• Tidak ada hasil yang ditemukan

BENTUK DAN FUNGSI TINDAK TUTUR ILOKUSI DALAM DIALOG PEDAGANG BATIK DENGAN CALON PEMBELI DI PASAR BERINGHARJO YOGYAKARTA SEPTEMBER DESEMBER 2019

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BENTUK DAN FUNGSI TINDAK TUTUR ILOKUSI DALAM DIALOG PEDAGANG BATIK DENGAN CALON PEMBELI DI PASAR BERINGHARJO YOGYAKARTA SEPTEMBER DESEMBER 2019"

Copied!
166
0
0

Teks penuh

(1)

i

BENTUK DAN FUNGSI TINDAK TUTUR ILOKUSI

DALAM DIALOG PEDAGANG BATIK DENGAN CALON PEMBELI DI PASAR BERINGHARJO YOGYAKARTA

SEPTEMBER–DESEMBER 2019

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Dionysius Raharditya Krisnayuda NIM: 164114001

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

JUNI 2020

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk Ibu Christina Kristiani dan Alm. Bapak Anung Raharjo, serta semua keluarga yang telah berpulang menghadap Bapa di Surga.

(7)

vii MOTO

SING PENTING YAKIN!

MACAK PION, ORA ONO MUNDURE

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberi rahmat dan karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Bentuk dan Fungsi Tindak Tutur Ilokusi dalam Dialog Pedagang Batik dengan Calon Pembeli di Pasar Beringharjo Yogyakarta September–Desember 2019”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Sastra pada Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari banyak pihak yang telah mendukung, membimbing, dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Christina Kristiani, selaku orang tua yang selalu mendukung dan mendoakan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Kedua, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sony Christian Sudarono, S.S, M.A., selaku dosen pembimbing I dan Ibu Maria Magdalena Sinta Wardani, S.S., M.A., selaku dosen pembimbing II yang selalu sabar dan teliti membimbing penulis dalam proses menyusun skripsi ini, meski terbatas jarak akibat dari masa pandemi virus covid-19.

Ketiga, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. I.

Praptomo Baryadi, M. Hum., Bapak Dr. Yoseph Yapi Taum, M. Hum., Bapak B.

Rahmanto, M. Hum., Bapak Dr. Paulus Ari Subagyo, M. Hum., (Alm) dan Bapak Drs. Heri Antono, M. Hum., (Alm) selaku dosen Program Studi Sastra Indonesia

(9)
(10)

x ABSTRAK

Krisnayuda, Dionysius Raharditya. 2020. “Bentuk dan Fungsi Tindak Tutur Ilokusi dalam Dialog Pedagang Batik dengan Calon Pembeli di Pasar Beringharjo Yogyakarta September-Desember 2019”. Skripsi. Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma Skripsi ini membahas bentuk dan fungsi tindak tutur ilokusi dalam dialog antara pedagang batik dengan calon pembeli di Pasar Beringharjo Yogyakarta, periode September–Desember 2019. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (i) bentuk tindak tutur ilokusi yang terdapat dalam dialog antara pedagang batik dengan calon pembeli di Pasar Beringharjo Yogyakarta dan (ii) fungsi tindak tutur ilokusi yang terdapat dalam dialog antara pedagang batik dengan calon pembeli di Pasar Beringharjo Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan dua teori, yakni teori tindak ilokusi Searle dan teori fungsi ilokusi Leech. Teori Searle digunakan untuk mengidentifikasi bentuk tindak tutur ilokusi dalam dialog pedagang batik dengan calon pembeli, sementara teori Leech digunakan untuk mengidentifikasi fungsi ilokusi berdasarkan ada tidaknya sopan santun dan tata krama dalam dialog antara pedagang batik dengan calon pembeli. Proses pengumpulan data menggunakan metode simak, berupa teknik sadap. Kemudian menggunakan teknik lanjutan berupa teknik simak bebas libat cakap. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan berupa metode padan pragmatis. Metode penyajian hasil analisis data yang digunakan adalah metode informal.

Berdasarkan analisis data yang sudah dilakukan, ditemukan empat bentuk tindak tutur ilokusi dalam dialog pedagang batik dengan calon pembeli di Pasar Beringharjo Yogyakarta. Keempat bentuk tersebut yakni (i) tindak tutur ilokusi asertif, (ii) tindak tutur ilokusi direktif, (iii) tindak tutur ilokusi ekspreif, dan (iv) tindak tutur ilokusi komisif. Ditemukan tiga fungsi ilokusi, yaitu (i) fungsi kolaboratif, (ii) fungsi konvivial, dan (iii) fungsi kompetitif.

Kata Kunci: dialog, tindak tutur, ilokusi, fungsi ilokusi

(11)

xi ABSTRACT

Krisnayuda, Dionysius Raharditya. 2020. “The Form and Function of Illocutionary Acts in the Dialogue between Batik Sellers and Prospective Buyers at Beringharjo Market Yogyakarta September – December 2019”. Undergraduate Thesis. Department of Indonesian Letters, Faculty of Letters, Sanata Dharma University.

This research discusses the form and function of illocutionary acts in the dialogue between batik sellers and prospective buyers at Beringharjo market Yogyakarta for the period September to December 2019. This research aims to describe (i) the form of illocutionary acts in the dialogue between batik sellers and prospective buyers at Beringharjo market Yogyakarta and (ii) the function of illocutionary acts in the dialogue between batik sellers and prospective buyers at Beringharjo market Yogyakarta.

This research uses two theories, namely Searle’s theory on illocutionary acts and Leech’s on the functions of illocutionary acts. Searle’s theory is used to identify the form of illocutionary acts in the dialogue between batik sellers and prospective buyers. Meanwhile, Leech’s theory is used to identify the function based on whether or not there is politeness and manners in the dialogue between batik sellers and prospective buyers. The data were collected by using the observation method in the form of recording technique and continued by using the technique of uninvolved-conversation obseravtion. The method of data analysis used in this research is matching method in the form of comparative pragmatic method. The method of presenting the results of the data analysis is an informal method.

Based on the data analysis conducted, four forms of ilocutionary acts in the dialogue between batik sellers and prospective buyers at Beringharjo market Yogyakarta were found. Those are (i)assertive, (ii)directive, (iii) expressive, and (iv) commisive. Also, three functions of illocutionary acts were found, namely (i)collaborative, (ii)convivial, and (iii)competitive.

Keywords: dialogue, speech acts, illocutionary, illocutionary functions

(12)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

MOTO ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... x

ABSTRACT ... xi

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Hasil Penelitian ... 5

1.5 Tinjauans Pustaka ... 5

1.6 Landasan Teori... 8

1.6.1 Tindak Tutur... 8

1.6.2 Tindak Tutur Ilokusi ... 9

1.6.3 Bentuk Tindak Tutur Ilokusi ... 10

1.6.3.1 Asertif (assertives) ... 10

1.6.3.2 Direktif (directive) ... 10

1.6.3.3 Ekspresif (expressives) ... 11

1.6.3.4 Komisif (commissives) ... 11

1.6.3.5 Deklarasi (declarations) ... 11

(13)

xiii

1.6.4 Fungsi Tindak Tutur Ilokusi ... 12

1.6.4.1 Fungsi Kompetitif (Competitive) ... 12

1.6.4.2 Fungsi Menyenangkan (Convivial) ... 12

1.6.4.3 Fungsi Bekerja Sama (Collaborative) ... 13

1.6.4.4 Fungsi Bertentangan (Conflictive) ... 13

1.7 Metode Penelitian ... 13

1.7.1 Jenis Penelitian ... 13

1.7.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data... 13

1.7.3 Metode dan Teknik Analisis Data ... 15

1.7.4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data ... 15

1.8 Sistematika Penyajian ... 16

BAB II BENTUK TINDAK TUTUR ILOKUSI DALAM DIALOG PEDAGANG BATIK DENGAN CALON PEMBELI DI PASAR BERINGHARJO YOGYAKARTA ... 18

2.1 Pengantar... 18

2.2 Tindak Tutur Asertif ... 18

2.2.1 Tindak Tutur Asertif Pedagang ... 19

2.2.1.1 Tindak Tutur Asertif Menunjukkan... 19

2.2.1.2 Tindak Tutur Asertif Menyebutkan ... 21

2.2.1.3 Tindak Tutur Asertif Menyatakan ... 23

2.2.1.4 Tindak Tutur Asertif Menegaskan... 25

2.2.1.5 Tindak Tutur Asertif Menolak... 28

2.2.1.6 Tindak Tutur Asertif Menyanggah ... 29

2.2.2 Tindak Tutur Asertif Pembeli ... 30

2.2.2.1 Tindak Tutur Asertif Mengeluh... 31

2.2.2.2 Tindak Tutur Asertif Menolak... 32

2.2.2.3 Tindak Tutur Asertif Mengiyakan ... 34

2.3 Tindak Tutur Direktif ... 35

2.3.1 Tindak Tutur Direktif Pedagang ... 35

2.3.1.1 Tindak Tutur Direktif Merekomendasi ... 36

(14)

xiv

2.3.1.2 Tindak Tutur Direktif Menawarkan ... 38

2.3.1.3 Tindak Tutur Direktif Menyarankan ... 40

2.3.2 Tindak Tutur Direktif Pembeli ... 41

2.3.2.1 Tindak Tutur Direktif Menawar ... 42

2.3.2.2 Tindak Tutur Direktif Memohon ... 45

2.3.2.3 Tindak Tutur Direktif Memaksa ... 47

2.4 Tindak Tutur Ekspresif ... 48

2.4.1 Tindak Tutur Ekspresif Pedagang ... 49

2.4.1.1 Tindak Tutur Ekspresif Berterima Kasih ... 49

2.4.1.2 Tindak Tutur Ekspresif Merelakan ... 50

2.4.2 Tindak Tutur Ekspresif Pembeli ... 51

2.4.2.1 Tindak Tutur Berterima Kasih... 51

2.4.2.2 Tindak Tutur Ekspresif Menyindir ... 54

2.4.2.3 Tindak Tutur Ekspresif Memuji ... 55

2.5 Tindak Tutur Komisif ... 56

2.5.1 Tindak Tutur Komisif Pedagang ... 57

2.5.1.1 Tindak Tutur Komisif Menjanjikan ... 57

2.5.2 Tindak Tutur Komisif Pembeli ... 59

2.5.2.1 Tindak Tutur Komisif Berjanji ... 59

BAB III FUNGSI TINDAK TUTUR ILOKUSI DALAM DIALOG PEDAGANG BATIK DENGAN CALON PEMBELI DI PASAR BERINGHARJO YOGYAKARTA ... 61

