• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perda Mengintervensi Privasi Warga

T. Agama: Sebenarnya hal ini bukanlah hal yang baru. Ini

4.3.2 Perda Mengintervensi Privasi Warga

Seperti wacana perda melayani kepentingan pemerintah daerah Lhokseumawe dan Surabaya, pembentukan wacana perda mengintervensi kental terlihat pada kedua wawancara. Temuan data menunjukkan adanya sub episode perda mengintervensi privasi warga. Pada wawancara dengan Suaidi, Najwa membiarkan Suaidi memberikan detail mengenai hubungan tanggung jawab antara dirinya, Allah dan rakyat. Ia wajib menyampaikan kepada rakyat mengenai apa yang wajib dilakukan demi kebaikan sebagai bentuk tanggung jawabnya kepada Allah. Namun keputusan untuk melaksanakan kebaikan itu merupakan urusan pribadi rakyat dengan Allah. Setelah Suaidi selesai, Najwa memulai pembentukan wacana perda mencampuri urusan privat seperti pada percakapan berikut:

1

NS: Jadi memang sesungguhnya Anda melihat ini lebih ke urusan privat, urusan antara manusia dengan Tuhannya?

2

SY: Iya..

3

NS: Berarti kalau urusan privat tidak perlulah diatur dalam ranah publik Pak Walikota.

4

SY: Aaa.. apa.. aaa. Aturan Allah disesuaikan dengan budaya dan adat istiadat yang ada di Aceh, itu tetap mengikutinya.

5

NS: Karena tadi Anda katakan itu urusan mereka dengan Tuhannya, berarti sesungguhnya ini memang sesuatu yang tidak perlu diatur (SY: urusan, urusan saya…) dalam masalah publik (SY: adalah..) karena ini urusan privat.

128

Universitas Kristen Petra Dalam kalimat 1 Najwa mengeluarkan pertanyaan yang sekaligus bersifat praanggapan bahwa menurut Suaidi urusan duduk mengangkang adalah urusan privat, dengan keterangan/koherensi urusan manusia dengan Tuhan adalah urusan privat. Hal ini kemudian ditekankan dalam kalimat 3 dengan koherensi sebab akibat bahwa urusan duduk mengangkang tidak perlu diatur dalam perda karena merupakan urusan privat. Suaidi kemudian memberkan penjelasan bahwa aturan Allah disesuaikan dengan budaya dan adat isitiadat Aceh. Namun pada kalimat 5 Najwa kembali menggunakan koherensi sebab akibat. Yang menjadi penyebab adalah urusan duduk mengangkang merupakan urusan privat manusia dengan Tuhan, sehingga menimbulkan akibat duduk mengangkang tidak perlu diatur dalam ranah publik. Dalam proposisi penyebab, Najwa menambahkan koherensi penjelas “karna tadi Anda katakan” untuk menegaskan bahwa Suaidi sendiri mengakui bahwa urusan duduk mengangkang adalah urusan privat.

Teknik pembentukan wacana serupa ditemukan dalam wawancara dengan Baktiono. Dalam temuan data terlihat Baktiono menggunakan strategi latar, detail dan maksud sejak awal percakapan (menit 22.31) untuk menyampaikan realitas bahwa pengaturan nama bayi sesuai ciri khas kedaerahan penting untuk dilakukan untuk menjaga budaya Surabaya. Baktiono juga menyampaikan detail yang mendukung idenya dengan menyebutkan daerah-daerah yang dapat dikenali melalui nama warganya.

Baru pada menit 23.13 Najwa mengeluarkan isu ranah privat secara implisit. Najwa mengeluarkan praanggapan bahwa pemberian nama bayi adalah hak prerogatif orang tua.

Kenapa penting? Kenapa warga kota Surabaya tidak boleh namanya bervariasi sesuai orang tua? Itu kan hak prerogatif orang tua mau kasih nama anaknya siapa, Pak?

Praanggapan ini memberikan kesan bahwa pemberian nama merupakan urusan khusus ranah keluarga yang tidak boleh diintervensi oleh pihak luar.

129

Universitas Kristen Petra Kemudian pada menit 29.25 Najwa membentuk wacana urusan privat secara eksplisit dengan mengajukan pertanyaan:

6

NS: Ini tidak terlalu ikut campur dalam urusan privat warga? Kalimat tanya 6 di atas sekaligus memberikan kesan praanggapan bahwa aturan nama bayi mencampuri urusan privat warga.

