• Tidak ada hasil yang ditemukan

KRIMINALITAS SEPANJANG TAHUN 1980-1982

Dalam dokumen Negara, Intel, dan Ketakutan (Halaman 193-200)

Oleh : Usman Hamid dan Edwin Partogi

KRIMINALITAS SEPANJANG TAHUN 1980-1982

12 Ibid.

13 Data Badan Pusat Statistik ini bila diamati dalam kolom ’Dilaporkan’ dan ’Diselesaikan’

maka akan terlihat keganjilannya, yaitu, angka yang ada dalam kolom ’Diselesaikan’ semuanya berada dikitaran 50 persen dari yang ’Dilaporkan’.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Aceh Sumatra Utara Sumatra Barat Riau Sumatra Selatan Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Nusa Tenggara Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Tengah Sulawesi Selatan Tenggara Maluku Irian Jaya Jumlah 2657 22.262 1.673 1.924 11.289 33.538 11.849 26.150 41.186 ….. 3.215 3.950 910 5.850 8.095 1.247 354 176.149

No Provinsi / Wilayah Dilaporkan Diselesaikan

1980 1981 1982 1980 1981 1982 3.410 23.939 4.198 …. 14.101 39.733 16.226 36.096 52.973 6.142 4.212 2.498 5.848 10.347 5.556 2.546 2.330 230.155 2.725 23.145 3.460 2.283 11.212 48.935 14.306 32.260 40.150 8.354 3.913 5.562 3.247 9.086 9.859 2.435 2.836 223.768 1550 11.640 929 920 6.682 12.791 5.721 13.265 20.624 ….. 1.970 1.831 603 2.889 4.828 672 244 87.159 1.952 11.978 2.212 …. 8.384 16.659 7.523 19.027 26.335 2.581 2.318 1.282 2.668 5.857 2.349 1.403 1.299 113.827 1.347 8.323 1.351 1.134 6.527 17.243 5.921 16.964 19.153 3.287 1.647 2.521 1.701 4.394 4.604 1.300 1.880 99.297 Sumber : KontraS (Diolah dari Biro Pusat Statistik)

Sebenarnya beberapa langkah operasional telah dilakukan pihak keamanan. Misalnya, Polda Sumut mengerahkan sejumlah polisi berseragam di tengah-tengah masyarakat untuk menciptakan rasa aman, sekaligus mempermudah untuk meminta bantuan polisi jika diperlukan. Metode ini dipilih karena pengerahan polisi dalam berpakaian preman dinilai kurang mencapai sasaran. Selain itu penindakan langsung ke sarang-sarang penjahat juga dilakukan dengan dukungan dari Brimob. Gelar operasi pun telah dilakukan di Sumut dengan melakukan Operasi Sikat VI, Operasi Giat Kat dan Operasi Restra II untuk memerangi segala bentuk kejahatan yang meresahkan masyarakat yang mengarah sadisme. Selain operasi yang dilakukan oleh antar satuan di lingkungan kepolisian, ada pula operasi yang dilancarkan bersama Laksusda Sumut.

Tidak berbeda dengan Polda Sumut, Polda Jawa Tengah juga melancarkan Operasi Cerah. Dari operasi ini terungkap keterlibatan anggota ABRI yang melakukan kejahatan dengan menggunakan senjata api. Di Jawa Barat, Dan Tabes 89/Bandung menggelar Operasi Buana I dengan melibatkan sedikitnya 150 anggota polisi dan gabungan yang terdiri dari DLLAJR, Pom ABRI dan Kodim 0618/Bandung. Dan Tabes 86/Bandung Letkol Pol. Drs. Syafuan dalam pertemuannya dengan 15 perwakilan pengusaha bus antar kota bahkan merencanakan kerjasama pengamanan bus di terminal maupun dalam perjalanan, sehingga keamanan dan keselamatan penumpang dapat terjamin.14

Berkaitan dengan pengamanan kejahatan di dalam transportasi

bus ini, Sudomo malah sempat mengatakan akan membentuk Killer

Squad, pasukan istimewa khusus bertugas memerangi perampok dengan cara mengawal bus-bus.15 Menurut Kapolri Jenderal Pol

14 ”Kobes 86/Bandung Lakukan Operasi ’Buana-1’ ”, Antara, 7 Maret 1982.

