• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Lansia

2.1.1 Pengertian Lansia

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 mengenai kesejahteraan lanjut usia, lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas dengan dua kategori, yaitu: lansia usia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa, dan lansia tidak potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya tergantung pada orang lain. Sedangkan menurut WHO (2014), definisi umum lansia adalah seseorang yang telah memasuki usia 50 tahun keatas

Menurut Gorman (2000, dalam WHO, 2014), proses penuaan merupakan realitas biologis yang memiliki dinamika tersendiri, sebagian besar diluar kontrol manusia. Namun, hal ini juga merupakan bagaimana sebuah budaya atau komunitas mengkonstruksikan lansia. Usia 60 atau 65 tahun, usia rata-rata masa pensiun di negara-negara maju dan berkembang, diartikan sebagai permulaan dari masa tua. Definisi lainnya adalah berkaitan dengan peran yang dilekatkan dengan orang tua, yang dalam beberapa kasus, hilangnya peran yang mengikuti penurunan fungsi fisik yang merupakan definisi yang signifikan dari masa tua. Kemudian, masa tua dalam banyak negara berkembang terlihat dimulai ketika kontribusi aktif dalam masyarakat sudah tidak mungkin dapat dicapai (Gorman, 2000 dalam WHO, 2014).

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan kategori lansia berdasarkan UU No. 13 tahun 1998 mengenai Kesejahteraan Lanjut Usia, yaitu lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang telah berusia 60 tahun keatas.

2.1.2 Karakteristik Lansia

Santrock (2002) menyatakan masa dewasa akhir (lansia) dimulai pada usia 60-an dan diperluas sampai sekitar usia 120 tahun, dan memiliki rentang kehidupan yang paling panjang dalam periode perkembangan manusia—50 sampai 60 tahun. Kombinasi antara panjangnya masa kehidupan dengan peningkatan dramatis orang dewasa yang hidup menuju usia tua telah membawa peningkatan perhatian pada perbedaan periode masa dewasa akhir (Santrock, 2002).

Peneliti sosial yang fokus mengenai penelitian tentang penuaan mengemukakan terdapat tiga kelompok dewasa akhir (lansia): lansia “muda” (young old), lansia “tua” (old old), dan lansia “lanjut” (oldest old). Secara kronologis, lansia muda merujuk pada lansia yang berusia 65 sampai 74, yang biasanya lebih aktif dan bersemangat. lansia tua memiliki rentang usia 75-84 tahun. Sedangkan lansia lanjut memiliki rentang usia 85 tahun keatas dan biasanya lebih rapuh dan memiliki kesulitan untuk beraktifitas dalam kegiatan sehari-hari (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Suzman, Wilis & Manton (1992 dalam Santrock, 2002) menyatakan orang tua muda ialah seseorang yang masih berada di usia 60 tahun, sedangkan orangtua berusia lanjut merupakan seseorang yang telah berusia 85 tahun keatas.

Orangtua lanjut lebih banyak kemungkinannya wanita, dan mereka memiliki angka morbiditas yang lebih tinggi dan jauh lebih besar mengalami ketidakmampuan dibandingkan orang tua yang lebih muda (Suzman, Wilis & Manton, 1992 dalam Santrock, 2002) . Hampir di seluruh dunia, wanita hidup lebih lama dibandingkan laki-laki (Kinsella & Phillips, 2005 dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Hal ini dihubungkan dengan kecenderungan mereka untuk lebih merawat dirinya sendiri dan mencari perawatan kesehatan, tingkat dukungan sosial yang lebih tinggi, peningkatan status sosioekonomi wanita yang meningkat dalam satu dekade terakhir, dan tingkat kematian pria yang lebih tinggi selama masa hidup (Gordman & Read, 2007 dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009).

Menurut Erikson (1963, dalam Hoyer & Roodin, 2003), dalam tahun-tahun terakhirnya, lansia memasuki fase ego integrity vs. despair. Beberapa orang tua mengembangkan perasaan positif mengenai masa lalu mereka dan melihat bahwa kehidupan mereka penuh arti dan memuaskan (ego integrity). Namun, beberapa orang tua melihat masa lalunya dengan kepahitan atau ketidakpuasan. Beberapa juga merasa bahwa mereka tidak dapat menciptakan kehidupan yang mereka inginkan untuk dirinya sendiri, atau menyalahkan orang lain mengenai rasa tidak puasnya (despair).

