• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Teori yang Mendukung

6. Kurikulum 2013

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun

2013 mengimplementasikan kurikulum baru sebagai penyempurnaan kurikulum

sebelumnya (KTSP) yang diberi nama Kurikulum 2013. Kurikulum 2013

termasuk kurikulum terbaru yang mana masih menjadi perhatian para guru untuk

mendidik siswa. Peran guru sangat penting terkait pengajaran menggunakan

kurikulum 2013 ini. Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam

a. Pengertian kurikulum 2013

Kurikulum yang berlaku di dunia pendidikan saat ini adalah kurikulum

2013. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang dikembangkan untuk

meningkatkan dan menyeimbangkan pada kemampuan sikap dan pengetahuan

(soft skill), serta keterampilan (hard skill) (Fadlilah, 2014). Kompetensi yang dikembangkan dari kurikulum 2013 ini mencakup kompetensi sikap, pengetahuan,

dan ketemapilan yang diaplikasikan secara terpadu (Kemdikbud, 2014).

Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan dari KTSP dan tindak lanjut dari

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang pernah diujicobakan di tahun 2004,

sehingga kurikulum 2013 tetap berbasis pada kompetensi (Mulyasa, 2013).

Kurikulum berbasis kompetensi diperlukan sebagai arahan siswa untuk menjadi

(1) manusia berkualitas yang mampu menjawab tantangan zaman yang berubah;

(2) manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan mandir; (3) menjadi warga negara yang

bertanggung jawab (Kemendikbud (2014:2). Ketiga hal tersebut merupakan poin

penting yang mendukung dalam tercapainya tujuan pendidikan nasional.

Pengembangan kurikulum yang berdasarkan potensi dari siswa sehingga

dapat menghasilkan manusia yang berkualitas akan mendukung terwujudnya

tujuan pendidikan nasional. Kurikulum 2013 menganut pembelajaran yang

dilakukan oleh guru dan dikembangkan dalam kegiatan pembelajaran di sekolah,

kelas, dan di masyarakat. Tak hanya itu kurikulum 2013 juga menganut

pengalaman belajar langsung oleh siswa sesuai dengan latar belakang,

kaitannya pada pola pikir yang dikembangkan dari Kurikulum 2013 yaitu: (1)

pembelajaran berpusat pada siswa; (2) pembelajaran interaktif dari guru-siswa-

sumber belajar; (3) pembelajaran secara jejaring; (4) pembelajaran aktif; (5) pola

belajar berbasis kelompok (tim); (6) pembelajaran berbasis multimedia; (7) pola

pembelajaran berbasis pengembang potensi khusus yang dimiliki siswa; (8)

pembelajaran ilmu pengetahuan jamak (multidisciplines); dan (9) pembelajaran kritis (Kunandar, 2014). Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa

kurikulum 2013 merupakan kurikulum baru yang pada tahun 2014 baru

diterapkan secara serempak di Indonesia. Kurikulum 2013 sebagai

penyempurnaan dari KTSP dan tindak lanjut dari Kurikulum Berbasis

Kompetensi (KBK) yang pernah diujicobakan di tahun 2004. Mengacu pada

penjelasan diatas produk yang peneliti kembangkan menggunakan pedoman pada

kurikulum ini, dikarenakan kurikulum yang digunakann saat ini adalah kurikulum

2013, dan para guru juga perlu mempelajari serta memahami lebih dalam

mengenai kurikulum 2013 ini.

