• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I : PENDAHULUAN

G. Metode Penelitian

4. Analisis data

Pengolahan, analisis dan konstruksi data penelitian hukum normatif dapat dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kaidah hukum dan kemudian konstruksi dilakukan dengan cara memasukkan pasal-pasal ke dalam kategori-kategori atas dasar pengertian-pengertian dari sistem hukum tersebut.53 Data yang telah dikumpulkan selanjutnya akan dianalisis dengan analisis data kualitatif, yaitu:

a. Mengumpulkan bahan hukum, berupa inventarisasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penerapan kebijakan hukum pidana terhadap warga negara asing pelaku tindak pidana narkotika.

b. Memilah-milah bahan hukum yang sudah dikumpulkan dan selanjutnya melakukan sistematisasi bahan hukum sesuai dengan permasalahan.

c. Menganalisis bahan hukum dengan membaca dan menafsirkannya untuk menemukan kaiedah, asas dan konsep yang terkandung di dalam bahan hukum tersebut.

d. Menemukan hubungan konsep, asas dan kaidah tersebut dengan menggunakan teori sebagai pisau analisis.

Penarikan kesimpulan untuk menjawab permasalahan dilakukan dengan menggunakan logika berfikir deduktif. Metode deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan hubungan-hubungan konsep, asas dan kaidah yang terkait sehingga memperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penulisan yang dirumuskan.54

53 Soejono Soekonto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 225

54 Lexi J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rosda Karya, 2008), hlm. 48

BAB II

PENERAPAN KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP WARGA NEGARA ASING PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA

A. Pengaturan Hukum Narkotika Bagi Warga Negara Asing Pelaku Tindak Pidana Narkotika

Secara harafiah narkotika berasal dari bahasa Yunani, dari kata narke, yang berarti beku, lumpuh, dan dungu.55 Menurut Farmakologi, narkotika adalah “obat yang dapat menghilangkan rasa nyeri yang berasal dari daerah visceral dan dapat menimbulkan efek stupor atau efek bingung dalam keadaan masih sadar namun masih harus di gertak, serta juga dapat menimbulkan adiksi.56 Soedjono menyatakan bahwa yang dimaksud dengan narkotika adalah sejenis zat, yang bila dipergunakan atau di masukkan dalam tubuh akan membawa pengaruh terhadap tubuh si pemakai dimana pengaruh tersebut berupa menenangkan, merangsang, dan menimbulkan khayalan atau halusinasi.57

Elijah Adams memberikan definisi narkotika adalah terdiri dari zat sintesis dan semi sintesis yang terkenal adalah heroin yang terbuat dari morfhine yang tidak dipergunakan, tetapi banyak nampak dalam perdagangan-perdagangan gelap, selain juga terkenal istilah dihydo morfhine.58 Pengertian narkotika yaitu “merupakan zat

55 Wison Nadack, Korban Ganja Dan Masalah Narkotika, (Bandung: Indonesia Publishing House, 1983), hlm. 122

56 Wijaya A.W, Masalah Kenakan Remaja Dan Penyalahgunaan Narkotika, (Bandung:

Armico, 1985), hlm. 145

57 Soedjono D, Segi Hukum Tentang Narkotika Di Indonesia, (Bandung: Karya Nusantara, 1977), hlm. 5

58 Wison Nadack, Op. Cit., hlm. 124

Universitas Sumatera Utara

atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi, sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.”59

Tindak pidana narkotika diatur dalam Pasal 111 sampai dengan Pasal 148 UU Narkotika yang merupakan ketentuan khusus, walaupun tidak disebutkan dengan tegas dalam UU Narkotika bahwa tindak pidana yang diatur di dalamnya adalah tindak kejahatan, akan tetapi tidak perlu disanksikan lagi bahwa semua tindak pidana di dalam undang-undang tersebut merupakan kejahatan, alasannya kalau narkotika hanya untuk pengobatan dan kepentingan ilmu pengetahuan, maka apabila ada perbuatan diluar kepentingan-kepentingan tersebut sudah merupakan kejahatan mengingat besarnya akibat yang ditimbulkan dari pemakaian narkotika secara tidak sah sangat membahayakan bagi jiwa manusia.60

Jenis-jenis narkotika yang disebutkan dalam undang-undang disebutkan bahwa narkotika digolongkan menjadi narkotika golongan I, narkotika golongan II, dan narkotika golongan III.61 Pada lampiran undang-undang narkotika, yang dimaksud dengan golongan I, antara lain sebagai berikut:62

