• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kordinasi Dengan Sub Sistern Penuntutan Oleh Bapepam

Dalam dokumen Penegakan Hukum Pidana Di Bidang Pasar Modal (Halaman 107-114)

KEWENANGAN BAPEPAM DALAM PENYIDIKAN DAN PENYELIDIKAN TINDAK PIDANA PASAR MODAL

B. Bapepam Selaku Penyidik dan Penyelidik

4. Kordinasi Dengan Sub Sistern Penuntutan Oleh Bapepam

Sebagaimana diatur dalam KUHAP Pasal 107 ayat (3) bahwa: 97

97 Ibid

"Dalam hal tindak pidana telah selesai disidik oleh penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf b, ia segera menyerahkan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat {1) huru£ a"

Budi Satrio : Penegakan Hukum Pidana Di Bidang Pasar Modal, 2010.

Penyidik bapepam yang telah menyelesaikan penyidikannya, kemudian menyerahkan hasil penyidikannya tersebut kepada Kejaksaan selaku penuntut umum, melalui penyidik Kepolisian. Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut ternyata masih kurang lengkap, penuntut umum segera mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi. Seringkali berkas yang telah diserahkan kembali dengan disertai petunjuk oleh penuntut umum kepada penyidik Bapepam dirasakan sangat susah untuk dipenuhi, 98

Akibat dari adanya keadaan yang tidak pasti seperti ini, menyebabkan kepastian penyelesaian suatu perkara tindak pidana pasar modal menjadi semakin tidak menentu, padahal dalam kasus tersebut terdapat kepentingan pemodal dan masyarakat yang memiliki dana didalamnya menjadi ikut tidak menentu pula. Kesulitan dalam hal

meskipun di dalam Pasal 110 ayat (3) ditentukan bahwa, "Dalam hal penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi, penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum".

Dengan adanya kata-kata "segera" pada pasal tersebut, menyebabkan tidak ada batas waktu bagi penyidik untuk kapan harus menyerahkan kembali berkas yang telah disertai petunjuk tersebut dan berapa kali pengembalian berkas perkara tersebut tidak ada pengaturan secara pasti, sehingga mengakibatkan bolak-baliknya perkara dari penyidik Bapepam ke jaksa selaku penuntut umum.

98 Ibid

Budi Satrio : Penegakan Hukum Pidana Di Bidang Pasar Modal, 2010.

pembuktian dan memenuhi petunjuk (P-18) dari jaksa selaku penuntut umum di dalam memberikan petunjuknya, diakui oleh penyidik Bapepam sebagai salah satu sebab, sulitnya memenuhi petunjuk tersebut. Karena jaksa belum terbiasa dengan unsur-unsur yang terkandung di dalam rumusan pasal-pasal tentang tindak pidana yang diatur dalam undang-undang pasar modal. Hal ini berkaitan dengan terbatasnya kemampuan penguasaan ilmu pasar modal dari perangkat hukum yang ada, mulai dari polisi, kejaksaan sampai hakim di pengadilan.

Pengaturan yang secara luas tentang rumusan suatu delik dalam undang-undang pasar modal, memang menyebabkan lahirnya kesulitan bagi penyidik dalam memenuhi pembuktian unsur-unsurnya, misalnya pasal tentang tindak pidana manipulasi pasar yang terdapat dalam undang-undang tersebut. Perbedaan yang sangat mencolok antara rumusan tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan rumusan tindak pidana yang diatur dalam undang-undang pasar modal inilah yang menyebabkan pihak jaksa harus menyesuaikan dengan rumusan-rumusan yang ada di dalamnya, misalnya, rumusan tentang manipulasi pasar, dalam Pasal 91 hanya dinyatakan sebagai gambaran semu atau menyesatkan mengenai perdagangan, keadaan pasar, atau harga efek di Bursa Efek. Pengertian atau rumusan unsur dari perdagangan semu sendiri tidak diketemukan dalam undang-undang pasar modal, baik dalam Ketentuan Umum, Pasal yang mengaturnya maupun dalam penjelasan pasal demi pasalnya.

