• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.2 Landasan Teori

Metode inkuiri merupakan kegiatan inti dari pembelajaran kontekstual, melalui inkuiri akan memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan bukan merupakan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi merupakan hasil menemukan sendiri. Kegiatan pembelajaran yang mengarah pada upaya menemukan, telah lama diperkenalkan pula dalam pembelajaran inquiri and discovery (mencari dan menemukan). Unsur menemukan dari pembelajaran kontekstual dan inkuri secara prinsip tidak banyak perbedaan, intinya sama, yaitu model atau sistem pembelajaran yang membantu siswa baik secara individu maupun kelompok

belajar untuk menemukan sendiri sesuai degan pengalamannya masing-masing (Rusman, 2014: 194).

Dalam konteks penggunaan inkuiri sebagai model belajar mengajar, siswa ditempatkan sebagai subjek pembelajaran, yang berarti bahwa siswa memiliki andil besar dalam menentukan suasana dan model pembelajaran. Dalam metode ini siswa didorong untuk terlibat aktif dalam proses belajar mengajar, salah satunya secara aktif mengajukan pertanyaan yang baik terhadap setiap materi yang disampaikan dan pertanyaan tersebut tidak harus selalu dijawab oleh guru, karena semua peserta didik memiliki kesempatan yang sama untuk meberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Dalam hal ini, kategori pertanyaan yang baik adalah pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang sedang dibicarakan/dibahas dapat dijawab sebagian atau keseluruhannya dan dapat di uji serta diselidiki secara bermakna.

Tujuan pembelajaran berbasis inkuiri terletak pada kemampuan siswa untuk memahami, kemudian mengindetifikasi degan cermat dan teliti, lalu diakhiri dengan memberikan jawaban atau solusi atas permasalahan yang tersaji. Titik tekan yang terdapat dalam pembelajaran berbasis inkuiri bukan terletak pada solusi atau jawaban yang diberikan, tetapi pada proses pemetaan masalah dan kedalaman pemahaman atas masalah yang menghasilkan penyajian solusi atau jawaban yang valid dan meyakinkan; siswa bukan hanya mampu untuk menjawab ‘apa’, tetapi juga mengerti ‘mengapa’ dan ‘bagaimana’.

Selain itu, pembelajaran berbasis inkuiri bertujuan untuk mendorong siswa semakin berani dan kreatif dalam bermajinasi. Dengan imajinasi, siswa dibimbing

untuk menciptakan penemuan-penemuan, baik yang berupa penyempurnaan dari apa yang telah ada maupun menciptakan ide, gagasan, atau alat yang belum pernah ada sebelumnya. Siswa didorong bukan saja untuk mengerti materi pembelajaran, tetapi juga mampu menciptakan penemuan. Dengan kata lain, siswa tidak akan lagi berada dalam lingkup pembelajaran telling science akan tetapi didorong hingga bisa doing sciecse (Khoirul, 2015: 7-8).

2.2.1.1 Ciri-ciri pembelajaran berbasisi inkuiri

Ciri-ciri pembelajaran berbasis inkuri menurut Khoirul (2015:13-14) adalah:

a. Pembelajaran inkuiri menekankan kepada aktifitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan.

b. Seluruh aktifitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri.

c. Tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis dan kritis, atau mengembangkan kemapuan intelektual sebagai bagian dari proses mental.

2.2.1.2 Prinsip-prinsip pembelajaran berbasis inkuiri

Menurut Khoirul (2015:20-22), ada lima prinsip yang perlu diperhatikan dalam menggunakan metode inkuiri, yaitu sebagai berikut.

a. Berorientasi pada pengembangan intelektual

Tujuan utama dari pembelajaran menggunakan strategi inkuri adalah pengembangan kemampuan berpikir. Dengan demikian, stategi pembelajaran inkuiri ini selain berorientasi pada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar.

b. Prinsip interaksi

Proses pembeajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antar-siswa, interaksi siswa dengan guru maupun interaksi siswa dengan ligkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi, artinya menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri.

c. Prinsip bertanya

Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan strategi pembelajaran inkuiri adalah guru sebagai perannya. Dengan demikian, kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan bagian dari proses berpikir.

d. Prinsip belajar untuk berpikir

Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, tetapi juga merupakan proses berpikir, yaitu proses mengembangkan potensi seluruh otak kiri maupun kanan. Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal.

e. Prinsip keterbukaan

Belajar merupakan suatu proses mencoba berbagai kemungkinan, yakni dengan prinsip segala sesuatu mungkin saja terjadi. Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan.

