• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEREKONOMIAN INDONESIA Pertumbuhan

PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH

Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2020 tumbuh negatif di tengah-tengah kontraksi ekonomi dunia.

Pendapatan Negara dan Hibah mengalami kontraksi, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal tersebut sebagai dampak penurunan aktivitas perekonomian baik global maupun domestik serta pemberian insentif bagi dunia usaha termasuk UMKM dalam menghadapi Pandemi COVID-19. Pandemi COVID-19 dialami oleh banyak negara secara global dan berdampak sangat masif di seluruh belahan dunia terutama pada penurunan aktivitas ekonomi global secara signifikan akibat respon kebijakan physical distancing. Kondisi extraordinary ini secara langsung memengaruhi produksi, permintaan dan supply chain hingga menjadi penyebab utama kontraksi ekonomi di dunia. Pada publikasi Global Economic Prospects (Januari 2021), Bank Dunia mengestimasi perekonomian global pada Tahun 2020 mengalami kontraksi bahkan melebihi angka kontraksi perekonomian dunia akibat krisis finansial global pada tahun 2009. Estimasi tersebut mengalami perbaikan pada akhir tahun 2020 seiring dengan pemulihan ekonomi negara-negara maju yang lebih cepat dibandingkan perkiraan. Hal ini ditandai oleh perkembangan aktivitas ekonomi global, tercermin dari perbaikan Purchasing Manager Index (PMI) Manufaktur global yang berlanjut ke level ekspansi.

Dinamika perekonomian dan volatilitas pasar keuangan global relatif semakin stabil hingga menuju penghujung tahun 2020, sehingga berdampak positif terhadap capital flow pada emerging market. Tingkat inflasi yang selalu terjaga pada level rendah, disertai nilai tukar Rupiah yang tetap terkendali di tengah-tengah tren penguatan dolar Amerika Serikat dan guncangan pasar keuangan, menjadi faktor pendukung terwujudnya komitmen Pemerintah untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional. Berbagai guncangan yang terjadi di dalam maupun luar negeri disertai kondisi ketidakpastian harga komoditas dunia yang terjadi sejak awal tahun hingga Triwulan IV 2020, pada akhirnya telah memberikan tekanan yang kuat pada kinerja realisasi pendapatan negara secara kumulatif Tahun 2020.

Dalam upaya penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional, Pemerintah mengoptimalkan kebijakan pada penerimaan Perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebagai salah satu instrumen utama dalam kebijakan fiskal. Kebijakan tersebut dilaksanakan antara lain melalui pemberian insentif berupa fasilitas pajak, insentif kepabeanan atas barang dan jasa yang digunakan untuk keperluan penanganan pandemi COVID-19, serta insentif perpajakan untuk dunia usaha (termasuk UMKM). Bentuk insentif perpajakan berupa PPh 21 Ditanggung Pemerintah (DTP), pembebasan PPh 22 Impor, pengurangan Angsuran PPh 25, pengembalian Pendahuluan PPN, penurunan tarif PPh Badan dan pemberian insentif PPh Final UMKM DTP, pembebasan Bea Masuk dan Bea Masuk Ditanggung Pemerintah, perluasan pembebasan cukai Ethyl Alkohol, serta fasilitas prosedural seperti pengecualian larangan ekspor alat kesehatan, relaksasi penjualan lokal Kawasan Berikat, hingga relaksasi pelunasan cukai. Selain itu, bentuk relaksasi PNBP yang diberikan meliputi relaksasi penyerahan Surat Keterangan Asal, pengenaan tarif sampai dengan Rp0, pemberian keringanan, dan pengaturan batas waktu jatuh tempo.

Kontraksi dialami oleh hampir seluruh komponen Penerimaan Pajak pada tahun 2020 kecuali pada komponen Penerimaan Cukai dan Bea Keluar seiring dengan aktivitas ekonomi yang masih melambat dibanding periode yang sama tahun lalu (y-on-y). Namun demikian, optimisme peningkatan aktivitas ekonomi sudah mulai dapat diprediksi dari kondisi bounce back aktivitas ekonomi yang tercermin dari Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto periode Triwulan III dan Triwulan IV Tahun 2020 (q-to-q) yang menunjukkan angka positif. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, memasuki triwulan III hingga penghujung Tahun 2020, penerimaan pajak baik triwulanan (q-to-q) maupun bulanan (m-to-m) relatif telah menunjukkan tren positif.