15 Menurut Kapten A. Muas Burhan-Kepala Penerangan Wilayah Pertahanan I di Medan,

pembentukkan pasukan itu masih dalam persiapan karena instruksi dan petunjuk pelaksanaannya belum ada. Lihat Tempo, 12-17 Juli 1982.

Dr. Awaloeddin Djamin, penodongan supir bus yang dilakukan oleh kawanan penjahat disertai dengan penjambretan, perampasan barang-barang milik penumpang, merupakan gejala baru tindak kriminalitas di Indonesia pada saat itu.16

Ketidakberdayaan aparat keamanan mengatasi tindak krimi- nalitas yang merajalela ini kemudian mulai diarahkan sebagai isu politik dengan mengembangkan opini bahwa ekstrim politik berada di belakang aksi-aksi para kejahatan. Ini digulirkan oleh Pangdam VII/Diponegoro Mayjen TNI Ismail seusai rapat Muspida Tingkat I di Semarang yang saat itu mendengarkan laporan Kadapol IX/ Jateng Mayjen Pol. JFR Montolalu tentang pelaksanaan Operasi Cerah di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Didampingi Gu- bernur Supardjo, Mayjen Ismail selaku pimpinan pertemuan me- ngatakan pada pers peningkatan kriminalitas dimungkinkan karena masih aktifnya golongan ekstrim di wilayah Kodam VII sebagai salah satu penyebabnya. Mayjen Ismail menegaskan:

”Unsur ekstim tersebut antara lain adalah generasi kedua atau ketiga dari bekas PKI atau DII-TII. Golongan ini termasuk ’golongan tengah’ yang telah menerjuni semua gatra (tingkatan) sosial untuk kepentingannya.”

Hal yang sama juga disampaikan Mendagri Amirmachmud usai menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha tentang kegiatan Pekan Komunikasi pembinaan bekas tahanan G-30-S/PKI yang sedang berlangsung di Jakarta. Dalam keterangan persnya Amir- machmud menjelaskan:

”Terjadinya berbagai tindakan kriminal dan kejahatan yang terjadi akhir-akhir ini serta gejala politik menjelang Pemilu

16 ”Penodongan & Perampasan Di Bis Gejala baru Kriminalitas”, Sinar Harapan, 19 April

yang lalu, karena eks PKI ikut bermain. Ada bukti atau tidak feeling saya mengatakan begitu”17

Bergesernya isu kriminalitas ini dari pelaku residivis menjadi pelaku yang berlatar politik membuat Kapolda Metro Jaya saat itu harus menyampaikan klarifikasi atas rumor yang berkembang bahwa ia terlibat dalam organisasi kumpulan para preman dan mantan residivis. Kasipendeak Kodak Metro Jaya, Lekol Pol Bazar, bertempat di Polda Metro Jaya membantah rumor tentang Ka- dapol, Kadapol tidak pernah menjadi pelindung organisasi yang menamakan diri ”PREM’S” maupun ”Security guard” atau se- jenisnya.18

Hingga Agustus 1982 tidak ada perubahan berarti dari upaya pemerintah menekan angka kejahatan. Presiden Soeharto dalam Pidato Kenegaraan 16 Agustus 1982 kembali menegaskan perin- tahnya kepada aparat keamanan:

”Sementara itu kita masih harus memberikan perhatian yang lebih serius untuk memberantas secara tuntas para pelaku kejahatan yang dilakukan dengan kekerasan dan kekejaman yang akhir2 ini terjadi di perampokan, pembajakan bis dan sebagainya. Saya minta agar seluruh jajaran ABRI, khususnya polisi sebagai alat penegak hukum dapat mengatasi ganguan yang meresahkan masyarakat itu.”19

Menanggapi pernyataan Presiden di atas, Kapolri Jenderal Pol. Awaluddin bertempat di gedung Manunggal AKABRI, pada 19 Agustus 1982 mengatakan, apa yang dikemukakan oleh Bapak

17 ”Mendagri: Eks PKI Ikut Main Dalam Tindakan Kejahatan yang Terjadi Dewasa Ini”,

Merdeka, 12 Agustus 1982.

18 ”Kadapol Tak Pernah Jadi Pelindung PREM’S”, Merdeka, 24 Februari 1982. 19 Suara Karya, 25 Agustus 1983.

