• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEREKONOMIAN INDONESIA Pertumbuhan

A.2.2. LANGKAH PENANGANAN DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP PEREKONOMIAN

menimbulkan

guncangan sosial serta stabilitas sistem keuangan

A.2.2. LANGKAH PENANGANAN DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP

PEREKONOMIAN

Pandemi Covid-19 atau Corona Virus Disease 2019 menjadi isu sentral di tahun 2020 mengingat dampaknya luar biasa yang tidak hanya mengancam keselamatan jiwa, namun juga mengganggu aktivitas perekonomian dan menimbulkan guncangan sosial serta menggoncang stabilitas sistem keuangan. Kondisi tersebut pada gilirannya mengubah wajah dan arah perekonomian dunia dalam waktu yang sangat cepat. Penyebaran Covid-19 ke seluruh dunia dalam waktu singkat telah menyebabkan hampir seluruh negara mengalami pelemahan ekonomi yang dalam. Penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi global juga turut berdampak pada perubahan outlook perekonomian Indonesia, sehingga mendorong Pemerintah bergerak cepat untuk melakukan langkah-langkah strategis demi menangani Covid-19 dan memulihkan perekonomian nasional.

Sejak Januari 2020, kasus terkonfirmasi positif terus mengalami kenaikan di berbagai negara, hingga penyebaran Covid-19 menjadi sangat luas dan sulit untuk dikendalikan. Pada tanggal 11 Maret 2020 World Health Organization (WHO) menetapkan Covid-19 sebagai pandemi ketika jumlah kasus Covid-19 telah mencapai lebih dari 100.000 kasus di 114 negara. Peningkatan jumlah kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di seluruh dunia tersebut mendorong negara-negara untuk mengambil langkah pencegahan antara lain melalui pembatasan perjalanan (travel ban/restriction), penutupan perbatasan (lockdown), serta pengetatan mobilitas penduduk antar wilayah/negara. Pada skala domestik, beberapa negara memberlakukan lockdown yakni penutupan wilayah dan penghentian segala aktivitas publik kecuali yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan pangan dan medis, seperti yang dilakukan oleh Tiongkok, Italia, Malaysia, dan India.

Catatan atas Laporan Keuangan – Penjelasan Umum

-41-Physical distancing serta karantina mandiri, termasuk dengan memindahkan aktivitas bekerja, belajar, dan beribadah di rumah juga diimplementasikan di berbagai negara. Pada akhir tahun 2020, total jumlah kasus global terkonfirmasi positif mencapai lebih dari 83,8 juta orang dengan total kematian 1,8 juta jiwa.

Negara pertama di Asia Tenggara yang mencatat adanya konfirmasi kasus positif Covid-19 adalah Thailand. Jumlah kasus terkonfirmasi positif Covid-Covid-19 di kawasan Asia Tenggara juga terus menunjukkan peningkatan dan hingga akhir Tahun 2020 jumlahnya telah melebihi 11,9 juta kasus.

Indonesia mengumumkan kasus pertama Covid-19 pada awal Maret 2020. Pada tanggal 31 Maret 2020, Pemerintah mengumumkan status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dan menetapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Sebelumnya, Pemerintah juga telah memberlakukan larangan penerbangan termasuk dari dan ke Tiongkok, membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, memberlakukan kebijakan physical distancing, serta menetapkan status keadaan darurat bencana Covid-19. Pada akhir tahun 2020, total jumlah kasus terkonfirmasi positif Indonesia mencapai lebih dari 743,2 ribu orang dengan total kematian 22,1 ribu jiwa.

