II. TINJAUAN PUSTAKA
2.5 Proses Analisis Hierarki Hierarki (PAH)/(AHP)
2.5.2 Langkah-langkah PAH
Menurut Saaty (1991), langkah-langkah penyusunan PAH adalah sebagai berikut :
1. Mendefinisikan masalah / persoalan dan menentukan solusi dan pemecahan masalah yang diinginkan.
Pada tahap ini difokuskan kepada identifikasi permasalahan mutu perusahaan dan kinerja setiap bagian yang ada di perusahaan. Untuk mengetahui data tersebut dilakukan wawancara kerpada para pakar yang terdapat pada perusahaan. Setelah dilakukan fokus analisis, kemudian ditentukan komponen-komponen pendukung dari fokus tersebut. Komponen-komponen pendukung selanjutnya dilakukan pendefinisian secara cermat untuk menyatukan persamaan persepsi antara peneliti dan responden pakar yang di wawancara.
2. Membuat struktur hierarki dari sudut pandang manajemen secara menyeluruh. Setelah komponen-komponen dari fokus analisis diketahui, kemudian dilakukan pembuatan struktur hierarki. Hierarki merupakan abstraksi struktur suatu sistem yang mempelajari fungsi interaksi antar komponen dan
31
dampaknya terhadap sistem. Pembuatan hierarki bertujuan untuk mengetahui tingkatan-tingkatan analisis. Penyusunan model hierarki ini terdiri dari beberapa tingkat, dengan seperangkat peubah, yaitu unsur manajemen mutu. Pada fokus identifikasi permasalahan tersusun beberapa tingkatan seperti tingkatan satu adalah fokus sasaran / cita-cita utama/ ultimate goal, tingkat kedua adalah faktor atau kriteria masalah, tingkat tiga adalah aktor atau pelaku, tingkat keempat adalah objektif atau tujuan yang ingin dicapai yaitu sesuai dengan fokus sasaran utama tingkat pertama, dan tingkat kelima adalah skenario atau alternatif pemecahan masalah. Contoh struktur hierarki dari identifikasi pemecahan masalah dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Struktur hierarki identifikasi permasalahan (Saaty, 1991)
3. Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya. Tingkat 5 Skenario/Alternatif Tingkat 4 Tujuan Tingkat 3 Aktor/Pelaku Tingkat 2 Faktor/Kriteria Masalah Identifikasi Masalah (UG) F1 F2 F3 F4 A1 A2 A3 A4 T1 T2 T3 T4 S1 S2 S3 S4 Tingkat 1
32
Matriks perbandingan berpasangan adalah matriks yang membandingkan bobot unsur dalam suatu hierarki dengan unsur dalam hierarki di bagian atasnya. Matriks yang digunakan bersifat sederhana, memiliki kedudukan kuat untuk kerangka konsistensi, mendapatkan informasi lain yang mungkin dibutuhkan dengan semua perbandingan yang mungkin dan mampu menganalisis kepekaan prioritas secara keseluruhan untuk perubahan pertimbangan. Pendekatan dengan matriks mencerminkan aspek ganda dalam prioritas yaitu mendominasi dan didominasi. Perbandingan dilakukan berdasarkan judgment dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. Untuk memulai proses perbandingan berpasangan dipilih sebuah kriteria dari level paling atas hirarki misalnya UG dan kemudian dari level di bawahnya diambil elemen yang akan dibandingkan misalnya F1, F2, F3, dan F4, dan begitupun seterusnya hingga level alternatif.
4. Mengumpulkan semua pertimbangan yang dilakukan dari hasil perbandingan yang diperoleh pada langkah 3.
Setelah matriks perbandingan berpasangan antar elemen dibuat, selanjutnya dilakukan perbandingan berpasangan antara setiap elemen pada kolom ke-i dengan setiap elemen ke-j, yang berhubungan dengan fokus identifikasi permasalahan. Perbandingan berpasangan antar elemen-elemen tersebut dilakukan dengan petanyaan : “seberapa kuat elemen baris ke-i didominasi, dipengaruhi, dipenuhi, atau diuntungkan oleh fokus permasalahan, dibandingkan dengan kolom ke-j?”. Sementara itu jika elemen-elemen yang dibandingkan merupakan suatu peluang atau waktu maka pertanyaannya adalah : “seberapa lebih mungkin suatu elemen baris ke-i diandingkan elemen kolom ke-j dalam mempengaruhi fokus?”. Skala perbandingan berpasangan dan maknanya yang diperkenalkan oleh Saaty (1991) terdapat pada Tabel 6.
