• Tidak ada hasil yang ditemukan

T. Agama: Sebenarnya hal ini bukanlah hal yang baru. Ini

4.2.2 Konteks Sosial

Berdasarkan penelusuran berita dalam media online, peneliti menemukan sejumlah aturan ataupun rencana aturan daerah yang diberitakan menjelang munculnya episode Balada Perda, pada 16 Januari 2013. Berikut 4 contoh aturan yang ditemukan selama bulan desember 2012 hingga awal Januari 2013, beserta komentar masyarakat.

DKI Jakarta - Peraturan Gubernur No.209/2010 aturan PNS menggunakan baju adat

(http://metro.news.viva.co.id, 2013)

111

Universitas Kristen Petra Bandung – Gubernur imbau PNS menggunakan sepatu cibaduyut

(http://news.detik.com, 2013)

Gambar 4.5 Komentar Pembaca Berita PNS Menggunakan Sepatu Cibaduyut

DKI Jakarta – Rencana pembatasan jumlah kendaraan dengan sistem ganjil genap

(http://news.detik.com, 2013)

Gambar 4.6 Komentar Pembaca Berita Pembatasan Jumlah Kendaraan Sistem Ganjil Genap

112

Universitas Kristen Petra DKI Jakarta – Rencana tunjangan PNS perokok dicabut

(http://news.detik.com, 2013)

Gambar 4.7 Komentar Pembaca Berita Tunjangan PNS Perokok Dicabut

Komentar pembaca di atas menunjukkan adanya pro kontra terhadap aturan yang dikeluarkan pemerintah daerah. Pemberitaan mengenai perda bukan hal baru. Peneliti melakukan pencarian dengan kata kunci peraturan daerah pada media online kompas dan tempo. Peneliti menemukan variasi pemberitaan mengenai perda dari tahun 2005-2013 hingga halaman pencarian kedua.

113

Universitas Kristen Petra Gambar 4.9 Penelusuran pada Tempo.co

Tanda lingkaran merah pada penelusuran di atas merupakan berita negatif mengenai perda. Dengan demikian terlihat bahwa pemberitaan negatif tentang perda telah mendominasi media online. Pemberitaan-pemberitaan tersebut menyebutkan perda menghambat investasi dan membebani pebisnis, memicu pelanggaran HAM dan mendiskriminasi, merugikan masyarakat, dan dibatalkan karena melanggar aturan yang lebih tinggi.

Aturan formal terakhir mengenai perda sendiri terdapat di dalam UU no. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dalam bab VI dengan topik Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah. UU ini memberikan hak bagi kepala daerah untuk membuat perda dengan tetap memperhatikan asas-asas pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan, kekeluargaan, kenusantaraan, bhineka tunggal ika, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, ketertiban dan kepastian hukum, dan/atau keseimbangan, keserasian, dan keselarasan (pasal 138 ayat 1).

Pasal 136 ayat 2 menegaskan perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah. Penyerahan sebagian besar urusan pemerintahan ke pemerintah daerah telah menyebabkan materi muatan perda, sebagai produk hukum otoda, juga semakin luas. Sementara itu pasal 136 ayat 4

114

Universitas Kristen Petra menyebutkan bahwa perda yang dibentuk tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan yang lebih tinggi. Kondisi ini mengharuskan para pejabat pemerintahan daerah untuk mengetahui dan mempelajari berbagai peraturan yang lebih tinggi terkait substansi peraturan daerah (Paturusi, 2009, p.26).

Sayangnya, perjalanan perda sebagai produk hukum otoda tidak berjalan mulus. Hal ini terlihat dari pemberitaan-pemberitaan media di atas yang bersifat negatif. Sejalan dengan itu, hasil penelitian Esensi dan Urgenitas Peraturan Daerah Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah (Paturusi, 2009) menyimpulkan bahwa seringkali upaya pelayanan terhadap kebutuhan dan kepentingan masyarakat ternoda oleh kecenderungan untuk menggunakan peraturan daerah sebagai mekanisme untuk menambah pendapatan asli daerah yang berujung pada tindakan represif, yang justru mengorbankan kepentingan rakyat.

Paturusi juga menemukan bahwa adanya mekanisme penyelesaian permasalahan perda yang belum mulus oleh pemerintah pusat, sehingga dibutuhkan perhatian yang lebih serius agar tercipta kepastian hukum dan tercapainya good legislation governance dalam sistem hukum ketatanegaraan Idonesia.