Pandemi Covid-19 telah menyebabkan gangguan sosio-ekonomi global. Perekonomian negara-negara berkembang di Asia mengalami tekanan berat karena pandemi, mengingat derajat integrasi yang dalam antara kawasan dengan ekonomi global melalui pariwisata, perdagangan, dan remittance. Pandemi Covid-19 berpengaruh terhadap perekonomian karena mengganggu kepercayaan investor, pasar keuangan, sektor pariwisata/travel, dan supply chain. Kebijakan pembatasan berskala besar yang diambil oleh berbagai negara mengakibatkan turunnya aktivitas perekonomian hingga berada pada level yang rendah. Selama masa pembatasan tersebut, seluruh aktivitas masyarakat, khususnya terkait aktivitas perekonomian menjadi tidak dapat berjalan sebagaimana biasanya. Hal tersebut kemudian berdampak terhadap penurunan pertumbuhan ekonomi global yang mengarah kepada potensi resesi ekonomi, termasuk Indonesia.

Secara umum dampak Covid-19 sangat luar biasa, mengancam keselamatan jiwa, mengancam aktivitas perekonomian serta stabilitas sistem keuangan, sehingga perlu direspon dengan kebijakan yang luar biasa juga (extraordinary policy). Untuk itu, fleksibilitas diperlukan agar APBN 2020 mempunyai ruang fiskal yang cukup untuk penguatan countercyclical dalam rangka memitigasi dampak Covid-19, dengan harapan proses penanganan Covid-19 dapat dilakukan secara cepat dan efektif serta pemulihan sosial-ekonomi dapat diakselerasi.

Beberapa hal yang menjadi pertimbangan Pemerintah untuk menempuh kebijakan extraordinary antara lain adanya kecenderungan jumlah kasus positif Covid-19 yang terus bertambah, melemahnya kinerja perekonomian yang ditandai dengan pelemahan kinerja ekspor-impor, terdepresiasinya nilai tukar rupiah, penurunan ekspektasi pasar, dan peningkatan yield akibat ketatnya likuiditas pasar keuangan. Penurunan aktivitas perekonomian tersebut selanjutnya berdampak pada terganggunya sektor riil sehingga berdampak pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebagian/seluruh pekerja yang berujung pada penurunan daya beli masyarakat akibat penurunan pendapatan. Terganggunya sektor riil juga berpotensi mengancam stabilitas sistem keuangan. Sejalan dengan hal tersebut, diperlukan fleksibilitas dalam pengelolaan fiskal agar mempunyai ruang fiskal yang memadai untuk mendukung penguatan kebijakan countercyclical dalam rangka penanganan Covid-19 dan percepatan pemulihan sosial-ekonomi. Walaupun demikian, fleksibilitas fiskal tersebut juga diimbangi dengan pengendalian risiko agar keberlanjutan fiskal tetap dapat dijaga.

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2020 (Audited)

-42- Catatan atas Laporan Keuangan – Penjelasan Umum

Untuk mendorong penanganan Covid-19, Pemerintah memberikan stimulus fiskal dan berupaya menjaga stabilitas sistem keuangan. Untuk itu, Pemerintah berkoordinasi secara intensif dengan berbagai pihak, antara lain Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, untuk melakukan sinergi dan harmonisasi kebijakan dalam penanganan Covid-19.

Paket Stimulus I diluncurkan pada bulan Februari 2020. Stimulus I berfokus pada area dan sektor yang terdampak langsung oleh pandemi Covid-19 seperti sektor pariwisata. Stimulus juga mencakup upaya percepatan belanja untuk memperkuat perekonomian domestik, kebijakan untuk mendorong padat karya, dan perluasan kartu sembako melalui penambahan penerima manfaat. Setelah Indonesia mengumumkan kasus pertama Covid-19 pada bulan Maret 2020, Pemerintah merespon cepat dengan menggulirkan Paket Stimulus II pada 13 Maret 2020. Paket Stimulus II tersebut diberikan dalam rangka menjaga daya beli masyarakat serta mendukung dunia usaha serta industri yang terdampak melalui pelonggaran kebijakan ekspor dan impor. Kebijakan di sektor keuangan dalam bentuk relaksasi kredit UMKM, stimulus moneter, serta insentif perpajakan merupakan bagian dari Paket Stimulus II.