Hurlock (1981) menyatakan tugas-tugas perkembangan di masa tua lebih berkaitan dengan kehidupan personal mereka dibandingkan orang lain. Orang tua diharapkan untuk dapat beradaptasi dengan kekuatan dan kesehatan yang menurun. Hal ini menandakan perubahan peran yang mereka terapkan di dalam lingkungan rumah dan diluar. Mereka juga diharapkan untuk menemukan aktifitas-aktifitas sebagai pengganti pekerjaan yang mereka lakukan pada saat masih muda. Mempertemukan kewajiban sosial dan sipil sangat sulit dilakukan oleh lansia karena kesehatan yang melemah dan berkurangnya penghasilan karena masa pensiun. Sebagai hasilnya, mereka seringkali dipaksa untuk tidak aktif secara sosial.

Anak yang sudah besar akan lebih melibatkan diri pada masalah vokasional dan keluarganya sendiri, jadi lansia akan mengalami berkurangnya ikatan. Hal ini berarti bahwa mereka harus menemukan ikatan lain dengan rekan sesama usianya jika mereka ingin menghindari rasa kesepian ketika kontaknya dengan dunia luar terputus

akibat pensiun dan karena mereka sedikit demi sedikit mengurangi kontak dengan komunitas sosial.

Perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada masa lansia menurut Hurlock (1981) adalah sebagai berikut:

a. Perubahan penampilan

Tanda-tanda penuaan yang paling mencolok adalah adanya perubahan terutama pada bagian wajah. Walaupun wanita dapat memakai kosmetik untuk menutupi tanda-tanda penuaan, banyak yang tidak dapat ditutupi tetapi bagian tubuh lain bisa. Tangan juga dapat menunjukkan usia seseorang. Seperti wajah, tangan juga menua lebih cepat daripada bagian tubuh yang lain dan tidak terlalu bisa dikamuflase.

b. Perubahan-perubahan internal

Walaupun perubahan-perubahan internal (di dalam tubuh) tidak terlihat, perubahan tersebut yang paling sering dialami. Perubahan pada tulang karena mengerasnya tulang, kurangnya asupan mineral, dan modifikasi struktur tulang. Akibatnya, tulang menjadi rapuh dan mudah mengalami fraktur atau patah, dan hal tersebut lebih sulit untuk disembuhkan seiring usia bertambah. Saluran pencernaan juga berubah pada usia tua. Terdapat penurunan fungsi beberapa organ dalam, diantaranya limpa, hati, testis, jantung, paru-paru, pankreas, dan ginjal. Mungkin yang paling dirasakan dan dialami adalah perubahan pada

jantung. Sistem gastrointestinal, sistem urin dan organ berotot lunak adalah organ yang tidak terlalu mengalami perubahan karena usia lanjut.

c. Perubahan-perubahan sensorik

Seluruh organ fungsi penginderaan mengalami penurunan fungsi pada usia lanjut. Bagaimanapun juga, perubahan sensorik adalah perubahan yang relatif lama prosesnya pada sebagian besar kasus, sehingga individu memiliki kesempatan untuk beradaptasi pada perubahan tersebut. Contohnya kacamata dan alat bantu dengar yang dapat membantu pengelihatan dan pendengaran yang menurun. d. Perubahan-perubahan kemampuan motorik

Sebagian besar lansia menyadari bahwa mereka bergerak lebih lambat dan kurang terkoordinasi dari sebelumnya. Perubahan dalam fungsi motorik ini termasuk penurunan kekuatan dan energi yang merupakan kompensasi yang normal dari perubahan fisik yang berhubungan dengan usia tua; kurangnya irama gerak otot; kekakuan sendi; dan tremor pada tangan, lengan, kepala, dan dagu. Bagaimanapun juga, walaupun mereka sedang dalam kondisi yang fit dan memiliki motivasi yang kuat, beberapa individu masih berharap kemampuan motorik mereka dapat kembali seperti saat mereka muda. Perubahan motorik ini memiliki efek yang penting dalam adaptasi personal dan sosial.

