• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konversi Tanaman Kopi Robusta menjadi Kopi Arabia

Dalam dokumen Modul Bahan Ajar UB Distance Learning (Halaman 85-91)

TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN INDUSTRI PERENIAL

3. Konversi Tanaman Kopi Robusta menjadi Kopi Arabia

Konversi tanaman kopi robusta menjadi kopi arabika dilakukan dengan teknik sambung, tanaman kopi robusta berlaku sebagai batang dan kopi arabika unggul sebagai batang atas. Pelaksanaan teknik sambungan di lapangan dilakukan dengan menggunakan metode siwingan, yaitu dengan memangkas separuh bagian tajuk kopi robusta diatas sambungan. Metode ini selain dapat mendorong pertumbuhan sambungan lebih sehat, juga masih dapat diperoleh hasil panen dari kopi robusta hingga 55%. Dengan metode konversi ini juga mudah dilakukan penggantian jenis klon batang atas bila didapatkan klon baru yang lebih unggul pada masa yang akan datang.

4. Pemangkasan

Pemangkasan dilakukan agar tanaman dapat tumbuh dengan baik. Terdapat 3 macam pemangkasan, yaitu :

a. Pangkasan bentuk

Dilakukan untuk membentuk kanopi yang baik atau agar tanaman mempunyai cabang produktif (lateral). Pemangkasan ini dilakukan pada ketinggian 30 – 50 cm kemudian tunas yang tumbuh dipilih untuk dipelihara.

b. Pangkasan pemeliharaan

Meliputi wiwilan atau membuang tunas yang baru tumbuh, pemangkasan berat, pemangkasan B-F (Beaumont– Fukunaga), pemangkasan cabang yang terkena hama dan penyakit

c. Pemangkasan peremajaan.

Dilakukan pada tanaman tua dengan memotong batang tanaman sekitar 30 cm dari permukaan tanah dan menyambung tunas yang tumbuh dengan varietas unggul.

5. Tanaman Pelindung

Tanaman kopi memerlukan tanaman pelindungatau penaung agar diperoleh tingkat intensitas radiasi matahari yang produktif bagi tanaman. Tanaman pelindung ditanam minimal 1 tahun sebelum tanaman kopi. Tanaman penaung sementara antara lain,

Moghania macrophylla (Flemingia congesta)pada ketinggian 700 m dpl dan Tephrosia atau Crotalaria pada 1000 m dpl. Untuk penaung tetap dapat digunakan Lamtoro, sengon, dadap, Gliricidia dan cemara.

3.2 Teh (Camelia sinensis L.)

3.2.1 Latar Belakang

Teh (Camelia sinensis) merupakan salah satu minuman penyegar yang dikonsumsi secara global. Curah hujan 2000-2500 mm/tahun, dengan jumlah hujan pada musim kemarau rata-rata tidak kurang dari 100 mm, suhu berkisar antara 130C-250C dan kelembaban relatif

tidak kurang dari 70%. Ketinggian tempat 400-1200 m dpl Jenis tanah Andosol dengan pH 4.5 – 6 dengan kandungan BO yang cukup.

Walaupun perusahaan teh di Indonesia semakin meluas, dari mulai Sumatera Utara sampai ke Jawa Timur, namun perkebunan teh di Indonesia dewasa ini berada dalam kondisi yang menurun (decline). Perkembangan areal tanaman teh di Indonesia terus menurun sejak tahun 2002, sehingga pada tahun 2009 hanya tersisa seluas 126.251 Ha dengan konsentrasi terbesar di Jawa Barat, yaitu seluas 97.138 hektar (77%); diikuti Jawa Tengah (8%) dan Sumatera Utara (4%).

Dari bentuk dan sifat pengusahannya, perkebunan teh di Indonesia sebagian besar berupa Perkebunan Rakyat (46%), sisanya berupa Perkebunan Besar Negara (30%) dan Perkebunan Besar Swasta (24%). Perkebunan teh yang diusahakan dalam bentuk Perkebunan Besar Negara atau PTPN misalnya, Perkebunan Teh Gunung Mas, Goalpara dan Malabar di Jawa Barat. Sedangkan yang diusahakan dalam bentuk Perkebunan Besar Swasta misalnya Perkebunan Teh Tambi, Pagilaran dan Kemuning di Jawa Tengah). Produksi teh di Indonesia secara umum dibedakan menjadi dua macam, yaitu teh hijau dan teh hitam.