Dalam perkembangannya, transmisi Covid-19 semakin meluas sehingga meningkatkan ancaman kesehatan dan keselamatan masyarakat. Sebagai respon atas kondisi tersebut, Pemerintah terus mendorong penguatan kebijakan di bidang kesehatan yang didukung dengan kebijakan refocusing kegiatan dan realokasi anggaran. Kebijakan refocusing kegiatan dan realokasi anggaran tersebut dituangkan dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran, serta Pengadaan Barang dan Jasa dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang ditetapkan pada tanggal 20 Maret 2020.

Jumlah kasus Covid-19 di Indonesia yang terus mengalami penambahan secara cepat membuat Pemerintah menilai bahwa langkah penanganan yang telah dijalankan perlu dioptimalkan. Eskalasi pandemi Covid-19 terus meningkatkan risiko tidak hanya bagi kesehatan dan keselamatan masyarakat, tetapi juga dapat membahayakan kondisi perekonomian nasional, termasuk stabilitas sektor keuangan. Kondisi tersebut telah mendorong Pemerintah untuk menggulirkan langkah luar biasa (extraordinary actions) guna mengantisipasi dan meminimalkan risiko perekonomian dan stabilitas sektor keuangan. Kebijakan tersebut dituangkan dalam Paket Stimulus III serta penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPPU) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan pada tanggal 31 Maret 2020.

PERPPU Nomor 1 Tahun 2020 menjadi landasan bagi Pemerintah, termasuk otoritas keuangan dan perbankan untuk melakukan langkah-langkah preventif yang bersifat luar biasa secara cepat dengan tetap mengedepankan prinsip akuntabilitas dalam rangka penanganan Covid-19 mengingat dampaknya terhadap sejumlah aspek, seperti aspek kesehatan, sosial, dan ekonomi, yang akan memengaruhi fundamental perekonomian nasional. PERPPU Nomor 1 Tahun 2020 tersebut kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 pada tanggal 16 Mei 2020.

Secara umum, Undang-Undang tersebut mengatur tentang pelaksanaan APBN dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan melalui penerapan kebijakan keuangan

Catatan atas Laporan Keuangan – Penjelasan Umum

-43-negara dan kebijakan stabilitas sistem keuangan. Kebijakan keuangan -43-negara antara lain dilakukan dengan kebijakan pelebaran defisit anggaran, penyesuaian besaran mandatory spending, pergeseran dan pengeluaran anggaran, penggunaan sumber pendanaan alternatif anggaran, insentif dan fasilitas perpajakan, termasuk pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Program PEN tersebut ditujukan untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha dari sektor riil dan sektor keuangan dalam menjalankan usaha. Dari sisi kebijakan stabilitas sistem keuangan, dilakukan pengaturan antara lain melalui perluasan kewenangan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terkait penetapan skema pemberian dukungan kepada Pemerintah untuk penanganan permasalahan lembaga keuangan dan stabilitas sistem keuangan yang membahayakan perekonomian nasional, pemberian kewenangan kepada Bank Indonesia untuk dapat membeli SBN berjangka panjang di pasar perdana dan pembelian Repurchase Agreement (Repo) SBN milik LPS, serta perluasan kewenangan Pemerintah dalam memberikan pinjaman pada LPS.