e. Perubahan-perubahan dalam kemampuan mental

Para pakar psikologi, dari penelitian-penelitian yang mereka lakukan, telah menyatakan beberapa kepercayaan bahwa dengan adanya penurunan fungsi beberapa area tubuh, hal tersebut mungkin dapat mempengaruhi penurunan fungsi

mental juga. Penyebabnya antara lain keadaan fisik yang memburuk yang juga diikuti oleh kondisi mental yang menurun dan kurangnya stimulasi dari lingkungan. Penelitian menunjukkan bahwa lansia dengan kemampuan inteligensi yang tinggi memiliki resiko yang rendah dalam penurunan funsi mental daripada orang dengan inteligensi yang rendah.

f. Perubahan-perubahan minat personal

Semakin bertambahnya usia, seseorang menjadi lebih memusatkan perhatian pada dirinya sendiri. Mereka mungkin akan menjadi lebih egosentris dan berpusat pada diri sendiri sehingga mereka hanya memikirkan dirinya sendiri daripada orang lain dan cenderung tidak mempedulikan minat dan keinginan orang lain. Bahkan ketika mereka berada dalam kondisi kesehatan yang baik, lansia cenderung terlalu perhatian pada kesehatannya. Mereka cenderung mudah mengeluh mengenai kesehatannya. Mereka juga sering menunjukkan perhatiannya pada dirinya sendiri dengan cara membicarakan masa lalunya terus menerus, berharap untuk ditunggu, dan selalu ingin menjadi pusat perhatian. Pemusatan pada diri sendiri tersebut menimbulkan kesan sikap yang kurang menyenangkan pada lansia.

2.1.4 Death Anxiety pada Lansia

Melihat death anxiety pada lansia yang mengacu pada teori perkembangan psikososial, fase kedua akhir (generativity vs stagnation) muncul ketika seseorang menyadari dekatnya kematian dan fase tersebut akan terselesaikan jika seseorang mampu berkontribusi terhadap perkembangan generasi berikutnya, dan death anxiety

akan muncul jika seseorang tidak mampu melakukannya. Fase final dari kehidupan manusia (integrity vs. despair), tercapai jika seseorang mampu melihat dirinya secara keseluruhan dan mampu mengingat masa lalu tanpa rasa bersalah. Hal tersebut memunculkan ketakutan terhadap kematian yang rendah, sedangkan penyesalan terhadap kesalahan yang dilakukan di masa lalu serta kesempatan-kesempatan yang tidak diambil dulu dapat berakhir pada tingginya tingkat death anxiety (Erikson, 1963; Labouvie-Vief, 1982; Cicirelli, 2002).

Hoyer dan Roodin (2003) mengemukakan, seperti halnya kecemasan yag merupakan emosi yang normal, kecemasan yang berhubungan dengan kematian juga merupakan suatu hal yang normal. Banyak penelitian lanjutan dari death anxiety dalam populasi nonklinis. Penemuan-penemuan dari penelitian Kastenbaum (2000) adalah sebagai berikut:

1. Sebagian besar responden dalam sebuah komunitas tidak menunjukkan tingkat death anxiety yang tinggi.

2. Wanita menunjukkan tingkat death anxiety yang lebih tinggi dibandingkan pria.

3. Dalam penelitian lintas budaya, orang dengan usia yang lebih tua pada umumnya tidak menunjukkan tingkat death anxiety yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang usianya lebih muda walaupun mereka lebih dekat dengan kematian itu sendiri.

4. Tingkat pendidikan dan status sosial-ekonomi yang lebih tinggi berhubungan dengan tingkat death anxiety yang lebih rendah.

5. Tingkat religiusitas yang tinggi dan partisipasi dalam praktek religius tidak berhubungan dengan tingkat death anxiety yang lebih rendah. Kastenbaum (2000) juga menyatakan bahwa tingkat death anxiety yang sebagian besar dirasakan oleh individu dalam kehidupan sehari-harinya mungkin dapat meningkat secara dramatis ketika individu mengalami periode stres atau ancaman, seperti masalah kesehatan, penyakit, atau kematian orang terdekatnya.