2.2.1.3 Langkah-langkah pembelajaran berbasis inkuri

Langkah-langkah pembelajaran berbasisi inkuiri menurut Hosnan (2014: 343-344) dipaparkan sebagai berikut:

a. Orientasi

Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini, pendidik mengkondisikan agar peserta didik siap melaksanakan proses pembelajaan. Pendidik merangsang dan mengajak peserta didik untuk berpikir memecahkan masalah.

b. Merumuskan Masalah

Merumuskan masalah merupakan langkah membawa peserta didik suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menentang peserata didik untuk berpikir memecahkan teka-teki itu.

c. Merumuskan Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji dan perlu diuji kebenarannya. Perkiraan sebagai hipotesis bukan sebarang perkiraan, tetapi harus memiliki landasan berpikir yang kokoh sehingga hipotesis yang dimunculkan itu bersifat rasional dan logis.

d. Mengumpulkan Data

Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk dapat menarik kesimpulan. Dalam pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Oleh karena itu, tugas dan peran guru dalam tahap ini adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan.

e. Menguji Hipotesis

Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Menguji hipotesis berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.

f. Merumuskan Kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Merumuskan kesimpulan merupakan gong-nya dalam proses pembelajaran. Dalam mencapai kesimpulan

yang akurat sebaiknya pendidik maupun menunjukkan pada peserta didik data mana yang relevan.

2.2.1.4 Kelebihan dan kekurangan metode inkuiri

Setiap metode pasti memiliki keleihan dan kekurangan, namun kelebihan dan kekurangan tersebut hendaknya dijadikan refrensi untuk penekanan terhadap hal yang posisitif dan meminimalisir kekurangannya, sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung sesuai rencana. Hosnan (2014: 344) mengungkapkan beberapa kelebihan metode inkuiri yaitu sebagai berikut.

a. pembelajaran inkuiri menekankan kepada pengembangan aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara seimbang.

b. Pembelajaran inkuiri dapat memberikan ruang bagi siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.

c. Pembelajaran inkuiri ini dapat melayani siswa yang memiliki kemampuan diatas rata-rata.

d. Inkuiri merupakan metode yang dianggap paling sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.

Disamping memiliki kelebihan, metode inkuiri juga memiliki kekurangan seperti diungkapkan Sanjaya (2006: 208-209) yaitu sebagai berikut.

a. Pembelajaran inkuiri sulit dalam merencanakan pembelajaran karena terbentur dengan kebiasaansiswa dalam belajar.

b. Kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa dalam menguasai materi pelajaran.

c. Sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.

d. Memerlukan waktu yang panjang sehingga guru sulit menyesuaikan dengan waktu yang telah ditentukan.

2.2.2 Pengertian Novel

Novel berasal dari bahasa italia novella. Secara harafiah novella berarti ‘sebuah barang yang kecil’, dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa. Sekarang ini istilah novella mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novellet, yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek (Nurgiyantoro, 1995: 9-10).

Novel adalah suatu bentuk karya sastra yang berbentuk prosa fiksi yang banyak mengungkapkan masalah-masalah kehidupan. Novel adalah suatu cerita fiksi yang melukiskan para tokoh gerak serta adegan kehidupan, representatif dalam suatu alur (Tarigan, 2012:16). Novel merupakan bentuk karya sastra sekaligus disebut fiksi, novel berarti sebuah karya prosa fiksi yang cukup panjang, tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek. Oleh sebab itu, novel dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak melibatkan permasalahan yang lebih kompleks (Nurgiyantoro, 1995:11).

Novel dikatakan sebagai hiburan karena didalammnya tersaji suatu cerita yang indah. Pemilihan bahasa yang menarik dan estetis dapat memberikan

karakteristik terhadap pembaca. Novel juga memberikan kegunaan bagi pembaca dalam kehidupan sehari-hari dalam berprilaku (Wellek dan Werren, 1990:168).

2.2.3 Unsur Pembangun Novel

Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang memiliki unsur-unsur pembangun yang kemudian secara bersama-sama membentuk sebuah totalitas. Unsur-unsur tersebut adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Namun, secara tradisional unsur tersebut dikelompokkan menjadi dua bagian, walaupun pembagian ini tidak benar-benar pilah. Pembagian unsur yang dimaksud adalah unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Kedua unsur inilah yang sering banyak disebut para kritikus dalam rangka mengkaji atau membicarakan novel atau karya sastra pada umumnya (Nurgiyantoro, 1995:23).