Catatan atas Laporan Keuangan – Penjelasan Umum

-55-Di sisi lain, program reformasi administrasi perpajakan dan reformasi pelayanan masih terus berlanjut, seperti penerapan PPN Produk Digital Luar Negeri dan penerapan Aplikasi e-Bupot 23/26 yang telah dimulai sejak pertengahan tahun 2020. Selain reformasi yang diterapkan pada sisi administrasi, reformasi perpajakan juga dilaksanakan untuk meningkatkan pendanaan investasi melalui penerapan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan menurun secara bertahap dan penerapan tarif pajak lebih rendah terhadap Wajib Pajak Go Public.

Kinerja besaran total PNBP mengalami kontraksi dibandingkan tahun 2019 secara umum disebabkan oleh faktor-faktor eksternal, kecuali pendapatan BLU yang mengalami pertumbuhan positif. Pendapatan SDA Migas terkontraksi paling dalam pada PNBP terutama disebabkan menurunnya realisasi harga minyak mentah Indonesia (ICP) dan Lifiting Migas. Sedangkan PNBP SDA Non migas mengalami kontraksi disebabkan turunnya realisasi Harga Batu Bara Acuan (HBA) dan produksi batu bara nasional. Sepanjang tahun 2020 dilakukan perbaikan pada tata kelola PNBP secara terus-menerus terutama melalui penyempurnaan regulasi berupa penyelesaian dan penetapan beberapa peraturan pemerintah turunan UU Nomor 9 Tahun 2018 tentang PNBP, serta peraturan pelaksanaan dalam bentuk penyusunan peraturan menteri keuangan maupun menteri teknis.

Selanjutnya, kinerja pendapatan kekayaan negara dipisahkan mengalami kontraksi cukup dalam terutama berasal dari dividen BUMN akibat merespon dampak pandemi yang berpengaruh pada menurunnya aktivitas ekonomi dan sosial di masyarakat. PNBP Lainnya terutama PNBP yang berasal dari Layanan Kementerian/Lembaga mengalami kontraksi dibandingkan 2019 disebabkan dampak pandemi yang memengaruhi menurunnya volume layanan di Kementerian/Lembaga. Selain itu pendapatan dari minyak mentah (DMO) dan penjualan hasil tambang juga mengalami kontraksi yang cukup dalam. Berbanding terbalik dengan komponen-komponen sebelumnya, pendapatan BLU tumbuh positif terutama disebabkan peningkatan pendapatan dari dana perkebunan kelapa sawit. Sementara itu Penerimaan Hibah mengalami pertumbuhan yang signifikan dibandingkan tahun 2019 terutama disebabkan penerimaan hibah dalam negeri langsung terkait penyelenggaraan Pilkada Serentak tahun 2020.

Realisasi

Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2020 mencapai Rp1.647,78 triliun.

Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah tahun 2020 mencapai Rp1.647,78 triliun atau mengalami kontraksi sebesar 15,96 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya dengan persentase realisasi sebesar 96,93 persen terhadap target Perpres 72 Tahun 2020. Kontraksi dialami oleh seluruh komponen Pendapatan Negara dan Hibah pada Tahun 2020 kecuali pada Penerimaan Hibah dan Pendapatan BLU yang tumbuh positif di tengah melambatnya kegiatan ekonomi akibat pandemi COVID-19. Penerimaan Pajak sebagai sumber terbesar Pendapatan Negara dan Hibah mengalami kontraksi paling dalam pada Tahun 2020. Namun demikian, pertumbuhan penerimaan pajak bruto mulai berangsur-angsur pulih dan membentuk tren positif. Kontraksi yang dialami oleh penerimaan bruto hingga bulan Juli 2020 sebagai dampak pemberlakuan PSBB, mulai mengalami perbaikan pada bulan Agustus 2020 dengan laju pertumbuhan positif, kemudian melanjutkan tren positif hingga akhir tahun 2020.

