• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP WARGA NEGARA ASING PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA TESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP WARGA NEGARA ASING PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA TESIS"

Copied!
181
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP WARGA NEGARA ASING PELAKU TINDAK PIDANA

NARKOTIKA

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum Dalam Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

KEKE WISMANA PURBA NIM. 137005019

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

Universitas Sumatera Utara

(2)
(3)

Telah Lulus Diuji Pada Tanggal: 12 Oktober 2015

Panitia Penguji Tesis

Ketua : Dr. M. Hamdan, SH., MH

Anggota : Dr. Mahmud Mulyadi, SH., M.Hum Dr. Edy Ikhsan, SH., MA

Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum Dr. Jusmadi Sikumbang, SH., MS

Universitas Sumatera Utara

(4)

RIWAYAT HIDUP KEKE WISMANA PURBA

Nama : Keke Wismana Purba

Tempat/Tgl. Lahir : Binjai, 25 September 1988

Alamat : Dusun 1 Timbang Lawan Kecamatan Bahorok

Kode Pos : 20774

Hand Phone : 081376455959

E-mail : kekewismana@yahoo.com

Pendidikan : 1995 – 2001 : SD Inpres Gotong-royong Kabupaten Langkat

2001 – 2004 : SMP Negeri 1 Bahorok Kabupaten Langkat 2004 – 2007 : SMA Tunas Pelita, Binjai

2007 – 2011 : Sarjana Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Skripsi : Analisis Kriminologi Terhadap Pemalsuan Credit

Card Dalam Transaksi Perbankan

2013 – 2015 : Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara

Tesis : Analisis Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Warga

Negara Asing Pelaku Tindak Pidana Narkotika

Universitas Sumatera Utara

(5)

Universitas Sumatera Utara

(6)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim…

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala anugerah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan Tesis ini guna melengkapi syarat untuk mencapai gelar Magister Hukum pada Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun judul Tesis ini mengenai “Analisis Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Warga Negara Asing Pelaku Tindak Pidana Narkotika”.

Penulis sadar dalam penyusunan Tesis ini masih banyak kekurangannya, baik dari segi materi maupun penyusunan kalimatnya, serta tak lepas dari bantuan pihak-pihak tertentu baik berupa bimbingan, kritik, saran bahkan pengarahan, oleh karenanya pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu menyelesaikan Tesis ini. Terima kasih yang tulus penulis ucapkan kepada:

1. Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Suhaidi, SH., M.Hum selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. M. Hamdan, SH., M.H selaku Ketua Komisi Pembimbing, yang telah memberikan bimbingan, nasehat, dan saran selama proses penyusunan tesis.

4. Dr. Mahmud Mulyadi, SH., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan, nasehat, dan saran selama proses penyusunan tesis.

(7)

5. Dr. Edy Ikhsan, SH., MA selaku Dosen Pembimbing III, yang telah memberikan bimbingan, nasehat, dan saran selama proses penyusunan tesis.

6. Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum selaku Dosen Penguji, yang telah memberikan bimbingan, nasehat, dan saran selama proses penyusunan tesis.

7. Dr. Jusmadi Sikumbang, SH., MS selaku Dosen Penguji, yang telah memberikan bimbingan, nasehat, dan saran selama proses penyusunan tesis.

8. Para Staff Pegawai di lingkungan Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang ikut serta dalam membantu proses pendidikan, yang telah banyak memberikan motivasi dan dukungan moril kepada penulis.

9. Keluargaku tercinta, Ayahanda Syah Daulat Purba, Ibundaku tersayang Siti Aisyah, Kakak tersayang Selviana Purba, SH., LLm, Abangku Marwan

Sinarta Purba, Kakak Ipar Linda Novianti, SH, Abang Ipar Eko Julianto, SH., MH, yang sudah memberikan dukungan, semangat, perhatian, dan senyum untukku.

10. Terima kasih kepada yang tersayang Raudha Yulisma, S.Sos, yang telah setia menemani penulis dalam senang dan duka, dan dalam proses bimbingan dalam penyusunan tesis ini.

11. Sahabat-sahabatku seperjuangan, Budi Bahreisy, Jefrianto Sembiring, Abdul Aziz Alsa, Mhd. Subhi Solih Hasb, terima kasih atas semuanya yang sudah kita jalani bersama.

12. Teman-Temanku Stambuk 2013 Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih untuk semuanya.

Universitas Sumatera Utara

(8)

Penulis menyadari bahwa Tesis ini kurang sempurna, oleh karena itu mohon kritik dan sarannya agar Tesis ini bisa menjadi lebih sempurna. Semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga Allah memberikan Rahmat dan Keridhoan-Nya kepada kita semua, Amin!!!

Walhamdulillahirabbil’alamin…

Medan, 22 September 2015 Penulis,

Keke Wismana Purba

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... vi

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 14

C. Tujuan Penelitian ... 15

D. Manfaat Penelitian ... 15

E. Keaslian Penelitian ... 16

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 17

1. Kerangka Teori ... 17

2. Konsepsi ... 26

G. Metode Penelitian ... 29

1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 29

2. Sumber Data ... 30

3. Teknik Pengumpulan Data ... 31

4. Analisis data ... 32

BAB II : PENERAPAN KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP WARGA NEGARA ASING PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA ... 33

A. Pengaturan Hukum Narkotika Bagi Warga Negara Asing Pelaku Tindak Pidana Narkotika... 33

B. Kedudukan Hukum Bagi Warga Negara Asing Pelaku Tindak Pidana Narkotika ... 52

C. Penerapan Pemidanaan Bagi Warga Negara Asing Pelaku Tindak Pidana Narkotika Menurut Ketentuan KUHP dan Undang-Undang Narkotika ... 54

BAB III : PELAKSANAAN KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP WARGA NEGARA ASING PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA ... 110

A. Kebijakan Hukum Pidana Sebagai Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Narkotika oleh Warga Negara Asing ... 110

B. Peranan Aparat Penegak Hukum Dalam Pelaksanaan Kebijakan Hukum Pidana Bagi Warga Negara Asing Pelaku Tindak Pidana Narkotika ... 114

C. Proses Pelaksanaan Kebijakan Hukum Pidana Bagi Warga Negara Asing Pelaku Tindak Pidana Narkotika ... 138

Universitas Sumatera Utara

(10)

BAB IV : HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP WARGA NEGARA ASING

PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA ... 150

A. Hambatan Pra Pelaksanaan Kebijakan Hukum Pidana (Khususnya Pidana Mati) Bagi Warga Negara Asing Pelaku Tindak Pidana Narkotika ... 150

B. Hambatan Pasca Pelaksanaan Kebijakan Hukum Pidana (Khususnya Pidana Mati) Bagi Warga Negara Asing Pelaku Tindak Pidana Narkotika ... 153

C. Solusi Dalam Menyelesaikan Hambatan Pelaksanaan Kebijakan Hukum Pidana (Khususnya Pidana Mati) Terkait Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Narkotika ... 157

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 161

A. Kesimpulan ... 161

B. Saran ... 165

DAFTAR PUSTAKA ... 166 LAMPIRAN

(11)

ABSTRAK

Perkara tindak pidana narkotika yang dianggap sebagai kejahatan yang paling serius dan dapat menjadi alat subversion, namun kenyataan di lapangan pemberlakuan kebijakan hukum pidana bagi para warga negara asing pelaku kejahatan khususnya narkotika memerlukan waktu yang cukup lama. Hal ini berkaitan dengan perlindungan hak-hak para pelaku kejahatan dan kurang tegasnya sistem perundang-undangan yang ada, selain itu pelaksanaan kebijakan hukum pidana bagi warga negara asing pelaku tindak pidana narkotika juga masih mengalami pro dan kontra di masyarakat, akan tetapi berdasarkan hukum positif Indonesia pelaksanaan kebijakan hukum pidana di Indonesia adalah dibenarkan.Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini, yakni bagaimanakah penerapan, pelaksanaan, serta hambatan dan solusi dalam menerapkan kebijakan hukum pidana terhadap warga negara asing pelaku tindak pidana narkotika di Indonesia.