Budi Satrio : Penegakan Hukum Pidana Di Bidang Pasar Modal, 2010.

Perbedaan lain dari ketentuan yang mengatur mengenai tindak pidana umum, dalam hal ini KUHP dan proses beracaranya, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dengan Undang-undang Pasar Modal, tampak bahwa ketentuan mengenai jenis-jenis tindak pidana dan proses beracaranya mempunyai karakteristik yang secara signifikan berbeda apabila dicermati dengan karakteristik sebagai berikut: 99

1. Pelaku tindak pidana dalam KUHP lebih terkonsentrasi pada orang perseorangan, sedangkan kecenderungan pelaku tindak pidana Undang-undang Pasar Modal adalah perusahaan atau badan hukum;

2. Proses beracara dalam Hukum Acara Pidana secara khusus belum memberikan kriteria mengenai dokumen-dokumen elektronik, seperti email, rekaman kaset dan kamera;

3. Salah satu karakteristik kejahatan pasar modal adalah lingkupnya yang internasional, hal tersebut membawa konsekuensi atas jangkauan wilayah yurisdiksi dalam penegakan hukum yang membawa kemungkinan akan bersinggungan dengan yurisdiksi wilayah hukum negara lain. Secara khusus hal tersebut belum diantisipasi dalam KUHP maupun Hukum acaranya. C. Kewenangan Bapepam Dalam Penanganan Kasus Penyajian Laporan Keuangan

dan Keterbukaan PT Bank Lippo Tbk

Kasus yang menarik perhatian sepanjang tahun 2003 adalah kasus Penyajian Laporan Keuangan dan Keterbukaan PT Bank Lippo Tbk karena adanya perbedaan laporan keuangan PT.

99 Ibid

Budi Satrio : Penegakan Hukum Pidana Di Bidang Pasar Modal, 2010.

Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang dipublikasikan di media massa pada tanggal 28 November 2002 dengan Laporan Keuangan periode yang sama ke PT BEJ. Dari kedua versi laporan tersebut, terdapat perbedaan data laporan keuangan. Perbedaan tersebut adalah di dalam laporan Keuangan yang dipublikasikan melalui media massa disebutkan bahwa, total aktiva Rp.24 triliun dengan laba bersih sebesar Rp. 98 miliar. Sementara dalam Laporan Keuangan ke PT BEJ (Nomor. Pengumuman 112O/BEJ-2O02) , total aktiva bsrkurang menjadi Rp. 22,8 triliun dan rugi bersih menjadi Rp. 1.3 triliun. Laporan Keuangan yang disampaikan ke PT BEJ tersebut adalah perbandingan Laporan Keuangan per 30 September 2002 yang diaudit dengan Laporan Keuangan per 30 September 2001 yang tidak diaudit. Laporan keuangan juga menyajikan perbedaan mencolok pada laba operasional yaitu rugi Rp. 1,2 triliun (pada laporan ke PT BEJ) dibandingkan dengan laba Rp.170 miliar {pada laporan publikasi media massa).

Dari hasil pemeriksaan Tim disimpulkan bahwa adanya kekurang hati-hatian Direksi PT Bank Lippo Tbk dalam mencantumkan kata "audit" dan opini wajar tanpa pengeculian pada iklan laporan keuangan per 30 September 2002 pada tanggal 28 November 2002 dan adanya kelalaian Akuntan Publik Drs. RK., Partner KAP Prasetio, Sarwoko dan Sanjaya, berupa keterlambatan dalam menyampaikan peristiwa penting dan material mengenai penurunan nilai AYDA (aset yang diagunkan) PT Bank Lippo Tbk kepada Bapepam.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995, separti halnya KUHP juga membagi tindak pidana di bidang pasar modal menjadi dua macam, yaitu kejahatan dan pelanggaran di bidang pasar modal. Dari kasus-kasus pelanggaran perundang-undangan di atas, sebagaimana telah

Budi Satrio : Penegakan Hukum Pidana Di Bidang Pasar Modal, 2010.