Intervensi urusan privat yang tergambar dalam Balada Perda sesuai dengan pendapat ER dan SF. Keduanya sepakat bahwa larangan duduk mengangkang dan aturan nama bayi telah melanggar urusan privat warga. ER mengungkapkan “7

ya memang itulah yang menjadi dasar pemikiran kenapa kita angkat ada ranah privat yang sebenarnya gak perlu disinggung gak perlu diintervensi oleh penguasa”. ER menggunakan skema peran untuk menjelaskan bahwa pemerintah harus bisa membedakan urusan publik dan urusan privat.

Sependapat dengan ER, SF menilai bahwa aturan larangan mengangkang merupakan urusan individu yang bukan merupakan ranah atur pemerintah. Sementara itu, nama bayi merupakan amanah yang diberikan oleh orang tua, pihak lain tidak berhak mencampuri hal pemberian nama bayi dalam keluarga.

Fungsi perda untuk mengatur urusan publik sebenarnya telah terangkum dalam UU no.32 Tahun 2004 pasal 136 ayat 4 bahwa perda tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum. Hal ini berarti perda seharusnya mengurusi kepentingan umum; kepentingan warga secara keseluruhan; urusan dalam ranah publik. Pada pasal 13 dan 14 mengenai pembagian urusan pemerintahan daerah pun dijabarkan dengan jelas bahwa kewenangan pemerintah berada pada ranah publik seperti pembangunan, tata ruang, sarana dan prasarana umum, penyelengaraan pendidikan, pengendalian lingkungan hidup, dan kependudukan.

Pada teks Balada Perda, penajaman wacana perda mencampuri urusan privat warga juga dilakukan pada bagian Catatan Najwa dengan menggunakan strategi metafora dan praanggapan. Mata Najwa mengeluarkan praanggapan perda telah tersesat ketika mempublikkan urusan privat, sangat terlibat mengatur individu dan gemar mengatur aurat

130

Universitas Kristen Petra warga. Praanggapan tersebut mengandung metafora “tersesat” dan “aurat”. Kata “tersesat” memberi kesan banyak perda yang tidak berada pada jalurnya. Banyak perda yang tidak menjalankan fungsi yang sebenarnya. Sementara itu KBBI mengartikan “aurat” sebagai 1. Bagian badan yang tidak boleh kelihatan (menurut hukum Islam); 2. Kemaluan; 3. Organ untuk mengadakan perkembangbiakkan. Artinya “aurat” menggambarkan hal yang sangat privat secara individual. Dengan demikian praanggapan di atas berarti perda telah keluar dari fungsi sebenarnya untuk mengurusi kepentingan umum warga kepada tindakan mencampuri urusan privat warga.

Strategi lain yang terlihat dalam Catatan Najwa adalah penggunaan leksikon. Najwa mengeluarkan kalimat

Gemar mengatur aurat warga, lalai membuat rakyat sejahtera. Mata Najwa memilih kata “lalai membuat rakyat sejahtera” untuk menjelaskan akibat dari perda yang gemar mengatur aurat warga. Menurut KBBI, kata “lalai” tidak sekadar menggambarkan ketidakberhasilan mencapai tujuan, tetapi tidak berhasil karena tidak hati-hati atau tidak berhasil karena mengerjakan hal lain. Mata Najwa memojokkan perda-perda dengan menunjukkan bahwa perda tidak berhasil mensejahterakan masyarakat karena mengurusi hal lain yaitu urusan privat warga.

Mata Najwa juga menggunakan grafis untuk mendukung penggunaan bahasa dalam membentuk wacana. Dalam Catatan Najwa tentang perda mencampuri urusan privat warga, Mata Najwa mengeluarkan grafis tulisan sesuai praanggapan yang dikeluarkan untuk memberikan penekanan terhadap praanggapan tersebut.

131

Universitas Kristen Petra Najwa menjalin jari-jari

tangan yang dapat berarti Najwa menahan perasaan dan penilaian negative (Pease, 2004) karena perda-perda mencampuri urusan privat dan tidak membuat warga sejahtera.

Ketika mengatakan “mempublikkan urusan privat” dan “lalai membuat rakyat sejahtera”, Najwa memajukan kepalanya ke depan. Gerakan ini berarti Najwa memberikan penegasan terhadap wacana perda mengintervensi privasi warga.