Untuk menemukan jawaban dari permasalahan tersebut maka penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif analitis, dimana penelitian hukum normatif ini menggunakan data sekunder sebagai data utama dan juga menggunakan data primer sebagai data pelengkap dengan munggunakan teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library reseacrh), serta analisis data menggunakan metode analisis data kualitatif.

Penelitian ini dimaksudkan agar diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dimaksudkan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat untuk menjawab permasalahan.

Penerapan kebijakan hukum pidana terhadap kejahatan narkotika di suatu negara dapat dilaksanakan berdasarkan asas teritorial yang menitik beratkan tempat (locus delicti) sebagai dasar pemberlakuan hukum. Penerapan sanksi hukum terhadap warga masyarakat termasuk warga negara asing yang melanggar hukum, diharapkan dapat berpengaruh positif bagi perkembangan kepribadian masyarakat. Pelaksanaan kebijakan hukum pidana khususnya pidana mati saat ini tunduk pada Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1964 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati Yang Dijatuhkan Oleh Pengadilan Dilingkungan Peradilan Umum Dan Militer. Hambatan pra dan pasca pelaksanaan kebijakan hukum pidana khususnya pidana mati bagi warga negara asing pelaku tindak pidana narkotika yaitu adanya perbedaan pemahaman mengenai konsep pelaksanaan kebijakan hukum pidana khususnya pidana mati, pro kontra di kalangan masyarakat, praktisi hukum akademisi, dan para penegak hukum terkait pelaksanan kebijakan hukum pidana khususnya pidana mati bagi warga negara asing pelaku tindak pidana narkotika, serta intervensi dari berbagai negara terkait pelaksanan kebijakan hukum pidana khususnya pidana mati bagi warga negara asing pelaku tindak pidana narkotika. Solusi yang diambil dalam mengantisipasi hambatan-hambatan tersebut adalah dengan melakukan pendekatan yang bersifat partisipatoris dalam seluruh program dengan melibatkan seluruh pihak yang berkepentingan.

Kata Kunci: Kebijakan Hukum Pidana, Pidana Mati, Warga Negara Asing

Universitas Sumatera Utara

(12)

ABSTRACT

The crime of narcotics matters that are regarded as the most serious crimes and can be a tool of subversion, but the reality in the field was the enactment of criminal law policy for foreign nationals particularly narcotics offenders require quite a long time. This relates to the protection of the rights of the perpetrator of the crime and the lack of existing statutory system specifically, besides implementing criminal law policies for foreign nationals the perpetrator of the criminal offence of narcotics is also still have pros and cons in the community, but under the laws of Indonesia's positive criminal law policy execution in Indonesia was justified. The issue raised in this research, i.e. How is the implementation, execution, as well as the barriers and solutions in implementing criminal law policies against foreign nationals perpetrator of criminal illegals in Indonesia.

To find answers to these problems then this research using this type of normative legal research is a descriptive analytical, where the normative legal research using secondary data as the primary data and also use the primary data as supplementary data by using data collection techniques are carried out by means of the study of librarianship and data analysis using the method of qualitative data analysis. This research was intended to accrue to the description in detail and systematically about issues that will be examined. Based on the description of the intended analysis, facts are obtained will be done carefully analyses to answer the problem.

The application of criminal law policies against narcotics crimes in one country can be implemented based on the principle of the territory operates a place (locus delicti) as the basis for the enforcement of the law. The application of the sanctions law against citizens of the society including foreign nationals who break the law, expected to be positive for the development of the personality of the influential community. Implementation of the policy of criminal law in particular criminal dead is currently subject to a Presidential Determination No. 2 of 1964 On The implementation of the Criminal to death determined by the courts In General and military Judicial environment. Barriers of pre and post implementation of the policy of criminal law in particular criminal foreign nationals dead to the perpetrators of the crime of narcotics, namely the existence of a difference of understanding of the concept of the implementation of the policy of criminal law in particular criminal dead, pros cons among the public, academics, legal practitioners and law enforcers linked the implementation of the policy of criminal law in particular criminal foreign nationals dead to the perpetrators of the crime of narcotics, as well as the intervention of various countries linked the implementation of the policy of criminal law in particular criminal foreign nationals dead to the perpetrators of criminal acts narcotics. The solution was taken in anticipation of the barriers is to conduct a participatory approach that is in the whole programme by involving the entire parties concerned.

Keywords: Criminal Law, Criminal Policy Dead, Foreign Citizens

(13)

ABSTRAK

Perkara tindak pidana narkotika yang dianggap sebagai kejahatan yang paling serius dan dapat menjadi alat subversion, namun kenyataan di lapangan pemberlakuan kebijakan hukum pidana bagi para warga negara asing pelaku kejahatan khususnya narkotika memerlukan waktu yang cukup lama. Hal ini berkaitan dengan perlindungan hak-hak para pelaku kejahatan dan kurang tegasnya sistem perundang-undangan yang ada, selain itu pelaksanaan kebijakan hukum pidana bagi warga negara asing pelaku tindak pidana narkotika juga masih mengalami pro dan kontra di masyarakat, akan tetapi berdasarkan hukum positif Indonesia pelaksanaan kebijakan hukum pidana di Indonesia adalah dibenarkan.Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini, yakni bagaimanakah penerapan, pelaksanaan, serta hambatan dan solusi dalam menerapkan kebijakan hukum pidana terhadap warga negara asing pelaku tindak pidana narkotika di Indonesia.

Untuk menemukan jawaban dari permasalahan tersebut maka penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif analitis, dimana penelitian hukum normatif ini menggunakan data sekunder sebagai data utama dan juga menggunakan data primer sebagai data pelengkap dengan munggunakan teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library reseacrh), serta analisis data menggunakan metode analisis data kualitatif.

Penelitian ini dimaksudkan agar diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dimaksudkan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat untuk menjawab permasalahan.

Penerapan kebijakan hukum pidana terhadap kejahatan narkotika di suatu negara dapat dilaksanakan berdasarkan asas teritorial yang menitik beratkan tempat (locus delicti) sebagai dasar pemberlakuan hukum. Penerapan sanksi hukum terhadap warga masyarakat termasuk warga negara asing yang melanggar hukum, diharapkan dapat berpengaruh positif bagi perkembangan kepribadian masyarakat. Pelaksanaan kebijakan hukum pidana khususnya pidana mati saat ini tunduk pada Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1964 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati Yang Dijatuhkan Oleh Pengadilan Dilingkungan Peradilan Umum Dan Militer. Hambatan pra dan pasca pelaksanaan kebijakan hukum pidana khususnya pidana mati bagi warga negara asing pelaku tindak pidana narkotika yaitu adanya perbedaan pemahaman mengenai konsep pelaksanaan kebijakan hukum pidana khususnya pidana mati, pro kontra di kalangan masyarakat, praktisi hukum akademisi, dan para penegak hukum terkait pelaksanan kebijakan hukum pidana khususnya pidana mati bagi warga negara asing pelaku tindak pidana narkotika, serta intervensi dari berbagai negara terkait pelaksanan kebijakan hukum pidana khususnya pidana mati bagi warga negara asing pelaku tindak pidana narkotika. Solusi yang diambil dalam mengantisipasi hambatan-hambatan tersebut adalah dengan melakukan pendekatan yang bersifat partisipatoris dalam seluruh program dengan melibatkan seluruh pihak yang berkepentingan.