1. Papaver adalah tanaman papaver somniferum l, dan semua bagian-bagiannya termasuk buah dan jeraminya, kecuali bijinya.

59 Sudarsono, Prospek Pengembangan Obat Bahan Alami Bidang Kesehatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 4

60 G. Supramono, Hukum Narkotika Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2001), hlm. 34

61 Pasal 6 Ayat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

62 Anonim, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 74

2. Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari buah tanaman papaver somniferum l yang hanya mengalami pengolahan sekadar untuk pembungkus dan pengangkutan tanpa memperhatikan kadar morfinnya

3. Opium masak terdiri dari:

a. Candu, yakni hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu rentetan pengolahan, khususnya dengan pelarutan, pemanasan dan peragian dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan lain dengan maksud mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok utuk pemadatan.

b. Jicing, yakni sisa-sisa dari candu setelah diisap, tanpa memperhatikan apakah candu itu dicampur dengan daun atau bahan lain.

c. Jicingko, yakni hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing 4. Morfina, adalah alkaloida utama dari opium.

5. Koka, yaitu tanaman dari semua genus erythroxylon dari keluarga erythoroxylaceae termasuk buah dan bijinya.

6. Daun koka, yaitu daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentuk serbuk dari semua tanaman genus erythroxylon dari keluarga erythoroxylaceae yang menghasilkan kokain secara langsung atau melalui perubahan kimia.

7. Kokain mentah, adalah semua hasil-hasil yang diperoleh dari daun koka yang dapat diolah secara langsung untuk mendapatkan kokaina.

8. Kokaina, adalah metil ester-i-bensoil ekgonia

9. Ekgonina, adalah lekgonina dan ester serta turunan-turunannya yang dapat diubah menjadi ekgonina dan kokain

10. Ganja adalah semua tanaman genus cannabis dan semua bagian dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hashis

11. Damar ganja adalah damar yang diambil dari tanaman ganja, termasuk hasil pengolahannya yang menggunakan damar sebagai bahan dasar.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika memuat kebijakan penal mengenai perbuatan-perbuatan yang dikriminalisasikan oleh undang-undang tersebut, meliputi:63

1. Perbuatan tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman.

2. Perbuatan tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman.

63 Penjabaran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

Universitas Sumatera Utara

3. Perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon.

4. Perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman yang beratnya melebihi 5 (lima) gram.

5. Perbuatan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I.

6. Perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 (lima) gram.

7. Perbuatan tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I.

8. Perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram.

9. Perbuatan tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransit Narkotika Golongan I.

10. Perbuatan yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan II.

11. Perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon beratnya melebihi 5 (lima) gram.

12. Perbuatan yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan I terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain.

13. Perbuatan penggunaan narkotika terhadap orang lain atau pemberian Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen.

14. Perbuatan perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan Narkotika Golongan II beratnya melebihi 5 (lima) gram.

15. Perbuatan yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II.

16. Perbuatan perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II beratnya melebihi 5 (lima) gram.

17. Perbuatan yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan II.

18. Perbuatan perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan II beratnya melebihi 5 (lima) gram.

19. Perbuatan yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan II.

20. Perbuatan perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan II beratnya melebihi 5 (lima) gram.

21. Perbuatan yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan II tehadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan II untuk digunakan orang lain.

22. Perbuatan penggunaan Narkotika terhadap orang lain atau pemberian Narkotika Golongan II untuk digunakan orang lain mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen.

23. Perbuatan yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan III.

24. Perbuatan perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan Narkotika Golongan III beratnya melebihi 5 (lima) gram.

25. Perbuatan yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan III.

26. Perbuatan perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan III beratnya melebihi 5 (lima) gram.

27. Perbuatan yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan III.

28. Perbuatan perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan III beratnya melebihi 5 (lima) gram.

29. Perbuatan yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan III.

30. Perbuatan perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan III beratnya melebihi 5 (lima) gram.

31. Perbuatan yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan III tehadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan III untuk digunakan orang lain.

32. Perbuatan penggunaan Narkotika tehadap orang lain atau pemberian Narkotika Golongan III untuk digunakan orang lain mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen.

33. Perbuatan yang dilakukan oleh setiap penyalahguna berupa Narkotika Golongan I bagi diri sendiri; Narkotika Golongan II bagi diri sendiri; dan Narkotika Golongan III bagi diri sendiri

34. Perbuatan yang dilakukan oleh orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur, yang sengaja tidak melapor.

35. Perbuatan yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan prekursor narkotika untuk pembuatan narkotika, memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan prekursor narkotika untuk pembuatan narkotika, menawarkan untuk dijual, menjual, membeli,

Universitas Sumatera Utara

menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan prekursor narkotika untuk pembuatan narkotika, membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito prekursor narkotika untuk pembuatan narkotika.

36. Perbuatan yang menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu, memberikan kesempatan, menganjurkan, memberikan kemudahan, memaksa dengan ancaman, memaksa dengan kekerasan, melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak yang belum cukup umur untuk melakukan tindak pidana.

37. Perbuatan yang menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu, memberikan kesempatan, menganjurkan, memberikan kemudahan, memaksa dengan ancaman, memaksa dengan kekerasan, melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak yang belum cukup umur untuk menggunakan narkotika.

38. Perbuatan dimana pecandu narkotika yang sudah cukup umur dan dengan sengaja tidak melaporkan diri.

39. Perbuatan dimana keluarga dari pecandu narkotika yang dengan sengaja tidak melaporkan pecandu narkotika.

40. Perbuatan dari pengurus industri farmasi yang tidak melaksanakan kewajiban.

41. Perbuatan yang menempatkan, membayarkan atau membelanjakan, menitipkan, menukarkan, menyembunyikan atau menyamarkan, menginvestasikan, menyimpan, menghibahkan, mewariskan, dan atau mentransfer uang, harta, dan benda atau aset baik dalam bentuk benda bergerak maupun tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang berasal dari tindak pidana narkotika dan atau tindak pidana prekursor narkotika; menerima penempatan, pembayaran atau pembelanjaan, penitipan, penukaran, penyembunyian atau penyamaran investasi, simpanan atau transfer, hibah, waris, harta atau uang, benda atau aset baik dalam bentuk benda bergerak maupun tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang diketahuinya berasal dari tindak pidana narkotika dan/atau tindak pidana prekursor narkotika.

42. Perbuatan yang menghalang-halangi atau mempersulit penyidikan serta penuntutan dan pemeriksaan perkara tindak pidana narkotika dan/atau tindak pidana prekursor narkotika di muka sidang pengadilan

43. Perbuatan dari nakhoda atau kapten penerbang yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan undang-undang.64

44. Perbuatan dimana penyidik pegawai negeri sipil yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan undang-undang.65

45. Perbuatan dimana Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87, Pasal 89, Pasal 90, Pasal 91 ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 92 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

64 Pasal 27, Pasal 28 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

65 Pasal 88, Pasal 89 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

46. Perbuatan kepala kejaksaan negeri yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

47. Perbuatan dimana petugas laboratorium yang memalsukan hasil pengujian atau secara melawan hukum tidak melaksanakan kewajiban melaporkan hasil pengujiannya kepada penyidik atau penuntut umum.

48. Perbuatan berupa saksi yang memberi keterangan tidak benar dalam pemeriksaan perkara tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika di sidang pengadilan.

49. Perbuatan dimana pimpinan rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, sarana penyimpanan sediaan farmasi milik pemerintah, dan apotek yang mengedarkan Narkotika Golongan II dan III bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan, pimpinan lembaga ilmu pengetahuan yang menanam, membeli, menyimpan, atau menguasai tanaman narkotika bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan, pimpinan industri farmasi tertentu yang memproduksi Narkotika Golongan I bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan, atau pimpinan pedagang besar farmasi yang mengedarkan Narkotika Golongan I yang bukan untuk kepentingan pengetahuan.

Masalah penyalahgunaan narkotika dewasa ini sudah sangat memprihatinkan.

Hal ini disebabkan beberapa hal antara lain karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pengaruh globalisasi, arus transportasi yang sangat maju dan penggeseran nilai matrialistis dengan dinamika sasaran opini peredaran gelap.

Masyarakat dunia pada umumnya saat ini sedang dihadapkan pada keadaan yang sangat mengkhawatirkan akibat maraknya pemakaian secara illegal bermacam-macam jenis narkotika. Kekhawatiran ini terjadi akibat maraknya peredaran gelap narkotika yang telah merebak di segala lapisan masyarakat, termasuk di kalangan generasi muda, dimana hal ini akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan bangsa dan negara pada masa mendatang, sehingga sangat di perlukan aturan hokum yang

Kebijakan hukum pidana merupakan salah satu bidang yang seyogyanya menjadi pusat perhatian kriminologi, karena kriminologi sebagai studi yang bertujuan mencari dan menentukan faktor-faktor yang membawa timbulnya kejahatan-kejahatan dan penjahat. Kebijakan hukum pidana (penal policy) yang termasuk salah satu bagian dari ilmu hukum pidana, erat kaitannya dengan pembahasan hukum pidana nasional. Kebijakan hukum pidana meliputi perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana dan sanksi apa yang sebaiknya diberikan kepada si pelanggar.

Secara garis besar, kebijakan legislatif (formulatif) dalam penanggulangan kejahatan meliputi:67

1. Perencanaan atau kebijakan tentang perbuatan-perbuatan terlarang apa yang akan ditanggulangi karena dipandang membahayakan atau merugikan.

2. Perencanaan atau kebijakan tentang sanksi apa yang dapat dikenakan terhadap pelaku perbuatan terlarang (baik berupa pidana atau tindakan) dan system penerapannya.

3. Perencanaan atau kebijakan tentang prosedur atau mekanisme system peradilan pidana dalam rangka proses penegakan hukum pidana.

Usaha untuk menanggulangi masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Ketentuan tersebut pada pokoknya mengatur narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan.

Pelanggaran terhadap peraturan itu diancam dengan pidana yang tinggi dan berat

67 Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Dan Pengembangan Hukum Pidana, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2008), hlm. 24-23

dengan dimungkinkannya terdakwa divonis maksimal yakni pidana mati selain pidana penjara dan pidana denda.68

Sistem pemidanaan dalam hukum pidana, secara garis besar mencakup tiga permasalahan pokok, yaitu jenis pidana (strafsoort), lamanya ancaman pidana (strafmaat), dan pelaksanaan pidana (strafmodus).

1. Jenis pidana (strafsoort)

Menurut KUHP, pidana dibedakan dalam pidana pokok dan pidana tambahan, terutama sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 10 KUHP. Roeslan Saleh menjelaskan bahwa urutan pidana ini dibuat menurut beratnya pidana, dan yang terberat disebut lebih depan. Mengenai pengaturan jenis-jenis pidana dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 10 KUHP yang terdiri dari:

a. Pidana pokok berupa:

1) Pidana mati 2) Pidana penjara 3) Pidana kurungan 4) Pidana denda

b. Pidana tambahan berupa:

1) Pencabutan beberapa hak tertentu 2) Perampasan barang-barang tertentu 3) Pengumuman putusan hakim

Secara rinci dari jenis-jenis pidana yang terdapat dalam Pasal 10 KUHP tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Pidana pokok, meliputi:

a. Pidana mati

68 Syamsul Hidayat, Pidana Mati Di Indonesia, (Yogyakarta: Genta Press, 2005), hlm. 1

Universitas Sumatera Utara

Pidana mati diatur dalam Pasal 11 KUHP, yang menyatakan bahwa pidana mati dijalankan algojo di atas tempat gantungan (schavot) dengan cara mengikat leher si terhukum dengan jerat pada tiang gantungan, lalu dijatuhkan papan dari bawah kakinya.69 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969, pidana mati dijalankan dengan menembak mati terpidana.

b. Pidana penjara.

Pidana penjara merupakan pidana utama diantara pidana penghilangan kemerdekaan dan pidana ini dapat dijatuhkan untuk seumur hidup atau sementara waktu. Berbeda dengan jenis lainnya, maka pidana penjara ini adalah suatu pidana berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana, yang dilakukan dengan menutup orang tersebut di dalam sebuah lembaga permasyarakatan. Andi Hamzah mengemukakan bahwa pidana penjara disebut juga dengan pidana hilang kemerdekaan, tetapi narapidana kehilangan hak-hak tertentu, seperti hak memilih dan dipilih, memangku jabatan publik, dan beberapa hak sipil lain.70

Pidana penjara bervariasi dari penjara sementara minimal 1 (satu) hari sampai pidana penjara seumur hidup, namun pada umumnya pidana penjara maksimum 15 (lima belas) tahun dan dapat dilampaui dengan 20 (dua puluh) tahun. Roeslan Saleh menjelaskan bahwa banyak pakar memiliki keberatan terhadap penjara seumur hidup ini, keberatan ini disebabakan oleh putusan kemudian terhukum tidak akan