3.1 Pengantar... 61

3.2 Fungsi Kolaboratif ... 61

3.2.1 Fungsi Kolaboratif Pembeli ... 62

3.2.1.1 Fungsi Kolaboratif Menyatakan ... 62

3.2.2 Fungsi Kolaboratif Pedagang ... 64

3.2.2.1 Fungsi Kolaboratif Menyatakan ... 64

3.2.2.2 Fungsi Kolaboratif Melaporkan ... 67

3.3 Fungsi Konvivial ... 68

(15)

xv

3.3.1 Fungsi Konvivial Pembeli ... 68

3.3.1.1 Fungsi Konvivial Mengucapkan Terima Kasih ... 68

3.3.2.1 Fungsi Konvivial Menawarkan ... 70

3.3.2.2 Fungsi Konvivial Mengucapkan Terima Kasih ... 72

3.4 Fungsi Kompetitif ... 74

3.4.1 Fungsi Kompetitif Pembeli ... 74

3.4.1.1 Fungsi Kompetitif Meminta ... 75

3.4.1.2 Fungsi Kompetitif Menuntut ... 77

BAB IV PENUTUP ... 81

4.1 Kesimpulan ... 81

4.2 Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 84

LAMPIRAN I TABEL BENTUK TINDAK TUTUR ILOKUSI ... 86

LAMPIRAN II TABEL FUNGSI TINDAK TUTUR ILOKUSI ... 131

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Objek penelitian ini adalah bentuk dan fungsi tindak tutur ilokusi dalam dialog pedagang batik dengan calon pembeli di Pasar Beringharjo Yogyakarta.

Pasar Beringharjo merupakan sebuah pasar tradisional yang memiliki jumlah pedagang yang cukup banyak. Pasar ini terletak di Jalan Jendral Ahmad Yani nomor 16 Yogyakarta. Dalam sebuah pasar tradisional, terdapat variasi bahasa yang digunakan pedagang dan calon pembeli ketika melakukan transaksi. Tuturan yang digunakan pedagang dan pembeli tentu saling berpengaruh, sebagaimana bahasa dipahami sebagai sarana komunikasi antara satu orang dengan orang lain.

Ketika kita mencoba mencari tahu makna suatu tuturan, hal ini dapat dianggap sebagai upaya untuk merekonstruksi tindakan apa yang menjadi tujuan penutur ketika menghasilkan tuturannya (Leech, 1993: 21). Oleh karena itu, lahirlah sebuah konsep mengenai tindak tutur.

Tindak tutur atau bisa disebut juga tindak ujar merupakan tindakan yang dilakukan penutur kepada mitra tutur untuk menyampaikan tujuan atau maksud tertentu. Dalam usaha untuk mengungkapkan diri mereka, orang-orang tidak hanya menghasilkan tuturan yang mengandung kata-kata dan struktur gramatikal saja, tetapi mereka juga memperlihatkan tindakan-tindakan melalui tuturan- tuturan itu (Yule, 2006: 81). Austin (1962: 108) mengemukakan bahwa tindak tutur dibagi menjadi tiga, yakni tindak lokusi (locutionary act), tindak perlokusi (perlocuitonary act) dan tindak ilokusi (illocutionary act).

(17)

Tindak tutur ilokusi dipilih sebagai objek penelitian ini karena dalam dialog antara pedagang batik dengan calon pembeli, terdapat perwujudan tindak tutur yang berfungsi untuk mengatakan dan melakukan sesuatu. Hal ini mengacu pada defiinisi tindak tutur ilokusi. Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang digunakan untuk melakukan suatu tindakan dalam mengatakan sesuatu (Tarigan, 1986: 109). Berikut ini dikemukakan bentuk tindak tutur ilokusi yang terdapat dalam dialog antara pedagang batik dengan calon pembeli.

(1) Pedagang :Mari pak, mau cari apa? Gamis- gamis.

Itu celana dua puluh lima ribu. (50)

Pembeli : Tiga puluh ribu, dua ya? (51)

(Beringharjo, 7 September 2019)

Pada data (1), tuturan “Mari pak, mau cari apa? Gamis-gamis,” dituturkan oleh pedagang dengan maksud menawarkan dagangannya kepada calon pembeli.

Tuturan di atas termasuk dalam tindak tutur iloksusi komisif, karena terdapat tuturan menawarkan. Kemudian, tuturan “tiga puluh ribu dua ya?” yang dituturkan calon pembeli termasuk dalam tindak tutur ilokusi direktif, karena bermaksud menawar kepada pedagang agar diberikan dua buah celana seharga dua puluh lima ribu rupiah. Pada tuturan (51) terdapat tindak tutur ilokusi direktif, yaitu saat pembeli menawar harga barang yang ingin dibelinya.

(2) Pembeli : Kalau yang ukuran delapan ada nggak? (109) Pedagang : Bentar saya carikan dulu. Kosong ibu,

nanti baru datang, ibu, nanti.

Tinggal yang tujuh itu, iya. (110) (Beringharjo, 7 September 2019)

(18)

Pada data (2), tuturan “kalau yang ukuran delapan ada nggak?” dituturkan oleh calon pembeli dengan maksud menanyakan persediaan barang yang berukuran delapan. Pada tuturan tersebut terdapat tindak tutur ilokusi direktif, yaitu secara tidak langsung pembeli memerintah pedagang agar melakukan tindakan yaitu mencarikan barang yang diinginkannya.

Teori mengenai tindak tutur ilokusi tidak hanya membahas bentuk, namun juga terdapat beberapa fungsi yang dapat dianalisis, terutama dalam dialog antara pedagang batik dengan calon pembeli. Setiap tuturan yang terdapat dalam dialog tersebut memiliki fungsi bermacam-macam pula. Leech (1993: 162) mengemukakan setidaknya ada empat fungsi ilokusi yaitu kompetitif (competitive), menyenangkan (convivial), bekerja sama (collaborative), dan bertentangan (conflictive). Berikut contoh fungsi tindak tutur ilokusi dalam dialog antara pedagang dengan calon pembeli.

(3) Pedagang : Mari bu, kayak gini? Itu warna motif

ada, ibu. Katun bahannya kalau yang ini, bu. (45)

Pembeli : Berapa kalo ini? (46)

Pedagang : Ini seratus lima puluh, silahkan ditawar berapa? (47) (Beringharjo, 7 September 2019) Tuturan pada contoh (3) termasuk dalam fungsi tindak tutur ilokusi menyenangkan (convivial), yaitu pedagang menawarkan barang dan juga memberikan kesempatan kepada calon pembeli untuk menawar harga.

Dari contoh tuturan di atas, dapat disimpulkan bahwa cara pedagang batik menawarkan produk dagangannya di Pasar Beringharjo Yogyakarta sangat bervariasi. Tuturan-tuturan yang dilakukan pun saling mempengaruhi sehingga

(19)

dapat dianalisis menggunakan teori tindak tutur. Alasan peneliti tertarik memilih topik ini karena (i) belum pernah ada yang meneliti tindak tutur ilokusi dalam dialog antara pedagang batik dengan calon pembeli di Pasar Beringharjo, (ii) dialog antara pedagang dengan pembeli kurang diperhatikan, padahal mengandung banyak data yang bisa dijadikan objek penelitian.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat disimpulkan dua masalah yang dibahas dalam penelitian ini, sebagai berikut.

1. Apa saja jenis tindak tutur ilokusi yang terdapat dalam dialog pedagang batik dengan calon pembeli di Pasar Beringharjo Yogyakarta?

2. Apa saja fungsi tindak tutur ilokusi yang terdapat dalam dialog pedagang batik dengan calon pembeli di Pasar Beringharjo?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan bentuk tindak tutur ilokusi yang terdapat dalam dialog pedagang batik dengan calon pembeli di Pasar Beringharjo Yogyakarta.

2. Mendeskripsikan fungsi tindak tutur ilokusi yang terdapat dalam dialog pedagang batik dengan calon pembeli di Pasar Beringharjo Yogyakarta.

(20)

1.4 Manfaat Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini adalah deskripsi jenis tindak tutur ilokusi dan fungsi tuturan dalam dialog pedagang batik dengan calon pembeli di Pasar Beringharjo Yogyakarta. Hasil penelitian ini memberikan manfaat teoretis dan praktis. Secara teoretis, manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini untuk memperkaya dan menambah referensi teori pragmatik, khususnya mengenai tindak tutur ilokusi dan teori fungsi ilokusi ketika melakukan analisis bahasa dengan objek dialog.