Untuk memitigasi meluasnya dampak negatif pandemi Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia, Pemerintah bergerak cepat memberikan stimulus di bidang kesehatan, program perlindungan sosial, sektoral kementerian/lembaga dan pemerintah daerah (K/L dan pemda), dukungan untuk dunia usaha dan UMKM. Berbagai stimulus fiskal tersebut bertujuan untuk mendorong agar dampak pandemi Covid-19 dapat segera diatasi, melindungi masyarakat miskin dan rentan agar terhindar dari kemunduran sosial, serta menjaga agar dunia usaha dan UMKM mampu bertahan, sehingga terhindar dari pelemahan yang semakin dalam. Sejalan dengan hal tersebut, dilakukan penyesuaian postur APBN 2020 dari 1,76 persen terhadap PDB menjadi 5,07 persen terhadap PDB (Perpres Nomor 54 Tahun 2020) dan disesuaikan kembali menjadi 6,34 persen terhadap PDB (Perpres Nomor 72 Tahun 2020, diundangkan 25 Juni 2020) yang antara lain untuk menampung berbagai tambahan belanja dan pengeluaran pembiayaan dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi. Walaupun demikian, defisit anggaran dan keuangan negara pada umumnya tetap dikelola secara prudent dan sustainable dengan melakukan langkah-langkah konsolidasi fiskal sehingga defisit diharapkan secara berangsur-angsur dapat kembali di bawah 3 persen terhadap PDB pada tahun 2023, sebagaimana ketentuan dalam UU tentang Keuangan Negara.

Selanjutnya, insentif fiskal melalui Program PEN dilakukan melalui pengintegrasian berbagai langkah untuk meminimalkan dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian, termasuk para pelaku ekonominya. Implementasi program PEN diwujudkan melalui beberapa modalitas yaitu Penyertaan Modal Negara (PMN), penempatan dana, investasi Pemerintah, kegiatan penjaminan dengan skema yang ditetapkan oleh Pemerintah, dan Belanja APBN. Pelaksanaan program PEN tersebut kemudian diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional (diundangkan tanggal 11 Mei 2020), sebagaimana telah diubah menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2020.

Pembiayaan penanganan Covid-19 dan pelaksanaan program PEN juga mendapatkan dukungan dari Bank Indonesia. Pemerintah dan Bank Indonesia telah menetapkan Surat Keputusan Bersama (SKB) I (Keputusan Bersama Menteri Keuangan Republik Indonesia dan Gubernur Bank Indonesia Nomor 190/KMK.08/2020 dan Nomor 22/4/KEP.GBI/2020 tanggal 16 April 2020 jo. Keputusan Bersama Menteri Keuangan Republik Indonesia dan Gubernur Bank Indonesia Nomor 565/KMK.08/2020 dan Nomor 22/15/KEP.GBI/2020 tanggal 11 Desember 2020) dan Surat

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2020 (Audited)

-44- Catatan atas Laporan Keuangan – Penjelasan Umum

Keputusan Bersama (SKB) II (Keputusan Bersama Menteri Keuangan Republik Indonesia dan Gubernur Bank Indonesia Nomor 326/KMK.08/2020 dan Nomor 22/8/KEP.GBI/2020 tanggal 7 Juli 2020 jo. Keputusan Bersama Menteri Keuangan Republik Indonesia dan Gubernur Bank Indonesia Nomor 347/KMK.08/2020 dan Nomor 22/9/KEP.GBI/2020 tanggal 20 Juli 2020).

Berdasarkan SKB I, Bank Indonesia dapat melakukan pembelian SBN tenor jangka panjang di pasar perdana melalui lelang, lelang tambahan (Green Shoe Option/GSO), dan penawaran langsung atau Private Placement/PP). Melalui skema ini, Bank Indonesia berperan sebagai last resort atau back stop pembiayaan utang.

Selanjutnya dalam SKB II, Bank Indonesia menanggung sebagian atau keseluruhan beban bunga atas penerbitan SBN dalam rangka penanganan Covid-19 dan pelaksanaan program PEN. Penerbitan SBN dimaksud dibedakan menjadi kelompok public goods dan non-public goods (UMKM, Korporasi dan lainnya). Mekanisme kerja sama antara lain dilakukan melalui:

1. Pada kelompok kebutuhan pembiayaan public goods yang menyangkut hajat hidup orang banyak, pemerintah menerbitkan SBN berbunga mengambang (variable rate) dengan acuan suku bunga sebesar Reverse Repo Bank Indonesia tenor 3 bulan. Seluruh SBN ini dibeli Bank Indonesia dengan mekanisme private placement dan beban bunganya seluruhnya ditanggung Bank Indonesia.

