatas panggung atau drama. Analogi Dramaturgi adalah kegiatan-kegiatan manusia sering dinyatakan sebagai teater (seluruh dunia adalah panggung), dan karena itu lingkungan buatan dapat dianggap sebagai pentas panggung. Manusia memerankan peranan, dan demikian pula bangunan-bangunan merupakan rona panggung dan perlengkapan yang menunjang pagelaran panggung. Setiap individu akan bertindak pada dua sisi, yakni panggung depan dan panggung belakang. Panggung depan menjadi tempat individu yang disebut sebagai seorang aktor memainkan perannya dihadapan para penonton. Sementara panggung belakang

Universitas Sumatera Utara

merupakan tempat si aktor mempersiapkan diri sebelum tampil dihadapan penonton (Surip, 2011:136).

Salah satu media massa yang saat ini banyak dimanfaatkan untuk mengenalkan ataupun mempromosikan seorang tokoh atau public figure khususnya pemimpin negara dan pemimpin daerah adalah film. Film merupakan media massa yang mampu menjadi media informasi bagi khalayak ramai. Film dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1992 adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik atau proses lainnya dengan atau tanpa suara yang dapat dipertunjukkan dan atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik dan lainnya

Film dilahirkan dari perpaduan unsur kesenian teater, musik, seni suara, seni tari dan seni rupa serta perkembangan dari teknologi fotografi dan rekaman suara. Adapun pesan komunikasi dalam sebuah karya film tertuang dan diwujudkan dalam cerita dan misi yang dibawa oleh film tersebut. Film yang dimaksud disini adalah film teatrikal, yaitu film yang diproduksi secara khusus untuk pertunjukan di gedung-gedung bioskop.

Kekuatan dan kemampuan film yang dapat menjangkau lapisan segmen sosial membuat para ahli berpendapat bahwa film memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayak. Hubungan khalayak dan film dipahami secara linear. Artinya film mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan dibaliknya tanpa pernah berlaku sebaliknya dan kritik yang hadir dalam perspektif ini berdasarkan argumen bahwa film adalah potret dari masyarakat dimana film itu dibuat. Film merekam realitas yang tumbuh dan berkembang di lapisan masyarakat dan kemudian diproyeksikan ke atas layar (Irawanto, 1999:13).

Banyak film mengenai pemimpin sebuah negara maupun daerah diproduksi oleh sineas film. Di Indonesia beberapa film yang menggambarkan cerita kehidupan seorang presiden seperti film Soekarno dan Habibie Ainun,

Universitas Sumatera Utara

kemudian film Jokowi Adalah Kita yang menceritakan kisah kehidupan Presiden Indonesia ke tujuh Joko Widodo ketika ia masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta bersama wakilnya Basuki Tjahaya Purnama. Beberapa film buatan luar negeri yang menceritakan ketokohan seorang kepala negara diantaranya Abraham Lincoln (1930), Wilson (1940), Ratu Elissabeth I dan lainnya. Film-film diatas menggambarkan sosok pemimpin yang baik, bijaksana dan hebat, mempunyai prestasi yang patut untuk dibanggakan. Mayoritas film tersebut berbau aksi kepahlawanan, kekeluargaan dan jauh dari lelucon, karena menggambarkan seorang pemimpin yang serius menanggapi setiap permasalahan.

Film The Interview menarik untuk diteliti dikarenakan film ini mengandung pesan yang bermuatan politik yang ingin disampaikan kepada khalayak. Film mengenai pembunuhan seorang pemimpin negara memang sudah banyak diproduksi. Mayoritas film tersebut menggunakan genre laga atau action dan jauh dari lelucon. Pada umumnya film-film tersebut menceritakan tentang kisah kepahlawanan seorang tokoh yang berusaha untuk menyelamatkan sang pemimpin dari serangan pembunuhnya. Karakter pemain yang kuat, tegas dan pandai menggunakan senjata menjadi hal yang ditonjolkan. Seperti film White House Down (2013), Vantage Point (2008), Air Force One (1997) dan lainnya. Berbeda dengan film The Interview yang mengusung tema pembunuhan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dengan menggunakan genre drama-komedi dimana tokoh “pembunuh” dalam film ini merupakan pekerja media. Skenario dalam film The Interview ini lebih memperlihatkan karakter tokoh Kim Jong Un sebagai seorang pemimpin Korea Utara.

Pada umumnya film yang mengangkat cerita tentang seorang tokoh negara diproduksi oleh insan film dari negara asal tokoh tersebut. Hal ini dikarenakan tokoh tersebut mempunyai hubungan, kepentingan dan memberikan sumbangsih yang bermanfaat bagi negaranya. Namun, film The Interview diproduksi oleh sineas film Amerika Serikat dimana dalam film ini mengangkat tokoh pemimpin Korea Utara Kim Jong Un. Dalam faktanya, negara Amerika Serikat dan Korea Utara merupakan dua negara yang saling bertentangan baik dari segi ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya, serta pandangan kedua negara tentang senjata

Universitas Sumatera Utara

perang rudal bertenaga nuklir. Keberanian insan film Amerika Serikat dalam film The Interview menjadi sebuah kritik akan ketotaliteran seorang pemimpin. Keberanian memberikan kritik terhadap pemerintah melalui sebuah film diharapkan juga muncul dalam dunia perfilman Indonesia, karena pandangan seseorang dan dunia terhadap sesuatu hal dapat berubah dan dapat diubahdengan menggunakan sebuah kamera dan beberapa pertanyaan.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti dan mengeksplorasi konstruksi citra Pemimpin Korea Utara saat ini “Kim Jong Un” dalam film The Interview produksi Columbia Pictures, dimana film ini merupakan film kontroversial pada Desember 2014.