Hasil penelitian ini juga memiliki manfaat praktis, yakni bermanfaat untuk pedagang dan pembeli ketika melakukan transaksi. Penelitian ini memberikan pengetahuan untuk mereka, bahwa setiap tuturan yang dilakukan mengandung jenis tindak tutur dan unsur sopan santun. Unsur sopan santun tersebut diharapkan bisa menjadi pedoman bagi pedagang, bagaimana cara menawarkan dagangannya dengan baik serta menonjolkan sopan santun agar pengunjung yang datang merasa nyaman untuk bertransaksi. Kemudian, manfaat untuk pembeli yaitu bisa membantu memahami bahwa tuturan yang mereka lakukan memiliki pengaruh sehingga memunculkan respon tertentu.

1.5 Tinjauans Pustaka

Penelitian mengenai tindak tutur antara pedagang dengan pembeli banyak dibahas pada penelitian-penelitian sebelumnya. Di antaranya penelitian yang dilakukan oleh Sari (2012), Danuarta (2013), dan Sinta (2018).

Sari (2012) mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Yogyakarta, dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Tindak Tutur Penjual dan Pembeli di Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta”

(21)

menemukan adanya bentuk tindak tutur dan jenis tindak tutur dalam tuturan penjual hewan di Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta.

Pemerolehan data yang digunakan yakni dengan cara meneliti komunikasi antara penjual dan pembeli, dengan batasan yaitu tindak tuur yang dilakukan oleh penjual hewan saja. Bentuk tindak tutur yang diperoleh meliputi (1) lokusi, (2) ilokusi, dan (3) perlokusi. Jenis tindak tutur lokusi yang diperoleh yaitu (1) lokusi pernyataan, (2) lokusi perintah, dan (3) lokusi pertanyaan. Kemudian terdapat jenis tindak ilokusi yang meliputi (1) asertif, (2) direktif, (3) komisif, dan (4) ekspresif. Sedangkan jenis tindak tutur perlokusi yang diperoleh yaitu perlokusi verbal dan perlokusi nonverbal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak. Kemudian data disimak dengan menggunakan teknik rekam dan catat.

Penelitian selanjutnya yang dilakukan Danuarta (2013), mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah Universitas Muhammadiyah Surakarta, dengan judul “Analisis Tindak Tutur Antara Penjual dan Pembeli di Pasar Cepogo Boyolali: Kajian Pragmatik” memperoleh adanya jenis tindak tutur tidak langsung tidak literal, yakni (1) tuturan berupa sindiran, (2) tuturan berupa rayuan, dan (3) tuturan berupa penawaran. Dalam penelitian ini juga diperoleh maksud tindak tutur tidak langsung tidak literal, meliputi (1) modus pertanyan yang bermaksud menolak lawan tutur, (2) pengungkap kebohongan, dan (3) pengungkap modus berita dengan maksud merayu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Teknik pengumpulan data berupa teknik rekaman, simak, dan catat, kemudian dianalisis menggunakan metode padan.

(22)

Selanjutnya, penelitian yang ditulis oleh Sinta (2018), mahasiswi Program Studi Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara berjudul “Tindak Tutur Ilokusi pada Interaksi Jual Beli di Pasar Tradisional Bengkel dalam Bahasa Jawa Kajian Pragmatik”. Pada penelitian ini diperoleh adanya bentuk tindak tutur ilokusi dalam komunikasi tawar menawar antara penjual dengan pembeli. Bentuk-bentuk tersebut meliputi (1) ilokusi asertif, (2) ilokusi direktif, (3) ilokusi ekspresif, (4) ilokusi komisif, dan (5) ilokusi deklarasi. Bentuk tindak tutur yang dominan dalam komunikasi tawar menawar antara penjual dan pembeli yaitu tindak tutur direktif, yang berupa pertanyaan, permohonan, permintaan, menyuruh, dan lain- lain.

Penelitian ini juga menemukan adanya pola pasangan berdampingan, yakni pola dari unit-unit terkecil percakapan sehingga menghasilkan pasangan yang berdampingan. Pola-pola itu meliputi (1) pola sapaan-sapaan, (2) pola panggilan- jawaban, (3) pola permintaan informasi-pemberian, (4) pola keluhan-mengakui, (5) pola permintaan-pemersilahkan, (6) pola penawaran-penerimaan, (7) pola penawaran-penolakan, dan (8) pola pertanyaan-jawaban.

Dari ketiga penelitian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian mengenai tindak tutur dalam komunikasi antara penjual dan pembeli sudah banyak diteliti orang dan objeknya pun macam-macam. Namun, belum ada penelitian mengenai bentuk dan fungsi tindak tutur ilokusi dalam dialog pedagang batik dengan calon pembeli di Pasar Beringharjo Yogyakarta. Oleh sebab itu penelitian yang merujuk pada hal di atas merupakan hal baru.

(23)

1.6 Landasan Teori

Dalam penelitian ini dijabarkan teori-teori yang menjadi dasar pembahasan tindak tutur. Teori tersebut adalah (1) tindak tutur, (2) tindak tutur ilokusi, (3) bentuk tindak tutur ilokusi, dan (4) fungsi tindak tutur ilokusi.

1.6.1 Tindak Tutur

Tindak tutur adalah tindakan yang terlaksana ketika bertutur. Hal itu terjadi ketika interaksi komunikasi antara penutur dengan mitra tutur. Dalam interaksi tersebut, setiap tuturan yang diutarakan memiliki maksud tertentu yang mampu mempengaruhi mitra tutur agar melakukan sesuatu. Austin (1962: 98) menyebutkan bahwa pada dasarnya ketika seseorang mengatakan sesuatu, dia juga melakukan sesuatu. Hal ini menunjukkan suatu bahasa yang digunakan dapat mempengaruhi orang lain agar bertindak.

Ketika sesorang menggunakan kata kerja dalam bertutur, seperti berjanji, meminta maaf, menamakan, dan menyatakan, berarti dia juga melakukan sesuatu, yakni sebuah tindakan yang terjadi ketika tuturan tersebut dituturkan. Austin (1962: 98-99), menjelaskan bahwa secara pragmatis, tindak tutur dibagi menjadi tiga jenis, yaitu tindak lokusi (locutionary act), tindak perlokusi (perlocutionary act) dan ilokusi (ilocutionary act). Tindak tutur lokusi adalah tindak tutur yang digunakan untuk menginformasikan atau menyatakan sesuatu sesuai dengan maksud yang disampaikan (Rahardi, 2018: 77). Tindak tutur perlokusi dipahami sebagai tindak tutur yang dapat mempengaruhi mitra tuturnya untuk melakukan sebuah reaksi atau efek tertentu (Wijana, 1996: 19). Sedangkan tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang tidak semata-mata digunakan untuk

(24)

menginformasikan sesuatu, tetapi juga berfungsi untuk melakukan sesuatu (Rahardi, 2018: 78). Tindakan-tindakan tersebut diatur oleh norma penggunaan bahasa dalam situasi percakapan antara dua pihak, misalnya situasi perkuliahan, situasi perkenalan, situasi upacara keagamaan, dan lain-lain (Schmidt dan Richards, 1983: 37).

Ketika sesorang menggunakan kata-kata yang berujung pada sebuah tindakan, maka yang bersangkutan tidak hanya mengucapkan tetapi juga melakukan sebuah tindakan berdasar apa yang telah ia katakan sebelumnya .

1.6.2 Tindak Tutur Ilokusi

Tindak tutur ilokusi merupakan tindak tutur yang berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu, dapat juga dipergunakan untuk melakukan sesuatu (Wijana, 1996: 18). Tindak tutur ilokusi mempunyai tujuan, yaitu apa yang ingin dicapai oleh penuturnya pada saat menuturkan sesuatu, biasanya berupa tindakan menyatakan, berjanji, meminta maaf, mengancam, dan lain sebagainya (Nadar, 2009: 14). Tindak tutur ilokusi mempunyai fungsi yang tidak semata-mata digunakan untuk menginformasikan sesuatu, maka dari itu tindak ilokusi sering disebut juga sebagai ‘the act of doing something’.

Tindak ilokusi dapat dikatakan sebagai tindak terpenting dalam kajian tindak tutur, karena selain menginformasikan sesuatu, tindak ilokusi juga dapat digunakan untuk melakukan sesuatu. Contoh tindak tutur ilokusi adalah “Ah, mbok jangan mahal-mahal”. Tuturan ini mengandung maksud bahwa si penutur meminta kepada mitra tutur untuk memberikan keringanan harga. Contoh lain, kalimat “Lima puluh ribu, dua ya?” Kalimat tersebut ketika digunakan oleh

(25)

pembeli terhadap pedagang memiliki maksud untuk memohon dengan tujuan agar si pedagang memberikan barang tersebut seharga lima puluh ribu rupiah untuk dua barang. Hal itu menandakan tindak ilokusi sukar untuk diidentifikasikan karena terlebih dahulu kita harus mempertimbangkan siapa penutur dan lawan tutur, kapan dan di mana tindak tutur itu terjadi (Wijana, 1996: 19).

1.6.3 Bentuk Tindak Tutur Ilokusi

Terdapat lima jenis tindak tutur ilokusi, yaitu asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklarasi. Kelima bentuk tindak ilokusi tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.