Kata Kunci: Kebijakan Hukum Pidana, Pidana Mati, Warga Negara Asing

Universitas Sumatera Utara

(14)

ABSTRACT

The crime of narcotics matters that are regarded as the most serious crimes and can be a tool of subversion, but the reality in the field was the enactment of criminal law policy for foreign nationals particularly narcotics offenders require quite a long time. This relates to the protection of the rights of the perpetrator of the crime and the lack of existing statutory system specifically, besides implementing criminal law policies for foreign nationals the perpetrator of the criminal offence of narcotics is also still have pros and cons in the community, but under the laws of Indonesia's positive criminal law policy execution in Indonesia was justified. The issue raised in this research, i.e. How is the implementation, execution, as well as the barriers and solutions in implementing criminal law policies against foreign nationals perpetrator of criminal illegals in Indonesia.

To find answers to these problems then this research using this type of normative legal research is a descriptive analytical, where the normative legal research using secondary data as the primary data and also use the primary data as supplementary data by using data collection techniques are carried out by means of the study of librarianship and data analysis using the method of qualitative data analysis. This research was intended to accrue to the description in detail and systematically about issues that will be examined. Based on the description of the intended analysis, facts are obtained will be done carefully analyses to answer the problem.

The application of criminal law policies against narcotics crimes in one country can be implemented based on the principle of the territory operates a place (locus delicti) as the basis for the enforcement of the law. The application of the sanctions law against citizens of the society including foreign nationals who break the law, expected to be positive for the development of the personality of the influential community. Implementation of the policy of criminal law in particular criminal dead is currently subject to a Presidential Determination No. 2 of 1964 On The implementation of the Criminal to death determined by the courts In General and military Judicial environment. Barriers of pre and post implementation of the policy of criminal law in particular criminal foreign nationals dead to the perpetrators of the crime of narcotics, namely the existence of a difference of understanding of the concept of the implementation of the policy of criminal law in particular criminal dead, pros cons among the public, academics, legal practitioners and law enforcers linked the implementation of the policy of criminal law in particular criminal foreign nationals dead to the perpetrators of the crime of narcotics, as well as the intervention of various countries linked the implementation of the policy of criminal law in particular criminal foreign nationals dead to the perpetrators of criminal acts narcotics. The solution was taken in anticipation of the barriers is to conduct a participatory approach that is in the whole programme by involving the entire parties concerned.

Keywords: Criminal Law, Criminal Policy Dead, Foreign Citizens

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemerintah dalam upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan sumber daya manusia dan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat perlu melakukan upaya peningkatan di bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan, antara lain pada satu sisi dengan mengusahakan ketersediaan narkotika jenis tertentu yang sangat dibutuhkan sebagai obat dan di sisi lain melakukan tindakan pencegahan dan pemberantasan terhadap bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Meskipun narkotika sangat bermanfaat untuk pengobatan dan pelayanan kesehatan, namun apabila disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan, terlebih jika disertai dengan peredaran narkotika secara gelap akan menimbulkan akibat yang sangat merugikan perorangan maupun masyarakat khususnya generasi muda. Bahkan dapat menimbulkan bahaya yang lebih besar lagi bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional.1

Sejarah penanggulangan bahaya narkotika dan kelembagaannya di Indonesia dimulai tahun 1971 pada saat dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 6 Tahun 1971 kepada Kepala Badan Koordinasi Intelijen Nasional (BAKIN) untuk menanggulangi 6 (enam) permasalahan nasional yang menonjol,

1 Syamsul Hidayat, Pidana Mati Di Indonesia, (Yogyakarta: Genta Press, 2010), hlm. 1

Universitas Sumatera Utara

(16)

yaitu pemberantasan uang palsu, penanggulangan penyalahgunaan narkoba, penanggulangan penyelundupan, penanggulangan kenakalan remaja, penanggulangan subversi, pengawasan orang asing.

Pada masa itu, permasalahan narkotika di Indonesia masih merupakan permasalahan kecil dan Pemerintah Orde Baru terus memandang dan berkeyakinan bahwa permasalahan narkoba di Indonesia tidak akan berkembang karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang agamis. Pandangan ini ternyata membuat pemerintah dan seluruh bangsa Indonesia lengah terhadap ancaman bahaya narkotika, sehingga pada saat permasalahan narkotika meledak dengan dibarengi krisis mata uang regional pada pertengahan tahun 1997, pemerintah dan bangsa Indonesia seakan tidak siap untuk menghadapinya, berbeda dengan Singapura, Malaysia dan Thailand yang sejak tahun 1970 secara konsisten dan terus menerus memerangi bahaya narkotika.

Pelaku peredaran dan pengguna narkotika sendiri terdiri dari berbagai lapisan kalangan masyarakat, mulai dari anak-anak sampai orang dewasa, orang yang tidak berpendidikan sampai orang yang berpendididkan, public figure, artis, anggota dewan, aparat penegak hukum saat ini sudah mulai menyalahgunakan narkotika, bahkan seorang residivis pun berulang kali melakukan peredaran narkotika setelah keluar dari penjara, dan yang sangat disayangkan lagi saat ini peredaran narkotika sudah banyak yang di kendalikan dari dalam penjara.

Masalah penyalahgunaan narkotika ini bukan saja merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian bagi negara Indonesia, melainkan juga bagi negara-negara lain di seluruh dunia. Memasuki abad millenium perhatian dunia internasional

(17)

terhadap masalah narkotika semakin meningkat, salah satu dapat dilihat melalui Single Convention On Narcotic Drugs pada tahun 1961.2 Masalah ini menjadi begitu penting mengingat bahwa narkotika itu adalah suatu zat yang dapat merusak fisik dan mental yang bersangkutan, apabila penggunanya tanpa resep dokter.

Kebijakan penanggulangan tindak pidana penyalahgunaan obat-obatan atau narkotika merupakan kebijakan hukum positif yang pada hakikatnya bukanlah semata-mata pelaksanaan undang-undang yang dapat dilakukan secara yuridis normatif dan sistematik, dogmatik. Selain dengan pendekatan yuridis normatif, kebijakan hukum pidana juga memerlukan pendekatan yuridis faktual yang dapat berupa pendekatan sosiologis, historis, bahkan memerlukan pula pendekatan komprehensif dari berbagai disiplin ilmu lainnya dan pendekatan integral dengan kebijakan sosial dan pembangunan nasional pada umumnya.3

Kebijakan penanggulangan tindak pidana penyalahgunaan narkotika tidak bisa lepas dari tujuan negara untuk melindungi segenap bangsa dan untuk memajukan kesejahteraan umum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.4 Sebagai warga negara berkewajiban untuk memberikan perhatian pelayanan pendidikan melalui pengembangan ilmu pengetahuan, selain itu sisi lain yang menjadi perhatian pemerintah adalah mengenai keamanan dan ketertiban masyarakat

2 Kusno Adi, Kebijakan Kriminal Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak, (Malang: UMM Press, 2009), hlm. 30

3 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005), hlm. 22

4 Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara, (Semarang: UNDIP, 1996), hlm. 6

Universitas Sumatera Utara

(18)

khususnya yang berdampak dari gangguan dan perbuatan pelaku tindak pidana narkotika.