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2020 (Audited)

-56- Catatan atas Laporan Keuangan – Penjelasan Umum

Tabel 8. Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah Tahun Anggaran 2020 dan 2019 (dalam triliun Rupiah)

Uraian Tahun 2020 (Audited) Tahun 2019 (Audited) % Kenaikan/ (Penurunan)* I. Penerimaan Perpajakan 1.285,14 1.546,14 (16,88%)

1. Pajak Dalam Negeri 1.248,42 1.505,09 (17,05%)

2. Pajak Perdagangan Internasional 36,72 41,05 (10,55%)

II. PNBP 343,81 408,99 (15,94%)

1. Penerimaan SDA 97,23 154,90 (37,23%)

2. Pendapatan dari Kekayaan Negara

Dipisahkan 66,08 80,73 (18,14%)

3. PNBP lainnya 111,20 124,50 (10,69%)

4. Pendapatan BLU 69,31 48,87 41,82%

III. Penerimaan Hibah 18,83 5,50 242,58% Jumlah Pendapatan Negara dan Hibah 1.647,78 1.960,63 (15,96%)

Sumber: Kementerian Keuangan

*) Jika terdapat perbedaan angka di belakang koma disebabkan oleh perbedaan satuan yang digunakan.

Realisasi Penerimaan Perpajakan Tahun 2020 sebesar Rp1.285,14 triliun.

Penerimaan perpajakan Tahun 2020 mencapai Rp1.285,14 triliun atau mengalami pertumbuhan negatif 16,88 persen, mencapai realisasi 91,50 persen terhadap target. Tekanan penerimaan pajak semakin dalam seiring dengan menurunnya kondisi perekonomian yang merupakan basis pemajakan (tax base), antara lain diakibatkan oleh (i) dampak pandemi COVID-19, (ii) antisipasi penyebaran COVID-19 seperti bentuk PSBB dan instruksi bekerja/bersekolah dari rumah (WFH/SFH), serta (iii) dampak peran penerimaan pajak dalam mendukung kebijakan fiskal countercyclical melalui pemberian insentif perpajakan yang digulirkan oleh Pemerintah dalam rangka menjaga stabilitas dan pemulihan ekonomi. Penerimaan perpajakan mengalami kontraksi pada hampir seluruh bagian, baik pada pendapatan pajak dalam negeri maupun pajak perdagangan internasional. Tekanan perpajakan paling dalam terutama dirasakan pada bulan Mei 2020, meskipun kemudian terdapat perbaikan pada bulan Juni 2020. Selanjutnya, penerimaan perpajakan sempat mengalami tren melandai pada bulan Juli 2020 akibat pengetatan kembali pembatasan sosial dan mengalami peningkatan moderat pada bulan Agustus, September dan Oktober 2020. Hal ini terjadi seiring mulai dilonggarkannya PSBB dan dimulainya fase Adaptasi Kebiasaan Baru (New Normal), disertai mulai membaiknya ekonomi negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Adanya perbaikan kondisi ekonomi eksternal dan internal, tercermin juga dari peningkatan penerimaan perpajakan secara gradual pada bulan November dan Desember 2020.

Penurunan Pendapatan Perpajakan dengan nominal terbesar antara lain terjadi pada pendapatan PPh Pasal 25/29 Badan, PPN Dalam Negeri, PPN Impor, PPh Pasal 22 Impor, PPh Migas dan PPh Final. Kontraksi pada PPh Pasal 25/29 Badan dipicu oleh (1) menurunnya profitabilitas tahun 2019 yang menjadi dasar perhitungan angsuran masa tahun 2020, (2) pemanfaatan fasilitas insentif perpajakan dalam bentuk pengurangan angsuran masa PPh Pasal 25 sebesar 50 persen, serta (3) penurunan tarif PPh Badan dari 25 persen menjadi 22 persen. Jenis pajak atas impor pada seluruh komponen menunjukkan kontraksi seiring dengan perlambatan aktivitas ekspor-impor Indonesia. Tekanan terhadap pajak atas impor bersumber dari penurunan kegiatan impor atas barang konsumsi, bahan baku dan penolong serta barang modal. Kebijakan Pemerintah berupa pemberian insentif pembebasan PPh Pasal 22 Impor juga menjadi salah satu sumber kontraksi paling dalam. Demikian juga PPN Impor mengalami kontraksi antara lain karena didorong oleh pemanfaatan fasilitas insentif pembebasan PPN Impor yang hanya diberikan untuk impor alat kesehatan dalam rangka penanganan COVID-19.