1.6.3.1 Asertif (assertives)

Tindak tutur asertif atau disebut juga representatif adalah bentuk tutur yang mengikat penutur pada kebenaran proposisi yang diungkapkan dalam tuturan itu (Rahardi, 2003: 72). Bentuk-bentuk tindak tutur asertif antara lain menyatakan (stating), mengklaim (claiming), membual (boasting), mengeluh (complaining), menunjukkan, menegaskan, menuntut, menagih, menyebutkan, mengiyakan, memperkuat, dan mengatakan.

1.6.3.2 Direktif (directive)

Tindak tutur direktif adalah bentuk tuturan yang mempunyai maksud untuk mempengaruhi mitra tutur agar melakukan tindakan tertentu (Rahardi, 2003:

73). Contohnya adalah memohon (requesting), menasihati (advising), merekomendasi (recommending), memesan (ordering), memerintah (commanding), melarang, dan menawar.

(26)

1.6.3.3 Ekspresif (expressives)

Bentuk tindak tutur ekspresif ialah tindak tutur yang digunakan menyatakan perasaan berdasarkan pernyataan psikologis (Yule, 2006: 93). Bentuk tuturan ini seringkali digunakan ketika adanya hubungan nilai sosial dan rasa empati atau simpati terhadap mitra tutur yang dituju. Contohnya adalah memberi selamat (congratulating), memuji (praising), meminta maaf (pardoning), berterima kasih (thanking), berbelasungkawa (condoling), menyalahkan (blaming), memaafkan, dan mengampuni.

1.6.3.4 Komisif (commissives)

Tindak tutur komisif adalah jenis tindak tutur yang berfungsi untuk menyatakan sebuah janji atau sebuah penawaran. Jenis tindak tutur ini dipahami oleh penutur untuk mengikatkan dirinya terhadap tundakan-tindakan yang akan datang (Yule, 2006: 94).

Tindak tutur ilokusi komisif memungkinkan penuturnya untuk berkomitmen atau tidak ketika melakukan sesuatu. Contohnya adalah berjanji (promising), bersumpah (vowing), bernazar, dan menjanjikan.

1.6.3.5 Deklarasi (declarations)

Tindak tutur deklarasi merupakan bentuk tutur yang menghubungkan isi tuturan dengan fakta atau kenyataannya (Rahardi, 2003: 93). Contohnya adalah menamai (naming), memecat (dismissing), membaptis (christening), mengangkat (appointing), mengucilkan (excommunicating), menghukum, dan mengklasifikasi.

(27)

1.6.4 Fungsi Tindak Tutur Ilokusi

Leech (1993: 162) mengklasfikasikan fungsi tindak tutur ilokusi menjadi empat, yakni (i) kompetitif (competitive), (ii) menyenangkan (convivial). (iii) bekerjasama (collaborative), dan (iv) bertentangan (conflictive). Keempat fungsi tersebut memiliki keterkaitan dengan tujuan sosial yakni untuk membangun rasa hormat antara penutur dengan mitra tuturnya.

1.6.4.1 Fungsi Kompetitif (Competitive)

Fungsi kompetitif memiliki tujuan ilokusi bersaing dengan tujuan sosial.

Dalam fungsi ini, unsur sopan santun cenderung bersifat negatif dan memiliki tujuan-tujuan yang pada dasarnya tidak bertata krama (Leech, 1993: 162).

Misalnya menuntut sesuatu dengan nada memaksa, seperti memerintah, meminta, dan mengemis.

Leech (1993: 162) membedakan antara sopan santun dan tata krama. Tata krama mengacu pada tujuan yang ingin dicapai, sedangkan sopan santun mengacu pada perilaku yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.

1.6.4.2 Fungsi Menyenangkan (Convivial)

Dalam fungsi menyenangkan, sopan santun lebih ditonjolkan daripada fungsi kompetitif. Pada fungsi ini sopan santun lebih positif bentuknya dan memiliki tujuan untuk beramah-tamah (Leech, 1993: 163). Contoh fungsi menyenangkan antara lain menawarkan, mengajak/mengundang, menyapa, mengucapkan terima kasih, dan mengucapkan selamat.

(28)

1.6.4.3 Fungsi Bekerja Sama (Collaborative)

Fungsi bekerja sama tidak melibatkan sopan santun, karena dalam fungsi ini sifat sopan santun besifat tidak relevan (Leech, 1993: 163). Fungsi ini memiliki tujuan ilokusi tidak menghiraukan tujuan sosial, misalnya menyatakan, melapor, mengumumkan, dan mengajarkan.

1.6.4.4 Fungsi Bertentangan (Conflictive)

Fungsi bertentangan tidak menonjolkan sopan santun sama sekali, karena bertentangan dengan tujuan sosial, dan pada dasarnya fungsi ini bertujuan menimbulkan kemarahan (Leech, 1993: 163). Contoh fungsi bertentangan antara lain mengancam, menuduh, menyumpahi, dan memarahi.

1.7 Metode Penelitian

Metode penelitian ini memaparkan jenis penelitian, metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik analisis data, dan metode penyajian hasil analisis data. Berikut pemaparan dari masing-masing bagian tersebut.

1.7.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Data diambil dari komunikasi antara pedagang batik dengan calon pembelidi Pasar Beringharjo.

Selanjutnya penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap pengumpulan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analisis data.

1.7.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Objek penelitian ini adalah dialog antara pedagang batik dengan calon pembeli di Pasar Beringharjo. Data yang dikumpulkan berupa tuturan-tuturan

(29)

yang disampaikan. Peneliti melakukan pembatasan data, yaitu kios Batik Antik Ibu Marsiyah di lantai satu Pasar Beringharjo. Penelitian dilakukan pada akhir pekan bulan September hingga Desember 2019.

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode simak, dengan menyimak dialog antara pedagang batik dengan calon pembeli di Pasar Beringharjo Yogyakarta. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini antara lain: Pertama, menggunakan teknik dasar berupa teknik sadap. Teknik sadap adalah pelaksanaan metode simak dengan menyadap penggunaan bahasa seseorang atau beberapa orang (Kesuma, 2007: 43). Dalam arti, peneliti dalam upaya mendapatkan data dilakukan dengan menyadap penggunaan bahasa seseorang atau beberapa orang yang menjadi informan (Mahsun, 2007: 92). Kedua, menggunakan teknik lanjutan berupa teknik simak bebas libat cakap dan teknik rekam.Teknik simak bebas libat cakap digunakan ketika menyimak penggunaan bahasa tanpa ikut terlibat dalam pembicaraan.

Maksudnya si peneliti hanya berperan sebagai pengamat penggunaan bahasa oleh para informannya (Mahsun, 2007: 93). Selanjutnya menggunakan teknik rekam, dengan merekam dialog yang digunakan pedagang kepada calon pembeli ketika menawari produk batik di Pasar Beringharjo Yogyakarta. Teknik rekam adalah teknik penjaringan data dengan merekam pengguanaan bahasa (Kesuma, 2007:

45). Data yang sudah diperoleh kemudian dipilah berdasarkan jenisnya yang terdapat dalam dialog pedagang saat menawarkan produk kepada calon pembeli.

Ketiga, transkripsi data berupa menulis kembali data-data yang direkam dalam bentuk dialog.

(30)

1.7.3 Metode dan Teknik Analisis Data

Data pada penelitian ini dianalisis menggunakan metode padan, berupa metode padan pragmatis. Metode padan adalah metode yang alat penentunya berada di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993: 13). Sedangkan metode padan pragmatis adalah metode padan yang alat penentunya lawan atau mitra wicara (Kesuma, 2007: 48).

Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi satuan kebahasaan menurut reaksi atau akibat yang timbul dari mitra tuturnya. Metode padan pragmatis digunakan karena peneliti ingin meneliti reaksi yang terjadi ketika penutur melakukan sebuah tuturan, yang berdampak pada tindakan tertentu pada lawan tuturnya.

Analisis dengan metode padan menggunakan teknik pilah unsur penentu berupa daya pilah pragmatis. Daya pilah pragmatis adalah daya pilah yang menggunakan mitra wicara sebagai penentu (Kesuma, 2007: 52). Teknik ini digunakan untuk melihat reaksi yang ditimbulkan dari dialog antara pedagang batik dengan calon pembeli. Peneliti ingin mengungkapkan apa yang terjadi melalui dialog antara pedagang dengan calon pembeli, apakah akan diterima atau ditolak ketika kedua pihak melakukan transaksi.

1.7.4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Setelah data dianalisis, data-data tersebut dipaparkan berdasarkan jenis dan fungsi tindak tutur ilokusi yang terdapat dalam dialog pedagang batik dengan calon pembeli di Pasar Beringharjo. Data pada penelitian ini disajikan menggunakan metode informal, yang berbentuk tuturan.

(31)

Penyajian hasil analisis data secara informal adalah penyajian hasil analisis data menggunakan kata-kata biasa, meskipun terdapat beberapa istilah yang bersifat teknis (Sudaryanto, 1993: 145). Dalam penyajian ini, hasil penelitian ini disajikan menggunakan kata-kata biasa yang dapat langsung dipahami secara mudah oleh pembacanya.

1.8 Sistematika Penyajian

Penyajian hasil penelitian ini dibagi menjadi empat bab, sebagai berikut:

Bab I merupakan bab pendahuluan, yang berisi (1) latar belakang masalah yang mendasari peneliti melakukan penelitian ini. (2) Rumusan masalah yang berisi dua permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini. (3) Tujuan penelitian, menguraikan tujuan dari penelitian ini. (4) Manfaat penelitian, berisi uraian mengenai manfaat penelitian ini terhadap pembacanya. (5) Tinjauan pustaka, berisi uraian mengenai penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti lain, terkait objek formal yang sejenis dengan penelitian ini. (6) Landasan teori, berisi uraian mengenai teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini. (7) Metode penelitian, menguraikan bagaimana metode dan teknik yang digunakan ketika melakukan penelitian. Kemudian (8) sistematika penyajian, berisi uraian mengenai sistematika penyajian yang dibagi dalam beberapa bab.