b. Karakteristik Kurikulum 2013

Perkembangan kurikulum di Indonesia bukan tanpa dasar tertentu,

kurikulum yang dikembangkan tersebut mempunyai karakteristik-karakteristik

tersendiri yang berbeda-beda tak terkecuali pada kurikulum 2013. Kemendikbud

(2014:4) berpendapat karakteristik dalam kurikulum 2013 dapat dilihat pada

kompetensinya yaitu: (1) Isi atau konten kurikulum yang dinyatakan dalam bentuk

Kompetensi Inti (KI) dan dirinci pada Kompetensi Dasar (KD). KI merupakan

kualitas yang harus dimiliki oleh siswa. KD merupakan kompetensi yang harus

dipelajari untuk satu tema. (2) KI dan KD pada pendidikan jenjang menengah

diutamakan pada aspek sikap; (3) KI sebagai organisasi untama untuk kompetensi

dasar dan proses pembelajaran dikembangkan dalam kompetensi pada kompetensi

inti; (4) KD dikembangkan untuk saling memperkuat dan memperkaya antar mata

pelajaran; (5) silabus dikembangkan untuk satu tema dan RPP dikembangkan

untuk setiap KD. Selain kelima karakteristik tersebut, terdapat pula dua aspek

pada kurikulum 2013 sebagai penyempurna yaitu pendekatan dan penilaian.

c. Pendekatan Saintifik

Pendekatan saintifik menerapkan kegiatan pembelajaran melalui

pemahaman kepada siswa untuk mengenal, dan memahami materi melalui

pendekatan ilmiah (Nirgiyantoro, 2011). Pendekatan saintifik merupakan sebuah

proses pembelajaran yang didalamnya memenuhi metode ilmiah Kemendikbud

(2014). Metode ilmiah adalah metode yang menggunakan teknik-teknik

investigasi atas suatu atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh

pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya.

Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis

pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan

prinsip-prinsip penalaran yang spesifik (Kemendikbud, 2014). Pendekatan

saintifik bertujuan untuk membuat siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran.

Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2014 lampiran IV menyatakan bahwa

pendekatan saintifik memiliki langkah-langkah pembelajaran yang memuat lima

yang memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan pengamatan atau

observasi melalui kegiatan membaca, mendengar, menyimak, atau melihat; (2)

Menanya, yaitu proses kegiatan belajar yang memberi kesempatan pada siswa

untuk bertanya mengenai apa yang mereka tidak atau belum diketahui; (3)

Mengumpulkan informasi, yaitu proses kegiatan siswa dalam mencari dan

mengumpulkan sumber informai untuk mendukung jawaban dari pertanyaan yang

diajukan; (4) Mengasosiasi, yaitu proses kegiatan menarik kesimpulan dari

sumber-sumber yang sudah ditemukan; (5) Mengkomunikasikan, yaitu proses

menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan ketika mencari sumber-

sumber, mengolah informasi yang didapat, hingga menemukan kesimpulan.

Pengalaman belajar yang telah disebutkan tersebut dapat membantu siswa

dalam megembangkan kemampuannya dalam hal untuk mencari tahu, berani,

jujur, bekerjasama, aktif, dan lain- lain. Keterangan diatas menunjukkan bahwa

pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik membantu siswa belajar secara

aktif dan mengembangkan kemampuan siswa untuk melatih bertanya, jujur,

disiplin, danlain-lain. Siswa dituntut untuk mengamati, menanya, mengumpulkan

informasi, mengolah informasi kemudian mengkomunikasikan apa yang sudah

dipelajari. Siswa dapat menemukan suatu pengetahuan dari dirinya sendiri dan

guru hanya sebagai fasilitator. Pernyataan tersebut berarti menunjukkan bahwa

pendekatan saintifik sangat membantu dalam proses pembelajaran terutama agar

siswa terlibat aktif dalam mengkontruksi pengetahuan dibenak mereka sendiri.

berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan melalui logika atau

penalaran (Hosnan, 2014).

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa materi yang diterapkan pada pendekatan

saintifik memiliki kesamaan dengan materi yang termuat dalam pembelajaran

kontekstual yaitu berbasis pada fakta atau nyata.

Nurhadi (2003) mengatakan bahwa pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata serta

mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan

penerapannya dalam kehidupan mereka. Pengetahuan baru dibangun sendiri oleh

siswa sendiri ketika ia belajar. Menurut Johnson (2002), CTL (Contextual Teaching and Learning) adalah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara

menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan

keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya

mereka. Untuk mencapai tujuan ini, sistem tersebut meliputi tujuh komponen

berikut : membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan

yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, melakukan kerja sama,

membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, berpikir kritis dan kreatif

untuk mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian autentik.

