• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendidikan secara luas merupakan pembentukan keribadian, kemajuan ilmu, kemajuan teknologi dan kemajuan kehidupan sosial pada umumnya (Sumaadmadja, 1980:89).

Masalah pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor pendidik baik pendidik dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat, serta faktor masalah yang bersumber dari anak didik itu sendiri. Masalah dari faktor pendidik antara lain: masalah kemampuan ekonomi, kemampuan pengetahuan dan pengalaman, kewibawaan, kepribadian, sikap, sifat, kebijaksanaan, kerajinan, tanggung jawab, kesehatan, dan sebagainya. Adapun permasalahan yang berasal dari faktor peserta didik sendiri meliputi: masalah kemampuan ekonomi keluarga, intelegensi, bakat dan minat, pertumbuhan dan perkembangan, kepribadian, sikap, sifat, kerajinan dan ketekunan, pergaulan, dan kesehatan.

51

Dengan adanya karya sastra, pesan dan kritik dapat disampaikan pengarang melalui karyanya sehingga dapat mengurangi bahkan menghilangkan kesenjangan-kesenjangan terutama masalah pendidikan. Seperti kritik masalah pendidikan dalam puisi berikut.

Terimakasih Google-ku Oleh Irfan Samsir

Terimakasih google

Engkau bagiku pahlawan tanpa tanda jasa

Saat dosen bertanya padaku, engkau memberitahuku

Saat dosen memintaku berbicara, engkau memberi petunjuk, Saat menumpuk tugas darinya, engkau membantu mengerjakan, Terimakasih google!!!

Oh google!! Engkau adalah guruku, Yang tak kenal lelah, yang tak kenal henti, Engkau menjadi teladan bagiku,

Engkau sebaik-baiknya guru.

Google!! Selalu berusaha memberi yang terbaik untukku, Menjawab segala apa yang ku pertanyakan padamu.

52

Sedikitpun, engkau tak pernah membatasiku.

Saat dalam kelas tak cukup ruang untukku mempertanyakan Segala hal yang membingungkan dikepalaku,

Dan saat itu pula engkau hadir dengan jawaban-jawaban .

Meski kutahu jawabanmu kadang tidak sesuai,

Tetapi paling tidak aku bisa memilih salah-satu diantara Jawaban yang paling tepat.

Daripada memilih menunggu jawaban dari manusia mulia yang Duduk dibangku depan,

Yang sangat jarang aku temukan hari ini.

Google, sekali lagi terimakasih google!!!

Atas peran mendidik yang telah kau gantikan terhadapnya.

Engkau berperan dengan sangat baik.

Sampai-sampai selangkah lagi engkau akan berhasil Menggeser statusnya sebagai sosok yang bukan lagi Pahlawan tanpa tanda jasa dimataku.

Terimakasih ku ucapkan Pada googleku yang tulus

Ilmu yang berguna selalu dilimpahkan Untuk bekalku nanti

53 Setiap hariku dibimbingnya

Agar tumbuhlah bakatku

Kan ku ingat slalu nasihat googleku Terimaksihku ku ucapkan

Makassar, 22 Jan. 2019

Puisi yang berjudul Terimakasih Google-ku diunggah oleh akun instagram

@himalaya_kab.pangkep pada tanggal 21 Mei 2019. Puisi mengkritik tanggung jawab seorang pendidik.

Dalam puisi, pengarang menggambarkan ucapan terimakasih kepada google karena telah membantunya dalam belajar. Sepintas, puisi di atas memang tidak mengandung kritik, namun apabila dimaknai lebih dalam, puisi mengandung kritik terhadap masalah pendidikan dari faktor pendidik.

Peran guru sebagai pemberi informasi digantikan oleh google. Google menjadi berperan penting bagi pelajar karena mempermudah belajar bagi pelajar.

Dengan adanya google, pelajar dapat lebih mudah menemukan informasi mengenai pelajarannya. Sehingga pelajar enggan untuk bertanya kepada guru atau dosen. Sudah lebih mudah mencari informasi di google daripada bertanya ke guru.

Pengarang dalam puisi menggambarkan google menggantikan guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Hal ini merupakan sindiran bagi para pengajar untuk lebih efisien dalam mengembankan tugas. Meski di zaman sekarang yang serba teknologi, guru harus tetap aktif dan bertanggung jawab untuk mendidik pelajar.

54

Keterbatasan ekonomi juga menyebabkan munculnya permasalahan pendidikan. Seperti halnya masalah yang dikritik dalam puisi berikut ini.

Bangku dan Meja Mahal

Tuan dan Nyonya bangku sekolah amat mahal bagi kami Anak-anak yang disusui air mata. Sekolah gratis hanya bual, gratis ya memang gratis tapi gratis baru sebatas

mengantar tubuh kami ke depan gerbang sekolah.

Apalah guna gratis jika seragam mahal, apalah guna gratis jika buku-buku mahal.

Jika terlampau banyak pungutan liar yang binal.

Jika gedung-gedung kelas dijual. Jika kami senantiasa Menjadi tumbal atas sekolah yang bersyahwat kapital.

Tuan dan Nyonya konstitusi sekadar basa-basi.

Pendidikan untuk setiap manusia Indonesia hanya sebatas

sabda-sabda, teramat kosong bagi kami anak-anak rimba Sumatra, bagi kami pelajar berbatasan negara, bagi kami

anak-anak pelosok papua.

Tua dan Nyonya, terlampau banyak sekolah dan kampus yang menjelma lintah kapitalis akademika. Ijazah ditahan.

Dilarang ikut ujian. Tanpa upeti kami dikeluarkan.

55

Hanya tangis bagi kami yang mereka persilahkan.

Tuan dan Nyonya dan segenap penguasa, meja sekolah Senantiasa magal. Kartu-kartu pintar lebih sering tersasar Dan tertuju kepada semu.

Tidaklah kami butuh kartu-kartu semu yang sebatas Mendermakan biru kepada asa dan kami punya tubuh.

Yang kami pinta adalah tunai amanat konstitusi negara.

Bahwa kami manusia Indonesia, bahwa kami Berhak dididik negara.

Tuan dan Nyonya jikalau memang tidak bisa, kami sadar Meminta kartu Indonesia Sabar. Agar kami tiada bosan Melihat pendidikan yang senantiasa sukar.

Agar kami sabar karena menjadi tumbal Pendidikan yang bersyahwat kapital.

Puisi di atas diunggah oleh akun instagram @odemarjinal pada tanggal 9 Mei 2020. Pengarang mengkritik masalah pendidikan di Indonesia.

Dalam puisi, pengarang menggambarkan sistem pendidikan di Indonesia.

Kementerian pendidikan dan kebudayaan Indonesia memiliki program wajib belajar 12 tahun. Program ini menggratiskan anak-anak sekolah negeri selama 12

56

tahun. Hal inilah yang dikritik oleh pengarang. Pengadaan sekolah gratis belum maksimal karena gratis yang dimaksud hanyalah pembebasan uang SPP.

Sementara pakaian atau seragam sekolah, buku-buku pelajaran, alat tulis, les, kegiatan ekstrakulikuler, biaya-biaya non-SPP tetap saja harus dibayar.

Bagi masyarakat miskin akan mengalami keterbatasan ekonomi untuk membayar biaya-biaya sekolah tersebut. Ini membuat orang tua, terutama golongan ekonomi kelas bawah semakin tertekan. Mahalnya biaya ini membuat banyak anak di Indonesia tidak dapat menikmati bangku sekolah. Semakin banyak anak-anak tidak memiliki kesempatan untuk sekolah dengan semestinya karena keterbatasan biaya.

Dokumen terkait