Pada bab II berisi deskripsi mengenai bentuk tindak tutur ilokusi dalam dialog pedagang batik dengan calon pembeli di Pasar Beringharjo Yogyakarta.

Bab III berisi deskripsi mengenai fungsi tindak tutur ilokusi dalam dialog pedagang batik dengan calon pembeli di Pasar Beringharjo Yogyakarta.

(32)

Kemudian bab IV merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran yang berguna untuk penelitian selanjutnya.

(33)

18 BAB II

BENTUK TINDAK TUTUR ILOKUSI

DALAM DIALOG PEDAGANG BATIK DENGAN CALON PEMBELI DI PASAR BERINGHARJO YOGYAKARTA

SEPTEMBER–DESEMBER 2019

2.1 Pengantar

Seperti yang telah dijelaskan dalam latar belakang, Searle (dalam Rahardi, 2003: 72), membagi tindak tutur ilokusi ke dalam lima jenis, yaitu tindak tutur asertif (representatif), tindak tutur direktif, tindak tutur ekspresif, tindak tutur komisif, dan tindak tutur deklarasi. Pada bab ini dijelaskan bentuk tindak tutur ilokusi dalam dialog pedagang batik dengan calon pembeli di Pasar Beringharjo Yogyakarta, yaitu tindak tutur ilokusi asertif, tindak tutur ilokusi direktif, tindak tutur ilokusi ekspresif, dan tindak tutur ilokusi komisif. Selebihnya, klasifikasi bentuk tindak tutur ilokusi dibagi menjadi dua sisi, yakni dari segi pedagang dan pembeli.

2.2 Tindak Tutur Asertif

Tindak tutur asertif adalah jenis tindak tutur yang menyatakan kondisi sebenarnya berdasarkan pengalaman penutur (Yule, 2006: 92). Tindak tutur ini juga disebut sebagai tindak tutur representatif. Tindak tutur asertif yang ditemukan antara lain (i) tindak tutur asertif menunjukkan, (ii) tindak tutur asertif menyebutkan, (ii) tindak tutur asertif menyatakan, (iii) tindak tutur asertif

(34)

menegaskan, (iv) tindak tutur asertif mengiyakan, (v) tindak tutur asertif menolak, (vi) tindak tutur asertif mengeluh, dan tindak tutur asertif menyanggah. Tindak tutur asertif dipakai oleh penjual dan pembeli dalam wacana percakapan di Pasar Beringharjo.

2.2.1 Tindak Tutur Asertif Pedagang

Para pedagang melakukan tindak tutur asertif dalam bentuk (i) tindak tutur menunjukkan, (ii) tindak tutur menyebutkan, (iii) tindak tutur menyatakan, (iv) tindak tutur menegaskan, (v) tindak tutur menolak, dan (vi) tindak tutur menyanggah.

2.2.1.1 Tindak Tutur Asertif Menunjukkan

Menurut KBBI V (2018), menunjukkan memiliki definisi ‘memperlihatkan, menyatakan, menerangkan dengan disertai bukti’. Tindak tutur asertif menunjukkan dipakai pedagang untuk menunjukkan dagangan yang ada di kiosnya.

(4) Konteks : Calon pembeli menanyakan ukuran yang tersedia, kemudian pedagang menyebutkan beberapa ukuran pakaian yang ada, sehingga terjadi percakapan berikut ini.

(a) Pembeli : Itu tadi ukuran apa? (103)

(b) Pedagang : Itu L, Bu, tadi itu. (104)

(c) Pembeli : XL-nya nggak ada? (105)

(d) Pedagang : Ini yang XL, ini. (106)

(e) Pembeli : Ini kecil kayaknya ni. Cukup po? (107) (f) Pedagang : Ini yang L, Bu, ini yang L. Ini yang ukuran tujuh

Ibu ini, kalau yang ukuran M itu enam, kalau yang L itu tujuh, delapan, kalau yang XL itu sembilan,

sepuluh. (108)

(Beringharjo, 7 September 2019)

(35)

Pada contoh (4), tindak tutur asertif menunjukkan terdapat pada data (4f) “Ini yang L, Bu, ini yang L.” Hal itu ditunjukkan dengan adanya kata penunjuk berupa kata “ini”. Tuturan tersebut dituturkan pedagang dengan maksud menunjukkan pakaian yang berukuran lebih kecil dari sebelumnya. Begitu pula dalam dialog berikut.

(5) Konteks : Pedagang menunjukkan pakaian daster yang berukuran besar kepada calon pembeli.

(a) Pembeli : Jadi dasternya, Mas. (152)

(b) Pedagang : Dasternya aja, mas? Yang mana, masnya? (153)

(c) Pembeli : Gede semua ukurannya? (154)

(d) Pedagang : Satu ukuran itu, Mas. (155)

(e) Pembeli : Nggak ada yang kecilan? (156)

(f) Pedagang : Nggak ada. Ini yang standar-standar, yang jumbo cuma ini, Mas, yang jumbo. Dua ini, Mas, yang

jumbo. Masnya cari yang jumbo apa yang standar? (157) (Beringharjo, 8 September2019) Data di atas termasuk dalam tindak tutur asertif menunjukkan, dibuktikan dalam tuturan (5f) “Dua ini, Mas, yang jumbo.” Tuturan tersebut dituturkan pedagang kepada calon pembeli dengan maksud menunjukkan pakaian yang berukuran jumbo. Tuturan asertif menunjukkan ditandai dengan adanya pronomina penunjuk, berupa kata “ini”.

(6) Konteks : Pedagang mengambil pakaian dengan motif yang berbeda, kemudian menunjukkannya kepada calon pembeli.

(a) Pedagang : Mari, Bu, cari apa? Itu nanti warna motif lain ada.

Ngeten niki, Bu (seperti ini, Bu). (222)

(b) Pembeli : Ini berapa? (223)

(Beringharjo, 8 September 2019)

(36)

Contoh (6) juga terdapat tindak tutur menunjukkan yang terdapat pada tuturan (6a)

“Ngeten niki (seperti ini), Bu.” Tuturan tersebut dituturkan pedagang dengan maksud menunjukkan pakaian dengan macam motif yang berbeda.

(7) Konteks : Seorang ibu dan putranya menanyakan macam motif pakaian yang lain kepada pedagang. Kemudian pedagang menunjukkan contohnya.

(a) Pembeli : Motif yang lain tadi kayak gimana? (352) (b) Pedagang : Kayak gini (seperti ini) nanti motifnya. (353) (c) Pembeli : Mung loro tok, Mas, ya?

(hanya dua saja, Mas?) (354)

(d) Pedagang : Tiga, Mas. Nih, ini. Kalau yang ini merah seri warna, Bu, cumaan. Liat aja nggak papa (lihat saja tidak apa-apa. Kayak ini,bu.

Kayak gini, ibu, nanti. Itu juga bagus, ibu. (355) (Beringharjo, 21 September 2019) Tuturan (7b) “Kayak gini (seperti ini) nanti motifnya.” termasuk dalam tindak tutur ilokusi asertif menunjukkan, dituturkan pedagang kepada calon pembeli dengan maksud menunjukkan motif lain dari sebuah pakaian. Hal itu ditunjukkan dengan adanya kata penunjuk “gini” yang berfungsi untuk menunjukkan sesuatu.

Kata “gini” merupakan bentuk tidak baku dari pronomina “begini”.

2.2.1.2 Tindak Tutur Asertif Menyebutkan

Tindak tutur asertif menyebutkan adalah tindak tutur yang berkaitan dengan tuturan penutur ketika mengucapkan nama suatu benda, nama orang, dan sebagainya.

(8) Konteks : Pedagang menunjukkan dagangannya kepada calon pembeli yang mampir di kiosnya.

(a) Pedagang : Mari, Bu, kayak gini (seperti ini) ? Itu warna motif ada, Bu. Katun bahannya

(37)

kalau yang ini, Bu. (45)

(b) Pembeli : Berapa kalo (kalau) ini? (46)

(c) Pedagang : Ini seratus lima puluh, silahkan ditawar,

berapa? (47)

(Beringharjo, 7 September 2019)

(9) Konteks : Calon pembeli menanyakan warna barang yang tersedia kepada pedagang dan terjadi percakapan berikut.

(a) Pembeli : Kalo (kalau) yang ini sama warna apa aja

ini tadi, mbak? (27)

(b) Pedagang : Cokelat, ungu. (28)

(Beringharjo, 5 September 2019)

(10) Konteks : Pedagang menawarkan celana dagangannya yang warnanya bermacam-macam kepada calon pembeli yang berkunjung ke kiosnya.

(a) Pedagang : Mari, Bu, celana. Lima warna, Ibu, itu nanti.

Ada item,(hitam) biru, ijo (hijau), merah, abu-abu. (324) (b) Pembeli : Pinten ngeten iki? (berapa kalau ini?). (325) (c) Pedagang : Dua lima, Ibu, itu. Pas dua puluh kalau mau, bu. (326) (Beringharjo, 21 September 2019) Pada data (8) terdapat tindak tutur menyebutkan yang dilakukan pedagang kepada calon pembeli yang ditunjukkan dalam tuturan (8a) “...Katun bahannya kalau yang ini, Bu.” Tuturan yang dituturkan pedagang bermaksud menyebutkan nama bahan baku dari barang yang ditawarkan, yakni berbahan katun. Selain itu pedagang juga menyebutkan harga barang tersebut. Pada data (9), tindak tutur menyebutkan ditunjukkan dalam tuturan (9b) “Cokelat, ungu.” Tuturan tersebut dituturkan pedagang bermaksud menyebutkan warna pakaian yang tersedia setelah menerima pertanyaan dari calon pembeli. Kemudian pada data (10),

(38)

tuturan (10a) “Ada item (hitam), biru, ijo (hijau), merah, abu-abu.” juga mengandung tindak tutur menyebutkan yang dituturkan pedagang dengan menyebutkan macam-macam warna celana. Oleh karena itu, tuturan di atas termasuk dalam tindak tutur asertif menyebutkan.

(11) Konteks : Pedagang menyebutkan ketersediaan warna kaos yang tersedia, dengan dialog sebagai berikut.

(a) Pembeli : Ini yang di dalem (dalam) ada nggak (tidak) ?

Yang ijo (hijau). (33)

(b) Pedagang : Ini tinggal yang dipasang e, Mas. (34)

(c) Pembeli : Tapi tinggal ini? (35)

(d) Pedagang : Iya, terus sama biru, sama ungu. (36) (Beringharjo, 5 September 2019) Tindak tutur ilokusi asertif menyebutkan pada data di atas ditunjukkan dalam tuturan (11d) “Iya, terus sama biru, sama ungu”. Tuturan tersebut dituturkan pedagang dengan maksud menyebutkan stok warna pakaian yang tersedia di salah satu kios batik.

2.2.1.3 Tindak Tutur Asertif Menyatakan

Tindak tutur asertif menyatakan, berarti tuturan yang berfungsi untuk menerangkan atau mengemukakan sesuatu secara nyata atau berdasarkan fakta yang ada.

(12) Konteks : Calon pembeli menanyakan ketersediaan warna barang yang dijual kepada pedagang.

(a) Pembeli : Yang ini cuma biru tok (saja) ? (25) (b) Pedagang : He’em (iya) e, Mas, tinggal biru e. (26) (Beringharjo, 5 September 2019)

(39)

(13) Konteks : Calon pembeli menanyakan ketersediaan barang yang djual selain barang yang dipajang di depan kios.

(a) Pembeli : Ini yang di dalem (dalam) ada nggak (tidak)? (33) (b) Pedagang : Ini tinggal yang dipasang e, Mas. (34) (Beringharjo, 5 September 2019) Pada contoh (12) terdapat tindak tutur asertif menyatakan seperti yang ditunjukkan pada tuturan (12b) “He’em (iya) e, Mas, tinggal biru e.” Tuturan tersebut menyatakan sebuah warna yang tersedia, yakni warna biru. Pedagang dapat mengatakan demikian karena berdasar fakta yang ada, warna lain selain warna biru sudah tidak ada atau telah habis. Begitu pula pada contoh (13), terdapat tindak tutur asertif menyatakan yang ditunjukkan dalam tuturan (13b)

“Ini tinggal yang dipasang e, Mas.” Tuturan tersebut dituturkan pedagang untuk menyatakan bahwa barang yang ditanyakan pembeli hanya ada yang dipajang di depan toko saja. Dari kedua contoh di atas, tuturan menyatakan yang dilakukan pedagang kepada calon pembeli bermaksud untuk memberi pernyataan, bahwa ketersediaan barang yang ditanyakan calon pembeli memang sedang tidak ada.

Begitu pula pada data berikut.

(14) Konteks : Calon pembeli mempertanyakan kepada pedagang mengapa harga daster dinilai mahal, lalu pedagang membeberkan alasannya.

(a) Pembeli : Nek (kalau) daster kok larang men ta

(mahal banget sih) ? (278)

(b) Pedagang : Sek iku (yang itu) lima puluh, Bu, nggihan (juga).

Ageng ta soale (sebab ukurannya besar). (279) (Beringharjo, 8 September 2019)

(40)

Pada contoh (14) tindak tutur asertif menyatakan ditunjukkan pada tuturan (14b)

“Ageng ta soale (sebab ukurannya besar).” Tuturan tersebut dituturkan pedagang dengan maksud menyatakan atau memberi pernyataan, bahwa daster yang harganya mahal dikarenakan ukurannya yang besar.

(15) Konteks : Pedagang memberikan keringanan harga kepada calon pembeli jika membeli barang lebih dari satu.

(a) Pembeli : Daster lengen (lengan) pendeknya berapa, ini? (114) (b) Pedagang : Kalau ambil satu, empat puluh. Ambil tiga, seratus.

All size (semua ukuran), Bunda, kalau daster. Ambil

tiga aja (saja), ya? (115)

(c) Pembeli : Satu aja (saja). Tiga lima, ya? Ambil satu. (116) (d) Pedagang : Kalau beli banyak lain lagi, kan jadi murah. (117) (Beringharjo, 7 September 2019) Tuturan menyatakan pada data di atas ditunjukkan dalam tuturan (15d) “Kalau beli banyak lain lagi, kan jadi murah.” Tuturan tersebut dituturkan pedagang dengan maksud menyatakan bahwa jikalau calon pembeli membeli barang lebih dari satu, akan mendapat harga yang lebih murah.

2.2.1.4 Tindak Tutur Asertif Menegaskan

Menegaskan berarti menjelaskan dengan tegas dan jelas. Dalam dialog antara pedagang batik dengan calon pembeli di Pasar Beringharjo, tuturan menegaskan yang dilakukan penjual lebih kepada menguatkan sebuah alasan mengenai suatu hal. Seperti pada data berikut.

(16) Konteks : Calon pembeli menawar barang dengan harga yang terlalu murah. Kemudian pedagang mengungkapkan alasannya.

(a) Pembeli : Ini ya, tawar sing akeh (yang banyak). (430) (b) Pedagang : Berapa? Berapa? Hahaha. (431)

(41)

(c) Pembeli : Enam puluh, ya? (432) (d) Pedagang : Itu untuk grosir aja (saja) tujuh puluh, Ibu.

Delapan lima nggak papa (tidak apa-apa), Ibu. (433) (e) Pembeli : Swidak, swidak (enam puluh, enam puluh). (434) (f) Pedagang : Delapan lima itu murah lho, Bu. Hahaha, katun

lho bahannya. Dah, delapan puluh nggak papa, Bu.

Kalau itu gamis, Ibu. (435)

(Beringharjo, 28 September 2019) Pada data di atas, tuturan (16f) “Delapan lima itu murah lho, Bu.” termasuk dalam tindak tutur asertif menegaskan. Tuturan yang dilakukan pedagang bermaksud menegaskan atau menjelaskan kepada calon pembeli bahwa pakaian dengan harga delapan puluh lima ribu itu termasuk murah, hal ini karena bahan yang terdapat pada pakaian tersebut adalah katun. Bahan katun menjadi alasan mengapa harga barang tersebut dinilai mahal oleh pedagang. Tuturan asertif menegaskan juga terdapat pada data berikut.

(17) Konteks : Pedagang menjelaskan kepada calon pembeli bahwa ukuran pakaian yang dipilih merupakan satu ukuran.

(a) Pembeli : Ini lebih besar atau enggak? (356)

(b) Pedagang : Sama, Ibu. (357)

(c) Pembeli : Ukurane padha ta, yo, Mas?

(Ukurannya sama kan, Mas?) (358)

(d) Pedagang : Sama. Satu ukuran itu. Gimana (bagaimana), Ibu? (359) (e) Pembeli : Yang bunga-bunga aja (saja). (360) (f) Pedagang : Yang bunga-bunga aja (saja), Ibu? Ini, Ibu.

Ini kembali empat puluh, terima kasih. (361) (Beringharjo, 21 September 2019) Tuturan asertif menegaskan ditunjukkan pada data (17d) “Sama. Satu ukuran itu.

Gimana (bagaimana), Ibu?” Tuturan tersebut dilakukan pedagang dengan maksud untuk menegaskan bahwa ukuran pakaian yang ditanyakan calon pembeli memang hanya satu ukuran.

(42)

(18) Konteks : Pedagang menjelaskan kepada calon pembeli jika celana pendek yang ia jual berkualitas.

(a) Pedagang : Hmm belum dapet (dapat), Mas. Grosir, Mas, kalau itu yang daster. Kalau itu celana, Mas, celana pendek. (136)

(b) Pembeli : Buat cewek, cowok? (137)

(c) Pedagang : Cewek cowok bisa. (138)

(d) Pembeli : Berapaan? (139)

(e) Pedagang : Dua puluh kalau yang itu, Mas. Adem (dingin),

enak itu, Mas, bahannya. (140)

(f) Pembeli : Buat cewek, ini? (141)

(g) Pedagang : Cewek cowok bisa, saya aja pake (saya saja pakai) itu, Mas.Saya aja pake (saya saja pakai) itu.

Awet itu, Mas. (142)

(h) Pembeli : Awet bahannya? (143)

(i) Pedagang : Awet, iya, hahaha. Gimana (bagaimana), Masnya? (144) (Beringharjo, 8 September 2019) Pada data di atas, tuturan (18g) “Cewek cowok bisa, saya aja pake (saya saja pakai) itu, Mas.” dan (18i) “Awet, iya, hahaha. Gimana (bagaimana), Masnya?”

termasuk dalam tindak tutur ilokusi asertif menegaskan. Tuturan pada (18g) bermaksud menegaskan bahwa celana tersebut bisa digunakan oleh perempuan maupun laki-laki. Pada data (18i) bermaksud menegaskan bahwa bahan dari celana tersebut awet. Kedua tuturan tersebut merupakan penegasan dari pertanyaan calon pembeli yang masih ragu ketika ingin membelinya.