Berdasarkan definisi-definisi dari kedua ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran CTL adalah suatu pembelajaran yang mengaitkan isi atau materi

memiliki beberapa karakteristik. Komalasari (2008) mengatakan bahwa

karakteristik pembelajaran kontekstual meliputi pembelajaran yang menerapkan:

1) Keterkaitan(relating)

Pembelajaran yang menerapkan keterkaitan (relating) adalah proses pembelajaran yang memiliki keterkaitan (relevansi) dengan bekal

pengetahuan (prerequisite knowledge) yang telah ada pada diri siswa dan dengan konteks pengalaman dalam kehidupan dunia nyata siswa.

2) Pengalaman langsung(experiencing)

Pembalajaran yang menerapkan konsep pengalaman langsung (ex- periencing) adalah proses pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengontruksi pengetahuan dengan cara menemukan dan

mengalami sendiri secara langsung.

3) Aplikasi(applying)

Proses pembalajaran yang menerapkan konsep aplikasi(applying)adalah proses pembelajaran yang menekankan pada penerapan fakta, konsep, prinsip

dan prosedur yang dipelajari dalam situasi dan konteks lain yang berbeda

sehingga bermanfaat bagi kehidupan siswa.

4) Kerja sama(cooperating)

Pembalajaran yang menerapkan konsep kerja sama (cooperating)adalah pembelajaran yang mendorong kerjasama diantara siswa, antara siswa dengan

5) Pengaturan diri(self-regulating)

Pembalajaran yang menerapkan konsep pengaturn diri (self-regulating)

adalah pembelajaran yang mendorong siswa untuk mengatur diri dan

pembelajarnnya secara mandiri.

6) Asesmen autentik(authentic assessment)

Pembelajaran yang menerapkan konsep asesmen autentik adalah

pembelajaran yang mengukur, memonitor dan menilai semua aspek hasil

belajar (yang tercakup dalam domain kognitif, afektif, dan psikomotor), baik

yang tampak sebagai hasil akhir dari suatu proses pembelajaran maupun

berupa perubahan dan perkembangan aktivitas, dan perolehan belajar selama

proses pembelajaran di dalam kelas ataupun diluar kelas. Denan demikian

penilaian pembelajaran utuh menyeluruh dalam aspek kognitif, afektif, dan

psikomotor, serta dalam keseluruhan tahapan proses pembelajaran (di awal,

tengah dan akhir). Disamping itu, penilaian tidak hanya diserahkan pada

guru, tetapi siswa pun menilai siswa lain dan dirinya sendiri(self-evaluation)

dalam aktivitas pembelajaran dan pemahaman materi. Penilaian guru

dilakukan dalam bentuk penilaian tertulis (pencil and paper test) dan penilaian berdasarkan perbuatan (performance based assessment), penugasan

(project), produk(product), atau portofolio.

d. Pendekatan Tematik

Pendekatan tematik integratif di dalam kurikulum 2013 juga disebut

pendekatan tematik terpadu. Dikatakan terpadu karena didalam satu pembelajaran

menyatukan wujud menjadi suatu tema tertentu (Prastowo, 2014). Trianto

menyatakan bahwa pendekatan tematik merupakan model pembelajaran yang

memungkinkan siswa baik sendiri atau berkelompok untuk belajar aktif dalam

mencari, menggali, dan menemukan konsep dari proses pembelajaran (Trianto,

2011). Pendekatan ini sangat efektif untuk dijadikan model pembelajaran siswa

karena mampu menyatukan emosi, fisik, dan akademik siswa di dalam kelas atau

lingkungan sekolah menjadi lebih baik (Kemendikbud, 2014). Adapun ciri- ciri

dalam pendekatan tematik terpadu yaitu (1) berpusat pada siswa; (2) memberikan

pengalaman langsung pada siswa; (3) pemisahan antar muatan pelajaran tidak

begitu jelas; (4) antar muatan pelajaran saling terkait; (5) bersifat luwes

(fleksibel); (6) hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai minat dan kebutuhan

anak (penilaian proses dan hasil belajar) (Kemendikbud, 2014:16). Paparan di atas

dapat disimpulkan bahwa pendekatan tematik terpadu merupakan suatu kegiatan

pembelajaran dalam bentuk tema, artinya pembelajaran dengan cara

menggabungkan beberapa muatan pelajaran di dalam satu kegiatana

pembelajaran. Pendekatan tematik juga mampu membuat guru lebih aktif dan

kreatif dalam menyajikan setiap pembelajarannya.