Pada umumnya, orang lanjut usia tidak terlalu merasa cemas terhadap kematian dibandingkan dengan orang pada usia yang lebih muda (Bengston, Cuellar, & Ragan, 1975 dalam Papalia et al., 2007). Kesadaran akan kematian meningkat seiring bertambahnya usia, tetapi orang yang lebih tua menunjukkan penerimaan yang lebih tinggi daripada individu pada usia yang lebih muda atau pertengahan (Woodruff-Pak, 1988 dalam Hoyer dan Roodin, 2003). Mereka lebih cenderung menggunakan strategi coping emosional. Dari tahun ke tahun, selama mereka mengalami kehilangan teman-teman terdekat dan kerabatnya, mereka secara perlahan menata pemikiran dan perasaannya untuk dapat menerima kenyataan mengenai kematian.

Kemunduran fisik dan masalah-masalah lain pada masa lanjut usia mungkin dapat mengurangi kenikmatan seseorang dalam menjalani hidupnya. Namun sebaliknya, ketika 414 pasien rumah sakit yang berusia 80-90 ditanya berapa lama

waktu yang akan mereka tukar jika mereka ditawarkan untuk menukarnya dengan kesembuhan dan hidup yang sehat, 2 dari 3 orang tidak ingin memberikan lebih dari sebulan masa hidupnya (Tsevat et al., 1998 dalam Papalia et al., 2007). Menurut Erikson, orang-orang di masa lanjut usia harus menghadapi fase kedelapan dari perkembangan manusia, yaitu integrity versus despair. Seseorang yang dapat melewati fase ini meraih kebijaksanaan yang memungkinkan mereka untuk dapat menerima apa yang telah mereka lakukan selama hidup dan kematian yang akan segera datang (Papalia et al., 2007).

Ketika seseorang telah mencapai usia lansia, mereka tahu bahwa waktu mereka sudah dekat dengan akhir kehidupan. Ditambah lagi, mereka dihadapkan dengan meningkatnya paparan terhadap kematian di dalam lingkungannya. Pasangannya, saudara, dan teman mungkin sudah terlebih dahulu meninggal, dan hal tersebut menjadi pengingat konstan mengenai kematiannya sendiri. Prevalensi kematian pada lansia membuat mereka lebih kurang merasakan kecemasan mengenai kematian daripada di awal-awal kehidupan mereka. Hal ini bukan berarti bahwa para lansia menerima kematian. Justru hal ini mengimplikasikan bahwa mereka menjadi lebih realistis dan reflektif mengenai hal itu. Mereka berpikir mengenai kematian, dan mulai mempersiapkannya (Feldman, 2011).

Walaupun banyak yang membuktikan bahwa lansia memiliki penerimaan yang lebih besar dalam hal kematian daripada orang yang usianya lebih muda atau dewasa madya, pengalaman masa lalu seseorang dan konfrontasi terhadap kematian

adalah prediktor yang lebih baik dalam menentukan penerimaan kematian daripada faktor usia (Hoyer & Roodin, 2003).

Menurut Tomer et. al. (2008), terdapat tiga determinan utama dari death anxiety, yaitu:

1. Penyesalan yang berhubungan dengan masa lalu (past-related regret), yaitu tipe emosi atau kognisis yang berhubungan dengan masa lalu seseorang (kesalahan — sesuatu yang dilakukan seseorang namun tidak terlaksana). 2. Penyesalan yang berhubungan dengan masa depan (future related regret),

yaitu sesuatu yang kita rasakan ketika rencana penting atau perbuatan kita di masa depan menjadi tidak mungkin terlaksana.

3. Kebermaknaan dari kematian, yaitu kenseptualisasi individu tentang kematian sebagai hal yang positif atau negatif, sebagai sesuatu yang masuk akal atau sesuatu yang absurd/ tidak masuk akal. Jika penyesalan di masa lalu tidak teratasi, atau kematian dianggap tidak berarti, maka individu tersebut akan merasakan death anxiety yang tinggi.

Dokumen terkait