Karya sastra disusun oleh dua unsur yang menyusunnya. Dua unsur yang dimaksud unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari dalam yang mewujudkan struktur karya sastra, seperti tema, tokoh dan penokohan , alur dan pengaluran, latar dan pelataran, dan pusat pengisahan. Sedangkan unsur ekstrinsik ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari luarnya menyangkut aspek sosiologi, psikologi, dan lain-lain (Ratih, 2012:4). Dalam penelitian ini, peneliti membatasi unsur intrinsik tokoh dan penokohan karena peneliti merasa unsur tersebut penting untuk dianalisis terkait dengan metode inkuiri.

2.2.3.1Tokoh

Tokoh ialah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlaku di dalam berbagai peristiwa cerita (Sudjiman, 1992: 16).

Tokoh cerita (character),menurut Abrams, adalah orang (-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (Nurgiyantoro, 1995: 165).

Berdasarkan segi peranan atau tingkat pentingnya, tokoh dibagi menjadi dua macam, yakni tokoh utama (central character, main character) dan tokoh tambahan (peripheral character) (Nurgiyantoro, 1995: 176).

Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian (Nurgitantoro, 1995: 176-177). Sedangkan tokoh tambahan adalah tokoh yang tidak terlalu mendominasi cerita.

Tokoh utama (biasanya) selalu hadir di setiap kejadian dan ia sangat menentukan perkembangan plot secara keseluruhan. Tokoh utama dalam sebuah novel, mungkin saja lebih dari satu orang, walau kadar keutamaannya tak (selalu) sama. Dengan demikian, pembedaan antara tokoh utama dan tambahan tidak dapat dilakukan secara eksak dan hanya dilihat dari intensitas kemunculan tokohnya saja. Hal ini sejalan dengan pendapat Nurgiyantoro (1995: 176) yang mengatakan pembedaan itu bersifat gradasi, kadar keutamaan tokoh (-tokoh) itu

bertingkat. Tokoh utama (yang) utama, utama tambahan, tokoh tambahan utama, tambahan (yang memang) tambahan.

2.2.3.2Penokohan

Penokohan menunjuk pada pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Jones dalam Nurgiyantoro 1995: 165).

Menurut Jones (dalam Nurgiyantoro, 1995: 166) istilah “penokohan” lebih luas pengertiannya daripada “tokoh” dan “perwatakan”. Sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimna perwatakan, dan bagaimana penempatannya dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus menyaran pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.

Dalam pembentukan karateristik sebuah tokoh, penulis sastra harus memperhatikan kewajaran watak tokoh tersebut. Walaupun tokoh cerita hanya merupakan tokoh ciptaan pengarang ia haruslah merupakan seorang tokoh yang hidup secara wajar, sewajar bagaimana kehidupan manusia yang terdiri dari darah dan daging yang mempunyai pikiran dan perasaan (Nurgiyantoro, 1995: 194-211). Menurut Altenbernd dan Lewis, secara garis besar ada dua teknik pelukisan tokoh dalam suatu karya, yakni teknik ekpositori (expository) dan teknik dramatik (dramatic) (Nurgiyantoro, 1995: 194).

a. Teknik Ekspositori

Dalam hal ini pelukisan tokoh cerita dihadirkan dengan memberikan deskripsi uraian atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan

dihadirkan oleh pengarang kehadapan pembaca secara tidak terbelit-belit melainkan begitu saja dan lansung disertai deskripsi kediriannya yang mungkin berupa sikap sifat watak. Tingkah laku atau bahkan juga ciri fisiknya (Nurgiyantoro 1995: 194). Cara ini cukup efektif dan ekonomis. Pengarang dengan cepat dan singkat dapat mendeskrisikan kedirian tokoh ceritanya.

b. Teknik Dramatik

Penampilan tokoh cerita, dalam teknik dramatik, artinya mirip dengan yang ditampilkan dalam drama, dilakukan secara tak langsung. Artinya, pengarang tidak mendeskripskan secara eksplisit sikap dan sifat serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan para tokoh untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal maupun nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan juga melalui peristiwa yang terjadi (Nurgiyantoro 1995: 198).