2. Pada kelompok kebutuhan pembiayaan non-public goods UMKM dan Korporasi, Bank Indonesia berkontribusi sebesar selisih antara imbal hasil (yield) SUN dan/atau SBSN dengan beban yang ditanggung oleh Pemerintah, atau sebesar selisih antara imbal hasil (yield) SUN dan/atau SBSN dengan BI reverse repo Bank Indonesia tenor 3 bulan ditambah 1 persen. 3. Pada kelompok kebutuhan pembiayaan non-public goods lainnya, beban bunga seluruhnya

ditanggung Pemerintah sebesar imbal hasil (yield) penerbitan SUN dan/atau SBSN.

Dalam rangka penanganan Covid-19 dan pelaksanaan Program PEN, Pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar Rp695,2 triliun. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 185/PMK.02/2020 tentang Pengelolaan Anggaran Dalam Rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Program Pemulihan Ekonomi Nasional, Program PEN tersebut diklasterisasi ke dalam enam sektor, yaitu: 1) kesehatan; 2) perlindungan sosial; 3) dukungan sektoral kementerian/lembaga dan pemerintah daerah; 4) insentif usaha; 5) dukungan kepada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM); dan 6) pembiayaan korporasi. Upaya yang dilakukan Pemerintah untuk mempercepat realisasi program PEN adalah melakukan reklasterisasi agar alokasi untuk program yang kemungkinan tidak terserap dapat dimanfaatkan untuk program lainnya. Hal ini juga ditujukan agar program PEN dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat sesuai perkembangan kondisi perekonomian. Selain itu, Program PEN juga memberikan stimulus bagi dunia usaha dalam rangka melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan keberlangsungan pelaku usaha di masa pandemi Covid-19, serta mendorong akselerasi pemulihan dunia usaha.

Klaster pertama, kesehatan. Stimulus untuk penanganan di sektor kesehatan dialokasikan semula sebesar Rp87,55 triliun kemudian direklasterisasi menjadi diperkirakan Rp99,5 triliun pada 16 Desember 2020. Penggunaannya untuk penanganan dampak pandemi Covid-19 antara lain: penyediaan belanja penanganan pandemi Covid-19, insentif tenaga medis, santunan kematian tenaga medis, bantuan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi segmen Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja, pengadaan alat kesehatan, sarana dan prasarana, serta dukungan bagi Gugus Tugas Covid-19/Satuan Tugas Covid-19, dan insentif perpajakan di bidang kesehatan.

Catatan atas Laporan Keuangan – Penjelasan Umum

-45-Pemerintah memberikan stimulus berupa insentif bagi tenaga kesehatan yang berperan besar dalam penanganan pandemi Covid-19, termasuk pemberian santunan bagi para tenaga kesehatan yang gugur saat melaksanakan tugas penanganan Covid-19. Stimulus pada sektor kesehatan direncanakan juga diberikan kepada masyarakat dari kelompok ekonomi rentan berupa bantuan premi asuransi BPJS untuk pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP). Di sisi Perpajakan, Pemerintah juga memberikan insentif berupa PPN DTP serta Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI). Untuk mendorong percepatan realisasi Program PEN sektor kesehatan, Pemerintah melakukan percepatan verifikasi insentif tenaga kesehatan dan santunan kematian serta percepatan proses pengadaan alat kesehatan untuk menaikkan tingkat kesembuhan dan menurunkan tingkat kematian. Sampai dengan Desember tahun 2020, telah direalisasikan anggaran klaster kesehatan sebesar Rp62,67 triliun antara lain untuk 1,07 juta orang penerima insentif tenaga kesehatan pusat dan daerah (akumulasi pembayaran), santunan kematian bagi 194 tenaga kesehatan, penyaluran bantuan iuran JKN bagi 41,59 juta peserta, pembayaran klaim perawatan pasien Covid-19, pengadaan awal vaksin Covid-19, serta pemberian insentif perpajakan di bidang Kesehatan sebesar Rp4,05 triliun.