Reformulasi kebijakan sanksi khususnya bagi pengguna narkotika kedepan yaitu dengan menerapkan sanksi tindakan perlu mempertimbangkan jenis atau bentuk dari sanksi tindakan yang tepat dan bermanfaat dalam rangka menyelamatkan penyalaguna narkotika bagi pecandu. Untuk menentukan jenis sanksi tindakan tersebut perlu memperhatikan beberapa hal seperti konvensi negara-negara didunia mencerminkan paradigma baru untuk menghindari peradilan pidana. (restorative justice) yang merupakan alternatif yang sering digunakan diberbagai belahan dunia untuk penanganan pelaku tindak pidana yang bermasalah dengan hukum karena menawarkan solusi yang komprehensif dan efektif.5

Masalah kebijakan hukum pidana merupakan salah satu bidang yang seyogyanya menjadi pusat perhatian kriminologi, karena kriminologi sebagai studi yang bertujuan mencari dan menentukan faktor-faktor yang membawa timbulnya kejahatan-kejahatan dan penjahat. Kajian mengenai kebijakan hukum pidana (penal policy) yang termasuk salah satu bagian dari ilmu hukum pidana, erat kaitannya dengan pembahasan hukum pidana nasional.

Salah satu jalur non penal untuk mengatasi masalah-masalah sosial adalah lewat kebijakan sosial (social policy). Kebijakan sosial pada dasarnya adalah kebijakan atau upaya-upaya rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, jadi

5 DS. Dewi, Fatahillah A. Syukur, Mediasi Penal Dalam Penerapan Restorative Justice Di Pengadilan Anak Indonesia, (Depok: Indie Publishing, 2011), hlm. 4

(19)

identik dengan kebijakan atau perencanaan pembangunan nasional yang meliputi berbagai aspek yang cukup luas dari pembangunan. Sebaliknya apabila cara pengendalian lain (social control), yaitu dengan cara menggunakan “kebijakan sosial” (social policy) tidak mampu mengatasi tindak pidana, maka jalan yang dipakai melalui kebijakan penal (kebijakan hukum pidana). Dua masalah sentral dalam kebijakan tindak pidana dengan menggunakan sarana penal (hukum pidana) adalah masalah perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana, dan sanksi apa yang sebaiknya diberikan kepada si pelanggar.6

Penegakan hukum terhadap kejahatan di Indonesia yang mana pemerintah selaku penyelenggara kehidupan bernegara perlu memberikan perlindungan dan kesejahteraan masyarakat melalui berbagai kebijakan yang teragenda dalam program pembangunan nasional. Kebijakan pemerintah ini tergabung dalam kebijakan sosial (social policy). Salah satu bagian dari kebijakan sosial ini adalah kebijakan penegakan hukum (law enforcement policy), termasuk di dalamnya kebijakan legislatif (legislative policy). Sedangkan kebijakan penanggulangan kejahatan (criminal policy) itu sendiri merupakan bagian dari kebijakan penegakan hukum (law enforcement policy).7

Pengkajian mengenai penegakan hukum pidana, dapat dilihat dari cara penegakan hukum pidana yang dikenal dengan sistem penegakan hukum atau

6 Mardjono Reksodiputra, Pembaharuan Hukum Pidana, Pusat Pelayanan Dan Pengendalian Hukum, (Jakarta: Lembaga Kriminologi UI, 1995), hlm. 23-24

7 Mahmud Mulyadi, Politik Hukum Pidana, (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2011), hlm. 6

Universitas Sumatera Utara

(20)

criminal law enforcement yang mana bagiannya adalah kebijakan penanggulangan kejahatan (criminal policy), dimana dalam penanggulangan kejahatan dibutuhkan dua sarana yakni menggunakan penal atau sanksi pidana, dan menggunakan sarana non penal yaitu penegakan hukum tanpa menggunakan sanksi pidana (penal). Penegakan hukum mempunyai sasaran agar orang taat kepada hukum. Ketaatan masyarakat terhadap hukum disebabkan tiga hal, yakni takut berbuat dosa, takut karena kekuasaan dari pihak penguasa berkaitan dengan sifat hukum yang bersifat imperatif, dan takut karena malu berbuat jahat. Penegakan hukum dengan sarana non penal mempunyai sasaran dan tujuan untuk kepentingan internalisasi.8

Penggunaan upaya hukum, termasuk hukum pidana, sebagai salah satu upaya untuk mengatasi masalah sosial termasuk dalam bidang kebijakan penegakan hokum, disamping itu karena tujuannya adalah untuk mencapai kesejahteraan masyarakat pada umumnya, maka kebijakan penegakan hukum itupun termasuk dalam bidang kebijakan sosial, yaitu segala usaha yang rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.9

Kebijakan penanggulangan kejahatan atau yang biasa di sebut dengan istilah politik kriminal yang dapat meliputi ruang lingkup yang cukup luas. Maksudnya dalam upaya penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan penerapan hukum pidana (criminal law application), pencegahan tanpa pidana (prevention without

8 Siswantoro Sunarso, Penegakan Hukum Dalam Kajian Sosiologis, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 142

9 Muladi, Barda Nawawi Arief, Teori-Teori Dan Kebijakan hukum pidana, (Bandung:

Alumni, 1998), hlm. 148

(21)

punishment), mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media masa (influencing views of society on crime and punishment). Permasalahan sentral dalam kebijakan penal adalah penentuan perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana (yaitu melalui kebijakan kriminalisasi), dan sanksi apa yang sebaiknya dijatuhkan kepada sipelanggar (yaitu melalui kebijakan penalisasi).10

Barda Nawawi Arief dan Muladi menyatakan bahwa hubungan antara penetapan sanksi pidana dan tujuan pemidanaan adalah titik penting dalam menentukan strategi perencanaan politik kriminal. Menentukan tujuan pemidanaan dapat menjadi landasan untuk menentukan cara, sarana atau tindakan yang akan digunakan.11 Selanjutnya Barda Nawawi Arief menegaskan bahwa politik kriminal merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat (social defence) dan upaya untuk mencapai kesejahteraan masyarakat (social welfare), oleh karena itu, tujuan akhir atau tujuan utama dari politik kriminal adalah “perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.”12

Para pelaku tindak pidana narkotika sebagian besar berasal dari warga negara asing yang berhasil di tangkap pihak kepolisian bekerjasama dengan Badan Narkotika Nasional, dimana hal ini menunjukkan bahwa Indonesia telah menjadi surga bagi para pelakunya. Kebijakan penal yang dilakukan oleh kepolisian meliputi

10 Ibid., hlm. 160

11 Ibid., hlm. 95

12 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru, (Jakarta: Kencana Premedia Group, 2014), hlm. 4

Universitas Sumatera Utara

(22)

pengungkapan dan penyelesaian kasus (sampai di tahap penyidikan) baik yang dilakukan oleh warga negara Indonesia maupun terhadap pelaku yang berasal dari warga negara asing. Pelaku tindak pidana narkotika ini memiliki jaringan yang tidak saling mengenal, oleh sebab itu pengungkapan kasus tindak pidana narkotika ini memerlukan strategi yang matang dari aparat penegak hukum.