Catatan atas Laporan Keuangan – Penjelasan Umum

-57-Faktor yang memengaruhi kontraksi PPh Final berasal dari penurunan setoran atas bunga deposito sebagai akibat rendahnya tingkat suku bunga berdasarkan penetapan BI 7-Day Reverse Repo Rate pada level 3,75 persen, penurunan Jasa Konstruksi serta persewaan dan pengalihan tanah/bangunan seiring dengan penurunan suku bunga. Penurunan PPh Final juga bersumber dari penurunan aktivitas konstruksi, perlambatan permintaan properti (PP23/2018) yang juga mengalami penurunan akibat perlambatan aktivitas ekonomi serta pemberian fasilitas insentif PPh Final Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk UMKM. Di sisi lain, PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi merupakan salah satu pajak yang masih tumbuh positif, hal ini menunjukkan masih adanya ruang untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. PPh Pasal 21 mengalami kontraksi terhadap periode yang sama tahun lalu disebabkan oleh belum pulihnya serapan tenaga kerja dan aktivitas produksi utamanya terjadi pada sektor-sektor yang terdampak langsung oleh pandemi COVID-19 serta pemanfaatan insentif fiskal PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP). Tekanan pada PPh 21 sempat terjadi pada bulan Mei 2020, namun mengalami perbaikan pada bulan Juni 2020 terutama karena dipengaruhi adanya pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) tahun 2020. Perbaikan tren pertumbuhan PPh 21 yang terus berlanjut hingga bulan September 2020 disebabkan oleh kenaikan pembayaran masa PPh 21 atas pemberian tantiem kepada pegawai di bulan September 2020.

PPN Dalam Negeri mengalami kontraksi terhadap periode yang sama tahun lalu seiring masih melambatnya transaksi jual-beli Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak serta meningkatnya restitusi akibat pemanfaatan fasilitas insentif perpajakan dalam bentuk pengembalian pendahuluan PPN. Meski demikian, penerimaan bruto PPN Dalam Negeri bulanan menunjukkan perbaikan secara gradual sejak bulan Juni 2020 sejalan dengan perbaikan indikator ritel, meskipun pada September 2020 kembali mengalami tekanan seiring dengan pemberlakuan kembali PSBB di sejumlah wilayah. Peningkatan restitusi PPN Dalam Negeri yang tinggi memiliki andil yang sangat besar menjadi penyebab terkontraksinya PPN Dalam Negeri.

Hampir seluruh penerimaan berdasarkan sektor utama pada Tahun 2020 mengalami kontraksi namun cenderung membaik seiring dengan pulihnya aktivitas ekonomi, ditandai oleh membaiknya penerimaan yang bersumber dari sebagian besar sektor dominan penerima pajak pada triwulan IV. Kontraksi Penerimaan Pajak pada triwulan I utamanya dipengaruhi oleh sektor-sektor yang berkaitan langsung dengan aktivitas ekspor-impor dan perdagangan internasional seperti sektor industri pengolahan, sektor perdagangan dan sektor pertambangan. Pada triwulan kedua, terutama pada bulan April dan Mei, perluasan pembatasan sosial menyebabkan tekanan lanjutan pada sektor transportasi dan pergudangan. Pelemahan konsumsi juga terlihat dari adanya tekanan pada sektor industri pengolahan yang merupakan sektor dengan kontribusi terbesar sehingga memberikan tekanan atas penerimaan PPN Dalam Negeri. Pada triwulan IV, perbaikan aktivitas ekonomi terus membaik setelah mengalami pembalikan arah (turning point) pada triwulan III. Hal ini ditandai oleh peningkatan indikator PMI hingga berada di atas batas threshold yang menggambarkan kondisi produksi, permintaan dan penjualan mengalami peningkatan. Sementara itu, sektor yang paling terdampak dengan adanya pandemi COVID-19 adalah kinerja sektor pariwisata secara nasional yang juga dialami oleh berbagai negara lain.

