• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV KATEKESE SALAH SATU UPAYA MEMBANTU

E. Shared Christian Praxis (SCP) Sebagai Model Katekese Yang

2. Langkah-Langkah Shared Christian Praxis (SCP)

Lima langkah dalam Shared Christian Praxis (SCP) dari pendapat Thomas H. Groome yang disadurkan Heryatno (1997: 5-7). Lima langkah tersebut saling berurutan, meskipun dalam pelaksanaan langkah dapat terulang kembali atau tergabung dengan langkah yang lainnya.

a) Langkah pertama: Pengungkapan Praxis Faktual

Langkah ini mengajak para peserta untuk mengungkapkan pengalaman hidup dan keterlibatan mereka entah dalam bentuk cerita, puisi, tarian, nyanyian, drama pendek, lambang, dan lain-lain. Dalam mengungkapkan pengalaman, peserta dapat menggunakan perasaan, menjelaskan nilai, sikap, kepercayaan, dan

keyakinan yang melatarbelakanginya. Dengan cara itu peserta akan menjadi sadar dan bersikap kritis terhadap pengalaman hidupnya sendiri. Disamping pengalaman pribadi, peserta dapat juga mengungkapkan pengalaman orang lain atau keadaan masyarakatnya. Komunikasi pengalaman konkret para pesrta diharapkan dapat melahirkan tema-tema dasar yang akan direfleksikan pada langkah berikutnya. Langkah pertama ini bersifat obyektif: mengungkapkan apa yang sesungguhnya terjadi. Demikian juga dalam penghayatan kaul kemiskinan diharapkan agar setiap anggota Bruder Maria Tak Bernoda mampu mengungkapkan dan menggali pengalaman pribadi dan orang lain atau lingkungannya sehubungan dengan penghayatan kaul kemiskinan.

b) Langkah kedua: Refleksi Kritis Pengalaman Faktual

Langkah kedua ini mendorong peserta untuk lebih aktif dan kreatif dalam memahami serta mengolah ketelibatan hidup mereka sendiri maupun masyarakat. Dalam refleksi kritis ini, peserta diajak untuk menggunakan sarana analisa sosial maupun analisa kultural. Tujuan dari langkah ini adalah memperdalam refleksi dan mengantar peserta pada kesadaran kritis akan keterlibatan mereka, akan asumsi dan alasan, motivasi, sumber historis, kepentingan dan konsekuensi yang disadari dan hendak diwujudkan. Dengan refleksi kritis pada pengalaman konkret, peserta diharapkan sampai pada nilai dan visinya yang pada langkah berikutnya akan dikonfrontasikan dengan pengalaman iman Gereja sepanjang sejarang dan visi kristiani. Langkah ini bersifat analitis dan kritis. Demikian juga para Bruder MTB diharapkan mampu terlibat dan bersikap kritis terhadap pengalamannya

sehingga mampu menemukan nilai-nilai pengahayatan kaul kemiskinan dan menerapkannya dalam hidup sehari-hari.

c) Langkah ketiga: Mengusahakan Supaya Tradisi Dan Visi Kristiani Lebih Terjangkau.

Pada langkah ini yang menjadi pokok adalah mengusahakan supaya tradisi dan visi kristiani menjadi lebih terjangkau, lebih dekat dan relevan bagi peserta pada zaman sekarang. Pada langkah ini peran pendamping sangat penting untuk membuka jalan selebar-lebarnya, menghilangkan segala macam hambatan sehingga semua peserta mempunyai peluang besar untuk menemukan nilai-nilai dari tradisi dan visi kristiani. Agar sesuai dengan kehidupan peserta, maka tradisi dan visi kristiani perlu dijelaskan. Tujuannya untuk mendorong dan meneguhkan iman jemaat dalam keterlibatannya untuk mewujudkan kehadiran nilai-nilai Kerajaan Allah. Dalam langkah ini pendamping dapat mengunakan salah satu bentuk interpretasi entah yang bersifat menggarisbawahi, mempertanyakan, atau yang mengundang keterlibatan kreatif. Di sini hendaknya para Bruder mampu mengusahakan agar penghayatan kemiskinan sesuai dengan penghayatan kemiskinan zaman sekarang dan mampu menemukan nilai-nilai ajaran kristiani dalam hidup miskin.

d) Langkah keempat: Interpretasi Dialektis Praxis Dan Visi Peserta Dengan Tradisi Dan Visi Kristiani.