Kelemahan kebijakan legislatif akan berdampak pada para penegak hukum, yaitu kesulitan mengaplikasikan aturan-aturan tersebut dalam menangani kasus-kasus tindak pidana narkotika. Perumusan kebijakan kriminalisasi dan kualifikasi tindak pidana yang kurang jelas, dimana kebijakan kriminalisasi undang-undang tersebut terfokus untuk kepentingan pengobatan atau tujuan ilmu pengetahuan dan pengangkutan narkotika (termasuk dalam lintas dan eksport). Kemudian dalam kualifikasi tindak pidananya hanya mengatur ketentuan perubahan-perubahan sebagai larangan termasuk ancaman sanksi pidana. Adanya kelemahan-kelemahan seperti tersebut diatas, maka diadakan perubahan atas undang-undang yang lama, sebagai penggantinya di keluarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

Suatu negara dapat menerapkan hukum terhadap kejahatan yang terjadi di wilayahnya berdasarkan asas teritorial yang dilihat dari tempat (locus delicti) sebagai dasar pemberlakuan hukum. Setiap orang (warga negara maupun warga negara asing) yang mengancam keamanan negara maupun warganya diluar batas-batas wilayah negara berlaku ketentuan pidana berdasarkan asas personalitas (pasif). KUHP Indonesia secara tersirat menyatakankan beberapa asas yang menjadi landasan bagi

(23)

pembentukan serta pemberlakuan hukum pidana atas suatu peristiwa pidana menurut tempat yaitu asas teritorial, asas personalitas berdasarkan kewarganegaraan aktif, asas personalitas berdasarkan kewarga negaraan pasif dan yang terakhir adalah asas universal. Asas-asas ini merupakan dasar yang di atasnya dapat dilaksanakan yurisdiksi suatu negara.13

Asas teritorial terdapat dalam Pasal 2 KUHP yang berbunyi “ketentuan pidana dalam perundang-undangan Republik Indonesia berlaku bagi setiap orang yang dalam daerah Republik Indonesia melakukan sesuatu tindak pidana.” Asas teritorial ini melahirkan yuridiksi teritorial, yaitu kedaulatan atau kewenangan suatu negara yang berdasarkan hukum Internasional untuk mengatur segala sesuatu yang terjadi dalam batas-batas wilayah negaranya.

Salah satu wujud dari yurisdiksi teritorial suatu negara adalah membuat serta memberlakukan hukum pidana Indonesia terhadap tindak pidana yang terjadi dalam wilayah negara Indonesia. Ketentuan ini berlaku bagi warga negara Indonesia sendiri maupun orang asing yang melakukan suatu tindak pidana.14 Hal ini merupakan dasar yang diunggulkan bagi pelaksanaan yuridiksi negara. Peristiwa yang terjadi dalam batas-batas teritorial suatu negara dan orang-orang yang berada di wilayah tersebut sekalipun untuk sementara, pada lazimnya tunduk pada penerapan hukum lokal.15

13 Moeljanto, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 3-5

14 I Wayan Parthiana, Hukum Pidana Internasional Dan Ekstradisi, (Bandung: Yrama Widya, 2003), hlm. 12-13

15 Rebecca M.M. Wallace, Hukum Internasional, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1993), hlm. 120

Universitas Sumatera Utara

(24)

Ruang lingkup hukum pidana mencakup tiga ketentuan yaitu tindak pidana, pertanggungjawaban, dan pemidanaan. Ketentuan pidana yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika digolongkan menjadi empat kategorisasi tindakan melawan hukum yang dilarang oleh undang-undang dan dapat diancam dengan sanksi pidana, yakni:16

a. Kategori pertama, yakni perbuatan-perbuatan berupa memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika dan precursor narkotika.

b. Kategori kedua, yakni perbuatan-perbuatan berupa memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika dan precursor narkotika.

c. Kategori ketiga, yakni perbuatan-perbuatan berupa menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika dan prekursor narkotika.

d. Kategori keempat, yakni perbuatan-perbuatan berupa membawa, mengirim, mengangkut atau mentransit narkotika dan prekursor narkotika.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatur upaya pemberantasan terhadap tindak pidana Narkotika melalui ancaman pidana pokok yang terdiri dari pidana mati, pidana seumur hidup, dan pidana penjara, kemudian diberlakukan pula pidana tambahan seperti denda, serta pencabutan hak-hak tertentu.

Selain pidana tersebut Pasal 146 undang-undang ini juga memberikan sanksi terhadap warga negara asing yang telah melakukan tindak pidana narkotika ataupun telah

16 Siswanto Sunarso, Politik Hukum Dalam Undang-Undang Narkotika, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), hlm. 256

(25)

menjalani hukuman atas tindak pidana narkotika, dilakukan pengusiran wilayah negara Republik Indonesia dan dilarang masuk kembali ke wilayah negara Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika juga mengatur mengenai pemanfaatan Narkotika untuk kepentingan pengobatan dan kesehatan serta mengatur tentang rehabilitasi medis dan sosial, namun dalam kenyataannya tindak pidana narkotika di dalam masyarakat menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korban yang meluas, terutama di kalangan anak-anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya.17

Tujuan pemidanaan selain memiliki unsur sebagai pencegahan, juga untuk memperbaiki terpidana, di samping mempertahankan tata tertib hukum. Pidana mati apabila bertujuan sebagai pembalasan maupun pembelajaran bagi masyarakat atau agar masyarakat menjadi jera untuk tidak mengulangi atau meniru tindakan yang melanggar hukum, ternyata maksud dan tujuan itu tidaklah tercapai seperti yang diharapkan, karena pada kenyataannya kasus tindak pidana pembunuhan dan kejahatan narkotika tidak menjadi berkurang, bahkan meningkat, sekalipun sudah terjadi pemidanaan mati yang dijatuhkan terhadap pelaku kejahatan tersebut.

Bentuk-bentuk pemidanaan yang dijatuhkan tidaklah terlepas dari latar belakang filosofi yang melahirkan teori-teori tujuan pemidanaan, maka apabila pidana mati dimaksudkan sebagai upaya pembalasan akan mengakibatkan kecenderungan untuk memuaskan atau dapat saja tidak memuaskan, di mana secara

17 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

Universitas Sumatera Utara

(26)

estetika terpidana harus menerima penderitaan seimbang dengan korbannya.

Sementara itu tujuan pemidanaan yang lain, adalah lebih menitikberatkan sebagai prevensi dengan maksud agar orang lain jera untuk tidak melakukan kejahatan.18

Perkara tindak pidana narkotika yang dianggap sebagai kejahatan yang paling serius dan dapat menjadi alat subversi, bahkan akibat yang ditimbulkan dapat menghancurkan masa depan anak bangsa. Upaya penanggulangan dan pemberantasan narkotika dan obat-obat terlarang di negara-negara maju sudah mulai dilakukan dengan meningkatkan pendidikan sejak dini dan melakukan kampanye anti narkotika, serta penyuluhan tentang bahayanya. Demikian seriusnya penanggulangan masalah narkotika bagi kehidupan manusia sudah mendorong kerja sama internasional dalam memerangi kejahatan narkotika tersebut.19

Pemidanaan berupa penjara, hukuman mati maupun denda terhadap warga negara asing pelaku tindak pidana narkotika saat ini telah banyak dilaksanakan oleh pengadilan. Salah satu pidana penjara telah diberikan hakim adalah kepada terdakwa Orjan Robert Elovsson warga negara asing asal Swedia, Naravadee warga negara asing asal Thailand dan Ataliat Joses Guambe warga negara asing asal Mozambique oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan diyakini terbukti tanpa hak melakukan permufakatan jahat mengedarkan narkotika, dan ketiga warga negara asing tersebut di vonis masing-masing seumur hidup. Terdapat juga warga negara

18 Djoko Prakoso, Nurwachid, Studi Tentang Pendapat-Pendapat Mengenai Efektivitas Pidana Mati Di Indonesia Dewasa Ini, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), hlm. 145

19 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 56

(27)

asing yang di sidang dan di vonis hukuman penjara oleh Pengadilan Negeri Surabaya karena kasus narkoba, adalah tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh Lu Xue Mei, warga negara asing asal China yang mendapat hukuman 13 tahun penjara karena terbukti mengedarkan narkoba. Selain itu, penyelundup sabu antar negara tersebut diwajibkan membayar denda sebanyak satu milliar, dan jika tidak dibayar, bisa diganti dengan hukuman penjara selama enam bulan.20