69 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2003), hlm. 178

70 Andi Hamzah, Sistem Pidana Dan Pemidanaan Di Indonesia, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1993), hlm. 28

mempunyai harapan lagi kembali dalam masyarakat, padahal harapan tersebut dipulihkan oleh lembaga grasi dan lembaga remisi, maka dari itu walaupun pidana penjara sudah menjadi pidana yang sudah umum diterapkan di seluruh dunia namun dalam perkembangan terakhir ini banyak yang mempersoalkan kembali manfaat penggunaan pidana penjara.71

c. Pidana kurungan.

Pidana kurungan ini sama halnya dengan pidana penjara, namun lebih ringan dibandingkan dengan pidana penjara walaupun kedua pidana ini sama-sama membatasi kemerdekaan bergerak seorang terpidana. Sebagai pembedaan itu dalam ketentuan Pasal 69 KUHP disebutkan, bahwa perbandingan beratnya pidana pokok yang tidak sejenis ditentukan menurut urutan di dalam KUHP.72 Roeslan Saleh menjelaskan bahwa ”dari urutan dalam Pasal 10 KUHP ternyata pidana kurungan disebutkan sesudah pidana penjara, sedangkan Pasal 69 (1) KUHP menyebutkan bahwa perbandingan beratnya pidana pokok yang tidak sejenis ditentukan menurut urut-urutan dalam Pasal 10, demikian pula jika diperhatikan bahwa pekerjaan yang diwajibkan kepada orang yang dipidana kurungan juga lebih ringan daripada mereka yang menjalani pidana penjara.73

Lamanya pidana kurungan sekurang-kurangnya adalah 1 (satu) hari dan selama-lamanya adalah satu tahun, akan tetapi lamanya pidana tersebut dapat

71 Roeslan Saleh, Stelsel Pidana Indonesia, (Jakarta: Aksara Baru, 1987), hlm 62

72 Andi Hamzah, Sistem Pidana Dan Pemidanaan Indonesia, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1993), hlm. 28

73 Roeslan Saleh, Op. Cit., hlm. 49

Universitas Sumatera Utara

diperberat hingga satu tahun empat bulan, yaitu bila terjadi samenloop, recidive dan berdasarkan Pasal 52 KUHP. Jangka waktu pidana kurungan lebih pendek dari pidana penjara, sehingga pembuat undang-undang memandang pidana kurungan lebih ringan dari pidana penjara, oleh karena itu, pidana kurungan diancamkan pada delik-delik yang dipandang ringan seperti delik culpa dan pelanggaran.

d. Pidana denda

Pidana denda ini banyak diancamkan pada banyak jenis pelanggaran, baik sebagai alternatif dari pidana kurungan atau berdiri sendiri. Adapun keistimewaan yang terdapat pada pidana denda adalah pelaksanaan pidana denda bisa dilakukan atau dibayar oleh orang lain, pelaksanaan pidana denda boleh diganti dengan menjalani pidana kurungan dalam hal terpidana tidak membayarkan denda. Hal ini tentu saja diberikan kebebasan kepada terpidana untuk memilih, dimana dalam pidana denda ini tidak terdapat maksimum umum, yang ada hanyalah minimum umum.

Sedang maksimum khususnya ditentukan pada masing-masing rumusan tindak pidana yang bersangkutan.74

2. Pidana tambahan, meliputi:

a. Pencabutan hak-hak tertentu.

Menurut Pasal 35 ayat 1 KUHP, hak-hak yang dapat dicabut adalah hak jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu, hak menjalankan jabatan dalam Angkatan Bersenjata atau Tentara Nasional Indonesia, hak memilih dan dipilih dalam

74 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 40

pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum, hak menjadi penasihat hukum, hak menjadi wali, wali pengawas, wali pengampu, hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak sendiri, dan hak menjalankan mata pencaharian.

b. Perampasan barang tertentu

Barang yang dapat dirampas melalui putusan hakim ada 2 jenis berdasarkan KUHP, yaitu barang-barang yang berasal atau diperoleh dari suatu

Barang yang dapat dirampas melalui putusan hakim ada 2 jenis berdasarkan KUHP, yaitu barang-barang yang berasal atau diperoleh dari suatu