Pendapatan cukai masih mampu mengalami pertumbuhan positif di tengah Pandemi COVID-19. Pendapatan Cukai Hasil Tembakau (CHT) dan Cukai Ethyl Alkohol (EA) mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Cukai Hasil Tembakau sebagai sumber penerimaan cukai terbesar sekaligus menyumbangkan porsi kontribusi yang cukup besar terhadap Penerimaan Negara yang mencapai 10,33 persen, mengalami pertumbuhan signifikan di sepanjang periode tahun 2020 di tengah perlambatan komponen penerimaan yang lain. Kinerja positif tersebut didorong oleh efektivitas pengawasan atas peredaran hasil tembakau ilegal dan kebijakan penyesuaian tarif cukai.

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2020 (Audited)

-58- Catatan atas Laporan Keuangan – Penjelasan Umum

Penerimaan cukai EA juga mengalami peningkatan signifikan karena meningkatnya permintaan EA sebagai bahan baku keperluan medis maupun sanitasi. Sebaliknya, penerimaan cukai MMEA mengalami tekanan atau penurunan dibandingkan periode yang sama tahun lalu karena adanya penurunan produksi yang terjadi sejak bulan April 2020 serta terdampak kebijakan pembatasan sosial (PSBB) yang menekan konsumsi MMEA dalam negeri.

Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional Tahun 2020 masih dipengaruhi oleh kondisi eksternal maupun internal, penurunannya dipengaruhi oleh komponen penerimaan Bea Masuk (BM) dan Bea Keluar (BK). Secara kumulatif BM mengalami tekanan atau tumbuh negatif, sedangkan BK mampu tumbuh positif. Kenaikan aktivitas ekspor-impor yang terjadi sejak bulan Juni hingga Desember 2020, berdasarkan catatan angka pada Neraca Perdagangan Indonesia, belum dapat mendongkrak kinerja ekspor-impor nasional secara kumulatif yang masih berada pada zona negatif disebabkan belum pulihnya faktor eksternal. Penerimaan BM juga masih mengalami tekanan sejak awal tahun merupakan dampak dari aktivitas impor nasional yang masih mengalami tekanan. Meskipun pada bulan Juli terdapat kenaikan aktivitas ekspor, namun kembali melambat pada bulan Agustus sehingga secara kumulatif kinerja ekspor impor nasional pada tahun 2020 masih berada pada zona negatif. Dari sisi internal, kebijakan pembatasan ekspor pada komoditas tertentu seperti pada nikel yang diterapkan sejak akhir tahun 2019, cukup memberikan tekanan pada penerimaan BK. Namun demikian, membaiknya harga komoditas dan meningkatnya permintaan dari negara tujuan ekspor utama di triwulan terakhir tahun 2020, terutama produk kelapa sawit (CPO) dan tembaga, memberi pengaruh positif pada penerimaan. BK mampu tumbuh terutama pada Sektor Pertambangan didorong peningkatan volume ekspor tembaga dan bauksit, serta penerimaan extra effort tembaga. Selain itu kinerja BK di Sektor Industri Pengolahan, Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, serta Sektor Pertanian dan Perkebunan juga tumbuh, didorong ekpor CPO dan biji kakao yang meningkat. Realisasi PNBP

Tahun 2020 sebesar Rp343,81 triliun.

Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada Tahun 2020 mencapai Rp343,81 triliun atau turun 15,94 persen dibandingkan realisasi tahun 2019. Namun demikian, dari sisi capaian kinerja, realisasi PNBP tahun 2020 tersebut mencapai 116,89 persen dari target APBN-Perpres 72 Tahun 2020. Realisasi PNBP yang melebihi target terutama berasal dari realisasi harga komoditas yang lebih tinggi dari asumsi yang ditetapkan, adanya penerimaan yang tidak diperkirakan dan kenaikan PNBP dari hasil pungutan ekspor pada BLU Sawit. Sedangkan penurunan PNBP Tahun 2020 terhadap periode sebelumnya bersumber dari menurunnya Penerimaan SDA sebesar Rp57,67 triliun atau 37,23 persen, menurunnya Pendapatan dari Kekayaan Negara Dipisahkan (KND) sebesar Rp14,65 triliun atau 18,14 persen dan menurunnya PNBP Lainnya sebesar Rp13,30 triliun atau 10,69 persen. Secara nominal, penurunan nominal SDA terbesar dikontribusikan oleh berkurangnya pendapatan minyak bumi yang mencapai Rp38,75 triliun. Dari SDA Non Migas khususnya Minerba, koreksi pendapatan juga terjadi pada Iuran Produksi Mineral dan Batu Bara, sedangkan hal sebaliknya terjadi pada komoditas emas, perak, nikel dan komoditas lainnya di mana iuran atas kegiatan pertambangan justru mengalami peningkatan.