Indonesia juga memberlakukan pidana mati bagi bandar narkoba baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Kejaksaan Agung telah melakukan eksekusi hukuman mati tahap pertama terhadap lima terpidana mati kasus narkoba yang berwarga negara asing. Kelima terpidana mati warga negara asing itu terdiri dari empat laki-laki dan satu perempuan. Mereka adalah Namaona Denis, Umur 48 Tahun Warga Negara Malawi, Marco Archer Cardoso Mareira, Umur 53 Tahun, Warga Negara Brazil, Daniel Enemua, Umur 48 Tahun, Warga Negara Nigeria, Ang Kim Soei, Umur 62 Tahun, Warga Negara Vietnam, Tran Thi Bich Hanh, Umur 37 Tahun, Warga Negara Vietnam. Eksekusi terhadap lima terpidana mati itu dilakukan setelah permohonan grasi mereka ditolak oleh Presiden Joko Widodo pada 30 Desember 2014.21

Tahap kedua pelaksanaan eksekusi mati yang sudah dilaksanakan terhadap sembilan terpidana mati warga negara asing yakni, Andrew Chan Warga Negara

20 Warga Negara Asing Asal China Pengedar Narkoba Dihukum 13 Tahun, http://realita.co/index.php?news=WNA-China-Pengedar-Narkoba-Dihukum-13-

Tahun~3b1ca0a43b79bdfd9f9305b81298296251d23c44fab3e50e73a3e39cdd56d60c, (diakses tanggal 16 April 2015).

21 Kejaksaan Agung RI, Eksekusi Terpidana Mati Narkoba, http://www.kejaksaan.go.id/search.php?q=eksekusi+mati&x=0&y=0, (diakses tanggal 16 April 2015).

Universitas Sumatera Utara

(28)

Australia, Mary Jane Fiesta Veloso Warga Negara Filiphina, Myuran Sukumaran Warga Negara Australia, Serge Areski Atlaoui Warga Negara Prancis, Martin Anderson Warga Negara Ghana, Raheem Salami Warga Negara Spanyol, Rodrigo Gularte Warga Negara Brazil, Sylvester Obiekwe Warga Negara Nigeria, Okwudili Ayatanze Warga Negara Nigeria.22

Kenyataan di lapangan pemberlakuan kebijakan hukum pidana bagi para warga negara asing pelaku kejahatan khususnya narkotika memerlukan waktu yang cukup lama. Hal ini berkaitan dengan perlindungan hak-hak para pelaku kejahatan dan kurang tegasnya sistem perundang-undangan yang ada, selain itu pelaksanaan kebiajakan pidana bagi warga negara asing pelaku tindak pidana narkotika juga masih mengalami pro dan kontra di masyarakat, akan tetapi berdasarkan hukum positif Indonesia pelaksanaan kebijakan hukum pidana di Indonesia adalah dibenarkan.

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan tersebut maka penelitian ini diberi judul “Analisis Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Warga Negara Asing Pelaku Tindak Pidana Narkotika.”

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan pertanyaan mengenai objek empirik yang akan diteliti dan jelas batas-batasnya. Pada penelitian ini adapun yang menjadi permasalahan adalah sebagai berikut:

22 Ibid.

(29)

1. Bagaimana penerapan kebijakan hukum pidana terhadap warga negara asing pelaku tindak pidana narkotika di Indonesia?

2. Bagaimana pelaksanaan kebijakan hukum pidana terhadap warga negara asing pelaku tindak pidana narkotika di Indonesia?

3. Bagaimana hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan kebijakan hukum pidana (khususnya pidana mati) terhadap warga negara asing pelaku tindak pidana narkotika di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai penerapan kebijakan hukum pidana terhadap warga negara asing pelaku tindak pidana narkotika di Indonesia.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai pelaksanaan kebijakan hukum pidana terhadap warga negara asing pelaku tindak pidana narkotika di Indonesia.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai hambatan-hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan kebijakan hukum pidana (khususnya pidana mati) terhadap warga negara asing pelaku tindak pidana narkotika di Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

Penelitan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara teoretis kepada disiplin ilmu hukum yang ditekuni oleh peneliti maupun praktis kepada para praktisi hukum.

1. Manfaat yang bersifat teoretis adalah diharapkan hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran dibidang hukum yang akan mengembangkan displin

Universitas Sumatera Utara

(30)

ilmu hukum khususnya dalam bidang pelaksanaan hukuman mati bagi terpidana mati narkotika.

2. Manfaat yang bersifat praktis adalah bahwa hasil penelitian ini nantinya diharapkan memberikan jalan keluar yang akurat terhadap permasalahan yang diteliti dan disamping itu peneltian ini dapat mengungkapkan teori-teori baru serta pengembangan teori-teori yang sudah ada.23 Secara praktis diharapkan juga agar penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi masyarakat, aparat penegak hukum dan para pihak yang berperan serta yang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan perannya dalam setiap pelaksanaan pidana hukuman mati bagi terpidana narkotika, mengingat narkotika merupakan musuh paling berbahaya bagi generasi penerus bangsa.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian yang berjudul “Analisis Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Warga Negara Asing Pelaku Tindak Pidana Narkotika” adalah hasil pemikiran sendiri.

Penelitian ini menurut sepengetahuan, belum pernah ada yang membuat. Kalaupun ada seperti beberapa judul penelitian yang diuraikan di bawah ini dapat diyakinkan bahwa substansi pembahasannya berbeda. Dengan demikian keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan ilmiah. Pengujian tentang kesamaan dan keaslian judul yang diangkat di perpustakaan fakultas hukum universitas sumatera utara khususnya dilingkungan magister kenotariatan dan magister ilmu

23 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 106

(31)

hukum juga telah dilakukan dan dilewati, namun ada beberapa penelitian tesis yang memiliki kemiripan dengan judul yang diangkat, antara lain:

1. Nama : Anjan Pramuka Putra Nim : 067005063

Tahun : 2008

Judul : Analisis yuridis Penerapan Sistem Pemidanaan Terhadap pelaku Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika

2. Nama : Elizabeth Siahaan Nim : 077005036 Tahun : 2009

Judul : Peranan Penyidik Polri Dalam Penanganan Tindak Pidana Narkotika Di Sumatera Utara

3. Nama : Jukiman Situmorang Nim : 087005009

Tahun : 2010

Judul : Analisis Yuridis Tindak Pidana Narkotika Sebagai Predicate Crime Dalam Money Laundering

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis.

Universitas Sumatera Utara

(32)

Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.24 Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Menurut Soerjono Soekanto, dinyatakan bahwa keberlanjutan perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.25

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati. Penelitian ini berusaha untuk memahami mengenai konsep pidana hukuman mati yang diterapkan bagi terpidana narkotika, dimana konsep pidana hukuman mati diharapkan dapat efek jera bagi pemakai, pengedar, dan pembuat narkotika.

Teori dalam penulisan tesis ini menggunakan teori tujuan hukum dimana tujuan hukum harus mewujudkan kepastian hukum, keadilan hukum dan kemanfaatan hukum. Istilah kepastian hukum dalam tataran teori hukum tidak memiliki pengertian yang tunggal. Hal ini disebabkan oleh adanya sejumlah pendapat yang berusaha menjelaskan arti dari istilah tersebut dengan argumen dan perspektif tertentu, baik dalam pengertian yang sempit maupun luas. Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis, jelas dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multitafsir) dan

24 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hlm. 80

25 Soerjono Soekanto, Ibid., hlm. 6

(33)

logis dalam artian menjadi suatu sistem norma, dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik antara norma satu dengan yang lainnya.

Konflik norma yang ditimbulkan dari ketidakpastian aturan dapat berbentuk kontestasi norma, reduksi norma atau distorsi norma. Pendapat ini dapat dikategorikan sebagai pendapat yang berperspektif legal positivism karena lebih melihat kepastian hukum dari sisi kepastian perundang-undangan. Kepastian hukum harus diindikasikan oleh adanya ketentuan peraturan yang tidak menimbulkan multitafsir terhadap formulasi gramatikal dan antinomi antar peraturan, sehingga menciptakan keadaan hukum yang tidak membawa kebingungan ketika hendak diterapkan atau ditegakkan oleh aparat penegak hukum.

