• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.8 Sistematika Penyajian

Penyajian hasil penelitian ini dibagi menjadi empat bab, sebagai berikut:

Bab I merupakan bab pendahuluan, yang berisi (1) latar belakang masalah yang mendasari peneliti melakukan penelitian ini. (2) Rumusan masalah yang berisi dua permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini. (3) Tujuan penelitian, menguraikan tujuan dari penelitian ini. (4) Manfaat penelitian, berisi uraian mengenai manfaat penelitian ini terhadap pembacanya. (5) Tinjauan pustaka, berisi uraian mengenai penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti lain, terkait objek formal yang sejenis dengan penelitian ini. (6) Landasan teori, berisi uraian mengenai teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini. (7) Metode penelitian, menguraikan bagaimana metode dan teknik yang digunakan ketika melakukan penelitian. Kemudian (8) sistematika penyajian, berisi uraian mengenai sistematika penyajian yang dibagi dalam beberapa bab.

Pada bab II berisi deskripsi mengenai bentuk tindak tutur ilokusi dalam dialog pedagang batik dengan calon pembeli di Pasar Beringharjo Yogyakarta.

Bab III berisi deskripsi mengenai fungsi tindak tutur ilokusi dalam dialog pedagang batik dengan calon pembeli di Pasar Beringharjo Yogyakarta.

Kemudian bab IV merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran yang berguna untuk penelitian selanjutnya.

18 BAB II

BENTUK TINDAK TUTUR ILOKUSI

DALAM DIALOG PEDAGANG BATIK DENGAN CALON PEMBELI DI PASAR BERINGHARJO YOGYAKARTA

SEPTEMBER–DESEMBER 2019

2.1 Pengantar

Seperti yang telah dijelaskan dalam latar belakang, Searle (dalam Rahardi, 2003: 72), membagi tindak tutur ilokusi ke dalam lima jenis, yaitu tindak tutur asertif (representatif), tindak tutur direktif, tindak tutur ekspresif, tindak tutur komisif, dan tindak tutur deklarasi. Pada bab ini dijelaskan bentuk tindak tutur ilokusi dalam dialog pedagang batik dengan calon pembeli di Pasar Beringharjo Yogyakarta, yaitu tindak tutur ilokusi asertif, tindak tutur ilokusi direktif, tindak tutur ilokusi ekspresif, dan tindak tutur ilokusi komisif. Selebihnya, klasifikasi bentuk tindak tutur ilokusi dibagi menjadi dua sisi, yakni dari segi pedagang dan pembeli.

2.2 Tindak Tutur Asertif

Tindak tutur asertif adalah jenis tindak tutur yang menyatakan kondisi sebenarnya berdasarkan pengalaman penutur (Yule, 2006: 92). Tindak tutur ini juga disebut sebagai tindak tutur representatif. Tindak tutur asertif yang ditemukan antara lain (i) tindak tutur asertif menunjukkan, (ii) tindak tutur asertif menyebutkan, (ii) tindak tutur asertif menyatakan, (iii) tindak tutur asertif

menegaskan, (iv) tindak tutur asertif mengiyakan, (v) tindak tutur asertif menolak, (vi) tindak tutur asertif mengeluh, dan tindak tutur asertif menyanggah. Tindak tutur asertif dipakai oleh penjual dan pembeli dalam wacana percakapan di Pasar Beringharjo.

2.2.1 Tindak Tutur Asertif Pedagang

Para pedagang melakukan tindak tutur asertif dalam bentuk (i) tindak tutur menunjukkan, (ii) tindak tutur menyebutkan, (iii) tindak tutur menyatakan, (iv) tindak tutur menegaskan, (v) tindak tutur menolak, dan (vi) tindak tutur menyanggah.

2.2.1.1 Tindak Tutur Asertif Menunjukkan

Menurut KBBI V (2018), menunjukkan memiliki definisi ‘memperlihatkan, menyatakan, menerangkan dengan disertai bukti’. Tindak tutur asertif menunjukkan dipakai pedagang untuk menunjukkan dagangan yang ada di kiosnya.

(4) Konteks : Calon pembeli menanyakan ukuran yang tersedia, kemudian pedagang menyebutkan beberapa ukuran pakaian yang ada, sehingga terjadi percakapan berikut ini.

(a) Pembeli : Itu tadi ukuran apa? (103)

(b) Pedagang : Itu L, Bu, tadi itu. (104)

(c) Pembeli : XL-nya nggak ada? (105)

(d) Pedagang : Ini yang XL, ini. (106)

(e) Pembeli : Ini kecil kayaknya ni. Cukup po? (107) (f) Pedagang : Ini yang L, Bu, ini yang L. Ini yang ukuran tujuh

Ibu ini, kalau yang ukuran M itu enam, kalau yang L itu tujuh, delapan, kalau yang XL itu sembilan,

sepuluh. (108)

(Beringharjo, 7 September 2019)

Pada contoh (4), tindak tutur asertif menunjukkan terdapat pada data (4f) “Ini yang L, Bu, ini yang L.” Hal itu ditunjukkan dengan adanya kata penunjuk berupa kata “ini”. Tuturan tersebut dituturkan pedagang dengan maksud menunjukkan pakaian yang berukuran lebih kecil dari sebelumnya. Begitu pula dalam dialog berikut.