33
Tabel 6. Nilai skala perbandingan berpasangan
Nilai Skala Definisi Penjelasan
1 Kedua elemen sama penting Dua elemen mempengaruhi sama kuat pada sifat itu
3 Elemen satu sedikit penting dari lainnya
Pengalaman atau pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas
lainnya
5
Elemen yang satu jelas lebih penting dibanding elemen
lainnya
Pengalaman atau pertimbangan dengan kuat disokong dan dominasinya terlihat dalam praktek
7
Satu elemen sangat jelas lebih penting dibanding elemen
lainnya
Satu elemen dengan kuat disokong dan dominasinya terlihat dalam
praktek
9
Satu elemen mutlak lebih penting dibanding elemen
lainnya
Sokongan elemen yang satu atas yang lainnya terbukti memiliki
tingkat penegasan tertinggi 2,4,6,8 Nilai-nilai diantara kedua
pertimbangan di atas
Kompromi diperlukan di antara dua pertimbangan
Kebalikan nilai-nilai di
atas
Bila nilai-nilai di atas dianggap membandingkan atara elemen A dan B, maka nilai-nilai kebalikan ( ) digunakan untuk
membandingkan kepentingan B terhadap A Sumber : Saaty, 1991
Setelah itu hasil perbandingan dari masing-masing elemen akan berupa angka dari 1 sampai 9 yang menunjukkan perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen. Apabila suatu elemen dalam matriks dibandingkan dengan dirinya sendiri maka hasil perbandingan diberi nilai 1. Skala 9 telah terbukti dapat diterima dan bisa membedakan intensitas antar elemen. Hasil perbandingan tersebut diisikan pada sel yang bersesuaian dengan elemen yang dibandingkan.
5. Memasukkan nilai-nilai kebalikan beserta bilangan satu (1) sepanjang diagonal utama.
Angka 1-9 digunakan bila F1 lebih mendominasi atau mempengaruhi sifat UG dibandingkan dengan F2. Sedangkan F1 kurang mendominasi atau mempengaruhi dibanding dengan F2, maka digunakan angka kebalikannya pada kolom diagonal sebaliknya.
6. Mengulangi langkah 3,4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.
Perbandingan dilanjutkan untuk semua elemen pada setiap tingkat keputusan yang terbatas pada hierarki, berkenaan dengan kriteria elemen di atasnya. Matriks perbandingan dalam model PAH dibedakan menjadi :
34 a. Matriks pendapat individu (MPI)
Matriks pendapat individu adalah matriks pendapat hasil perbandingan yang dilakukan oleh individu pakar. Matriks pendapat individu ini memiliki elemen yang disimbolkan dengan simbol aij, yaitu elemen
matriks pada baris ke-i dan kolom ke-j. Matriks Pendapat Individu dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Matriks pendapat individu (MPI)
G A1 A2 A3 … An A1 a11 a12 a13 … a1n A2 a21 a22 a23 … a2n A3 a31 a32 a33 … a3n … … … … An an1 an2 an3 … a3n Sumber : Saaty, 1991
b. Matriks pendapat gabungan (MPG)
Matriks pendapat gabungan adalah susunan matriks baru yang elemennya (gij) berasal dari rataan geometrik pendapat - pendapat individu yang
rasio inkonsistensinya lebih kecil atau sama dengan 10%, dan setiap elemen pada baris dan kolom yang sama dari matriks pendapat individu yang satu dengan matriks pendapat individu yang lainnya tidak terjadi konflik. Matriks Pendapat Gabungan (MPG) dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Matriks pendapat gabungan (MPG)
G G1 G2 G3 … Gn G1 g11 g12 g13 … g1n G2 g21 g22 g23 … g2n G3 g31 g32 g33 … g3n … … … … Gn gn1 gn2 gn3 … g3n Sumber : Saaty, 1991
Rataan geometrik pada Matriks Pendapat Gabungan dapat diperoleh dengan menggunakan rumus :
35 √∏
= elemen MPG baris ke-i kolom ke-j
(k) = elemen baris ke-i kolom ke-j dari MPI ke k = indeks MPI dari individu ke-k yang memenuhi persyaratan
∏ = perkalian dari elemen k = 1 sampai k = m
7. Mensistesis prioritas untuk melakukan pembobotan vektor-vektor prioritas Pengolahan matriks pendapat terdiri dari dua tahap yaitu : (1) pengolahan horizontal dan (2) pengolahan vertikal. Kedua jenis pengolahan tersebut dapat dilakukan untuk MPI maupun MPG. Pengolahan vertikal dilakukan setelah MPI dan MPG diolah secara horizontal, dimana MPI dan MPG harus memenuhi persyaratan rasio inkonsistensi.
Pengolahan horizonal data dilakukan setelah MPI atau MPG yang akan diolah telah siap dan lengkap dengan elemennya. Pengolahan horizontal terdiri dari 3 bagian yaitu : (1) penentuan vektor prioritas, (2) uji konsistensi, (3) revisi pendapat MPI atau MPG yang memiliki rasio inkonsistensi lebih dari 10%. 8. Memeriksa konsistensi hirarki
Kekonsistenan hasil yang diperoleh sangat diperlukan dalam menganalisis menggunakan metode PAH ini. Rasio kekonsistensian hasil dapat dilihat dengan menghitung index konsistensi. Evaluasi konsistensi hierarki dapat dilakukan dengan cara mengalikan setiap indeks konsistensi dengan prioritas utama kriteria yang bersangkutan, dan menjumlahkan hasil kalinya. Hasil ini dibagi dengan pernyataan sejenis yang menggunakan indeks inkonsistensi acak yang sesuai dengan dimensi masing-masing matriks. Dengan cara yang sama pada setiap indeks inkonsistensi acak juga dibobot berdasrkan kriteria yang bersangkutan, dan hasilnya dijumlahkan. Konsistensi yang diharapkan adalah yang mendekati sempurna agar menghasilkan keputusan yang mendekati valid. Walaupun sulit untuk mencapai yang sempurna, rasio konsistensi diharapkan kurang dari atau sama dengan 10 %.
36