Oleh : Usman Hamid dan Edwin Partogi
II. Meningkatnya Kejahatan (Kriminalitas)
Kasus penembak misterius (petrus) berawal dari kebijakan untuk memberantas kejahatan yang meningkat dan dinilai telah meresahkan masyarakat. Kebijakan ini berkembang menjadi ekse- kusi-eksekusi di luar hukum, melanggar hak asasi manusia, dan gagal menghilangkan kejahatan itu sendiri. Di luar itu, justru membangun keresahan dan ketakutan yang semakin meluas di tengah masyarakat. Dalam kasus petrus, banyak orang tewas belum tentu bersalah. Bilapun benar orang yang tewas itu adalah tersangka kejahatan (penjahat), pemerintah malah memperlihatkan sikap yang
membenarkan petrus sebagai hukuman. Alasannya, meningkatnya kejahatan telah menimbulkan keresahan di masyarakat. Bukan hanya dari segi kuantitas, namun juga kualitas kejahatan dengan mobilitas tinggi, ruang gerak yang luas, serta modus operandi yang sadis. Permasalahan ini bisa ditemui pada berbagai pernyataan pemerintah khususnya pejabat keamanan pada waktu itu.
Kapolri Jenderal Pol. Dr. Awaloedin dalam suatu kesempatan menegaskan meningkatnya kejahatan dengan menyatakan bahwa ”tindak kejahatan dewasa ini menunjukkan gejala semakin me- ningkat dan tugas Polri berusaha selalu mencegah sedini mungkin usaha kejahatan”. Kapolri juga mengingatkan, dengan sarana yang ada sekarang diharapkan mengembangkan sistem pengamanan lingkungan dan keahlian Satpam untuk proyek atau perusahaan vital.”4 Saat mengecek persiapan pengamanan menjelang Pemilihan
Umum (Pemilu) tahun 1982, Wakil Panglima ABRI Laksamana Sudomo (merangkap sebagai Panglima Komando Operasi Keaman- an dan Ketertiban-Pangkopkamtib) menyatakan ”Jika Jakarta mau aman, sesungguhnya semua residivis yang namanya terdaftar di Kodak Metro Jaya harusdiamankan”.5 Dari data yang dikumpulkan,
Sudomo berpendapat penjahat yang beroperasi di Jakarta keba- nyakan masih remaja, yakni berusia sekitar 18-24 tahun yang ke- banyakan melibatkan residivis. Kunci suksesnya pengamanan ini, menurut Sudomo, tergantung bagaimana mengatasi residivis.
Perhatian khusus terhadap meningkatnya kejahatan juga mun- cul dari Presiden saat mengucapkan selamat kepada Polri melalui Kadapol VII/Metro Jaya Mayor Jenderal Polisi Anton Soedjarwo (4
4 Hal ini disampakan ketika acara serah terima tanah dan sarana Diklat Satpam di Ujung
Berung Bandung, 5 Februari 1982. Lihat ”Tindak Kejahatan Semakin Meningkat Polri Harus Lakukan Pencegahan Dini”, Pelita, 9 Februari 1982
5 Disampaikan kepada pers setelah mengunjungi Kodak Metro Jaya, mengecek persiapan
pengamanan dalam menghadapi Pemilu 1982. Lihat ”Jadilah Anjing Yg Baik & Setia”, Sinar Harapan, 28 Januari 1982.
Januari 1982). Soedjarwo, anggota Tekab Kodak VII/Metro Jaya itu dinilai berhasil membongkar kasus perampokan yang meresahkan masyarakat dalam tempo singkat; yakni dalam tempo 16 jam setelah kejadian tanggal 30 Desember, pukul 11.15 WIB di Jalan Suryopranoto 11, Jakarta Pusat.6 Sehari setelah ucapan selamat yang
disampaikan Presiden kepada Polri, dalam pidatonya di depan DPR RI pada tanggal 5 Januari 1982, Presiden Soeharto menyatakan:
”Walaupun keadaan keamanan di Indonesia cukup baik tetapi kwalitas kejahatan yang akhir-akhir ini cukup memprihatinkan perlu dapat diambil langkah pencegahan dan pemberantasan kejahatan dengan Pola Penanggulangan secara Nasional.”7
Pernyataan Presiden Soeharto di atas, kembali ditegaskan pada Rapat Pimpinan ABRI di Jakarta pada 13 Maret 1982. Presiden selaku Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata menyampaikan perintahnya secara lisan berkait dengan upaya menekan angka kejahatan. Presiden Soeharto dalam amanatnya mengatakan:
”Peristiwa-peristiwa kejahatan yang akhir-akhir ini menunjuk- kan gejala meningkat, perlu ditangani dengan tuntas. Di harapkan alat-alat keamanan khususnya kepolisian dengan bantuan dan kerjasama unsur2 ABRI serta alat keamanan lainya,
6 Ini merupakan kehormatan yang tidak biasa ditunjukkan oleh Presiden. Sehari kemudian
Pangkopkamtib Laksamana Sudomo dan Kaskopkamtib Jenderal Widjojo Soejono mendatangi markas Anton.