Teh hijau adalah teh yang proses produksinya tidak melalui proses fermentasi, sedangkan teh hitam adalah teh yang dalam proses produksinya melalui proses fermentasi.Agroindustri teh di Indonesia telah dimulai sejak abad ke 18 dan komoditas teh pernah tercatat sebagai penghasil devisa negara yang cukup penting dalam perekonomian nasional. Akan tetapi, sejalan dengan merosotnya luas areal tanaman, produksi teh Indonesia juga terus mengalami penurunan. Jika pada tahun 2008 masih sebesar 137 499 ton, pada tahun 2009 turun menjadi 136 481 ton dan pada tahun 2010 hanya 129 200 ton.

Sebagai penghasil devisa negara, pada tahun 2008 tercatat nilai ekspor teh olahan sebesar US $ 162,8 juta, tahun 2009 sebesar US $ 174,4 juta, dan tahun 2010 mencapai US $ 184,9 juta atau meningkat 6% dari tahun 2009. Sebagian besar (70%) teh Indonesia diekspor ehingga Indonesia tercatat menjadi urutan keenam eksportir teh dunia setelah Kenya, Sri Lanka, India dan Vietnam. Negara tujuan ekspor teh Indonesia adalah Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat dan negara-negara Eropa.

Kondisi dan perkembangan agroindustri teh Indonesia sendiri dalam periode 2007 – 2010, secara umum mengalami peningkatan, baik jumlah perusahaan, produksi dan nilai produksi,

TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN - UB DistanceLearning 2014

kapasitas izin, utilisasi maupun nilai investasi serta tenaga kerja yang diserap. Namun demikian, peningkatan tersebut relatif kecil sehingga tidak mampu memberikan sumbangan berarti dalam perekonomian nasional.

3.2.2 Permasalahan

Industri teh Indonesia masih terkendala 2 masalah klasik yaitu sistem produksi dan pemasaran. Dua akar permasalahan ini yang menyebabkan produk teh Indonesia kalah dengan negara lain. Persaingan harga jual komoditi teh menjadi salah satu faktor daya saing yang menentukan kelangsungan industri teh di Indonesia (tingginya biaya produksi).

Industri teh Indonesia memerlukan rehabilitasi lahan teh yang harus dilakukan terutama untuk industri teh rakyat yang terkendala dana rehabilitasi. Tren konsumsi teh di Indoenesia masih dipandang sebagai minuman penyegar saja, bukan sebagai minuman obat. Bahkan dari konsumsi teh Indonesia per kapita hanya 300 gram per kapita sedangkan, di Inggris mencapai 2,5 kilogram per tahun.

Faktor tempat penanaman. Di luar negeri, teh ditanam di ketinggian lebih dari 1.500 meter di atas permukaan laut (m dpl). Sedangkan di Indonesia, teh ditanam di bawah ketinggian 1.500 m dpl.

Banyak faktor yang sangat mempengaruhi rendahnya konsumsi per kapita nasional tersebut antara lain; faktor internal konsumen seperti budaya, kelas sosial, karakteristik individu, dan faktor psikologis.

Faktor internal konsumen mencakup jumlah konsumsi rata-rata per kapita per tahun nasional (350 gram). Dimana, perbedaan itu dirasakan cukup besar jika dibandingkan dengan konsumsi teh rata- rata per kapita dunia yang mencapai 933 gram. Rendahnya konsumsi tersebut, disebabkan responden rumah tangga relatif belum memperhatikan ketepatan jumlah dan ketepatan proses dalam penyajian serta minum teh relatif belum teratur. Selain itu, Penurunan produksi pada komoditas teh disebabkan oleh Hama dan Penyakit.

3.2.3 Teknologi Produksi

1. Varietas Unggul

Tanaman teh diperbanyak dengan cara vegetatif, yaitu dengan stek daun. Bahan tanaman asal stek dapat menggunakan berbagai jenis klon yang dianjurkan, antara lain :

a.Untuk dataran rendah (< 800 m dpl)

i. Skala besar : TRI 2025, TRI 2024, SKM 118, PS 125, Cin 176, SKM 123

ii. Skala kecil : PG 18, Cin 143, PS 324, PS 354, PG 9, PS 1, SKM 116, Kiara 8

i. Skala besar : TRI 2025, TRI 2024, PG 18, KP 4, Kiara 8, PS 1, Cin 143

ii. Skala kecil : PS 125, RB 3, PS 87, PS 354, SA 35, SKM 116, SKM 118, TRI 777

c. Untuk dataran tinggi (> 1200 m dpl)

i. Skala besar : Cin 143, TRI 2025, TRI 2024, Kiara 8, PS 1 ii. Skala kecil : PG 18, PS 324, SA 35, KP 4, RB 3, SKM 118,