2.2.4 Pembelajaran Sastra di SMA

Menurut Rahmanto (1988:16), masalah yang sering kita hadapi sekarang adalah bagaimana pengajaran sastra dapat memberikan sumbangan yang maksimal untuk pendidikan secara utuh.pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi 4 manfaat, yaitu:

a. Membantu Keterampilan Berbahasa

Mengikutsertakan pengajaran sastra dalam kurikulum berarti akan membantu siswa berlatih keterampilan membaca, dan mungkin ditambah sedikit

keterampilan menyimak, wicara, dan menulis yang masing-masing memiliki hubungan yang erat.

b. Meningkatkan Pengetahuan Budaya

Sastra berkaitan erat dengan semua aspek manusia dan alam dengan keseluruhannya. Setiap karya sastra selalu menghadirkan ‘sesuatu’ dan kerap menyajikan banyak hal yang apabila dihayati benar-benar akan semakin menambah pengetahuan orang menghayatinya. Adanya karya sastra mampu merangsang siswa untuk mengajukan pertayaan-pertanyaan yang relevan.

Suatu bentuk pengetahuan khusus yang harus selalu dipupuk dalam masyarakat adalah penegtahuan tentang budaya yang dimilikinya. Pemahaman budaya dapat menumbuhkan rasa bangga, rasa percaya diri dan rasa ikut memiliki. c. Mengembangkan Cipta dan Rasa

Setiap guru hendaknya selalu menyadari bahawa setiap siswa adalah seoarang individu dengan kepribadian yang khas, kemampuan, masalah dan kadar pekembangannya masing-masing yang khusus. Oleh karena itu pentingnsekali kiranya memandang pengajaran sebagai proses pengembangan individu secara keseluruhan. Dalam pengajaran sastra, kecakapan yang perlu dikembangkan kecakapan yang bersifat indra, yang bersifat penalaran, yang bersifat efektif, dan bersifat sosial, serta dapat ditambahkan lagi yang bersifat religius.

d. Menunjang Pembentukan Watak

Dalam nilai pengajaran sastra ada dua tuntutan yang dapat diungkapkan sehubungan dengan watak ini. Pertama, pengajaran sastra hendaknya mampu membina perasaan yang lebih tajam. Kedua, bahwa pengajaran sastra hendaknya

dapat memberikan bantuan dalam usaha mengembangkan berbagai kualitas kepribadian siswa.

Agar dapat memilih bahan pengajaran sastra dengan tepat, beberapa aspek perlu dipertimbangkan. Rahmanto (1988:27-33) mengklasifikasikan tiga aspek penting yang tidak boleh dilupakan jika ingin memilih bahan pengajaran sastra, yaitu:

(1) Bahasa

Agar pengajaran sastra dapat lebih berhasil, guru perlu mengembangkan keterampilan (atau semacam bakat) khusus untuk memilih bahan pengajaran sastra yang bahasanya sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa siswanya. Kesesuaian tersebut dapat dilihat dari kosa kata baru, tata bahasa, pengertian isi wacana, ungkapan dan refrensi yang ada. Kejelian dalam menentukan kriteria bahan pembelajaran sastra tersebut akan berdampak pada pemahaman siswa terhadap karya sastra yang sedang diajarkan.

(2) Psikologi

Perkembangan psikologi anak tentu berbeda. Dalam memilih bahan pengajaran sastra, tahap-tahap perkembangan psikologis perlu diperhatikan karena tahap-tahap ini sangat berpengaruh kedalam minat dan keengganan anak didik dalam banyak hal. Tahap perkembangan psikologis ini juga sangat besar pengarugnya terhadap daya ingat, kemampuan mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama, dan kemungkinan pemahaman situasi atau pemecahan masalah yang dihadapi. Rahmanto menklasifikasikan tahapan psikologi menjadi empat tahap, yaitu sebagai berikut:

(a) Tahap pengkhayalan ( 8 sampai 9 tahun)

Pada tahap ini imajinasi anak belum banyak diisi hal-hal nyata tetapi masih penuh dengan berbagai macam fantasi kekanakan.

(b) Tahapan romantik ( 10 sampai 12 tahun )

Pada tahap ini anak mulai meninggalkan fantasi-fantasi dan mengarah ke realitas. Meski pandangannya tentang dunia ini masih sangat sederhana, tetapi pada tahap ini anak telah menyenangi cerita-cerita kepahlawanan, petualangan, dan bahkan kejahatan.

(c) Tahapan realistik (13 sampai 16 tahun)

Setiap tahap ini anak-anak sudah benar-benar terlepas dari dunia fantasi, dan sangat berminat pada realitas atau apa yang benar-benar terjadi. Mereka terus berusaha mengetahui dan siap mengikuti dengan teliti fakta-fakta untuk memahami masalah-masalah dalam kehidupan yang nyata. (d) Tahap generalisasi (umur 16 tahun dan selanjutnya)

Pada tahap ini anak sudah tidak lagi hanya berminat pada hal-hal praktis saja tetapi juga berminat untuk menemukan konsep-konsep abstrak dengan menganalisis suatu fenomena. Dengan menganalisis fenomena, mereka berusaha menemukan dan merumuskan penyebab utama fenomena itu yang kadang-kadang mengarah ke pemikiran filsafat untuk menentukan keputusan-keputusan moral.

(3) Latar Belakang Budaya

Latar belakang karya sastra meliputi hampir semua faktor kehidupan manusia dan lingkungannya, seperti: geografi, sejarah, topografi, iklim,

mitodologi, legenda, pekerjaan, kepercayaan, cara berfikir, nialai-nilai masyarakat, seni, olah raga, hiburan, moral, etika, dan sebagainya. Biasanya, siswa akan mudah tertarik pada karya-karya sastra dengan latar belakang yang erat hubungannya dengan latar belakang kehidupan mereka. Dengan demikian, secara umum, guru sastra hendaknya memilih bahan pengajaran dengan menggunakan prinsip mengutamakan karya-karya sastra yang latar ceritanya dikenal oleh para siswa.

2.2.5 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Kurikulum adalah sebuah dokumen perencanaan yang berisi tentang tujuan yang harus dicapai, isi materi dan pengalaman belajar yang harus dilakukan siswa, strategi dan cara yang dapar dikembangkan, evaluasi yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan, serta implementasi dari dokumen yang dirancang dalam bentuk nyata (Wina, 2008: 9-10).

Muslich (2007: 10) mengatakan KTSP merupakan peyempurnaan dari kurikulum 2004 (KBK) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanankan oleh masing-masing satuan pendidik/sekolah. Penyusunan KTSP yang dipercayakan pada setiap tingkat satuan pendidikan hampir senada dengan prinsip implementasi KBK (kurikulum 2004) yang disebut pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah (KBS).

Menurut Mulyasa (2007:21-22) KTSP adalah suatu ide tentang pengembangan kurikulum yang diletakkan pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran , yakni sekolah dan satuan pendidikan. Tujuan KTSP secara umum

dan khusus. Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengemabngan kurikulum. Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk:

(1) Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia.

(2) Meningkatkan keperdulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.

(3) Menigkatkan kompetensi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai.

2.2.5.1 Silabus

Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajatran dengan tema tertentu, yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar yang dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Dalam KTSP, silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian hasil belajar (Mulyasa, 2007:190).

2.2.5.2Rencanan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas. Berdasarkan RPP inilah seorang guru diharapkan bisa menerapkan pembelajaran secara terprogram (Muslich, 2007:53).

Muslich (2007: 53) menyebutkan rencana pembelajaran minimal mencakup kompetensi berikut: (1) standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pencapaian hasil belajar, (2) tujuan pembelajaran, (3) materi pembelajan, (4) pendekatan dan metode pembelajaran, (5) langkah-langkah kegiatan pembelajaran, (6) alat dan sumber belajar.

2.2.5.3 Standar Komperensi dan Kompetensi Dasar

Standar kompetensi dan kompetensi dasar (SK-KD) merupakan arah dan landasan pengembangan materi standar, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian Depdiknas telah menyediakan standar kompetensi (SK), dan kompetensi dasar (KD) berbagai mata pembelajaran yang dapat dijadikan bahan acuan oleh para pelaksana (guru) dalam mengembangkan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Dalam hal ini, tugas guru adalah menjabarkan, menganalisis, dan mengembangkan indikator, dan menyesuaikan SK – KD dengan karateristik dan perkembangan peserta didik, situasi dan kondisi dan kebutuhan daerah.

Berikut merupakan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang sesuai dengan pembelajaran sastra di SMA kelas XI:

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Membaca

7. Memahami berbagai hidayat, novel Indonesia/novel terjemahan.

7.2 Menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel indonesia/

31