Polisi berhasil menangkap tujuh orang pelakunya, dua orang di antaranya oknum ABRI digulung tanggal 31 Desember 1981 pukul 03.00 WIB, dan pukul 23.00 WIB, masing- masing di Jakarta dan Bandung. Barang bukti yang berhasil disita tiga buah senjata api jenis, FN 45, Colt Cal 39 dan Vickers 9 mm serta Rp.19 juta uang tunai. Sedang yang dirampok dari PT. Raslin, Jalan Suryopranoto sebanyak Rp.32.175.000.- Lihat ”Presiden Mengucapkan ’Selamat’ Kepada Polri”, Merdeka, 5 Januari 1982; Tempo, Edisi 46/11-16/ Jan/82 – hlm 17.
dapat mengambil langkah dan menemukan pola operasional
pencegahan dan pemberantasannya seefektif mungkin.”8
Tingginya angka kejahatan khususnya di Pulau Jawa bukan tanpa fakta. Setidaknya dari data Biro Pusat Statistik (BPS) maupun sumber sekunder lainnya menjelaskan di wilayah Jakarta pada tahun 1980 dilaporkan telah terjadi 33.538 kasus. Dan terus meningkat pada tahun 1981 menjadi 39.733 kasus. Sedangkan pada tahun 1982 melonjak menjadi 48.935 kasus. Sementara yang dapat diselesaikan oleh Polda Metro Jaya ketika itu, pada tahun 1980 sebanyak 12.791 kasus, pada tahun 1981 meningkat menjadi 16.659 kasus dan pada tahun 1982 menurun hanya 17.243 kasus.
Jawa Timur menempati urutan kedua, pada tahun 1982 di tercatat kasus yang dilaporkan sejumlah 47.528 sementara yang mampu diselesaikan hanya 23.035 kasus. Di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta pada tahun 1980 terjadi 36.121 kasus. Tahun berikutnya terjadi 36.978 kasus dan pada tahun 1982 mengalami penurunan kecil menjadi 32.936 kasus. 9 Sementara itu untuk wilayah
Jawa Barat pada tahun 1981 tercatat 15.876 kejadian sedangkan pada tahun 1982 terjadi 14.291 kejadian yang dilaporkan.10
Di luar Jawa situasi keamanan juga tidak jauh berbeda. Hal ini dapat dilihat dari keterangan yang disampaikan oleh Kadapol II/Sumatera Utara Brigjen Pol. Drs. Hudioro kepada wartawan. Hudioro menjelaskan di Sumut pada tahun 1980 terjadi 26.010 kali kejahatan. Pada tahun 1981 sampai bulan Oktober terjadi 20.242 kali kejahatan.11 Menyinggung masalah waktu terjadinya kejahatan
itu, Kadapol II/SU Brigjen pol Drs. Hudioro mengatakan, untuk
8 Suara Karya, 25 Juli 1983.
9 Lihat Suara Karya, 26 Mei 1983, Kedaulatan Rakyat, 26 Mei 1983. 10 Lihat Sinar Harapan, 3 Januari 1983 dan 29 Desember 1983.
11 ”Untuk Menekan Angka Kejahatan, Polri Kodak II-SU Lancarkan ’Operasi Sikat VI’ ”
kejahatan pencurian dengan kekerasan di Sumut terjadi dalam 10 jam sekali sedangkan kejahatan pembunuhan 279 jam sekali, perkosaan 15 jam sekali, penganiayaan 1 jam sekali, pencurian biasa 1 jam sekali, dan pencurian kendaraan bermotor 102 jam sekali.12
Di bawah ini dapat kita lihat data mengenai tindak kriminalitas di Indonesia sepanjang tahun 1980 – 1982: