• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sejarah Perkembangan Kawasan Empang

4.1.3 Periode Kemerdekaan (1945-sekarang)

Setelah Indonesia merdeka, Buitenzorg mengalami tiga fase perkembangan kota yaitu fase pertama (1945-1965), fase kedua (1965-1995), dan fase ketiga (1995-sekarang) yang berpengaruh pada perkembangan kawasan Empang.

a) Fase Pertama Periode Kemerdekaan (1945-1965)

Fase pertama periode kemerdekaan, Buitenzorg berubah nama menjadi Kota Besar Bogor berdasarkan UU No. 16 tahun 1950 dan pada tahun 1957 berubah menjadi Kota Praja Bogor berdasarkan UU No. 1 tahun 1957. Kota Praja Bogor meliputi 2 sub-distrik dan tujuh desa. Empang merupakan salah satu dari tujuh desa yang ada terbentuk pada fase pertama periode kemerdekaan.

(1) Kondisi Fisik

Berdasarkan peta tahun 1946 (Gambar 11), dapat diketahui keberadaan lahan terbangun di kawasan Empang mulai mengalami peningkatan dari periode sebelumnya. Pemukiman penduduk yang awalnya terpusat di sekitar alun-alun mengalami perkembangan. Pembangunan pemukiman baru bergerak ke arah selatan dan berorientasi ke jalan. Selain pemukiman, penggunaan lahan terbangun mulai beragam seperti adanya bangunan sebagai sarana pendidikan, sarana peribatan, dan jalan.

Pada periode ini, terdapat tiga masjid besar di kawasan Empang, yaitu Masjid Agung Empang, Masjid At Taqwa, dan Masjid An Noer. Sampai dengan tahun 1970 Masjid Agung Empang merupakan masjid terbesar yang ada di Kota Praja Bogor (Detiknews, 2009). Tahun 1962, Yayasan Al Irsyad cabang Bogor menerima hibah lahan di Jalan Sadane dari Allahyarham said Abubakar. Di atas tanah wakaf tersebut dibangun Sekolah Perguruan Al Irsyad (Batarfie, 2003).

(2) Kondisi Sosial Masyarakat

Letak Empang yang dekat dengan pusat kota dan pusat perdagangan pada fase pertama periode kemerdekaan menjadi daya tarik bagi penduduk untuk bermukim di kawasan ini. Hal tersebut memberikan pengaruh bagi perkembangan penduduk baik dari segi sosial maupun ekonomi. Selain itu lancarnya komunikasi dan transportasi antara Kota Praja Bogor dengan kota lain seperti Jakarta mendukung kelancaran kegiatan perdagangan yang dilakukan oleh orang Arab.

b) Fase Kedua Periode Kemerdekaan (1965-1995)

Fase kedua periode kemerdekaan, Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor menggantikan nama Kota Praja Bogor sejak berlakunya UU No.18 Tahun 1965 dan UU No.5 tahun 1974. Pada fase ini, Kotamadya DT II Bogor terdiri atas 5 Kecamatan dan 16 lingkungan/desa.

(1) Kondisi Fisik

Secara administratif, Empang masuk dalam wilayah Kecamatan Bogor Selatan, Kotamadya DT II Bogor. Luas wilayah Empang adalah 83,4 Ha dan terdiri atas 61 RT dan 10 RK. Batas administrasi Lingkungan Empang sebagai berikut :

 Sebelah Utara : Sungai Cipakancilan  Sebelah Timur : Lingkungan Bondongan  Sebelah Selatan : Lingkungan Batutulis  Sebelah Barat : Sungai Cisadane

Komponen fisik yang terdapat di Lingkungan Empang meliputi pemukiman, fasilitas pendidikan, kesehatan, perdagangan dan jasa, peribadatan, serta jaringan jalan. Pada awal fase kedua periode kemerdekaan, di kawasan Empang masih banyak ditemui kebun-kebun campuran diantara pemukiman penduduk. Namun, kebutuhan pemukiman semakin meningkat akibat naiknya jumlah penduduk di kawasan Empang. Pemukiman penduduk meluas ke arah selatan dengan mengalihfungsikan kebun-kebun campuran yang ada sebelumnya menjadi bangunan tinggal.

Pembangunan fasilitas pendidikan formal ataupun non formal banyak dilakukan. Tahun 1966 dan 1970 secara resmi dibuka SMP Al Irsyad menyusul kemudian SMA Al Irsyad. Balai Pengobatan Umum yang terletak di Jalan Lolongok berdiri pada tahun 1980. Pada fase kedua kemerdekaan mulai bermunculan industri berskala kecil hingga menengah. Industri kerupuk (saat ini diabadikan menjadi nama sebuah gang yaitu Gang Kerupuk) dan kain tenun sebagai bahan dasar kain batik merupakan industri kecil hingga menengah yang ada di Empang.

Masjid At Taqwa mengalami perombakan dan penambahan luas lahan. Bangunan masjid lama digantikan dengan bangunan baru yang modern. Hal tersebut telah menghilangkan nilai sejarah yang terdapat pada bangunan lama. Wakaf tanah untuk perluasan Masjid At Taqwa diperoleh dari hibah almarhum Ali Azzan Azdat yang terletak di belakang masjid dengan luas 100 M2 (Batarfie, 2003).

(2) Kondisi Sosial Masyarakat

Jumlah penduduk Empang pada fase kedua periode kemerdekaan, menurut data tahun 1980 (BPS, 1980) adalah 17.415 jiwa. Kepadatan penduduk berdasarkan luas wilayah administrasi adalah 209 jiwa/Ha. Lingkungan Empang tergolong memiliki kepadatan penduduk tertinggi. Hal tersebut dikarenakan adanya kecenderungan masyarakat untuk bermukim mendekati pusat kota.

Keberadaan orang Arab memberikan pengaruh dalam perkembangan kawasan Empang. Orang Arab membangkitkan kegiatan perekonomian dengan adanya industri rumah tangga, seperti industri kain tenun dan industri kerupuk. Saudagar Arab yang kaya akan menyumbangkan kelebihan uangnya kepada masjid, sekolah, atau yayasan keagamaan untuk pembangunan lingkungannya (van den Berg, 2010).

c) Fase Ketiga Periode Kemerdekaan (1995-sekarang)

Fase ketiga periode kemerdekaan, Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor mengalami perluasan wilayah dari 2.156 Ha menjadi 11.850 Ha. Berdasarkan UU No.22 tahun 1999 nama Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor berubah nama

menjadi Kota Bogor. Pada fase ini, Kota Bogor terdiri atas 6 Kecamatan dan 68 Kelurahan (Bappeda, 2005).

(1) Kondisi Fisik

Letak Geografis dan Wilayah Administrasi

Berdasarkan Data Monografi Kelurahan Empang Tahun 2009, diketahui bahwa Kelurahan Empang terletak antara 106047’40” BT sampai 6036’26” LS. Kelurahan Empang berjarak 2 km dari pusat pemerintahan Kota Bogor. Luas wilayah Kelurahan Empang sebesar 79 Ha, terdiri atas 20 RW dan 116 RT (Gambar 12), dengan batas administrasi wilayah sebagai berikut :

 Sebelah Utara : Sungai Cipakancilan  Sebelah Timur : Kelurahan Bondongan  Sebelah Selatan : Kelurahan Batutulis  Sebelah Barat : Sungai Cisadane

Iklim

Kondisi iklim di Kelurahan Empang memiliki suhu rata-rata tiap bulan 260C dengan suhu tertinggi 30,40C dan kelembaban udara 70%. sedangkan suhu terendah 21,80C dan curah hujan rata-rata sekitar 4000-4500 mm/tahun. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli.

Ketinggian dan Topografi

Kelurahan Empang terletak pada ketinggian antara 200-300 meter di atas permukaan laut. Wilayah Kelurahan Empang sebagian besar atau 81 % (64 Ha) terletak pada ketinggian antara 201-250 m di atas permukaan laut. Sementara 18 % (15 Ha) dari luas wilayah keseluruhannya terletak pada ketinggian antara 251-300 m di atas permukaan laut. Kelurahan Empang berada di dataran rendah dengan keadaan topografi berlembah dan datar. Topografi Kelurahan Empang dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Topografi Kelurahan Empang No. Kemiringan

Lahan

Kategori Luas (Ha) Jumlah (%) dari Luas Keseluruhan

1. 0-2 % Datar 52,24 66 %

2. 25-40 % Curam 26,26 34 %

Sumber : BPS Kota Bogor (2009)

Tanah dan Geologi

Jenis tanah di wilayah Kelurahan Empang terbagi kedalam dua jenis, yaitu tanah aluvial kelabu dan tanah latosol coklat kemerahan. Seluruh wilayahnya memiliki kepekaan tanah terhadap erosi yang termasuk dalam kategori agak peka dengan tekstur tanah halus (2,96 Ha) dan agak kasar (76,04 Ha).

Kelurahan Empang ditutupi oleh batuan vulkanik yang berasal dari endapan Gunung Api Pangrango di bagian utara dan timur serta Gunung Api Salak di bagian utara dan barat wilayahnya. Dari struktur geologinya, Kelurahan Empang memiliki jenis batuan tufaan seluas 68,42 Ha serta lanau breksi tufan dan capili seluas 10,58 Ha (BPS, 2009).

Tata Guna Lahan

Tata guna lahan untuk Kelurahan Empang (Gambar 13) terbagi dalam dua peruntukan, yaitu lahan terbangun dan lahan tidak terbangun. Kawasan lahan terbangun pada prinsipnya terbagi untuk jenis penggunaan lahan meliputi area pemukiman, perdagangan, perkantoran, industri, jalan, fasilitas umum dan sosial, serta fasilitas olahraga. Sementara lahan tidak terbangun meliputi kuburan, pekarangan, jalur hijau, dan tanah kosong.

Tabel 7. Tata Guna Lahan Kelurahan Empang

No. Tata Guna Lahan Luas (Ha) Jumlah (%) dari Luas Keseluruhan 1. Pemukiman 42,8 54,2 2. Pertokoan/Perdagangan 5,5 7,0 3. Perkantoran 0,5 0,6 4. Industri 0,5 0,6 5. Lapangan Olahraga 0,4 0,5 6. Kuburan 11 14 7. Kebun Campuran 4,0 5,1 8. Tanah Kosong 0,5 0,6 9. Jalur Hijau 3,5 4,4 10. Jalan 10,3 13 Jumlah 79 100

Sumber : Kelurahan Empang (2009)

Tata guna lahan pada fase ketiga periode kemerdekaan mengalami perubahan yang cukup pesat. Lahan pemukiman mulai beralih fungsi menjadi wilayah perdagangan dan jasa, terutama pada sisi Jalan Pahlawan, RA Wiranata, dan Jalan Raden Saleh. Kawasan tersebut tumbuh dan berkembang sebagai kawasan perdagangan yang unik karena diramaikan oleh toko yang menjual peralatan beribadah bagi umat Islam maupun toko yang menjual oleh-oleh khas Haji. Selain itu, pedagang hewan kurban meramaikan kawasan Empang terutama disekitar alun-alun saat menjelang Hari Idul Adha. Fungsi alun-alun saat ini telah berubah menjadi lapangan olah raga. Sementara kebutuhan akan pemukiman yang terus meningkat mengakibatkan pembangunan pemukiman di sepanjang bantaran Sungai Cisadane semakin banyak.

Rencana Tata Ruang Kecamatan Bogor Selatan

Kecamatan Bogor Selatan diarahkan untuk mewujudkan fungsi sebagai kawasan pemukiman ber-KBD rendah, kawasan perdagangan dan jasa, serta kawasan konservasi ekologis sungai (Gambar 14), sehingga pembentukan struktur ruang didasarkan pada fungsi tersebut (Pemda Kota Bogor, 2002).

Berdasarkan Buku Rencana Pemerintah Kota Bogor 2002, Kelurahan Empang termasuk dalam wilayah perencanaan Sub BWK A bersama dengan Kelurahan Bondongan, Batutulis, dan Lawanggintung. Sub BWK A memiliki laju pertumbuhan dan kepadatan penduduk yang tinggi sehingga ditetapkan sebagai Ibu Kota Kecamatan Bogor Selatan. Kegiatan perdagangan dan jasa yang mendominasi adalah kegiatan perbelanjaan dan aneka industri kecil/rumah tangga. Kegiatan pertanian sangat sedikit presentasenya, dan hanya terdapat di Kelurahan Lawanggintung. Ketersediaan fasilitas sosial dan fasilitas umum merata di keempat kelurahan. Jalur angkutan kota melintasi dan melayani keempat kelurahan secara menyeluruh dan merata dengan ditunjang oleh sarana prasarana jalan yang relatif baik dan menghubungkan wilayah Sub BWK A dengan pusat kota Bogor.

Dengan potensi dan kendala yang dimiliki wilayah perencanaan Sub BWK A Kecamatan Bogor Selatan, meliputi Kelurahan Empang, Kelurahan Bondongan, Kelurahan Batu Tulis, dan Kelurahan Lawanggintung, maka ditetapkan Rencana Penggunaan Lahan untuk wilayah Sub BWK A Tahun 2002-2012 mengakomodasi fungsi perdagangan dan jasa sebagai kegiatan utama serta fungsi pemukiman, pendidikan, dan konservasi ekologis sungai sebagai kegiatan pendukung.

Rencana Penggunaan Lahan untuk Kelurahan Empang periode tahun 2002-2012 mengalokasikan lahan sepanjang penggal Jalan Pahlawan, Jalan Raden Saleh, dan Jalan RA Wiranata diperuntukkan bagi kegiatan perdagangan dan jasa. Sebagian besar wilayah di Kelurahan Empang diperuntukkan bagi pemukiman. Sementara kawasan konservasi diterapkan pada kawasan di sepanjang bantaran Sungai Cisadane dan Sungai Cipakancilan.

(2) Kondisi Sosial Masyarakat

Penduduk Kelurahan Empang pada awal tahun 2009 berjumlah 16.414 jiwa, terdiri dari 8.354 penduduk laki-laki dan 8.060 penduduk perempuan. Berdasarkan data monografi Kelurahan Empang tahun 2009, apabila dilihat dari golongan umur, maka 58,17 persen penduduk berada pada kelompok umur 15-49 tahun, 36,38 persen pada kelompok 0-14 tahun dan 5,45 persen pada kelompok umur 50 tahun keatas. Kepadatan penduduk per km persegi menunjukkan bahwa Kelurahan Empang menempati urutan tertinggi di Kecamatan Bogor Selatan, dengan kepadatan penduduk sebesar 207 jiwa/ km2.

Mayoritas penduduk di Kelurahan Empang memeluk agama Islam sebesar 88,30 % dari jumlah penduduk dan merupakan etnis Sunda dan keturunan Arab-Sunda yang telah sejak lama mendiami kawasan ini. Kemudian menyusul berturut-turut agama Protestan dianut oleh 5,85 %, agama Katholik 4,45 %, agama Budha 0,65 %, agama Hindu 0,39 %, dan Konghuchu 0,36 % dari jumlah penduduk. Jumlah penduduk menurut agama atau penghayatan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dapat dilihat pada Tabel 8. Untuk memenuhi kebutuhan beribadah, sarana peribadatan di Kelurahan Empang pada tahun 2009 tercatat memiliki 14 buah Masjid dan 14 Musholla.

Tabel 8. Jumlah Penduduk Menurut Agama

No. Agama Jumlah (jiwa) Jumlah (%) dari

Jumlah Penduduk 1. Islam 14.494 88,30 2. Protestan 960 5,85 3. Katholik 730 4,45 4. Budha 106 0,65 5. Hindu 64 0,39 6. Konghuchu 60 0,36 Jumlah 16.414 100

Sumber : Kelurahan Empang (2009)

Saat ini mata pencaharian penduduk Kelurahan Empang terbilang beragam. Bidang pekerjaan masyarakat sebagian besar bergerak pada sektor perdagangan dan jasa. Wilayahnya yang sebagian besar merupakan area terbangun tidak memungkinkan untuk bekerja pada sektor pertanian langsung (on

farm). Rincian jumlah penduduk menurut mata pencaharian dan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 9 dan Tabel 10.

Tabel 9. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian

No. Jenis Pekerjaan Jumlah (jiwa) Jumlah (%) dari Jumlah Usia Produktif

1. PNS 180 2,41 2. TNI 178 2,39 3. Polri 210 2,82 4. Pegawai Swasta/BUMN 1.392 18,66 5. Wiraswasta/Pedagang 2.620 35,12 6. Pertukangan 35 0,47 7. Pensiunan 245 3,28 8. Jasa/lain-lain 2.600 34,85 Jumlah 7.460 100

Sumber : Kelurahan Empang (2009)

Tabel 10. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa)

1. Taman Kanak-Kanak 210 2. Sekolah Dasar/MI 1.079 3. SMP/MTs 4.174 4. SMA/Aliyah 5.401 5. Akademi/D1-D3 660 6. Sarjana/S1-S3 462 Jumlah 11.986

Sumber : Kelurahan Empang (2009)

Masyarakat kawasan Empang saat ini merupakan mayarakat multi etnis karena komponen masyarakatnya terdiri dari berbagai latar belakang budaya seperti Sunda, Jawa, Arab, dan Cina. Akulturasi dan asimilasi antar etnis yang terjadi sejak masa kolonial Belanda menghasilkan ragam budaya yang unik. Namun perpaduan kebudayaan antara etnis Arab dan Sunda terasa paling menonjol dan tercermin melalui beragam aktivitas budaya dan ekonomi yang terjadi di kawasan Empang saat ini.