Keluarga adalah organisasi terkecil dalam masyarakat. Dalam interaksinya dengan sesama anggota keluarga, terdapat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi dan dihargai.
Masalah keluarga akan muncul apabila ada perpecahan keluarga sebagai suatu unit, karena anggotanya gagal memenuhi kewajibannya sesuai dengan peranan sosialnya. Disorganisasi keluarga dapat terjadi dalam masyarakat, ketika terjadi konflik sosial atas dasar perbedaan pandangan atau faktor ekonomi. Setiap anggota keluarga memiliki hak dan kewajiban masing-masing. Apabila hak dan kewajiban tidak terlaksana dengan baik, maka hal ini dapat menyebabkan konflik
59
dan perpecahan dalam keluarga. Kritik sosial terhadap masalah keluarga dapat kita lihat dalam puisi di bawah ini.
Jatuh Tempo
Hobi Bapak berhutang sebab baginya Ruang tamu harus penuh sofa baru.
Dari plafon mesti menjumpai lampu kristal.
Dan warna dinding sebulan sekali diganti.
Ia tak pusing meski anaknya putus
Sekolah dan lambung mereka dihajar lapar sebab dapur terpencil dari nasi.
Masa depan buah hati ia titipkan
pada rodi abadi di rumah apek pemberi investasi.
Jatuh tempo bagi bapak adalah waktu untuk serahkan kebun nenek
keris warisan kakek, setengah halaman depan, dan utuh harga diri
Tak risau si Bapak berhutang sebab sebentar lagi ia masuk liang dan pelunasan ditanggung
anaknya yang malang.
60
Puisi tersebut diunggah oleh akun instagram @odemarjinal pada tanggal 8 November 2020. Puisi ini mengkritik seorang bapak yang tidak bertanggung jawab atas perannya sebagai kepala rumah tangga. Pengarang dalam puisi menggambarkan seorang kepala keluarga yang hidup dengan hutang. Kepala rumah tangga tersebut berhutang bukan demi mensejahterahkan anak dan istrinya.
Namun sekadar mempercantik rumah dan mengisinya dengan aneka mebel dengan alasan mengangkat harkat dan martabat keluarga. Dia tidak peduli anaknya yang sudah putus sekolah dan keluarga yang kelaparan. Si Bapak tidak peduli apapun, jika utang sudah jatuh tempo, maka untuk membayar utang menyerahkan harta warisan dari orang tuanya. jika belum terbayar, maka dilimpahkan kepada sang anak karena dia berpikir sebentar lagi akan meninggal dunia.
Sebagai pemimpin rumah tangga, seseorang suami atau bapak mempunyai kewajiban tertentu. Menjadi imam dan yang tergangung jawab terhadap seluruh anggota keluarga terutama dalam kewajiban memberi nafkah bagi keluarga (istri dan anak-anaknya). Seorang suami wajib menafkahi istri dan anak-anaknya, memenuhi sandang, pangan, dan papan bagi keluarganya. Menafkahi dan menyediakan tempat tinggal. Akan tetapi, pengarang dalam puisi menggambarkan sang suami bertolak belakang dengan hal ini. Seorang suami malah menjadi beban bagi istri dan anak-anaknya.
Pengarang menggambarkan suatu situasi yang sangat ironis. Seharusnya seorang Bapak mengemban tugas sebagai kepala keluarga mencari dan memberi nafkah bagi keluarganya, bukan malah menyulitkan keluarga. Hal ini merupakan
61
wujud kritik pengarang yang ditujukan kepada para kepala keluarga yang tidak bertanggung jawab terhadap tugasnya sebagai seorang Bapak dan kepala keluarga.
Sifat tidak bertanggung jawab sang Bapak akan menyulitkan sang anak dimasa mendatang yang harus bekerja keras dimasa depan untuk membayar hutang sang Bapak.
Selain tanggung jawab, perpecahan keluarga yang berpengaruh ke anak juga merupakan masalah sosial yang saat ini sangat banyak dikalangan masyarakat. Masalah sosial tersebut dikritik dalam puisi berikut.
Broken Home
Ketika aku mulai tumbuh remaja
Keluarga yang awalnya harta paling berharga Sekarang?
Sudah seperti jutaan kerikil yang amat tajam
Masa kecilku yang penuh dengan kenangan indah Kini tak dapat kembali lagi
Semua kenangan di masa lampau
Sekarang hanya menjadi memori berkasih di hati
Seorang ayah yang awalnya ku anggap sebagai pahlawan Kini berubah seperti penjahat
Yang selalu mementingkan harta dan takhta
62 Dibandingkan keluarga yang bahagia
Seorang ibu yang awalnya ku anggap teman dikala sendu Kini hanya sebatas canduan rindu
Yang hanya mementingkan kawan sosialitanya Dibandingkan hangatnya pelukan keluarga
Sekarang?
Aku sudah tidak punya tujuan Penopang ragaku sudah patah Pembangkit jiwaku juga hancur
Aku merasa hidup dalam lorong sepi Tak ada yang peduli
Padahal hati sudah mulai tersakiti Pikiran pun sudah mulai frustasi
Sempat ada hasrat ingin mengakhiri hidup Karena merasa tidak berguna
Dunia yang tak pernah berpihak Makin menambah kehancuran
Tuhan
Kenapa harus aku yang mengalami
63
Kenapa aku terlahir di keluarga yang seperti ini Yang selalu menyaksikan pertengkaran
Yang tak kunjung henti Tak ada yang mau mengalah
Semuanya menganggap ini hal yang lumrah Padahal anaknya sudah tak kuasa
Mata yang semakin terbebani dengan kantung Nafas yang semakin tersesak di dada
Serta jeritan yang telah dikeluarkan Tetap tidak dipedulikan
Tuhan
Bawalah aku kembali kepada pelukmu Bebanku sudah terlalu banyak
Hilangkan aku dari dunia ini
Yang selalu menyakiti
Tanpa pernah membahagiakan Maaf jika aku lancang
Tapi inilah kehidupanku yang berbeda diantara kalian
Puisi di atas diunggah oleh akun instagram @dlrgnyri pada tanggal 19 Mei 2020. Masalah dalam keluarga yang muncul dalam puisi ini berasal dari
64
suasana keluarga yang tidak harmonis dan kurangnya kasih sayang dan perhatian orang tua terhadap anak-anaknya. Orang tua terlalu sibuk bekerja dan mementingkan karier sehingga kurangnya perhatian kepada anaknya. Komunikasi dalam keluarga juga tidak terbina dengan baik sehingga anak menjadi frustasi dan depresi. Karena anak sadar bahwa apa yang sudah dilalui keluarganya akan hancur begitu saja.
Hal ini merupakan wujud kritik pengarang yang ditujukan kepada para orang tua yang mementingkan harta dan karier daripada anak-anaknya. Seorang anak yang seharusnya diawasi dan diurus orang tuanya namun terpaksa harus mengurus dirinya sendiri. Di usia yang beranjak remaja seharusnya anak-anak menikmati waktu yang dimiliki untuk belajar dan mencari jati dirinya. Dalam menjalani proses ini, remaja membutuhkan perhatian dan dukungan dari orang tuanya. Kurangnya perhatian orang tua dalam keluarga menjadi titik berat permasalahan yang dikritik oleh pengarang, sebab hal ini memiliki dampak besar untuk masa depan anak. Seperti dalam puisi, akibat kurangnya kepedulian orang tua, membuat si anak frustasi dan ingin mengakhiri hidupnya.