Klaster kedua, perlindungan sosial. Alokasi Program PEN untuk sektor perlindungan sosial semula sebesar Rp203,90 triliun kemudian direklasterisasi menjadi diperkirakan Rp230,20 triliun pada 16 Desember 2020. Penggunaannya untuk penanganan dampak pandemi Covid-19 dalam bentuk perlindungan kepada masyarakat miskin dan rentan antara lain: perluasan Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Bantuan Paket Sembako Jabodetabek, Bantuan Sosial Tunai Non-Jabodetabek, Kartu Prakerja, Diskon listrik, Bantuan Subsidi Gaji/Upah, dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa.

Pemberian stimulus pada sektor ini merupakan respon atas potensi ancaman yang besar terhadap kesejahteraan masyarakat yang dapat menurunkan konsumsi masyarakat sehingga pada akhirnya dapat melemahkan ekonomi nasional. Pemerintah melakukan perluasan dan penguatan program perlindungan sosial, khususnya pada kelompok masyarakat miskin dan rentan serta masyarakat yang berpenghasilan rendah seperti buruh bangunan, pekerja pabrik, petani, dan pedagang kecil.

Target penerima manfaat dari sektor perlindungan sosial antara lain penerima program PKH sebesar 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM), kartu Sembako sebesar 19,2 juta KPM, diskon listrik sebesar 31,40 juta rumah tangga, bantuan tunai non-Jabodetabek sebesar 9,2 juta KPM, bantuan paket sembako Jabodetabek sebesar 1,9 juta KPM, BLT Dana Desa sebesar 8 juta orang, penerima Kartu Prakerja sebesar 5,6 juta peserta, dan 12,4 juta orang penerima bantuan subsidi gaji/upah. Untuk mendorong percepatan realisasi Program PEN sektor perlindungan sosial, Pemerintah melakukan beberapa langkah antara lain: melakukan akselerasi penyelesaian data KPM pada Database Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS); perbaikan pelaksanaan Program Kartu Prakerja; penguatan peran pendampingan desa untuk mempercepat proses penyaluran BLT Dana Desa; serta percepatan inisiatif baru pada sektor perlindungan sosial, seperti subsidi gaji/upah serta subsidi kuota dalam mendukung Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Sampai dengan Desember tahun 2020, anggaran klaster perlindungan sosial telah direalisasikan sebesar Rp216,59 triliun antara lain untuk 10 juta KPM penerima manfaat PKH, 19,41 juta KPM kartu sembako, 2,2 juta KPM Paket Sembako Jabodetabek, 9,18 juta KPM BST non-Jabodetabek, 5,5 juta peserta Kartu Prakerja, 32,1 juta rumah tangga penerima diskon tarif listrik, 8 juta KPM BLT Dana Desa, dan 12,4 juta penerima bantuan subsidi gaji/upah.

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2020 (Audited)

-46- Catatan atas Laporan Keuangan – Penjelasan Umum

Klaster Ketiga, program sektoral K/L dan pemda. Alokasi Program PEN untuk sektoral K/L dan pemda semula sebesar Rp106,11 triliun kemudian direklasterisasi menjadi diperkirakan sebesar Rp67,86 triliun pada 16 Desember 2020. Program sektoral K/L dan pemda dilakukan untuk mendorong penyerapan tenaga kerja melalui kegiatan pembangunan fisik, pemberdayaan masyarakat setempat, serta perluasan alternatif pendanaan bagi pemerintah daerah dalam bentuk pinjaman PEN daerah. Penggunaannya untuk penanganan dampak pandemi Covid-19 antara lain: Program padat karya K/L, insentif perumahan, pariwisata berupa hibah ke daerah dan diskon tiket oleh K/L, Dana Insentif Daerah (DID) pemulihan ekonomi, cadangan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik, dan fasilitas pinjaman daerah.