Presiden dalam pidato kenegaraannya 16 Agustus lalu, harus menjadi cambuk bagi setiap anggota Polri dari pelosok tanah air. Lebih lanjut, Kapolri menegaskan yang menjadi permasalahan bagi pelaksanaan tugas pokok Polri bukan hanya keberhasilan dengan menekan angka kejahatan saja, tetapi bagaimana Polri harus dapat memberantas kejahatan-kejahatan tertentu seperti pembunuhan sadis, perampokan, pencurian kendaraan yang meresahkan masya- rakat.20

Selanjutnya, pada tanggal 9 sampai 11 September 1982 di Am- barawa, Jawa Tengah, enam Kadapol melakukan Rapat Koordinasi. Kadapol yang mengikuti Rakor itu ialah Kadapol Kodak VI/ Sumatera Bagian Selatan, VII/Metro Jaya, VIII/Jawa Barat, IX/ Jawa Tengah, X/Jawa Timur dan XI/Nusa Tenggara pada 9-11 September 1982.

Kadapol Metro Jaya Mayjen Pol Anton Soedjarwo saat sambutan

pembukaan Rakor Kadapol VI sampai dengan XI di Ambarawa

Jawa Tengah pada 9 September 1982, mengatakan, ”dewasa ini timbul kecenderungan pergeseran sifat kejahatan ke arah yang lebih sadis (cetak miring penulis), sadisme tersebut dilakukan penjahat di samping untuk menghilangkan jejak, juga untuk mempengaruhi psikologi dan moral masyarakat.”

Kerja sama antar Kodak penting dalam usaha penanggulangan kejahatan karena salah satu Kodak dapat dijadikan tempat pelarian para pelaku atau tempat pelempar hasil-hasil kejahatan serta tempat merencanakan sebuah kegiatan. Dengan pola kebersamaan usaha penagulangan juga dapat menpersempit ruang gerak pelaku kejahatan antar wilayah hukum. Dengan diadakannya Rakor di- harapkan pula akan tercapai pendekatan saling pengertian di antara

20 ”Tugas Polri Bukan Hanya Tekan Angka Kejahatan”, Merdeka, 23 Agustus 1982 , Ka. Polri:

Kodak VI hingga XI sebagai Kodak yang saling berdampingan, dalam upaya menanggulangi dan memberantas secara tuntas kejahatan dengan kekerasan yang meresahkan masyarakat.

Kalau dahulu penjahat akan menyakiti atau membunuh kor- ban apabila dalam keadaan terjepit maka sekarang ini menjadi kebalikan dimana korban dilumpuhkan atau dibunuh terlebih dahulu agar barang yang akan diambil mudah untuk dilaksanakan dan tidak akan ada saksi terutama dari korban.21

Kapolri Jenderal Pol. Dr. Awaloedin saat penutupan Rakor Kodak VI sampai dengan XI pada 11 September 1982, kembali mengingatkan bahwa kejahatan yang meresahkan masyarakat di Indonesia tetap tinggi terutama di pulau Jawa dan merembes ke Sumatra bagian selatan dan Bali. Untuk itu, berdasarkan amanah Presiden pada tanggal 16 Agustus lalu, menjadi tugas Polri menekan bahkan kalau bisa menghilangkan kejahatan yang meresahkan masyarakat.22

Dalam beberapa pernyataan yang dikeluarkan oleh pihak keamanan dapat dilihat bahwa pelaku kejahatan pada saat itu diidentifikasi berusia antara 18-24 tahun. Para pelaku tidak hanya lelaki tetapi juga perempuan, sebagian besar pelaku adalah residivis sekalipun ada pula di antara pelaku adalah pelajar sebagaimana yang sempat disampaikan oleh Kadapol IX/Jateng Mayjen Pol. JFR Montolalu. Mobilitas pelaku cukup tinggi dan tidak mengenal batas-batas daerah.

21 ”Kejahatan dengan Kekerasan Akan Diberantas Tuntas”, Antara, 10 September 1982 ;

Suara Karya, 10 September1982; Sinar Harapan, 10 September 1982, Raker Kadapol Se- Jawa-Bali & Di Bandungan.