(5) Konteks : Pedagang menunjukkan pakaian daster yang berukuran besar kepada calon pembeli.

(a) Pembeli : Jadi dasternya, Mas. (152)

(b) Pedagang : Dasternya aja, mas? Yang mana, masnya? (153)

(c) Pembeli : Gede semua ukurannya? (154)

(d) Pedagang : Satu ukuran itu, Mas. (155)

(e) Pembeli : Nggak ada yang kecilan? (156)

(f) Pedagang : Nggak ada. Ini yang standar-standar, yang jumbo cuma ini, Mas, yang jumbo. Dua ini, Mas, yang

jumbo. Masnya cari yang jumbo apa yang standar? (157) (Beringharjo, 8 September2019) Data di atas termasuk dalam tindak tutur asertif menunjukkan, dibuktikan dalam tuturan (5f) “Dua ini, Mas, yang jumbo.” Tuturan tersebut dituturkan pedagang kepada calon pembeli dengan maksud menunjukkan pakaian yang berukuran jumbo. Tuturan asertif menunjukkan ditandai dengan adanya pronomina penunjuk, berupa kata “ini”.

(6) Konteks : Pedagang mengambil pakaian dengan motif yang berbeda, kemudian menunjukkannya kepada calon pembeli.

(a) Pedagang : Mari, Bu, cari apa? Itu nanti warna motif lain ada.

Ngeten niki, Bu (seperti ini, Bu). (222)

(b) Pembeli : Ini berapa? (223)

(Beringharjo, 8 September 2019)

Contoh (6) juga terdapat tindak tutur menunjukkan yang terdapat pada tuturan (6a)

“Ngeten niki (seperti ini), Bu.” Tuturan tersebut dituturkan pedagang dengan maksud menunjukkan pakaian dengan macam motif yang berbeda.

(7) Konteks : Seorang ibu dan putranya menanyakan macam motif pakaian yang lain kepada pedagang. Kemudian pedagang menunjukkan contohnya.

(a) Pembeli : Motif yang lain tadi kayak gimana? (352) (b) Pedagang : Kayak gini (seperti ini) nanti motifnya. (353) (c) Pembeli : Mung loro tok, Mas, ya?

(hanya dua saja, Mas?) (354)

(d) Pedagang : Tiga, Mas. Nih, ini. Kalau yang ini merah seri warna, Bu, cumaan. Liat aja nggak papa (lihat saja tidak apa-apa. Kayak ini,bu.

Kayak gini, ibu, nanti. Itu juga bagus, ibu. (355) (Beringharjo, 21 September 2019) Tuturan (7b) “Kayak gini (seperti ini) nanti motifnya.” termasuk dalam tindak tutur ilokusi asertif menunjukkan, dituturkan pedagang kepada calon pembeli dengan maksud menunjukkan motif lain dari sebuah pakaian. Hal itu ditunjukkan dengan adanya kata penunjuk “gini” yang berfungsi untuk menunjukkan sesuatu.

Kata “gini” merupakan bentuk tidak baku dari pronomina “begini”.

2.2.1.2 Tindak Tutur Asertif Menyebutkan

Tindak tutur asertif menyebutkan adalah tindak tutur yang berkaitan dengan tuturan penutur ketika mengucapkan nama suatu benda, nama orang, dan sebagainya.

(8) Konteks : Pedagang menunjukkan dagangannya kepada calon pembeli yang mampir di kiosnya.

(a) Pedagang : Mari, Bu, kayak gini (seperti ini) ? Itu warna motif ada, Bu. Katun bahannya

kalau yang ini, Bu. (45)

(b) Pembeli : Berapa kalo (kalau) ini? (46)

(c) Pedagang : Ini seratus lima puluh, silahkan ditawar,

berapa? (47)

(Beringharjo, 7 September 2019)

(9) Konteks : Calon pembeli menanyakan warna barang yang tersedia kepada pedagang dan terjadi percakapan berikut.

(a) Pembeli : Kalo (kalau) yang ini sama warna apa aja

ini tadi, mbak? (27)

(b) Pedagang : Cokelat, ungu. (28)

(Beringharjo, 5 September 2019)

(10) Konteks : Pedagang menawarkan celana dagangannya yang warnanya bermacam-macam kepada calon pembeli yang berkunjung ke kiosnya.

(a) Pedagang : Mari, Bu, celana. Lima warna, Ibu, itu nanti.