(19) Konteks : Pedagang menjelaskan kepada pembeli bahwa baju yang tidak berlengan harganya sama saja dengan yang lain.

(a) Pedagang : Tiga ini? (165)

(b) Pembeli : Ya. Sama ini satu nih. (166)

(c) Pedagang : Oh ya, mas, he’em bentar. Tapi itu nggak ada (tidak ada) lengennya (lengannya) lho, Mas, itu, Mas.

Nggak ada lengennya (tidak ada lengannya). (167) (d) Pembeli : Hah? Masa nggak ada lengennya

(tidak ada lengannya)? (168)

(e) Pedagang : Iya itu, yang itu nggak ada lengennya

(43)

(tidak ada lengannya). Nggak papa (tidak apa-apa), saja kok harganya. Sama itu harganya, Mas,

boleh seratus, tiga. Yang mana? Itu saja? (169) (Beringharjo, 8 September 2019) Pada data (19), tindak tutur asertif menegaskan ditunjukkan dalam tuturan (19e)

“Iya itu, yang itu nggak ada lengennya (tidak ada lengannya). Nggak papa (tidak apa-apa), sama kok harganya.” Tuturan tersebut dituturkan pedagang kepada pembeli dengan maksud mengatakan dengan pasti bahwa pakaian yang dimaksud harganya sama dengan yang lain meski tidak ada lengan bajunya.

2.2.1.5 Tindak Tutur Asertif Menolak

Tindak tutur asertif menolak adalah tindak tutur yang digunakan untuk tidak menerima atau mengabulkan keinginan mitra tutur. Berikut data yang menunjukkan adanya tindak tutur asertif menolak dalam dialog antara pedagang batik dengan calon pembeli.

(20) Konteks : Calon pembeli menawar harga tunik yang menurutnya mahal kepada pedagang.

(a) Pembeli : Berapa ini, Mas? (131)

(b) Pedagang : Itu tunik seratus dua lima. (132)

(c) Pembeli : Seratus, dua ya ini? (133)

(d) Pedagang : Belum dapet (dapat). (134)

(Beringharjo, 8 September 2019) Tuturan (20d) “Belum dapet (dapat).” mengandung tindak tutur asertif yang termasuk menolak. Tuturan “belum dapet (dapat) di atas memiliki makna bahwa pedagang tidak menerima permintaan calon pembeli. Tindak tutur asertif menolak juga terdapat dalam tuturan berikut.

(44)

(21) Konteks : Calon pembeli meminta harga murah untuk satu buah tunik, tetapi ditolak pedagang.

(a) Pembeli : Kalau ini berapa nih? (480)

(b) Pedagang : Itu tunik, seratus dua lima, Ibu. Apa delapan

lima nggak papa (tidak apa-apa). (481)

(c) Pembeli : Lima puluh. (482)

(d) Pedagang : Wah jangan, Bu. (483)

(Beringharjo, 28 September 2019) Tindak tutur asertif menolak pada contoh (21) ditunjukkan dalam tuturan (21d)

“Wah jangan, Bu.” Tuturan tersebut dituturkan pedagang kepada calon pembeli bermaksud untuk menolaktawaran pembeli.

2.2.1.6 Tindak Tutur Asertif Menyanggah

Tindak tutur asertif menyanggah digunakan pedagang ketika tidak mau menerima penawaran yang dilakukan pembeli karena ia mempunyai pendapat lain. Hal ini dapat dijelaskan pada data berikut.

(22) Konteks : Pembeli menawar harga tunik. Tetapi disanggah pedagang karena penawarannya terlalu rendah.

(a) Pembeli : Kalau ini berapa, ya? (53)

(b) Pedagang : Itu tunik, seratus lima puluh. Bisa tawar, berapa? (54) (c) Pembeli : Kira aja bisa dapat sembilan puluh. (55) (d) Pedagang : Hahaha belum dapet (dapat). Harusnya yang

biasa-biasa, atau yang panjang-panjang ini. (56) (Beringharjo, 7 September 2019) Pada data (22d), tuturan “Harusnya yang biasa-biasa, atau yang panjang-panjang ini.” termasuk ke dalam tindak tutur asertif menyanggah. Tuturan tersebut dituturkan pedagang kepada pembeli karena bermaksud menyatakan sanggahan.

(45)

Pedagang memiliki pendapat sendiri bahwa dengan nominal sembilan puluh ribu hanya bisa dapat barang jenis lain.

(23) Konteks : Calon pembeli menginginkan sebuah pakaian dan menawarnya dengan harga murah. Namun pedagang tidak menerimanya karena harganya sudah dinilai sangat murah.

(a) Pembeli : Udah (sudah), dikasih ya? (198) (b) Pedagang : Belum dapet (dapat), Masnya.

Gimana (bagaimana) ? Tambah sepuluh. (199) (c) Pembeli : Enggak, enggak. Yang itu aja (saja). (200) (d) Pedagang : Ya belum dapet (dapat), masnya. Yang ini aja (saja)

kalau gitu (begitu), Mas. (201)

(e) Pembeli : Yang itu, Mas. (202)

(f) Pedagang : Belum dapet (dapat) , Masnya. Iya, udah (sudah) murah itu, Mas. Enggak kalau kasih mahal.

Paling murah itu, Mas, iya. Gimana? Ini aja (saja) ? (203) (Beringharjo, 8 September 2019) Tuturan (23f) “Belum dapet (dapat), Masnya. Iya udah (sudah) murah itu, Mas.”

dan “Paling murah itu, Mas, iya” termasuk dalam tindak tutur asertif menyanggah.

Kedua tuturan tersebut dituturkan pedagang dengan maksud menyatakan sanggahan terhadap permintaan pembeli yang menginginkan sebuah barang.

Pedagang memiliki alasan tersendiri untuk tidak menerima permintaan pembeli dengan alasan barang yang dijual harganya sudah sangat murah.

2.2.2 Tindak Tutur Asertif Pembeli

Tindak tutur asertif juga dilakukan oleh pembeli ketika berdialog dengan pedagang. Para pembeli melakukan tindak tutur asertif dalam bentuk (i) tindak tutur mengeluh, (ii) tindak tutur menolak, (iii) tindak tutur menyebutkan, dan (iv) tindak tutur mengiyakan.

(46)

2.2.2.1 Tindak Tutur Asertif Mengeluh

Tindak tutur asertif mengeluh adalah tindak tutur yang didasarkan atas kekecewaan atau ketidakpuasan terhadap suatu hal.

(24) Konteks : Calon pembeli mencari daster yang berukuran jumbo.

Tetapi ukuran yang dicari tidak ada.

(a) Pedagang : Mari, Bu. (362)

(b) Pembeli : Daster?. (363)

(c) Pedagang : Daster ini. (364)

(d) Pembeli : Yang jumbo yang mana? (365)

(e) Pedagang : Jumbo kosong, Ibu, jumbonya. Adanya yang

standar -standar semua (366)

(f) Pembeli : Yah. Berapaan yang ini, Mas? (367)

(g) Pedagang : Yang mana? (368)

(h) Pembeli : Ini. (369)

(i) Pedagang : Itu sembilan lima, bisa tawar, berapa? (370) (Beringharjo, 21 September 2019) Pada contoh (24), terdapat tindak tutur mengeluh pada tuturan (24f) “Yah.

Berapaan yang ini, Mas?” Tuturan mengeluh ditunjukkan pada kata seru “Yah”

yang dituturkan calon pembeli kepada pedagang. Tuturan tersebut termasuk dalam tindak tutur asertif mengeluh karena menyatakan sebuah keluhan berupa pernyataan kecewa. Kekecewaan yang dialami calon pembeli karena daster berukuran jumbo yang dicari tidak tersedia. Tindak tutur asertif mengeluh juga terdapat pada data berikut.

(25) Konteks : Calon pembeli menanyakan ukuran suatu barang yang paling kecil. Akan tetapi barang tersebut tidak tersedia.

(a) Pembeli : Gamisnya paling kecil apa ini? (635) (b) Pedagang : Itu satu ukuran, ibu, itu. (636)

(47)

(c) Pembeli : Nggak ada (tidak ada) yang ukuran S-nya? (637)

(d) Pedagang : Nggak ada (tidak ada). (638)

(e) Pembeli : Ini all size (semua ukuran) juga? (639) (f) Pedagang : Ini all size (semua ukuran). Satu ukuran, Bu, itu. (640) (g) Pembeli : Ya Allah. Nggak ada (tidak ada) ukuran S-nya ya?

Yang ada ukuran S-nya apa? (641)

(h) Pedagang : Iya e. Mungkin tunik-tunik. (642) (Beringharjo, 12 Oktober 2019) Pada contoh (25) juga terkandung tindak tutur mengeluh yang ditunjukkan dalam tuturan (25g) “Ya Allah. Nggak ada (tidak ada) ukuran S-nya ya?” Tindak ilokusi asertif mengeluh ditunjukkan pada kata seru “Ya Allah”. Dalam konteks di atas, tuturan tersebut menjelaskan sebuah keluhan, karena mengungkapkan sebuah kekecewaan calon pembeli atas tidak tersedianya ukuran pakaian yang dicari.