Selanjutnya, untuk dukungan penanganan Program PEN bagi pemerintah daerah, Pemerintah telah mengalokasikan anggaran Dana Insentif Daerah (DID) Tambahan sebesar Rp5 triliun, cadangan DAK Fisik sebesar Rp7,29 triliun, serta penyediaan fasilitas Pinjaman PEN Daerah sebesar Rp20 triliun. Pinjaman PEN Daerah dapat menjadi sumber alternatif dukungan pendanaan bagi daerah, khususnya bagi daerah-daerah yang memiliki kelayakan dan mengalami dampak Covid-19 yang relatif tinggi sehingga mampu membiayai penyediaan infrastruktur prioritas daerah. Pemberian Pinjaman PEN Daerah tersebut juga sejalan dengan arah kebijakan pembiayaan dalam APBN yakni adanya pengembangan pembiayaan kreatif dan inovatif untuk mendukung countercyclical dan stabilisasi nasional dengan tetap memperhatikan skema pendanaan dan pembiayaan existing di daerah.

Sampai dengan Desember tahun 2020, anggaran klaster sektoral K/L dan Pemda telah direalisasikan sebesar Rp65,22 triliun antara lain untuk pinjaman daerah kepada 21 pemda, untuk 2,40 juta pekerja program padat karya pada Kementerian PUPR, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan; DID Pemulihan Ekonomi sebesar Rp4,96 triliun; DAK Fisik sebesar Rp7,29 triliun; Stimulus Pariwisata sebesar Rp2,90 triliun; Insentif Perumahan sebesar Rp0,48 triliun; serta Bantuan Pesantren sebesar Rp2,61 triliun. ntar

Klaster keempat, insentif usaha. Alokasi Program PEN untuk insentif usaha adalah sebesar Rp120,61 triliun. Pemberian insentif usaha tersebut dimaksudkan untuk memberikan dukungan kepada dunia usaha dalam rangka membantu dunia usaha meminimalkan terjadinya kerugian, meminimalkan terjadinya pemutusan hubungan kerja, mempertahankan daya beli para pekerja, dan menggerakkan perekonomian. Dukungan Pemerintah tersebut dilakukan dalam bentuk insentif perpajakan antara lain berupa insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP), Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BM DTP), Pembebasan Bea Masuk dan Tidak dipungut PDRI atas Impor barang dalam rangka Penanganan Pandemi Covid-19, pembebasan PPh Pasal 22 Impor, pengurangan angsuran PPh Pasal 25, pengembalian pendahuluan PPN, dan penurunan tarif PPh Badan dari 25 persen menjadi 22 persen, serta insentif lainnya berupa pembebasan ketentuan rekening minimum dan abonemen listrik bagi pelanggan golongan sosial, bisnis, dan industri. Guna mendukung realisasi program PEN sektor ini, Pemerintah senantiasa melakukan sosialisasi yang melibatkan seluruh stakeholders dan realokasi anggaran PPh Pasal 21 DTP dan BM DTP yang diperkirakan tidak akan terserap ke pos belanja. Sampai dengan Desember tahun 2020, anggaran klaster sektoral insentif usaha telah direalisasikan sebesar Rp58,38 triliun.

Pemberian insentif fiskal dan prosedural juga diberikan bagi percepatan penanganan pandemi Covid-19 dengan pemberian fasilitas pembebasan Bea Masuk dan PDRI atas impor alat kesehatan dengan total nilai barang impor sebesar Rp 12,25 triliun, terdiri dari masker, Rapid Test, PCR Test, APD, VTM, ventilator, obat-obatan, dan lain-lain. Pemberian fasilitas fiskal ini diberikan kepada 1.814 entitas terdiri dari Yayasan, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perseorangan dan Swasta. Dengan adanya insentif ini, negara mampu memenuhi kebutuhan alat kesehatan