Ada item,(hitam) biru, ijo (hijau), merah, abu-abu. (324) (b) Pembeli : Pinten ngeten iki? (berapa kalau ini?). (325) (c) Pedagang : Dua lima, Ibu, itu. Pas dua puluh kalau mau, bu. (326) (Beringharjo, 21 September 2019) Pada data (8) terdapat tindak tutur menyebutkan yang dilakukan pedagang kepada calon pembeli yang ditunjukkan dalam tuturan (8a) “...Katun bahannya kalau yang ini, Bu.” Tuturan yang dituturkan pedagang bermaksud menyebutkan nama bahan baku dari barang yang ditawarkan, yakni berbahan katun. Selain itu pedagang juga menyebutkan harga barang tersebut. Pada data (9), tindak tutur menyebutkan ditunjukkan dalam tuturan (9b) “Cokelat, ungu.” Tuturan tersebut dituturkan pedagang bermaksud menyebutkan warna pakaian yang tersedia setelah menerima pertanyaan dari calon pembeli. Kemudian pada data (10),

tuturan (10a) “Ada item (hitam), biru, ijo (hijau), merah, abu-abu.” juga mengandung tindak tutur menyebutkan yang dituturkan pedagang dengan menyebutkan macam-macam warna celana. Oleh karena itu, tuturan di atas termasuk dalam tindak tutur asertif menyebutkan.

(11) Konteks : Pedagang menyebutkan ketersediaan warna kaos yang tersedia, dengan dialog sebagai berikut.

(a) Pembeli : Ini yang di dalem (dalam) ada nggak (tidak) ?

Yang ijo (hijau). (33)

(b) Pedagang : Ini tinggal yang dipasang e, Mas. (34)

(c) Pembeli : Tapi tinggal ini? (35)

(d) Pedagang : Iya, terus sama biru, sama ungu. (36) (Beringharjo, 5 September 2019) Tindak tutur ilokusi asertif menyebutkan pada data di atas ditunjukkan dalam tuturan (11d) “Iya, terus sama biru, sama ungu”. Tuturan tersebut dituturkan pedagang dengan maksud menyebutkan stok warna pakaian yang tersedia di salah satu kios batik.

2.2.1.3 Tindak Tutur Asertif Menyatakan

Tindak tutur asertif menyatakan, berarti tuturan yang berfungsi untuk menerangkan atau mengemukakan sesuatu secara nyata atau berdasarkan fakta yang ada.

(12) Konteks : Calon pembeli menanyakan ketersediaan warna barang yang dijual kepada pedagang.

(a) Pembeli : Yang ini cuma biru tok (saja) ? (25) (b) Pedagang : He’em (iya) e, Mas, tinggal biru e. (26) (Beringharjo, 5 September 2019)

(13) Konteks : Calon pembeli menanyakan ketersediaan barang yang djual selain barang yang dipajang di depan kios.

(a) Pembeli : Ini yang di dalem (dalam) ada nggak (tidak)? (33) (b) Pedagang : Ini tinggal yang dipasang e, Mas. (34) (Beringharjo, 5 September 2019) Pada contoh (12) terdapat tindak tutur asertif menyatakan seperti yang ditunjukkan pada tuturan (12b) “He’em (iya) e, Mas, tinggal biru e.” Tuturan tersebut menyatakan sebuah warna yang tersedia, yakni warna biru. Pedagang dapat mengatakan demikian karena berdasar fakta yang ada, warna lain selain warna biru sudah tidak ada atau telah habis. Begitu pula pada contoh (13), terdapat tindak tutur asertif menyatakan yang ditunjukkan dalam tuturan (13b)

“Ini tinggal yang dipasang e, Mas.” Tuturan tersebut dituturkan pedagang untuk menyatakan bahwa barang yang ditanyakan pembeli hanya ada yang dipajang di depan toko saja. Dari kedua contoh di atas, tuturan menyatakan yang dilakukan pedagang kepada calon pembeli bermaksud untuk memberi pernyataan, bahwa ketersediaan barang yang ditanyakan calon pembeli memang sedang tidak ada.

Begitu pula pada data berikut.

(14) Konteks : Calon pembeli mempertanyakan kepada pedagang mengapa harga daster dinilai mahal, lalu pedagang membeberkan alasannya.

(a) Pembeli : Nek (kalau) daster kok larang men ta

(mahal banget sih) ? (278)

(b) Pedagang : Sek iku (yang itu) lima puluh, Bu, nggihan (juga).

Ageng ta soale (sebab ukurannya besar). (279) (Beringharjo, 8 September 2019)

Pada contoh (14) tindak tutur asertif menyatakan ditunjukkan pada tuturan (14b)

“Ageng ta soale (sebab ukurannya besar).” Tuturan tersebut dituturkan pedagang dengan maksud menyatakan atau memberi pernyataan, bahwa daster yang harganya mahal dikarenakan ukurannya yang besar.

(15) Konteks : Pedagang memberikan keringanan harga kepada calon pembeli jika membeli barang lebih dari satu.

(a) Pembeli : Daster lengen (lengan) pendeknya berapa, ini? (114) (b) Pedagang : Kalau ambil satu, empat puluh. Ambil tiga, seratus.

All size (semua ukuran), Bunda, kalau daster. Ambil

tiga aja (saja), ya? (115)

(c) Pembeli : Satu aja (saja). Tiga lima, ya? Ambil satu. (116) (d) Pedagang : Kalau beli banyak lain lagi, kan jadi murah. (117) (Beringharjo, 7 September 2019) Tuturan menyatakan pada data di atas ditunjukkan dalam tuturan (15d) “Kalau beli banyak lain lagi, kan jadi murah.” Tuturan tersebut dituturkan pedagang dengan maksud menyatakan bahwa jikalau calon pembeli membeli barang lebih dari satu, akan mendapat harga yang lebih murah.

2.2.1.4 Tindak Tutur Asertif Menegaskan

Menegaskan berarti menjelaskan dengan tegas dan jelas. Dalam dialog antara pedagang batik dengan calon pembeli di Pasar Beringharjo, tuturan menegaskan yang dilakukan penjual lebih kepada menguatkan sebuah alasan mengenai suatu hal. Seperti pada data berikut.

(16) Konteks : Calon pembeli menawar barang dengan harga yang terlalu murah. Kemudian pedagang mengungkapkan alasannya.

(a) Pembeli : Ini ya, tawar sing akeh (yang banyak). (430) (b) Pedagang : Berapa? Berapa? Hahaha. (431)

(c) Pembeli : Enam puluh, ya? (432) (d) Pedagang : Itu untuk grosir aja (saja) tujuh puluh, Ibu.

Delapan lima nggak papa (tidak apa-apa), Ibu. (433) (e) Pembeli : Swidak, swidak (enam puluh, enam puluh). (434) (f) Pedagang : Delapan lima itu murah lho, Bu. Hahaha, katun

lho bahannya. Dah, delapan puluh nggak papa, Bu.

Kalau itu gamis, Ibu. (435)

(Beringharjo, 28 September 2019) Pada data di atas, tuturan (16f) “Delapan lima itu murah lho, Bu.” termasuk dalam tindak tutur asertif menegaskan. Tuturan yang dilakukan pedagang bermaksud menegaskan atau menjelaskan kepada calon pembeli bahwa pakaian dengan harga delapan puluh lima ribu itu termasuk murah, hal ini karena bahan yang terdapat pada pakaian tersebut adalah katun. Bahan katun menjadi alasan mengapa harga barang tersebut dinilai mahal oleh pedagang. Tuturan asertif menegaskan juga terdapat pada data berikut.

(17) Konteks : Pedagang menjelaskan kepada calon pembeli bahwa ukuran pakaian yang dipilih merupakan satu ukuran.

(a) Pembeli : Ini lebih besar atau enggak? (356)

(b) Pedagang : Sama, Ibu. (357)

(c) Pembeli : Ukurane padha ta, yo, Mas?

(Ukurannya sama kan, Mas?) (358)

(d) Pedagang : Sama. Satu ukuran itu. Gimana (bagaimana), Ibu? (359) (e) Pembeli : Yang bunga-bunga aja (saja). (360) (f) Pedagang : Yang bunga-bunga aja (saja), Ibu? Ini, Ibu.

Ini kembali empat puluh, terima kasih. (361) (Beringharjo, 21 September 2019) Tuturan asertif menegaskan ditunjukkan pada data (17d) “Sama. Satu ukuran itu.

Gimana (bagaimana), Ibu?” Tuturan tersebut dilakukan pedagang dengan maksud untuk menegaskan bahwa ukuran pakaian yang ditanyakan calon pembeli memang hanya satu ukuran.

(18) Konteks : Pedagang menjelaskan kepada calon pembeli jika celana pendek yang ia jual berkualitas.

(a) Pedagang : Hmm belum dapet (dapat), Mas. Grosir, Mas, kalau itu yang daster. Kalau itu celana, Mas, celana pendek. (136)

(b) Pembeli : Buat cewek, cowok? (137)

(c) Pedagang : Cewek cowok bisa. (138)

(d) Pembeli : Berapaan? (139)

(e) Pedagang : Dua puluh kalau yang itu, Mas. Adem (dingin),

enak itu, Mas, bahannya. (140)

(f) Pembeli : Buat cewek, ini? (141)

(g) Pedagang : Cewek cowok bisa, saya aja pake (saya saja pakai) itu, Mas.Saya aja pake (saya saja pakai) itu.

Awet itu, Mas. (142)

(h) Pembeli : Awet bahannya? (143)

(i) Pedagang : Awet, iya, hahaha. Gimana (bagaimana), Masnya? (144) (Beringharjo, 8 September 2019) Pada data di atas, tuturan (18g) “Cewek cowok bisa, saya aja pake (saya saja pakai) itu, Mas.” dan (18i) “Awet, iya, hahaha. Gimana (bagaimana), Masnya?”

termasuk dalam tindak tutur ilokusi asertif menegaskan. Tuturan pada (18g) bermaksud menegaskan bahwa celana tersebut bisa digunakan oleh perempuan maupun laki-laki. Pada data (18i) bermaksud menegaskan bahwa bahan dari celana tersebut awet. Kedua tuturan tersebut merupakan penegasan dari pertanyaan calon pembeli yang masih ragu ketika ingin membelinya.

(19) Konteks : Pedagang menjelaskan kepada pembeli bahwa baju yang tidak berlengan harganya sama saja dengan yang lain.

(a) Pedagang : Tiga ini? (165)

(b) Pembeli : Ya. Sama ini satu nih. (166)

(c) Pedagang : Oh ya, mas, he’em bentar. Tapi itu nggak ada (tidak ada) lengennya (lengannya) lho, Mas, itu, Mas.

Nggak ada lengennya (tidak ada lengannya). (167) (d) Pembeli : Hah? Masa nggak ada lengennya

(tidak ada lengannya)? (168)

(e) Pedagang : Iya itu, yang itu nggak ada lengennya

(tidak ada lengannya). Nggak papa (tidak apa-apa), saja kok harganya. Sama itu harganya, Mas,

boleh seratus, tiga. Yang mana? Itu saja? (169) (Beringharjo, 8 September 2019) Pada data (19), tindak tutur asertif menegaskan ditunjukkan dalam tuturan (19e)

“Iya itu, yang itu nggak ada lengennya (tidak ada lengannya). Nggak papa (tidak apa-apa), sama kok harganya.” Tuturan tersebut dituturkan pedagang kepada pembeli dengan maksud mengatakan dengan pasti bahwa pakaian yang dimaksud harganya sama dengan yang lain meski tidak ada lengan bajunya.

2.2.1.5 Tindak Tutur Asertif Menolak

Tindak tutur asertif menolak adalah tindak tutur yang digunakan untuk tidak menerima atau mengabulkan keinginan mitra tutur. Berikut data yang menunjukkan adanya tindak tutur asertif menolak dalam dialog antara pedagang batik dengan calon pembeli.

(20) Konteks : Calon pembeli menawar harga tunik yang menurutnya mahal kepada pedagang.

(a) Pembeli : Berapa ini, Mas? (131)

(b) Pedagang : Itu tunik seratus dua lima. (132)

(c) Pembeli : Seratus, dua ya ini? (133)

(d) Pedagang : Belum dapet (dapat). (134)

(Beringharjo, 8 September 2019) Tuturan (20d) “Belum dapet (dapat).” mengandung tindak tutur asertif yang termasuk menolak. Tuturan “belum dapet (dapat) di atas memiliki makna bahwa pedagang tidak menerima permintaan calon pembeli. Tindak tutur asertif menolak juga terdapat dalam tuturan berikut.

(21) Konteks : Calon pembeli meminta harga murah untuk satu buah tunik, tetapi ditolak pedagang.

(a) Pembeli : Kalau ini berapa nih? (480)

(b) Pedagang : Itu tunik, seratus dua lima, Ibu. Apa delapan

lima nggak papa (tidak apa-apa). (481)

(c) Pembeli : Lima puluh. (482)

(d) Pedagang : Wah jangan, Bu. (483)

(Beringharjo, 28 September 2019) Tindak tutur asertif menolak pada contoh (21) ditunjukkan dalam tuturan (21d)

“Wah jangan, Bu.” Tuturan tersebut dituturkan pedagang kepada calon pembeli bermaksud untuk menolaktawaran pembeli.

2.2.1.6 Tindak Tutur Asertif Menyanggah

Tindak tutur asertif menyanggah digunakan pedagang ketika tidak mau menerima penawaran yang dilakukan pembeli karena ia mempunyai pendapat lain. Hal ini dapat dijelaskan pada data berikut.

(22) Konteks : Pembeli menawar harga tunik. Tetapi disanggah pedagang karena penawarannya terlalu rendah.

(a) Pembeli : Kalau ini berapa, ya? (53)

(b) Pedagang : Itu tunik, seratus lima puluh. Bisa tawar, berapa? (54) (c) Pembeli : Kira aja bisa dapat sembilan puluh. (55) (d) Pedagang : Hahaha belum dapet (dapat). Harusnya yang

biasa-biasa, atau yang panjang-panjang ini. (56) (Beringharjo, 7 September 2019) Pada data (22d), tuturan “Harusnya yang biasa-biasa, atau yang panjang-panjang ini.” termasuk ke dalam tindak tutur asertif menyanggah. Tuturan tersebut dituturkan pedagang kepada pembeli karena bermaksud menyatakan sanggahan.

Pedagang memiliki pendapat sendiri bahwa dengan nominal sembilan puluh ribu hanya bisa dapat barang jenis lain.

(23) Konteks : Calon pembeli menginginkan sebuah pakaian dan menawarnya dengan harga murah. Namun pedagang tidak menerimanya karena harganya sudah dinilai sangat murah.

(a) Pembeli : Udah (sudah), dikasih ya? (198) (b) Pedagang : Belum dapet (dapat), Masnya.

Gimana (bagaimana) ? Tambah sepuluh. (199) (c) Pembeli : Enggak, enggak. Yang itu aja (saja). (200) (d) Pedagang : Ya belum dapet (dapat), masnya. Yang ini aja (saja)

kalau gitu (begitu), Mas. (201)

(e) Pembeli : Yang itu, Mas. (202)

(f) Pedagang : Belum dapet (dapat) , Masnya. Iya, udah (sudah) murah itu, Mas. Enggak kalau kasih mahal.

Paling murah itu, Mas, iya. Gimana? Ini aja (saja) ? (203) (Beringharjo, 8 September 2019) Tuturan (23f) “Belum dapet (dapat), Masnya. Iya udah (sudah) murah itu, Mas.”

dan “Paling murah itu, Mas, iya” termasuk dalam tindak tutur asertif menyanggah.

Kedua tuturan tersebut dituturkan pedagang dengan maksud menyatakan sanggahan terhadap permintaan pembeli yang menginginkan sebuah barang.

Pedagang memiliki alasan tersendiri untuk tidak menerima permintaan pembeli dengan alasan barang yang dijual harganya sudah sangat murah.

2.2.2 Tindak Tutur Asertif Pembeli

Tindak tutur asertif juga dilakukan oleh pembeli ketika berdialog dengan pedagang. Para pembeli melakukan tindak tutur asertif dalam bentuk (i) tindak tutur mengeluh, (ii) tindak tutur menolak, (iii) tindak tutur menyebutkan, dan (iv) tindak tutur mengiyakan.

2.2.2.1 Tindak Tutur Asertif Mengeluh

Tindak tutur asertif mengeluh adalah tindak tutur yang didasarkan atas kekecewaan atau ketidakpuasan terhadap suatu hal.

(24) Konteks : Calon pembeli mencari daster yang berukuran jumbo.

Tetapi ukuran yang dicari tidak ada.

(a) Pedagang : Mari, Bu. (362)

(b) Pembeli : Daster?. (363)

(c) Pedagang : Daster ini. (364)

(d) Pembeli : Yang jumbo yang mana? (365)

(e) Pedagang : Jumbo kosong, Ibu, jumbonya. Adanya yang

standar -standar semua (366)

(f) Pembeli : Yah. Berapaan yang ini, Mas? (367)

(g) Pedagang : Yang mana? (368)

(h) Pembeli : Ini. (369)

(i) Pedagang : Itu sembilan lima, bisa tawar, berapa? (370) (Beringharjo, 21 September 2019) Pada contoh (24), terdapat tindak tutur mengeluh pada tuturan (24f) “Yah.

Berapaan yang ini, Mas?” Tuturan mengeluh ditunjukkan pada kata seru “Yah”

yang dituturkan calon pembeli kepada pedagang. Tuturan tersebut termasuk dalam tindak tutur asertif mengeluh karena menyatakan sebuah keluhan berupa pernyataan kecewa. Kekecewaan yang dialami calon pembeli karena daster berukuran jumbo yang dicari tidak tersedia. Tindak tutur asertif mengeluh juga terdapat pada data berikut.

(25) Konteks : Calon pembeli menanyakan ukuran suatu barang yang paling kecil. Akan tetapi barang tersebut tidak tersedia.

(a) Pembeli : Gamisnya paling kecil apa ini? (635) (b) Pedagang : Itu satu ukuran, ibu, itu. (636)

(c) Pembeli : Nggak ada (tidak ada) yang ukuran S-nya? (637)

(d) Pedagang : Nggak ada (tidak ada). (638)

(e) Pembeli : Ini all size (semua ukuran) juga? (639) (f) Pedagang : Ini all size (semua ukuran). Satu ukuran, Bu, itu. (640) (g) Pembeli : Ya Allah. Nggak ada (tidak ada) ukuran S-nya ya?

Yang ada ukuran S-nya apa? (641)

(h) Pedagang : Iya e. Mungkin tunik-tunik. (642) (Beringharjo, 12 Oktober 2019) Pada contoh (25) juga terkandung tindak tutur mengeluh yang ditunjukkan dalam tuturan (25g) “Ya Allah. Nggak ada (tidak ada) ukuran S-nya ya?” Tindak ilokusi asertif mengeluh ditunjukkan pada kata seru “Ya Allah”. Dalam konteks di atas, tuturan tersebut menjelaskan sebuah keluhan, karena mengungkapkan sebuah kekecewaan calon pembeli atas tidak tersedianya ukuran pakaian yang dicari.

2.2.2.2 Tindak Tutur Asertif Menolak

Dalam realitas penggunaannya, tindak tutur asertif menolak juga digunakan pembeli ketika berdialog dengan pedagang di pasar. Berikut data yang mengandung tindak tutur asertif menolak.

(26) Konteks : Pedagang meminta pembeli untuk menambah ongkos sebuah barang yang akan dibeli, tetapi pembeli menolaknya.

(a) Pembeli : Yang gede satu deh. (180)

(b) Pedagang : Diganti satu? (181)

(c) Pembeli : Iya, ganti satu. (182)

(d) Pedagang : Tambah tapi, mas, nanti. (183) (e) Pembeli : Ah, nggak usah (tidak usah). (184) (Beringharjo, 8 September 2019) Pada data di atas, tuturan (26e) “Ah, nggak usah (tidak usah).” yang dituturkan pembeli bermaksud menolak permintaan pedagang yang meminta tambahan

nominal. Tuturan menolak ditunjukkan dengan adanya kata “nggak” atau ”tidak”.

Maka data (26) termasuk ke dalam tindak tutur asertif menolak.

(27) Konteks : Pembeli menawar harga sebuah pakaian. Kemudian tidak diterima oleh pedagang. Namun, pedagang memberi alternatif lain, seperti dalam dialog berikut.

(a) Pembeli : Lima puluh. Ya? (792)

(b) Pedagang : Belum dapet (dapat). Saya turunin lima ribu,

tujuh lima kalau mau, Bu. Tujuh lima. (793) (c) Pembeli : Ah, nggak (tidak) mau. Lima puluh lima. (794) (Beringharjo, 9 November 2019) Tuturan (27c) “Ah, nggak (tidak) mau.” yang dituturkan pembeli kepada pedagang bermaksud menyatakan penolakan terhadap tawaran pedagang.

(28) Konteks : Pedagang memberi keringanan harga untuk sebuah barang. Akan tetapi pembeli tidak menerimanya.

(a) Pembeli : Dah, pasnya berapa? (776)

(b) Pedagang : Delapan puluh nggak papa (tidak apa-apa)

kalau mau, Bu. (777)

(c) Pembeli : Ah, nggak (tidak) mau kalau delapan puluh.

Enam puluh, ya? (778)

(Beringharjo, 9 November 2019) Pada data (28), tindak tutur asertif menolak ditunjukkan dalam tuturan (28c) “Ah, nggak (tidak) mau kalau delapan puluh.” Tuturan tersebut dituturkan pembeli bermaksud menolak permintaan pedagang yang meminta harga delapan puluh ribu untuk sebuah barang yang diminati pembeli.

2.2.2.3 Tindak Tutur Asertif Mengiyakan

Mengiyakan berarti menyepakati atau menerima pernyataan penutur atau mitra tutur dengan menuturkan jawaban ‘iya’. Berikut dialog yang mengandung tindak tutur asertif mengiyakan.

(29) Konteks : Terjadi percakapan antara pedagang dengan calon pembeli mengenai kesepakatan harga, melalui percakapan berikut.

(a) Pembeli : Kalau bahannya gini (ini) nyusut nggak to, Mbak?

(menyusut apa tidak, Mbak?) (37)

(b) Pedagang : Enggak. (38)

(c) Pembeli : Ya udah, sing biru aja, Mbak.

(Ya sudah, yang biru saja, Mbak). (39) (d) Pedagang : Nggih (Ya). Tambah lima ribu ya, jadi

tiga puluh, ya? (40)

(e) Pembeli : Ya. (41)

(Beringharjo, 5 September 2019) Pada data (29) terdapat tindak tutur asertif mengiyakan yang ditunjukkan pada data (29e). Tuturan yang dituturkan calon pembeli mempunyai maksud menyatakan persetujuan dengan pedagang, bahwa calon pembeli setuju bila harus menambah lima ribu rupiah untuk membayar sebuah barang. Tindak tutur asertif mengiyakan juga bisa terjadi dalam konteks menyetujui suatu pernyataan, seperti pada data berikut.

(30) Konteks : Calon pembeli mengiyakan pernyataan pedagang ketika ditawari pakaian dengan motif yang bagus.

(a) Pembeli : Yang ini, tapi modelnya yang begini

ada nggak (tidak)? (703)

(b) Pedagang : Nggak ada (tidak ada).

Ini aja (saja), Bapak? Yang mana? Dua ini? (704) (c) Pembeli : Tujuh lima, ya? Seratus lima puluh, dua jadinya. (705) (d) Pedagang : Ya udah (sudah), Bapak. Mau yang mana?

Ini apa yang ini? Ini juga sama. Modelnya sama,

cuma beda motif ini,Pak. Yang mana? Ini juga

bagus. Lebih cerah yang ini, Pak. (706)

(e) Pembeli : Iya makanya. (707)

(Beringharjo, 20 Oktober 2019) Pada data (30e), tuturan “iya makanya” merupakan pernyataan setuju calon pembeli terhadap penjelasan yang diutarakan pedagang. Tuturan tersebut bermaksud mengiyakan dan sependapat dengan pernyataan pedagang, bahwa motif pakaian yang ditujukkan memang bagus.

2.3 Tindak Tutur Direktif

Tindak tutur ilokusi direktif adalah bentuk tuturan yang mempunyai maksud untuk mempengaruhi mitra tutur agar melakukan tindakan tertentu (Rahardi, 2003: 73). Tindak tutur yang dapat dikategorikan sebagai tindak tutur direktif antara lain menawar, memohon, dan merekomendasi. Dalam dialog antara pedagang batik dengan calon pembeli di Pasar Beringharjo, ditemukan bentuk tindak tutur ilokusi direktif dari masing-masing pihak, pihak pedagang dan pembeli. Masing-masing deskripsi dan analisis akan dijabarkan pada subbab berikut.

2.3.1 Tindak Tutur Direktif Pedagang

Pedagang menggunakan tindak tutur direktif selama berinteraksi dengan pembeli. Adapun tindak tutur direktif yang ditemukan yakni (i) tindak tutur direktif merekomendasi, (ii) tindak tutur direktif menawarkan, dan (iii) tindak tutur direktif menyarankan.

2.3.1.1 Tindak Tutur Direktif Merekomendasi

Tindak tutur merekomendasi adalah tindak tutur yang digunakan penutur untuk memberi rekomendasi atau anjuran yang ditujukan kepada mitra tuturnya.

(31) Konteks: Gamis yang dijual oleh pedagang memiliki motif yang bagus dan direkomendasikan untuk dibeli.

(a) Pedagang : Silahkan dipilih. Bagus, Mbak, itu gamisnya. (124) (b) Pembeli : Kecil ya kayaknya ini, Mas? (125) (c) Pedagang : Kurang gede po, Mbak, ini?