Temuan Paturusi menunjukkan persoalan mengenai perda tidak hanya semata-mata berada pada tataran pemerintah daerah tetapi juga pada badan pemerintah pusat. Lebih lanjut, Provincial Governance Strengthening Programme (Khairi, 2012, p.12) dalam buku studi revisi Undang-undang No.32 Tahun 2004 menjelaskan permasalahan terkait peraturan daerah. Khairi menyatakan:

“Banyaknya perda dan rancangan peraturan daerah (raperda) yang bermasalah sering menimbulkan reaksi publik yang luas. Ketidakpuasan warga dan pemangku kepentingan terhadap perda sudah jamak terjadi dan memerlukan pengaturan yang jelas dan efektif. Dalam bidang keuangan daerah, tahun 2008 Kementrian Keuangan membatalkan lebih dari 2000 dari sekitar 7000 perda tentang pajak dan retribusi, karena dinilai bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi. Dalam bidang lainnya, muncul banyak perda yang bias gender dan mengancam wawasan kebangsaan. Dalam konteks desentralisasi sekarang

115

Universitas Kristen Petra ini, polemik muncul tentang siapa yang memiliki kewenangan melakukan review terhadap Perda dan Peraturan Kepala Dareah, pemerintahan yang lebih tinggi atau lembaga peradilan?”

Tulisan Khairi juga menunjukkan adanya persoalan melakukan review terhadap peraturan daerah. Polemik kewenangan evaluasi terhadap perda ini juga bukan merupakan hal baru. Banyak penelitian bidang hukum yang menunjukkan hal ini. Salah satunya berjudul Analisis Yuridis Pembatalan Peraturan Daerah Dalam Perspektif Judicial Review dan Executive Review yang dilakukan oleh Khelda Ayunita, S.H dalam program Pascasrjana Universitas Hasanuddin. Ayunita menyimpulkan bahwa terdapat dualisme pengujian terhadap peraturan daerah yaitu pengujian oleh Mahkamah Agung dan Pemerintah Pusat. Keduanya memiliki standar pengujian yang berbeda. Hal ini menimbulkan adanya ketidakpastian hukum terhadap perda yang dibatalkan oleh salah satu pihak, yang dapat berujung pada pergulatan politik antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat.

Persoalan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan otoda juga terjadi dalam area pembagian urusan pemerintahan. Khairi (2012, p.10) menjelaskan pembagian urusan pemerintahan menjadi isu yang strategis karena implikasi dari ketidakjelasan dalam pembagian urusan sangat luas, tidak hanya menyangkut hubungan antar susunan pemerintahan tetapi juga antara kementrian/lembaga pemerintahan non kementrian dengan pemerintahan daerah. Ketidakjelasan pembagian urusan sering memicu konflik antar susunan pemerintahan karena menimbulkan perebutan kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah. Lebih dari itu, ketidakjelasan pembagian urusan juga mendorong terjadi tumpang tindih dan duplikasi urusan pemerintahan sehingga menimbulkan masalah efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintah daerah.

Terkait dengan analisis sosial, Van Dijk memberikan perhatian pada aspek akses terhadap media. Pemerintah memiliki akses terhadap media melalui situs resmi pemerintah. Terkait dengan pelaksanaan pemerintahan dan peraturan daerah, pemerintah memiliki situs kemendagri.go.id. Dari sisi masyarakat, akses terhadap media meningkat pesat dengan adanya media online. Masyarakat dapat

116

Universitas Kristen Petra menyampaikan aspirasi mereka melalui komentar pada berita maupun dengan menulis berita sendiri pada kolom citizen journalism. Dengan demikian, pada saat ini pemerintah dan masyarakat sama-sama memiliki akses terhadap media yang ada.

Melihat fenomena duduk mengangkang, sebelum diangkat dalam Mata Najwa, telah diangkat dalam media online. Pada 4 Januari 2013, Kompas.com mengangkat judul “Perempuan Dilarang Duduk Mengangkang Saat Dibonceng”. Para pembaca memberikan banyak komentar negatif terhadap larangan duduk mengangkang.

Gambar 4.10 Komentar Pembaca Berita Larangan Mengangkang di Kompas.com

Kemudian pada tanggal 6 Januari 2013, Tempo.co mengangkat judul “Larangan Duduk Ngangkang Rekomendasi Majelis Ulama”. Seperti Kompas.com, pembaca Tempo.co juga memberikan komentar negatif terhadap aturan larangan mengangkang.

117

Universitas Kristen Petra Gambar 4.11 Komentar Pembaca Berita Larangan Mengangkang di Tempo.co

Pada media lokal, rakyataceh.com mengeluarkan judul “Islam Tak Larang Wanita Ngangkang di Motor” (11/1). Pada berita itu, diambil tanggapan ketua PBNU yang berbunyi “itu cari pekerjaan saja”. Berita tersebut tidak setuju dengan aturan larangan mengangkang. Dibanding berita lain yang serupa, hanya berita ini yang mendapat komentar pembaca. Satu-satunya komentar ini berbunyi:

Gambar 4.12 Komentar Pembaca Berita Larangan Mengangkang di rakyataceh.com

118

Universitas Kristen Petra Hal yang sama terjadi pada raperda pengaturan nama bayi di Surabaya. Aturan nama bayi mendapatkan sikap kontra dari masyarakat pembaca.