22 ”Kejahatan yg Meresahkan Tetap Tinggi Terutama Di Pulau Jawa”, Sinar Harapan,

13 September 1982 , Suara Karya, 13 September 1982, Rakor 6 Kadapol Menghasilkan Konsensus Bandungan.

Menurut Mayjen Anton Soejarwo aksi kekerasan ini sebagai dampak pesatnya laju pembangunan nasional, dampak perkembang- an situasi ekonomi dan melebarnya faktor-faktor kriminogen lain- nya. Sehingga membutuhkan perhatian dan pengambilan langkah- langkah intregatif yang menjangkau instansi di luar kepolisian.23

Berbeda dengan Kadapol II/Sumatera Utara Brgjend Hudioro me- nilai meningkatnya kualitas kejahatan ini tidak terlepas dari tidak diperhatikannya faktor pembinaan para narapidana di dalam Lem- baga Pemasyarakatan. Lebih lanjut Hudioro mengatakan, ”Seolah- olah lembaga pemasyarakatan dibuat sebagai sekolah kejahatan.”24

Selain itu, menurut Hudioro, pada bekas narapidana itu mengalami kehidupan ekonomi yang tidak baik dan tidak ada yang memperhatikan kehidupannya di tengah-tengah masyarakat. Sikap apriori masyarakat dan dunia usaha terhadap para mantan narapidana, membuat mereka tidak mempunyai banyak pilihan untuk mempertahankan hidupnya.

II. Operasi-operasi Pemberantasan Kejahatan

Pada 19 Januari 1983, Pangkopkamtib Laksamana TNI Su- domo, seusai Rapat Koordinasi yang dipimpinnya, ikut hadir an- tara lain Kapolri Letjen (Pol) Anton Sudjarwo, Wapangkowilhan II, Marsekal Muda Atmodjo, Kadapol VII Metro Jaya Brigjen (Pol) Drs. R. Sudjoko, Pangdam V/Jaya Mayjen Try Sutrisno dan Wagub DKI HAKI Chourmain di Kodak Metro Jaya, menjelaskan upaya penanggulangan kejahatan di Jakarta diberi nama ” Operasi Clurit”. Operasi itu tidak akan jauh berbeda dengan gerakan

23 ” Semua Berharap Konsensus itu Dapat Atasi Gangguan Kamtibmas Berlingkup Antar

Kodak” Merdeka, 18 September 1982.

operasi lain yang pernah dilancarkan. Dalam penanggulangan dan pemberantasan terhadap tindak kejahatan perlu juga untuk mengembalikan momentum penertiban. Operasi Clurit sini akan mengarah kepada suatu Siskamling yang efektif dan efesien. Dalam Operasi Clurit ada pemeriksaan senjata tajam dan senjata api dari rumah ke rumah. Hal itu dimaksudkan untuk mengurangi peluang terhadap terjadinya suatu tindak kejahatan.

Menyinggung banyaknya jumlah residivis di Jakarta, Sudomo mengatakan akan mengatur mereka sehingga menjadi warga negara yang baik, para residivis itu akan dikumpulkan dalam arti diatur supaya kembali berkelakuan baik. Untuk pengamanan, tampaknya tidak ada jalan lain yang lebih baik, sebab hukum yang dijatuhkan sering tidak menangkal kejahatan yang terjadi.

Operasi Clurit dilangsungkan selama sebulan dan merupakan gerakan terpadu dengan melibatkan unsur Polri, Laksusda dan masyarakat. Operasi menitikberatkan pada tindakan yang dapat menekan tindak kejahatan secara drastis. Untuk mencegah para penjahat mengalihkan kegiatannya ke luar kota dan daerah-daerah lain juga telah mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan tersebut.25 Operasi Clurit yang pada awalnya ini diterapkan di

Jakarta ternyata juga diterapkan disejumlah daerah berdasarkan perintah Pangkopkamtib. Tidak hanya di kepolisian tetapi ter- masuk ABRI ketika itu secara aktif turut melakukan operasi pem- berantasan kejahatan. Laksusda Jawa Tengah/DIY Pangdam VII/ Diponegoro Mayjen Ismail, menerangkan bahwa Laksusda Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta dalam waktu dekat akan melaksanakan operasi imbangan terpadu untuk mengimbangi pelaksanaan Operasi Clurit yang dilaksanakan oleh Pangkopkamtib di daerah Jakarta dan sekitarnya. Terhadap para pelaku kejahatan,

Dalam dokumen Negara, Intel, dan Ketakutan (Halaman 193-200)