Gustaf Radbruch pada konsep ajaran prirotas baku mengemukakan bahwa tiga ide dasar hukum atau tiga tujuan utama hukum adalah keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Keadilan merupakan hal yang utama dari ketiga hal itu tetapi tidak berarti dua unsur yang lain dapat dengan serta merta diabaikan. Hukum yang baik adalah hukum yang mampu mensinergikan ketiga unsur tersebut demi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.26

Keadilan yang dimaksudkan ini adalah keadilan dalam arti yang sempit yakni kesamaan hak untuk semua orang di depan pengadilan. Kemanfaatan atau finalitas menggambarkan isi hukum karena isi hukum memang sesuai dengan tujuan yang mau dicapai oleh hukum tersebut. Kepastian hukum dimaknai dengan kondisi di mana

26 Ali Ahmad, Menguak Teori Hukum Dan Teori Peradilan, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm.

287-288

Universitas Sumatera Utara

(34)

hukum dapat berfungsi sebagai peraturan yang harus ditaati.27 Kepastian hukum itu berkaitan dengan putusan hakim yang didasarkan pada prinsip the binding for precedent (stare decisis) dalam sistem common law dan the persuasive for precedent (yurisprudensi) dalam civil law. Putusan hakim yang mengandung kepastian hukum adalah putusan yang berisi prediktabilitas dan otoritas. Kepastian hukum akan terjamin oleh sifat prediktabilitas dan otoritas pada putusan-putusan terdahulu.28

Hukum bertugas menjamin adanya kepastian hukum (rechszekerheid) dalam pergaulan manusia. Dalam tugas itu tersimpul dua tugas lain, yaitu harus menjamin keadilan serta hukum tetap berguna. Dalam kedua tugas tersebut tersimpul pula tugas ketiga yaitu hukum menjaga agar masyarakat tidak terjadi main hakim sendiri (eigenrichting). Dalam penerapan teori hukum tidak dapat hanya satu teori saja tetapi harus gabungan dari berbagai teori. Berdasarkan teori hukum yang ada maka tujuan hukum yang utama adalah untuk menciptakan keadilan, kemanfaatan, kepastian hukum, ketertiban dan perdamaian.29 Fuller memberikan makna yang lebih luas tentang kepastian hukum. Fuller menjabarkan pendapatnya tentang kepastian hukum, dengan menyatakan bahwa kepastian hukum selalu berkaitan dengan hal-hal seperti:30 a. Adanya sistem hukum yang terdiri dari peraturan-peraturan, bukan berdasarkan

putusan sesaat untuk hal-hal tertentu.

b. Peraturan tersebut diumumkan kepada publik.

c. Peraturan tersebut tidak berlaku surut.

d. Dibuat dalam rumusan yang dimengerti oleh umum.

27 Ibid., hlm. 162

28 Ibid., hlm. 294

29 Ridwan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 22

30 Ahmad Ali, Op. Cit., hlm. 294

(35)

e. Tidak boleh ada peraturan yang saling bertentangan.

f. Tidak boleh menuntut suatu tindakan yang melebihi apa yang dapat dilakukan.

g. Tidak boleh sering diubah-ubah.

h. Harus ada kesesuaian antara peraturan dan pelaksanaan sehari-hari.

Fungsi teori tujuan hukum disini adalah untuk menjamin setiap pelaksanaan pidana hukuman mati bagi terpidana mati narkotika, mengingat pidana mati sebagai efek pembuat jera bagi pemakai, pengedar, dan pembuat narkotika, yang jika di edarkan di wilayah hukum Indonesia. Kepastian hukum juga mengisyaratkan bahwa setiap pelaku tindak pidana narkotika yang dijatuhi hukuman mati oleh hakim, maka pelaksanaan hukuman pidana mati sudah pasti diberikan kepada terpidana mati narkotika.

Teori dalam penulisan tesis ini menggunakan teori sistem hukum yang di dalamnya terdapat asas-asas hukum yang terpadu yang membentuk tertib hukum terhadap hukum pidana di Indonesia. Asas-asas hukum itu terdapat dalam hukum pidana dan hukum acara pidana Indonesia. Salah satu asas hukum dalam hukum pidana adalah asas legalitas, yaitu tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan.31

Sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam peraturan perundang- undangan, maka yang dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa.32 Selain asas legalitas terdapat asas tiada pidana tanpa kesalahan untuk

31 Pasal 1 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

32 Pasal 1 Ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Universitas Sumatera Utara

(36)

menjatuhkan pidana kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri orang tersebut.33

Pengertian mengenai hukum banyak dikemukakan oleh para ahli hukum. Satu sama lain memiliki perbedaan dan sampai sekarang tidak ada satu pengertian hukum yang disepakati oleh semua pihak, karena masing-masing mempunyai perspektif yang berbeda. Secara garis besar pengertian hukum dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu:

a. Hukum dilihat sebagai perwujudan nilai-nilai tertentu, maka metode yang dipergunakan bersifat idealis, metode ini selalu berusaha menguji hukum yang harus mewujudkan nilai-nilai tertentu.

b. Hukum dilihat sebagai suatu sistem peraturan-peraturan yang abstrak, maka perhatian akan terpusat pada hukum sebagai suatu lembaga yang benar-benar otonom yang bisa dibicarakan sebagai subyek tersendiri terlepas dari kaitannya dengan hal-hal di luar peraturan tersebut. Cara pandang ini akan menggunakan metode normatif analitis.

c. Hukum dipahami sebagai alat untuk mengatur masyarakat, maka metode yang digunakan adalah sosiologis. Metode ini akan mengkaitkan hukum kepada usaha- usaha untuk mencapai tujuan dan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan kongkrit masyarakat. Pusat perhatiannya tertuju pada efektifitas dari hukum.34

Komponen yang terdapat pada bagian struktur yaitu kelembagaan yang diciptakan oleh sistem hukum dengan berbagai macam fungsinya dalam rangka mendukung bekerjanya sistem hukum, komponen substansi adalah luaran dan sistem hukum, termasuk di dalamnya norma-norma itu sendiri baik berupa peraturan- peraturan, keputusan-keputusan yang semuanya digunakan untuk mengatur tingkah laku manusia adapun budaya atau kultur hukum adalah nilai-nilai dan sikap-sikap

33 Fully Handayani, Pengantar Hukum Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2011), hlm.

59-61

34 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996), hlm. 6

(37)

yang merupakan pengikat sistem itu serta menentukan tempat sistem itu di tengah- tengah budaya bangsa sebagai keseluruhan.35

Lawrence M. Friedman mengemukakan teori bahwa beroperasinya suatu sistem hukum dalam masyarakat atau efektivitas hukum sangat ditentukan oleh tiga komponen dasar. Tentang hal itu, Friedman mengatakan, “a legal system in actual operation is a complex organism in which structure, substance, and culture interact.”36 Sistem hukum tersebut dapat memainkan peranan sebagai pendukung dan penunjang dalam setiap usaha untuk merealisasikan tujuan pembangunan, sehingga dapat dikatakan sistem bukum yang efektif adalah sistem hukum yang mendukung terealisasinya tujuan yang dicapai dalam pembangunan.37

Fungsi teori sistem hukum pada penelitian ini adalah untuk melihat peranan sistem hukum dari tiap-tiap sistem hukum negara yang berbeda baik dalam sistem negara hukum civil law maupun common law dalam pelaksanaan pidana hukuman mati bagi terpidana mati narkotika. Selain itu teori sistem hukum juga akan menganalisis sejauh mana peranan kebijakan pemerintah dalam menegakkan sistem aturan hukum pidana yang dianut masing-masing negara.

