• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.6 Landasan Teori

Dalam penelitian ini dijabarkan teori-teori yang menjadi dasar pembahasan tindak tutur. Teori tersebut adalah (1) tindak tutur, (2) tindak tutur ilokusi, (3) bentuk tindak tutur ilokusi, dan (4) fungsi tindak tutur ilokusi.

1.6.1 Tindak Tutur

Tindak tutur adalah tindakan yang terlaksana ketika bertutur. Hal itu terjadi ketika interaksi komunikasi antara penutur dengan mitra tutur. Dalam interaksi tersebut, setiap tuturan yang diutarakan memiliki maksud tertentu yang mampu mempengaruhi mitra tutur agar melakukan sesuatu. Austin (1962: 98) menyebutkan bahwa pada dasarnya ketika seseorang mengatakan sesuatu, dia juga melakukan sesuatu. Hal ini menunjukkan suatu bahasa yang digunakan dapat mempengaruhi orang lain agar bertindak.

Ketika sesorang menggunakan kata kerja dalam bertutur, seperti berjanji, meminta maaf, menamakan, dan menyatakan, berarti dia juga melakukan sesuatu, yakni sebuah tindakan yang terjadi ketika tuturan tersebut dituturkan. Austin (1962: 98-99), menjelaskan bahwa secara pragmatis, tindak tutur dibagi menjadi tiga jenis, yaitu tindak lokusi (locutionary act), tindak perlokusi (perlocutionary act) dan ilokusi (ilocutionary act). Tindak tutur lokusi adalah tindak tutur yang digunakan untuk menginformasikan atau menyatakan sesuatu sesuai dengan maksud yang disampaikan (Rahardi, 2018: 77). Tindak tutur perlokusi dipahami sebagai tindak tutur yang dapat mempengaruhi mitra tuturnya untuk melakukan sebuah reaksi atau efek tertentu (Wijana, 1996: 19). Sedangkan tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang tidak semata-mata digunakan untuk

menginformasikan sesuatu, tetapi juga berfungsi untuk melakukan sesuatu (Rahardi, 2018: 78). Tindakan-tindakan tersebut diatur oleh norma penggunaan bahasa dalam situasi percakapan antara dua pihak, misalnya situasi perkuliahan, situasi perkenalan, situasi upacara keagamaan, dan lain-lain (Schmidt dan Richards, 1983: 37).

Ketika sesorang menggunakan kata-kata yang berujung pada sebuah tindakan, maka yang bersangkutan tidak hanya mengucapkan tetapi juga melakukan sebuah tindakan berdasar apa yang telah ia katakan sebelumnya .

1.6.2 Tindak Tutur Ilokusi

Tindak tutur ilokusi merupakan tindak tutur yang berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu, dapat juga dipergunakan untuk melakukan sesuatu (Wijana, 1996: 18). Tindak tutur ilokusi mempunyai tujuan, yaitu apa yang ingin dicapai oleh penuturnya pada saat menuturkan sesuatu, biasanya berupa tindakan menyatakan, berjanji, meminta maaf, mengancam, dan lain sebagainya (Nadar, 2009: 14). Tindak tutur ilokusi mempunyai fungsi yang tidak semata-mata digunakan untuk menginformasikan sesuatu, maka dari itu tindak ilokusi sering disebut juga sebagai ‘the act of doing something’.

Tindak ilokusi dapat dikatakan sebagai tindak terpenting dalam kajian tindak tutur, karena selain menginformasikan sesuatu, tindak ilokusi juga dapat digunakan untuk melakukan sesuatu. Contoh tindak tutur ilokusi adalah “Ah, mbok jangan mahal-mahal”. Tuturan ini mengandung maksud bahwa si penutur meminta kepada mitra tutur untuk memberikan keringanan harga. Contoh lain, kalimat “Lima puluh ribu, dua ya?” Kalimat tersebut ketika digunakan oleh

pembeli terhadap pedagang memiliki maksud untuk memohon dengan tujuan agar si pedagang memberikan barang tersebut seharga lima puluh ribu rupiah untuk dua barang. Hal itu menandakan tindak ilokusi sukar untuk diidentifikasikan karena terlebih dahulu kita harus mempertimbangkan siapa penutur dan lawan tutur, kapan dan di mana tindak tutur itu terjadi (Wijana, 1996: 19).

1.6.3 Bentuk Tindak Tutur Ilokusi

Terdapat lima jenis tindak tutur ilokusi, yaitu asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklarasi. Kelima bentuk tindak ilokusi tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.