Langkah ini mengajak peserta supaya dapat meneguhkan, mempertanyakan, memperkembangkan dan menyempurnakan pokok-pokok penting yang telah ditemukan pada langkah pertama dan kedua. Selanjutnya pokok-pokok penting itu dikonfrontasikan dengan hasil interpretasi tradisi dan visi kristiani dari langkah ketiga. Dari konfrontasi peserta diharapkan dapat secara aktif menemukan kesadaran atau sikap-sikap baru yang hendak diwujudkan. Kesadaran baru akan menyemangati perwujudan iman peserta supaya nilai-nilai Kerajaan Allah makin dapat dirasakan di tengah hidup bersama interpretasi yang dialektis memampukan peserta untuk menginternalisasikan dan mensosialisasi nilai-nilai tradisi dan visi kristiani sehingga menjadi bagian hidup peserta. Hidup dan praksis faktual peserta dintergrasikan ke dalam tradisi kristiani dan peserta dan peserta memersosialisasikan tradisi dan visi kristiani menjadi milik sendiri. Perwujudan kesadaran iman yang baru dapat memperkaya dan mendinamisir tradisi dan visi kristiani yang menjadi pokok penting dalam langkah ini. Dengan proses ini diharapkan hidup iman peserta menjadi lebih aktif, dewasa, dan misioner. Demikian juga para Bruder diharapkan mampu menerapkan imannya dalam penghayatan hidup miskin dalam hidup sehari-hari baik dalam hidup berkomunitas atau dalam tugasnya.

e) Langkah kelima: Keterlibatan Baru Demi Makin Terwujudnya Kerajaan Allah Di Dunia.

Langkah kelima ini bertujuan mendorong peserta supaya sampai pada keputusan konkret bagaimana menghidupi iman kristiani pada konteks hidup yang telah dianalisa dan dipahami, direfleksikan secara kritis, dinilai secara kreatif dan bertanggungjawab. Keputusan konkret dari langkah ini dipahami sebagai puncak dan buah dari metode ini. Tanggapam peserta dipengaruhi oleh tema dasar yang direfleksikan, nilai-nilai kristiani yang diinternalisasi, dan konteks kepentingan religius, politis, sosial dan ekonomi peserta. Dalam langkah ini para Bruder diharapkan mampu menemukan aksi konkret yang akan dilaksanakan dalam usaha peningkatan penghayatan hidup miskin yang dipilih secara bebas.

F. Usul Program Katekese

Program ini merupakan suatu tawaran pelaksanaan katekese bagi pembinaan Bruder Maria Tak Bernoda dalam usaha meningkatkan penghayatan kemiskinan dalam pelayanan dan persaudaraan.

1. Latar Belakang PenyusunanProgram

Bedasarkan permasalahan yang penulis uraikan dalam bab I, kemiskinan yang dihayati oleh Bruder Maria Tak Bernoda baik dalam pelayanan maupun persaudaraan belum sesuai dengan semangat kemiskinan yang dihayati oleh pendiri Kongregasi. Hal ini dapat dilihat dari pengalaman hidup sebagai Bruder MTB yang mempunyai kecenderungan untuk memiliki fasilitas untuk pribadi dan

penumpukan barang. Barang beralih fungsi menjadi tujuan bukan lagi sebagai sarana untuk pelayanan. Hal ini menjadi suatu kelekatan sehingga orang lain tidak berhak menggunakannya.

Kelekatan ini menimbulkan egoisme, kesombongan, iri hati keserakahan, kekuasaan, persaingan. Penyebab masalah ini karena setip pribadi para Bruder belum menyadari sungguh makna penghayatan kaul kemiskinan yang telah diikrarkan. Atau mungkin juga kurang peduli dengan konsekuensi dari kaul kemiskinan tersebut. Untuk membantu para Bruder meningkatkan penghayatan kaul kemiskinan, penulis mengusulkan suatu program katekese yang kiranya dapat bermanfaat. Program yang ditawarkan ini hanyalah suatu alternatif yang akan dilaksanakan dalam pembinaan para Bruder Maria Tak Bernoda.

Dokumen terkait