2.2.2.2 Tindak Tutur Asertif Menolak

Dalam realitas penggunaannya, tindak tutur asertif menolak juga digunakan pembeli ketika berdialog dengan pedagang di pasar. Berikut data yang mengandung tindak tutur asertif menolak.

(26) Konteks : Pedagang meminta pembeli untuk menambah ongkos sebuah barang yang akan dibeli, tetapi pembeli menolaknya.

(a) Pembeli : Yang gede satu deh. (180)

(b) Pedagang : Diganti satu? (181)

(c) Pembeli : Iya, ganti satu. (182)

(d) Pedagang : Tambah tapi, mas, nanti. (183) (e) Pembeli : Ah, nggak usah (tidak usah). (184) (Beringharjo, 8 September 2019) Pada data di atas, tuturan (26e) “Ah, nggak usah (tidak usah).” yang dituturkan pembeli bermaksud menolak permintaan pedagang yang meminta tambahan

(48)

nominal. Tuturan menolak ditunjukkan dengan adanya kata “nggak” atau ”tidak”.

Maka data (26) termasuk ke dalam tindak tutur asertif menolak.

(27) Konteks : Pembeli menawar harga sebuah pakaian. Kemudian tidak diterima oleh pedagang. Namun, pedagang memberi alternatif lain, seperti dalam dialog berikut.

(a) Pembeli : Lima puluh. Ya? (792)

(b) Pedagang : Belum dapet (dapat). Saya turunin lima ribu,

tujuh lima kalau mau, Bu. Tujuh lima. (793) (c) Pembeli : Ah, nggak (tidak) mau. Lima puluh lima. (794) (Beringharjo, 9 November 2019) Tuturan (27c) “Ah, nggak (tidak) mau.” yang dituturkan pembeli kepada pedagang bermaksud menyatakan penolakan terhadap tawaran pedagang.

(28) Konteks : Pedagang memberi keringanan harga untuk sebuah barang. Akan tetapi pembeli tidak menerimanya.

(a) Pembeli : Dah, pasnya berapa? (776)

(b) Pedagang : Delapan puluh nggak papa (tidak apa-apa)

kalau mau, Bu. (777)

(c) Pembeli : Ah, nggak (tidak) mau kalau delapan puluh.

Enam puluh, ya? (778)

(Beringharjo, 9 November 2019) Pada data (28), tindak tutur asertif menolak ditunjukkan dalam tuturan (28c) “Ah, nggak (tidak) mau kalau delapan puluh.” Tuturan tersebut dituturkan pembeli bermaksud menolak permintaan pedagang yang meminta harga delapan puluh ribu untuk sebuah barang yang diminati pembeli.

(49)

2.2.2.3 Tindak Tutur Asertif Mengiyakan

Mengiyakan berarti menyepakati atau menerima pernyataan penutur atau mitra tutur dengan menuturkan jawaban ‘iya’. Berikut dialog yang mengandung tindak tutur asertif mengiyakan.

(29) Konteks : Terjadi percakapan antara pedagang dengan calon pembeli mengenai kesepakatan harga, melalui percakapan berikut.

(a) Pembeli : Kalau bahannya gini (ini) nyusut nggak to, Mbak?

(menyusut apa tidak, Mbak?) (37)

(b) Pedagang : Enggak. (38)

(c) Pembeli : Ya udah, sing biru aja, Mbak.

(Ya sudah, yang biru saja, Mbak). (39) (d) Pedagang : Nggih (Ya). Tambah lima ribu ya, jadi

tiga puluh, ya? (40)

(e) Pembeli : Ya. (41)

(Beringharjo, 5 September 2019) Pada data (29) terdapat tindak tutur asertif mengiyakan yang ditunjukkan pada data (29e). Tuturan yang dituturkan calon pembeli mempunyai maksud menyatakan persetujuan dengan pedagang, bahwa calon pembeli setuju bila harus menambah lima ribu rupiah untuk membayar sebuah barang. Tindak tutur asertif mengiyakan juga bisa terjadi dalam konteks menyetujui suatu pernyataan, seperti pada data berikut.

(30) Konteks : Calon pembeli mengiyakan pernyataan pedagang ketika ditawari pakaian dengan motif yang bagus.

(a) Pembeli : Yang ini, tapi modelnya yang begini

ada nggak (tidak)? (703)

(b) Pedagang : Nggak ada (tidak ada).

Ini aja (saja), Bapak? Yang mana? Dua ini? (704) (c) Pembeli : Tujuh lima, ya? Seratus lima puluh, dua jadinya. (705) (d) Pedagang : Ya udah (sudah), Bapak. Mau yang mana?

Ini apa yang ini? Ini juga sama. Modelnya sama,

(50)

cuma beda motif ini,Pak. Yang mana? Ini juga

bagus. Lebih cerah yang ini, Pak. (706)

(e) Pembeli : Iya makanya. (707)

(Beringharjo, 20 Oktober 2019) Pada data (30e), tuturan “iya makanya” merupakan pernyataan setuju calon pembeli terhadap penjelasan yang diutarakan pedagang. Tuturan tersebut bermaksud mengiyakan dan sependapat dengan pernyataan pedagang, bahwa motif pakaian yang ditujukkan memang bagus.

2.3 Tindak Tutur Direktif

Tindak tutur ilokusi direktif adalah bentuk tuturan yang mempunyai maksud untuk mempengaruhi mitra tutur agar melakukan tindakan tertentu (Rahardi, 2003: 73). Tindak tutur yang dapat dikategorikan sebagai tindak tutur direktif antara lain menawar, memohon, dan merekomendasi. Dalam dialog antara pedagang batik dengan calon pembeli di Pasar Beringharjo, ditemukan bentuk tindak tutur ilokusi direktif dari masing-masing pihak, pihak pedagang dan pembeli. Masing-masing deskripsi dan analisis akan dijabarkan pada subbab berikut.

2.3.1 Tindak Tutur Direktif Pedagang

Pedagang menggunakan tindak tutur direktif selama berinteraksi dengan pembeli. Adapun tindak tutur direktif yang ditemukan yakni (i) tindak tutur direktif merekomendasi, (ii) tindak tutur direktif menawarkan, dan (iii) tindak tutur direktif menyarankan.

(51)

2.3.1.1 Tindak Tutur Direktif Merekomendasi

Tindak tutur merekomendasi adalah tindak tutur yang digunakan penutur untuk memberi rekomendasi atau anjuran yang ditujukan kepada mitra tuturnya.

(31) Konteks: Gamis yang dijual oleh pedagang memiliki motif yang bagus dan direkomendasikan untuk dibeli.

(a) Pedagang : Silahkan dipilih. Bagus, Mbak, itu gamisnya. (124) (b) Pembeli : Kecil ya kayaknya ini, Mas? (125) (c) Pedagang : Kurang gede po, Mbak, ini?

(Apa ini kurang besar, Mbak?) (126)

(d) Pembeli : Bukan saya, Mas. Cuma titipan. (127) (Beringharjo, 8 September 2019) Pada data (31a), tuturan “Silahkan dipilih. Bagus, Mbak, itu gamisnya.” termasuk tindak tutur direktif merekomendasi karena terdapat rekomendasi dari pedagang kepada calon pembeli, bahwa gamis yang dijual bagus. Tuturan tersebut bermaksudmemengaruhi calon pembeli agar tertarik untuk berkunjung lebih lama dan tertarik untuk membeli.

(32) Konteks : Calon pembeli menanyakan bahan daster pada pedagang, apakah panas atau tidak.

(a) Pembeli : Nek (kalau) dua lima (ribu) boleh nggak (tidak)? (450) (b) Pedagang : Dua lima (ribu) belum dapet (dapat), Ibu.

Celana palingan (mungkin celana). (451) (c) Pembeli : Tapi ini bahannya panas ya? (452) (d) Pedagang : Itu adem (tidak panas) itu bahannya , Ibu.

Nggak (tidak) luntur, nggak nyusut (tidak menyusut)

juga itu. (453)

(e) Pembeli : Warnanya cantik. Dasternya dua lima (ribu) ya? (454) (Beringharjo, 28 September 2019)

Pada tuturan (32d) “Itu adem (tidak panas) itu bahannya, Ibu. Nggak (tidak) luntur, nggak nyusut (tidak menyusut) juga itu.” dituturkan pedagang kepada

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan di kelas XI T1 SMK N1 Kasihan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pembelajaran PPKn dengan menerapkan model

Pada kerangka saturasi akan menghitung efek subtitusi dari fluida yang menggunakan property kerangka batuan meliputi persamaaan gasmann untuk menghitung batuan yang

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tata kelola anggaran desa yang bersumber APBN dalam rangka mewujudkan pembangunan masyarakat pinggiran berbasis

Strategi yang didapatkan adalah memberikan panduan kepada masyarakat tentang cara memesan GO-JEK menggunakan aplikasi.Strategi WO diterapkan berdasarkan perbandingan

anak-anak mereka. Untuk itu, penyusunan Kamus Dwibahasa Bahasa Alune-Indonesia ini diharapkan bermanfaat bagi upaya pelestarian bahasa daerah yang merupakan salah satu

hasilnya, disimpulkan bahwa semakin tinggi luas lahan, dan biaya perawatan dari responden maka semakin tinggi pula pendapatan yang diperolehnya.. variabel biaya pemeliharaan dan

Untuk mengatasi kesenjangan keseirnbangan air yaitu antara kebutuhan dan ketersediaan air di Bendung, maka perlu adanya perhitungan tentang kebutuhan air irigasi,

(6) Perubahan terhadap isi dan rincian dalam DIPA Dekon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Sekretaris Jenderal sebagai bahan untuk