• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Identifikasi Lanskap Sejarah Kawasan Empang

4.2.3 Lanskap Budaya Kawasn Empang

Kawasan Empang sejak masa pemerintahan Kolonial Belanda telah dihuni oleh masyarakat dengan latar belakang budaya yang beragam. Selain terdiri dari masyarakat etnis Sunda sebagai penduduk asli, terdapat etnis lain seperti Jawa, Banjar, Arab, dan Cina yang menghuni kawasan ini. Asimilasi dan akulturasi budaya hasil interaksi antar kelompok masyarakat yang telah lama hidup bersama di kawasan Empang membentuk elemen lanskap budaya yang unik. Hal tersebut tercermin dalam beragam corak arsitektur pada elemen bangunan, aktivitas

budaya dan keagamaan, serta aktivitas ekonomi yang terdapat di kawasan Empang saat ini.

Corak arsitektur pada elemen bangunan dipengaruhi oleh kondisi aspek iklim dan lingkungan kawasan. Meskipun demikian, aspek sosial dan budaya merupakan faktor kuat dalam menentukan bentuk dan gaya arsitektur pada suatu bangunan. Di samping itu, aspek politik pada masa pemerintah Kolonial Belanda serta aspek ekonomi yang didapatkan dari pedagang asing seperti Arab dan Cina menghasilkan keragaman corak arsitektur pada elemen bangunan di kawasan Empang yang dapat dapat dilihat pada Gambar 36.

Gambar 36. Ragam Corak Arsitektur pada Elemen Bangunan di Kawasan Empang

Bentuk atap dahi tumpul pada beberapa bangunan rumah tinggal tradisional maupun kolonial di kawasan Empang merupakan pengaruh budaya suku Banjar dari Banjarmasin yang pada masa kolonial Belanda bermukim di kawasan Empang sebagai tawana pemerintah kolonial. Budaya yang dimiliki oleh

suku Banjar selanjutnya berakulturasi dengan budaya Sunda dan beradaptasi dengan kondisi lingkungan kawasan Empang menghasilkan bentukan baru yang berbeda dengan bentuk aslinya di Banjarmasin. Pengaruh budaya Arab dapat dilihat pada bentuk bangunan Masjid An Noer. Bentuk bangunan yang mengadopsi bentuk masjid di Timur Tengah mengalami adaptasi bentuk atap yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan budaya Sunda sebagai budaya lokal. Pengaruh budaya Cina dapat dilihat pada beberapa bangunan toko yang ada di kawasan Empang. Bangunan-bangunan yang dipengaruhi budaya kolonial Belanda merupakan bangunan bergaya indische yang sangat baik dapat beradaptasi dengan kondisi lingkung dan iklim tropis.

Asimilasi budaya Arab dan Sunda yang terjadi sejak masa pemerintahan Kolonial Belanda melalui ikatan perkawinan menghasilkan ragam budaya yang unik. Masyarakat keturunan Arab-Sunda yang bermukim di kawasan Empang saat ini sudah jarang menggunakan bahasa Arab dalam kehidupan kesehariannya. Mereka lebih sering menggunakan bahasa Sunda saat melakukan komunikasi dengan anggota keluarga atau masyarakat di lingkungan pemukimannya. Walaupun demikian budaya Arab yang tidak dapat hilang pada masyarakat keturunan adalah kegemaran memakan daging kambing. Pada hari besar keagamaan bagi umat Islam, makanan olahan kambing khas Timur Tengah seperti nasi kebuli dan sayur maraq tersedia di setiap rumah untuk dimakan bersama keluarga besar yang saling bersilaturahmi. Sementara dalam tradisi pernikahan, gadis keturunan Arab yang telah menerima lamaran akan dikurung dalam sebuah kamar bersama dengan teman-teman wanitanya. Di dalam kamar mereka menarikan tarian Arab dengan iringan musik gambus. Tradisi ini dikenal dengan nama malam pacar.

Setiap minggunya, kawasan Empang ramai dikunjungi oleh masyarakat dari daerah sekitarnya maupun dari luar Bogor, terutama pada malam Jumat dan hari Minggu atau hari libur. Mereka datang untuk berziarah ke makam-makam tua yang dikeramatkkan, seperti makan Buyut Kampung Baru RH Muhammad Tohir dan makam Dalem Shalawat maupun makam Habib Abdullah bin Mukhsin al-Attas beserta para kerabatnya. Kawasan Empang semakin bertambah ramai oleh para peziarah dari berbagai daerah bahkan luar negeri ketika diselenggarakan

peringatan wafatnya Habib Abdullah bin Mukhsin al-Attas (Gambar 37). Selain berziarah ke makam-makam tua, pemakaman Arab yang terdapat di selatan kawasan Empang selalu dikunjungi oleh para keturunan Arab untuk berziarah ke makam kerabatnya yang telah meninggal. Tradisi ziarah kubur merupakan salah satu aktivitas keagamaan yang dibawa oleh bangsa Arab.

(a) (b)

Gambar 37. Peringatan Haul Habib Abdullah bin Mukhsin al-Attas (a) di Dalam Cungkup Makam (b) di Luar Cungkup Makam (Sumber : Survey Lapang 2010)

Saat memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, kawasan Empang menjadi bertambah ramai dengan adanya pasar, pertunjukan kesenian, dan tabligh akbar dari para Habib terkemuka. Aktivitas budaya, keagamaan, dan ekonomi bersatu dalam perayaan yang diadakan setiap tahun. Kesenian musik marawis sebagai bentuk ekspresi budaya bangsa Timur Tengah mengiringi puji-pujian saat peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW (van den Berg, 2010). Aktivitas keagamaan dan kesenian dipusatkan di Masjid An Noer (Gambar 38a). Pasar diramaikan oleh pedagang mulai dari pedagang yang menjual perlengkapan ibadah sampai dengan pedagang yang menjual mainan anak-anak. Aktivitas ekonomi berpusat di sekitar alun-alun, sepanjang jalan dari Masjid Agung Empang sampai ke Masjid An Noer (Gambar 38b). Tradisi lainnya yang terdapat di Empang adalah tradisi khatam Al Quran di bulan Ramadhan. Aktivitas keagamaan yang berasal dari Hadramaut tersebut sudah berlangsung lebih dari satu abad di masjid-masjid tua yang tersebar di Jakarta dan Bogor. Tradisi khatam Al Quran berlangsung di Masjid An Noer pada malam ke-21 Ramadhan.

Gambar 38. Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Kawasan Empang Pemerintahan Kolonial Belanda pada awalnya melarang masyarakat Empang mendirikan warung, toko, ataupun pasar di dalam kawasan pemukimannya. Baru setelah masa kemerdekaan, kawasan Empang muncul sebagai kawasan perdagangan dan jasa dengan komoditas barang dagangan khas Timur Tengah. Aktivitas ekonomi yang terbentuk memiliki karakter khusus sebagai bagian dari sejarah perkembangan kawasan Empang dan menjadi ciri dari bangsa Arab yang sejak dulu dikenal berprofesi sebagai pedagang. Beragam bentuk aktivitas ekonomi (Gambar 39) berkembang mulai dari tanjakan Empang dekat Pasar Bogor sampai kawasan di sekitar Alun-alun Empang, tepatnya di sepanjang Jalan Raden Saleh, Jalan Pahlawan, dan Jalan RA Wiranata.

Keberagaman elemen lanskap budaya yang terdapat di kawasan Empang dapat memperkuat karakteristik lanskap sejarah kawasan tersebut. Apabila tidak dikelola dengan baik akan berakibat buruk bagi eksistensi elemen lanskap budaya yang ada. Oleh karena itu, upaya pelestarian dan pengembangan kawasan Empang tidak hanya memperhatikan aspek fisik tetapi juga memperhatikan aspek budaya dan ekonomi masyarakat di kawasan Empang.

Gambar 39. Ragam Aktivitas Ekonomi di Kawasan Empang