SA 40, TRI 777, PS 125

2. Pemupukan

Bagian yang dipanen adalah daun, agar daun tetap produktif maka pemupukan harus diperhatikan. Dosis Pemupukan dasar yang dianjurkan terdiri atas 12.5 g Urea, 5 g TSP, 5 g KCl per lubang tanam

3. Bidang Petik

Untuk memperoleh perdu yang produktif, tanaman teh muda (TBM) perlu dibentuk agar memiliki bentuk perdu dengan percabangan ideal dan bidang petik yang luas, sehingga dapat menghasilkan pucuk sebanyak-banyaknya. Untuk mencapai maksud tersebut, tanaman teh yang belum menghasilkan perlu dibentuk bidang petiknya dan pada tanaman teh yang telah menghasilkan perlu dilakukan pemangkasan.

4. Tanaman pelindung atau pohon naungan pada tanaman teh

terdiri atas :

Pohon pelindung sementara Pohon pelindung sementara seperti Theprosia sp atau Crotalaria sp. Yang ditanam di antara arisan tanaman teh dengan selang dua baris. Penanamannya dilakukan setelah penanaman teh selesai. Pohon pelindung tetap Penanaman pohon pelindung tetap dianjurkan dari jenis Leguminoceae. Diutamakan untuk daerah dengan ketinggian < 1000 meter dpl. Sebaiknya ditanam 1 tahun sebelum penanaman teh, sehingga pada saat tanaman teh sudah berumur 2-3 tahun sudah dapat berfungsi dengan baik sebagai pelindung.

3.3 Kelapa Sawit (Elais guinensis)

3.3.1 Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Di Indonesia penyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Hingga kini, kelapa sawit sudah digunakan untuk berbagai aneka kebutuhan yang biasa dikenal atau disingkat ke dalam 5 huruf F, yakni; Food, untuk tujuan pangan manusia; Feed, untuk pakan ternak; Fuel, untuk energi atau bahan bakar mesin; Fibre, untuk keperluan papan dan Fertilizer, untuk pupuk organik.

TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN - UB DistanceLearning 2014

Bagian yang paling populer untuk diolah dari kelapa sawit adalah buah. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan baku margarin.

Minyak sawit digunakan sebagai bahan baku minyak goreng, margarin, sabun, kosmetika, industri baja, kawat, radio, kulit dan industri farmasi. Minyak sawit dapat digunakan untuk begitu beragam peruntukannya karena keunggulan sifat yang dimilikinya yaitu tahan oksidasi dengan tekanan tinggi, mampu melarutkan bahan kimia yang tidak larut oleh bahan pelarut lainnya, mempunyai daya melapis yang tinggi dan tidak menimbulkan iritasi pada tubuh dalam bidang kosmetik. Produksi minyak kelapa sawit Indonesia tahun 2014 meningkat dari mencapai 31 juta ton metrik. Pada tahun 2014, ekspor minyak kelapa sawit di Indonesia adalah 20 juta ton metrik.

Minyak inti menjadi bahan baku minyak alkohol dan industri kosmetika. Bunga dan buahnya berupa tandan, bercabang banyak. Buahnya kecil, bila masak berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandung minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun, dan lilin. Ampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak. Ampas yang disebut bungkil inti sawit itu digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang.

Buah diproses dengan membuat lunak bagian daging buah dengan temperatur 90 °C. Daging yang telah melunak dipaksa untuk berpisah dengan bagian inti dan cangkang dengan pressing pada mesin silinder berlubang. Daging inti dan cangkang dipisahkan dengan pemanasan dan teknik pressing. Setelah itu dialirkan ke dalam lumpur sehingga sisa cangkang akan turun ke bagian bawah lumpur. Sisa pengolahan buah sawit sangat potensial menjadi bahan campuran makanan ternak dan difermentasikan menjadi kompos.

Indonesia merupakan produsen minyak kelapa sawit terbesar kedua di dunia Diproyeksikan menjadi yang terbesar karena keunggulan kompetitifnya (ketersediaan lahan, kualitas tanah yang baik, tenaga kerja yang berlimpah, iklim yang menunjang) Konsumsi minyak kelapa sawit dunia mencapai 24%. Pertumbuhan permintaan minyak kelapa sawit sebesar 9%. Indonesia diperkirakan bisa mengungguli Malaysia di tahun 2010.