(Apa ini kurang besar, Mbak?) (126)

(d) Pembeli : Bukan saya, Mas. Cuma titipan. (127) (Beringharjo, 8 September 2019) Pada data (31a), tuturan “Silahkan dipilih. Bagus, Mbak, itu gamisnya.” termasuk tindak tutur direktif merekomendasi karena terdapat rekomendasi dari pedagang kepada calon pembeli, bahwa gamis yang dijual bagus. Tuturan tersebut bermaksudmemengaruhi calon pembeli agar tertarik untuk berkunjung lebih lama dan tertarik untuk membeli.

(32) Konteks : Calon pembeli menanyakan bahan daster pada pedagang, apakah panas atau tidak.

(a) Pembeli : Nek (kalau) dua lima (ribu) boleh nggak (tidak)? (450) (b) Pedagang : Dua lima (ribu) belum dapet (dapat), Ibu.

Celana palingan (mungkin celana). (451) (c) Pembeli : Tapi ini bahannya panas ya? (452) (d) Pedagang : Itu adem (tidak panas) itu bahannya , Ibu.

Nggak (tidak) luntur, nggak nyusut (tidak menyusut)

juga itu. (453)

(e) Pembeli : Warnanya cantik. Dasternya dua lima (ribu) ya? (454) (Beringharjo, 28 September 2019)

Pada tuturan (32d) “Itu adem (tidak panas) itu bahannya, Ibu. Nggak (tidak) luntur, nggak nyusut (tidak menyusut) juga itu.” dituturkan pedagang kepada

calon pembeli dengan maksud merekomendasikan suatu pakaian, dengan menyebutkan keunggulan bahan yang terdapat pada pakaian tersebut. Tuturan memengaruhi mitra tutur agar tertarik dengan rekomendasi pedagang dan tertarik pula untuk membeli. Seperti halnya pada data berikut.

(33) Konteks : Calon pembeli menanyakan keunggulan celana yang dijual oleh pedagang.

(a) Pembeli : Berapaan? (139)

(b) Pedagang : Dua puluh kalau yang itu mas. Adem (tidak panas),

enak itu mas bahannya. (140)

(c) Pembeli : Buat cewek ini? (141)

(d) Pedagang : Cewek cowok bisa, saya saja pake (pakai) itu, Mas.

Saya saja pake (pakai) itu. Awet itu, Mas. (142)

(e) Pembeli : Awet bahannya? (143)

(f) Pedagang : Awet iya hahaha. Gimana (bagaimana), Masnya? (144) (Beringharjo, 8 September 2019) Pada data (33) juga terdapat tuturan merekomendasi yang ditunjukkan pada tuturan (33d) “Cewek cowok bisa, saya saja pake (pakai) itu, Mas. Saya saja pake (pakai) itu. Awet itu, Mas.” Pedagang menuturkan demikian bermaksud untuk memengaruhi calon pembeli agar tertarik untuk membeli, karena bahan celana yang dijual awet berdasar pengalaman si pedagang.

(34) Konteks : Pedagang memberi rekomendasi barang yang bagus kepada calon pembeli.

(a) Pedagang : Sik endi, Mbak? (yang mana, Mbak?). Tinggal tiga ini, Mbak. Dua, tiga? Itu lainnya rit (ritsleting) semua itu, Mbak. Apa kayak gini (seperti ini),

warna hitam. (671)

(b) Pembeli : Kalau ini beda harganya? (672)

(c) Pedagang : Apa dua sekalian? Ini sama, cuma beda warna.

Mbaknya mau yang itu apa yang ini? Ini juga bagus.

Yang mana? Terserah, Mbaknya hahaha. (673)

(d) Pembeli : Bagus yang mana, Mas? (674)

(e) Pedagang : Terserah, Mbaknya, sih. Kayak gini (begini) ? Itu juga bagus. Yang bagus krem ini aja (saja).

Ini aja (saja)? Mau yang mana, Mbak? (675)

(f) Pembeli : Kalau saya bagus mana? (676)

(Beringharjo, 19 Oktober 2019) Pada data (34), tindak tutur direktif merekomendasi ditunjukkan dalam (34e)

“Terserah, Mbaknya, sih. Kayak gini (begini)? Itu juga bagus.Yang bagus krem ini aja (saja). Ini aja (saja)? Mau yang mana, Mbak?” Tuturan tersebut dilakukan pedagang dengan maksud merekomendasi warna pakaian yang bagus kepada calon pembeli, dan memengaruhinya agar menerima atau meminta saran.

2.3.1.2 Tindak Tutur Direktif Menawarkan

Tindak tutur direktif menawarkan adalah tindak tutur yang berfungsi untuk mengajukan sesuatu. Tuturan ini digunakan penutur ketika menawarkan barang maupun jasa kepada mitra tutur. Tuturan menawarkan juga memengaruhi mitra tutur untuk menerima atau menolak tawaran dari penutur.

(35) Konteks : Pedagang menawarkan daster beserta harganya, kemudian muncul dialog berikut.

(35) Konteks : Pedagang menawarkan daster beserta harganya, kemudian muncul dialog berikut.

Dokumen terkait