1.6.3.1 Asertif (assertives)

Tindak tutur asertif atau disebut juga representatif adalah bentuk tutur yang mengikat penutur pada kebenaran proposisi yang diungkapkan dalam tuturan itu (Rahardi, 2003: 72). Bentuk-bentuk tindak tutur asertif antara lain menyatakan (stating), mengklaim (claiming), membual (boasting), mengeluh (complaining), menunjukkan, menegaskan, menuntut, menagih, menyebutkan, mengiyakan, memperkuat, dan mengatakan.

1.6.3.2 Direktif (directive)

Tindak tutur direktif adalah bentuk tuturan yang mempunyai maksud untuk mempengaruhi mitra tutur agar melakukan tindakan tertentu (Rahardi, 2003:

73). Contohnya adalah memohon (requesting), menasihati (advising), merekomendasi (recommending), memesan (ordering), memerintah (commanding), melarang, dan menawar.

1.6.3.3 Ekspresif (expressives)

Bentuk tindak tutur ekspresif ialah tindak tutur yang digunakan menyatakan perasaan berdasarkan pernyataan psikologis (Yule, 2006: 93). Bentuk tuturan ini seringkali digunakan ketika adanya hubungan nilai sosial dan rasa empati atau simpati terhadap mitra tutur yang dituju. Contohnya adalah memberi selamat (congratulating), memuji (praising), meminta maaf (pardoning), berterima kasih (thanking), berbelasungkawa (condoling), menyalahkan (blaming), memaafkan, dan mengampuni.

1.6.3.4 Komisif (commissives)

Tindak tutur komisif adalah jenis tindak tutur yang berfungsi untuk menyatakan sebuah janji atau sebuah penawaran. Jenis tindak tutur ini dipahami oleh penutur untuk mengikatkan dirinya terhadap tundakan-tindakan yang akan datang (Yule, 2006: 94).

Tindak tutur ilokusi komisif memungkinkan penuturnya untuk berkomitmen atau tidak ketika melakukan sesuatu. Contohnya adalah berjanji (promising), bersumpah (vowing), bernazar, dan menjanjikan.

1.6.3.5 Deklarasi (declarations)

Tindak tutur deklarasi merupakan bentuk tutur yang menghubungkan isi tuturan dengan fakta atau kenyataannya (Rahardi, 2003: 93). Contohnya adalah menamai (naming), memecat (dismissing), membaptis (christening), mengangkat (appointing), mengucilkan (excommunicating), menghukum, dan mengklasifikasi.

1.6.4 Fungsi Tindak Tutur Ilokusi

Leech (1993: 162) mengklasfikasikan fungsi tindak tutur ilokusi menjadi empat, yakni (i) kompetitif (competitive), (ii) menyenangkan (convivial). (iii) bekerjasama (collaborative), dan (iv) bertentangan (conflictive). Keempat fungsi tersebut memiliki keterkaitan dengan tujuan sosial yakni untuk membangun rasa hormat antara penutur dengan mitra tuturnya.

1.6.4.1 Fungsi Kompetitif (Competitive)

Fungsi kompetitif memiliki tujuan ilokusi bersaing dengan tujuan sosial.

Dalam fungsi ini, unsur sopan santun cenderung bersifat negatif dan memiliki tujuan-tujuan yang pada dasarnya tidak bertata krama (Leech, 1993: 162).

Misalnya menuntut sesuatu dengan nada memaksa, seperti memerintah, meminta, dan mengemis.

Leech (1993: 162) membedakan antara sopan santun dan tata krama. Tata krama mengacu pada tujuan yang ingin dicapai, sedangkan sopan santun mengacu pada perilaku yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.

1.6.4.2 Fungsi Menyenangkan (Convivial)

Dalam fungsi menyenangkan, sopan santun lebih ditonjolkan daripada fungsi kompetitif. Pada fungsi ini sopan santun lebih positif bentuknya dan memiliki tujuan untuk beramah-tamah (Leech, 1993: 163). Contoh fungsi menyenangkan antara lain menawarkan, mengajak/mengundang, menyapa, mengucapkan terima kasih, dan mengucapkan selamat.

1.6.4.3 Fungsi Bekerja Sama (Collaborative)

Fungsi bekerja sama tidak melibatkan sopan santun, karena dalam fungsi ini sifat sopan santun besifat tidak relevan (Leech, 1993: 163). Fungsi ini memiliki tujuan ilokusi tidak menghiraukan tujuan sosial, misalnya menyatakan, melapor, mengumumkan, dan mengajarkan.

1.6.4.4 Fungsi Bertentangan (Conflictive)

Fungsi bertentangan tidak menonjolkan sopan santun sama sekali, karena bertentangan dengan tujuan sosial, dan pada dasarnya fungsi ini bertujuan menimbulkan kemarahan (Leech, 1993: 163). Contoh fungsi bertentangan antara lain mengancam, menuduh, menyumpahi, dan memarahi.

Dokumen terkait