Penurunan realisasi penerimaan SDA minyak bumi dan gas bumi disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain (1) penurunan rata-rata ICP secara signifikan, dan (2) penurunan rata-rata lifting minyak bumi dan gas bumi. Sementara itu, lebih rendahnya penerimaan PNBP SDA Non Migas juga dipicu oleh beberapa faktor. Penurunan PNBP pertambangan minerba disebabkan oleh melemahnya rata-rata Harga Batu Bara Acuan (HBA) dan berkurangnya volume produksi batu bara. Turunnya PNBP sektor kehutanan lebih didorong oleh berkurangnya volume produksi kayu dari hutan alam. Di sisi lain, PNBP sektor perikanan mengalami pertumbuhan sebesar 15,08 persen karena adanya

Catatan atas Laporan Keuangan – Penjelasan Umum

-59-percepatan proses pengajuan perizinan perikanan tangkap dari semula 14 hari menjadi 1 jam sehingga menambah jumlah kapal yang mengajukan perizinan.

Penerimaan negara dari Pendapatan Kekayaan Negara yang Dipisahkan (KND) pada Tahun 2020 tercatat sebesar Rp66,08 triliun atau turun sebesar 18,14 persen. Penurunan tersebut disebabkan oleh turunnya setoran dividen BUMN karena kondisi pandemi COVID-19 dan penurunan dari sisa surplus Bank Indonesia pada tahun 2020. Turunnya setoran dividen BUMN disebabkan antara lain karena kebijakan untuk menambah porsi laba ditahan sebagai antisipasi dampak pandemi COVID-19 serta adanya kebijakan holding bidang asuransi pada BUMN nonbank. Sedangkan, setoran sisa surplus Bank Indonesia pada tahun 2020 sebesar Rp21,48 triliun mengalami penurunan 28,61 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Realisasi penerimaan dari PNBP Lainnya pada Tahun 2020 mengalami penurunan sebesar Rp13,30 triliun atau 10,69 persen terhadap periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan terbesar secara nominal bersumber dari penurunan Pendapatan Penjualan Hasil Tambang Batu Bara, penurunan Pendapatan Penjualan dari Kegiatan Hulu Migas, dan penurunan hampir di seluruh komponen PNBP layanan pada Kementerian/Lembaga.

Di sisi lain, Penerimaan dari Pendapatan Badan Layanan Umum (BLU) pada Tahun 2020 mengalami pertumbuhan signifikan yaitu meningkat sebesar Rp20,44 triliun atau 41,82 persen terhadap periode yang sama tahun lalu. Kinerja pertumbuhan realisasi pendapatan BLU yang positif tersebut utamanya disumbang oleh peningkatan pendapatan dari Dana Perkebunan Kelapa Sawit sebesar Rp20,26 triliun, dan peningkatan Pendapatan Jasa Pelayanan Rumah Sakit sebesar Rp1,11 triliun.

Realisasi

Penerimaan Hibah Tahun 2020 Rp18,83 triliun.

Sepanjang Tahun 2020 realisasi pendapatan hibah mencapai Rp18,83 triliun. Penerimaan tersebut tumbuh sebesar 242,58 persen atau Rp13,34 triliun lebih tinggi apabila dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Realisasi penerimaan hibah tahun 2020 tersebut terutama dipengaruhi oleh pendapatan hibah dalam negeri langsung dari Pemerintah Daerah terkait penyelenggaraan Pilkada tahun 2020.