Gambar 4.13 Komentar Pembaca Berita Aturan Nama Bayi detik.com Dari penjelasan-penjelasan di atas terlihat bahwa keberadaan peraturan daerah menuai pandangan dan temuan negatif baik dari masyarakat maupun media. Secara umum terdapat dua isu mengenai permasalahan peraturan daerah. Isu pertama datang dari pemerintah daerah yaitu perda yang diciptakan tidak mensejahterakan warga. Sementara itu isu kedua datang dari tubuh pemerintah pusat, yaitu belum adanya kepastian hukum yang jelas untuk mengatur sistem evaluasi dan pembatalan perda.

119

Universitas Kristen Petra 4.3.Analisis dan Interpretasi Data

Temuan data menunjukkan bahwa secara tematik episode Balada Perda mengkritik keberadaan perda pasca otonomi daerah karena tidak menjalankan fungsi sebagaimana mestinya. UU no.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 136 ayat 2 menjelaskan perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah. Dalam UU yang sama, pasal 20 ayat 1 c menyatakan penyelenggaraan daerah dilakukan berdasarkan asas kepentingan umum. Artinya, perda dibentuk untuk melayani kepentingan masyarakat secara umum. Kemudian, pasal 22 menjelaskan bahwa daerah wajib menjaga dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.

Perda-perda yang mengundang pro kontra warga dareah ini diwakili oleh larangan duduk mengangkang bagi kaum perempuan Lhokseumawe dan aturan nama bayi sesuai ciri khas kedaerahan di Surabaya. Mata Najwa episode Balada Perda memberikan latar, detail dan maksud yang dominan mengenai aturan-aturan tersebut, namun kemudian memojokkannya dengan menggunakan teknik-teknik wacana lainnya.

Aturan daerah berikutnya yang dibahas adalah inisiatif Bupati Bualemo membawa pejabat pemerintahan daerah ke penjara dan menginap di rumah warga miskin, serta aturan Bupati Kampar untuk mewajibkan warga mengaji dan mematikan televisi saat magrib. Tayangan kedua aturan ini mendapatkan perlakuan yang berbeda dari dua aturan sebelumnya. Selain durasi yang lebih sedikit (6 menit banding 30 menit), temuan data menunjukkan Mata Najwa memberikan latar, detail dan maksud dari kedua aturan tersebut tanpa diintervensi oleh host seperti pada dua aturan sebelumnya. Artinya, Mata Najwa menyajikan kebenaran sesuai realitas yang ditampilkan kedua bupati tersebut.

Bagian isi episode ini ditutup dengan pemutaran komentar dari Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi. Temuan data menunjukkan bahwaMata Najwa membiarkan Gamawan menggunakan teknik detail untuk memberikan banyak informasi yang memojokkan perda-perda yang mengundang pro dan kontra. Detail ini dipertegas dengan penggunaan yang grafis yang diberikan oleh tim Mata Najwa.

120

Universitas Kristen Petra Dengan demikian, peneliti mengelompokkan temuan data dalam tabel skematik berikut:

Waktu Segmen Keterangan

00:56-01.34 Pembukaan Mata Najwa

Mata Najwa memberikan pernyataan bahwa muncul perda-perda yang mengundang pro dan kontra.

01.35-21.26

Himbauan larangan duduk mengangkang di atas sepeda motor bagi Perempuan di Lhokseumawe.

Mata Najwa menjadikan himbauan di Lhokseumawe sebagai aturan yang tidak mensejahterakan masyarakat.

22.31-30.46

Raperda pengaturan nama bayi dengan ciri khas kedaerahan di Surabaya.

Mata Najwa menjadikan raperda di Surabaya sebagai aturan yang tidak mensejahterakan masyarakat.

30.47-34.05

Inisiatif bupati membawa pejabat pemerintahan daerah ke penjara dan menginap di rumah warga miskin di Bualemo.

Mata Najwa menjadikan aturan di Bualemo sebagai contoh yang patut diteladani.

34.06-36.54

Aturan bupati untuk mewajibkan warga mengaji dan mematikan televisi saat magrib di Kampar.

Mata Najwa menjadikan aturan di Kampar sebagai contoh yang patut diteladani.

37.08-40.28

Komentar Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi.

Mata Najwa menggunakan komentar Mendagri yang berfokus pada kritik terhadap perda-perda yang tidak penting.

40.29-41.18 Catatan Najwa

Mata Najwa menggunakan Catatan Najwa untuk me-recall bahwa saat ini banyak aturan pemda yang tidak penting dan

121

Universitas Kristen Petra tidak membawa kesejahteraan bagi masyarakat.

Tabel 4.21 Temuan Analisis Skematik Olahan peneliti, 2013

Dari durasi waktu dalam kerangka skematik di atas terlihat bahwa Mata Najwa Balada Perda fokus pada perda yang tidak mensejahterakan masyarakat (sekitar 34 menit dari total siaran 41 menit). Ada tiga wacana yang dibangun dalam Mata Najwa Balada Perda.