Berdasarkan deskripsi tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa pendekatan

tematik terpadu merupakan pendekatan yang menyajikan didalam satu

pembelajaran berisi beberapa muatan pembelajaran yang digabungkan.

Pendekatan ini mampu membantu siswa dalam kegiatan pembelajaran karena

mampu menyatukan emosi, fisik, dan akademik siswa di dalam kelas atau

e. Penilaian Otentik

Penilaian dalam kurikulum 2013 yaitu penilaian hasil dan proses yang biasa

disebut dengan penilaian autentik. Artinya, penilaian autentik tidak hanya menilai

hasil yang ingin dicapai siswa, melainkan juga proses ketika mengikuti

pembelajaran. Penilaian autentik merupakan kegiatan penilaian terhadap siswa

yang berfokus pada nilai hasil dan nilai proses dengan menggunakan instrumen

penilaian sesuai kompetensi yang akan dicapai (Kunandar, 2014). Kemendikbud

(2014) juga menyatakan bahwa penilaian autentik bertujuan untuk memberikan

prestasi terhadap siswa tidak hanya dari hasil saja, melainkan juga proses yang

dijalani. Penilaian autentik meliputi tiga jenis, yaitu: (1) penilaian sikap berupa

observasi, penilaian diri, penilaian antar teman, dan jurnal catatan guru; (2)

penilaian pengetahuan berupa tes tertulis, tes lisan, dan penugasan; (3) Penilaian

keterampilan berupa penilaian kinerja, proyek, dan portofolio (Kemendikbud,

2014:36).

Berdasarkan pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penilaian

otentik merupakan penilaian yang tidak hanya menilai dari haasil saja namun juga

melihat pada setiap prosesnya. Penilaian ini betujuan untuk mengetahui

kemampuan siswa dari proses dan hasil.

f. ModelDiscovery Learning

Model pembelajaran yang ada pada kurikulum 2013 salah satunya adalah

discovery learning. Mulyasa (2007) menjelaskan model discovery learning atau penemuan merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan pada

pada hasil belajar. Discovery learning adalah proses pembelajaran yang tidak menyajikan bahan ajar dalam bentuk akhir, namun siswa dapat mengorganisasi

sendiri pembelajaran tersebut dengan melakukan berbagai kegiatan meliputi

mengkategorikan, menganalisis serta membuat kesimpulan (Kemedikbud, 2014).

Model discovery learning menuntut siswa untuk melakukan berbagai kegiatan yaitu menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan,

menganalisis, mengintegrasikan, mengorganisasikan dan menyimpulkan. Model

discovery learning dapat disimpulkan bahwa model ini merupakan pembelajaran

yang lebih menekankan pada proses belajar.

g. Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang bertujuan untuk

menanamkan sikap atau perilaku baik antara sesama dan Tuhan. Perilaku yang

baik tersebut diperkuat oleh Retno (2012) bahwa pendidikan karakter bukan

hanya sekedar mendidik benar dan salah, namun juga proses pembiasaan perilaku

yang baik sehingga siswa dapat memahami, merasakan dan mau berperilaku baik

agar terbentuk tabiat yang baik. Pendidikan karakter bertujuan untuk menanamkan

kecerdasan berpikir bagi siswa. Pendidikan karakter merupakan upaya penanaman

kecerdasan dalam berpikir, penghayatan dalam bentuk sikap, dan pengalaman

dengan perilaku yang sesuai nilai-nilai luhur yang menjadi jati dirinya menurut

Zubaedi (2012). Pendapat para ahli tersebut dapat peneliti simpulkan bahwa

pendidikan karakter bukan hanya membahas mengenai perilaku yang benar dan

kebaikan. Pendidikan karakter bertujuan agar siswa mampu berfikir dengan cerdas

dengan memiliki perilaku yang baik.

Dokumen terkait