dijelaskan ketika membahas tentang kejahatan pasar modal, bahwa selama ini belum ada satu kasuspun yang penyelesaiannya melalui jalur kebijakan pidana, tetapi melalui penjatuhan sanksi administrasi, yang penyelesaiannya dilakukan oleh dan di Bapepam. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995, meletakkan kebijakan kriminal melalui hukum pidana terhadap tindak pidana pelanggaran pasar modal dalam Pasal 103 ayat (2) , yaitu pelanggaran Pasal 23, Pasal 105, dan Pasal 109. Untuk jelasnya akan dikutip berikut ini;

Pasal 103 ayat (2) Pelanggaran pasar modal disini adalah, pelanggaran terhadap Pasal 32 yaitu:

Seseorang yang melakukan kegiatan sebagai wakil penjamin efek. Wakil perantara pedagang efek atau wakil menager investasi tanpa mendapatkan izin Bapepam. Ancaman bagi pelaku adalah maksimum pidana selama 1 (satu) tahun kurungan dan denda Rp. 1000.000.000.00.-(satu milyar rupiah);

Pasal 105 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 menyatakan bahwa pelanggaran pasar modal yang dimaksudkan disini adalah pelanggaran Pasal 42 yang dilakukan oleh manager investasi, atau pihak terafiliasinya, yaitu: Menerima imbalan (dalam bentuk apapun), baik langsung maupun tidak langsung yang dapat mempengaruhi manejer investasi itu untuk membeli atau menjual efek untuk reksa dana. Ancaman pidana berupa pidana kurungan maksimum 1 (satu) tahun kurungan dan denda Rp. 1.000.000.000.00.-(satu milyar rupiah).

Selanjutnta, Pasal 109,yang dilanggar disini adalah perbuatan tidak mematuhi atau menghambat pelaksanaan Pasal 100, yang berkaitan dengan kewenangan Bapepam dalam melaksanakan pemeriksaan terhadap semua pihak yang diduga atau terlibat dalam pelanggaran UUPM.

Budi Satrio : Penegakan Hukum Pidana Di Bidang Pasar Modal, 2010.

Dianutnya pembagian delik atas dua macam yaitu delik kejahatan pasar modal dan delik pelanggaran pasar modal, menunjukkan bahwa UUPM mengikuti ketentuan yang terdapat dalam KUHP merupakan hukum (ketentuan yang umum, di satu sisi, tetapi dalam ketentuan mengenai sanksinya jauh berbeda). Di dalam KUHP untuk delik pelanggaran tidaklah diancam dengan pidana kumulasi seperti dalam UUPM ini, tetapi hanya hukuman kurungan paling lama satu tahun, sedangkan dalam UUPM juga satu tahun kurungan tetapi dikumulasikan dengan denda yang besar (1 milyar). Hal ini tentu saja rasional, juga bila dilihat dari asas perundang-undangan yang baik selalu memperhatikan antara korban dan sanksi yang seimbang. Walaupun selama ini dikenakan sanksi administrasi kepada pelaku tindak pidana pasar modal, tetapi seperti pada tindak pidana pasar modal, alasan yang sama telah dikemukakan di atas menjadi dasar untuk memberikan sanksi administrasi tersebut.

Melihat penyelesaian terhadap kasus-kasus pelanggaran yang dilakukan oleh Bapepam, Bapepam lebih cenderung menyelesaikan persoalan tersebut dengan menggunakan jalur di luar pengadilan (non penal), tapi apabila pihak pelanggar tidak dapat menyelesaikan sanksi administratif yang telah dijatuhkan, maka pihak Bapepam akan menyelesaikan kasus tersebut ke pengadilan (penyelesaian secara penal). Dapat dikatakan disini bahwa, pihak Bapepam beranggapan bahwa hukum pidana tersebut sebagai senjata pamungkas (Ultimum Remedium) di dalam penyelesaian kasus pelanggaran perundang-undangan di pasar modal.

Budi Satrio : Penegakan Hukum Pidana Di Bidang Pasar Modal, 2010. BAB IV

SISTEM PEMIDANAAN TINDAK PIDANA PASAR MODAL DI DALAM

Dalam dokumen Penegakan Hukum Pidana Di Bidang Pasar Modal (Halaman 107-114)