Kementerian Pertanian Indonesia, jumlah total luas area perkebunan sawit di Indonesia pada saat ini mencapai sekitar 8 juta hektar; dua kali lipat dari luas area di tahun 2000 ketika sekitar 4 juta hektar lahan di Indonesia dipergunakan untuk perkebunan kelapa sawit. Jumlah ini diduga akan bertambah menjadi 13 juta hektar pada tahun 2020.

Kelapa sawit yang dibudidayakan terdiri dari dua jenis, yaitu: E.

guineensis dan E. oleifera. Jenis pertama yang terluas dibudidayakan

masing-masing. E. guineensis memiliki produksi yang sangat tinggi dan E. oleifera memiliki tinggi tanaman yang rendah. banyak orang sedang menyilangkan kedua species ini untuk mendapatkan species yang tinggi produksi dan gampang dipanen. E. oleifera sekarang mulai dibudidayakan pula untuk menambah keanekaragaman sumber daya genetik.

Penangkar seringkali melihat tipe kelapa sawit berdasarkan ketebalan cangkang, yang terdiri dari Dura, Pisifera dan Tenera. Dura merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal sehingga dianggap memperpendek umur mesin pengolah namun biasanya tandan buahnya besar-besar dan kandungan minyak per tandannya berkisar 18%. Pisifera buahnya tidak memiliki cangkang, sehingga tidak memiliki inti (kernel) yang menghasilkan minyak ekonomis dan bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Tenera adalah persilangan antara induk Dura dan jantan Pisifera. Jenis ini dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masing-masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Beberapa tenera unggul memiliki persentase daging per buahnya mencapai 90% dan kandungan minyak per tandannya dapat mencapai 28%.

Meskipun naik turunnya kondisi dunia telah menyebabkan penurunan yang signifikan terhadap harga minyak sawit dunia (dan membuat Pemerintah menerapkan pajak ekspor di tahun 2014 yang paling rendah sepanjang sejarah Indonesia yaitu 0%), bisnis minyak sawit di Indonesia masih menjanjikan - dalam jangka waktu panjang - karena beberapa alasan: (1) Margin laba yang besar, sementara komoditi ini mudah diproduksi, (2) Permintaan internasional yang besar dan terus berkembang, (3) Biaya produksi minyak sawit mentah (CPO) di Indonesia adalah yang paling murah di dunia, (4) Tingkat produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan produk minyak nabati dan (5) Penggunaan biofuel diduga akan meningkat secara signifikan.

3.3.2 Permasalahan

Faktor yang dapat menyebabkan penurunan hasil produksi pada tanaman kelapa sawit diantaranya hama dan penyakit. Serangan hama utama ulat pemakan daun kelapa sawit, yakni ulat api (Lepidoptera: Limacodidae) dan ulat kantung (Lepidoptera: Psychidae). Potensi kehilangan hasil yang disebabkan kedua hama ini dapat mencapai 35%. Jenis ulat api yang paling banyak ditemukan di lapangan adalah

Setothosea asigna, Setora nitens, Darna trima, Darna diducta dan Darna

bradleyi. Selain hama, penyakit juga menimbulkan masalah pada

pertanaman kelapa sawit. Penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh infeksi cendawan Ganoderma boninense merupakan penyakit penting yang menyerang kebun-kebun kelapa sawit. Cendawan

G. boninense merupakan patogen tular tanah yang merupakan parasitik

fakultatif dengan kisaran inang yang luas dan mempunyai kemampuan saprofitik yang tinggi.

TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN - UB DistanceLearning 2014

3.3.3 Teknologi Produksi 1. Bibit Kultur Jaringan

Akar atau daun aktif dipotong agar sel-sel pembiakan (ortet), kemudian disemai dalam media tumbuh hingga membentuk callus. Pada Media lain embryoid dipindah ke tabung hingga membentuh shoot dan berakar yamg kemudian disebut dengan plantet. Plantet dipindah ke prenursery slm 2 bln, kemudian di pindah ke nursery. Total waktu yang dibutuhkan adalah ± 18 bln. Produksi bibit secara besar-besaran dengan produksi yang tinggi dan pertumbuhan seragam. Percepat perluasan areal kelapa sawit dapat meningkatkan produktivitas. Selain itu, bibit kultur jaringan dapat menghemat biaya devisa yang akan digunakan untuk pembayaran royalties kepada pemegang patent di luar negeri. 2. Cover Crop

Penanaman Penutup tanah pada areal kelapa sawit dapat menggunakan Calopogonium muconoides (6 kg/ha) dan Pureria

javanica (3 kg/ha) kemudian dipupuk TSP dengan dosis 9 kg/ha.

Dalam dokumen Modul Bahan Ajar UB Distance Learning (Halaman 85-91)

Dokumen terkait