Penelitian ini juga menggunakan teori efektivitas hukum menurut Soerjono Soekanto, hal tersebut didasarkan atas pertimbangan babwa parameter efektivitas hukum lebih sistematis, praktis serta lebih mudah diamati dalam penelitian, sehingga

35 Esmi Warasih, Pengaruh Budaya Hukum Terhadap Fungsi Hukum, (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2011), hlm. 134

36 Ibid.

37 Ibid.

Universitas Sumatera Utara

(38)

secara garis besar lebih memudahkan peneliti dalam melakukan penelitiannya. Lon L.

Fuller mengkonsepsikan hukum sebagai sarana untuk mencapai tujuan tertentu.

Untuk dapat mewujudkan tujuannya, hukum harus memenuhi persyaratan- persyaratan tertentu atau disebut sebagai delapan prinsip legalitas, yaitu sebagai berikut:38

1. Harus ada peraturannya lebih dahulu

2. Peraturan itu harus diumumkan secara layak 3. Peraturan itu tidak boleh berlaku surut

4. Perumusan peraturan-peraturan itu harus jelas dan terperinci, ia harus dapat dimengerti oleh rakyat

5. Hukum tidak boleh meminta dijalankannya hal-hal yang tidak mungkin 6. Diantara sesama peraturan tidak boleh terdapat pertentangan satu sama lain 7. Peraturan-peraturan harus tetap, tidak boleh sering diubah-ubah

8. Harus terdapat kesesuaian antara tindakan-tindakan para pejabat hukum dan peraturan-peraturan yang telah dibuat.

Dias mengajukan lima syarat yang harus dipenuhi untuk mengefektifkan sistem hukum sebagai berikut:39

a. Mudah tidaknya makna aturan-aluran hukum itu untuk ditangkap dan dipahami b. Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahul isi aturan-aturan

hukum yang bersangkutan

c. Effisien dan effekif tidaknya mobilisasi aturan-aturan hukum

d. Adanya mekanisme penyelesaian sengkela yang tidak hanya harus mudah dihubungi dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat akan tetapi juga harus cukup effektif menyelesaikan sengketa-sengketa, dan

e. Adanya anggapan dan pengakuan yang merata di kalangan warga masyarakat bahwa aturan-aturan dan pranata-pranata hukum itu memang sesungguhnya berdaya kemampuan yang effektif.

Menurut Soerjono Soekanto, masalah mengefektifkan hukum apabila dibubungkan dengan berlakunya hukum sebagai kaedah, maka hukum harus dapat

38 Esmi Warasih, Op. Cit., hlm. 126-127

39 Ibid., hlm. 135

(39)

berlaku secara yuridis, sosiologis dan filosofis.40 Hal itu disebabkan apabila hukum hanya berlaku secara yuridis, maka kemungkinan besar kaedah tersebut merupakan kaedah mati (dode regel), dan jika hukum hanya berlaku secara sosiologis, maka kaedah tersebut menjadi aturan pemaksa (dwangmaatregel), dan apabila hukum hanya berlaku secara filosofis, maka kemungkinan hukum tersebut hanya merupakan hukum yang dicita-citakan.41

Selanjutnya Soerjono Soekanto mengemukakan teorinya agar hukum dapat berfungsi dalam masyarakat yang dipengaruhi oleh paling sedikitnya empat faktor yakni hukum atau peraturan itu sendiri, petugas yang menegakkannya, fasilitas yang diharapkan mendukung pelaksanaan hukum, dan warga masyarakat yang terkena ruang lingkup peraturan tersebut.42

Menurut Selo Soemardjan, efektivitas hukum berkaitan erat dengan faktor- faktor sebagai berikut:43

a. Jangka waktu penanaman hukum, yaltu panjang atau pendeknya jangka waktu dimana usaha-usaha menanamkan itu dilakukan dan diharapkan memberikan hasil.

b. Usaha-usaha menanamkan hukum di dalam masyarakat, yaitu penggunaan tenaga manusia, alat-alat, organisasi dan metode agar warga-warga masyarakat mengetahui, menghargai, mengakui dan mentaati hukum.

c. Reaksi masyarakat yang didasarkan pada sistim nilai-nilai yang berlaku. Artinya masyarakat mungkin menolak atau menentang atau mungkin mematuhi hukum karena compliance, identification, internalization atau kepentingan-kepentingan mereka terjamin pemenuhannya.

40 Soerjono Soekanto, Kegunaan Sosiologi Hukum Bagi Kalangan Hukum, (Bandung:

Alumni, 1979), hlm. 46-47

41 Ibid., hlm. 47

42 Ibid.

43 Ibid., hlm. 45

Universitas Sumatera Utara

(40)

Satjipto Rahardjo mengemukakan adanya beberapa komponen penting dalam kaitannya agar masyarakat menjadi sadar akan manfaat dan produk hukum yang diintroduksikan kepadanya yaitu peraturan hukumnya sendiri yang kemudian dikomunikasikan dalam masyarakat, aktivitas dari para pelaksana, dan proses pelembagaan (institutionalization) dan internalisasi hukumnya.44

Efektivitas hukum sangat mensyaratkan adanya komunikasi hukum agar hukum dapat berlaku dan diterima oleh masyarakat, sebagaimana pendapat Lawrence M. Friedman, “a legal act (rule, doctrine, practice), whatever functions it serves, is a message”.45 Soerjono Soekanto menambahkan dua syarat selain satu syarat yang telah disebutkan di atas, yaitu syarat bahwa subjek bukum harus dapat melakukan atau tidak melakukan hal-hal yang diatur oleh hukum dan disposisi untuk berperilaku, yaitu hal-hal apa yang menjadi pendorong manusia untuk berperilaku, perhitungan untung rugi, agar hubungan dengan sesama atau dèngan penguasa tetap terpelihara, hukum tersebut sesuai dengan hati nurani atau karena tekanan-tekanan tertentu.46 2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian yang terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal khusus yang disebut defenisi operasional.47 Maka

44 Satjipto Rahardjo, Hukum Dalam Perspektif Sosial, (Banding: Alumni, 1981), hlm. 87

45 Soerjono Soekanto, Op. Cit., hlm. 17

46 Ibid., hlm. 19

47 Samadi Suryabrata, Metodelogi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 3

Referensi

Dokumen terkait

Terhadap penanganan perkara Anak Berhadapan Hukum terutama pada penanganan kasus tindak pidana kecelakaan Lalu Lintas Polri tetap berpedoman pada UU SPPA dan berbagai aturan

Dari penjelasan gambar di atas diketahui bahwa korporasi berusaha membangun relasi yang lebih bermakna lagi melalui kegiatan atau upaya- upaya berikut: 1) Desain Program CSR

Pada hasil skenario uji coba 6 didapatkan hasil daftar kata, leksikal kata keluaran dan nilai kedekatan yang diberikan oleh tesaurus berdasarkan leksikal dari

Kondisi lingkungan kerja di bagian peleburan logam berada pada garis biru yang berarti waktu kerja yang diijinkan adalah 50% bekerja dan 50% istirahat dilakukan setiap jam

[r]

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat nilai R sebesar 0.553 dan bernilai positif yang berarti terdapat pengaruh positif keadilan organisasi terhadap organizational

Pengaruh langsung terjadi pada impor bawang merah, di mana peningkatan harga yang cukup tajam pada pertengahan tahun 2014 akibat kelangkaan barang, ditindaklanjuti

Faktanya, banyak negara Islam (atau yang mayoritas berpenduduk muslim) di berbagai belahan dunia menganut faham kemodernan ala Barat, yang mewarnai kebijakan-kebijakan perekonomian,