• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Warga Negara Asing Pelaku Tindak Pidana Narkotika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Warga Negara Asing Pelaku Tindak Pidana Narkotika"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENERAPAN KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP WARGA NEGARA ASING PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA

A. Pengaturan Hukum Narkotika Bagi Warga Negara Asing Pelaku Tindak Pidana Narkotika

Secara harafiah narkotika berasal dari bahasa Yunani, dari kata narke, yang

berarti beku, lumpuh, dan dungu.55 Menurut Farmakologi, narkotika adalah “obat yang dapat menghilangkan rasa nyeri yang berasal dari daerah visceral dan dapat

menimbulkan efek stupor atau efek bingung dalam keadaan masih sadar namun masih

harus di gertak, serta juga dapat menimbulkan adiksi.56 Soedjono menyatakan bahwa

yang dimaksud dengan narkotika adalah sejenis zat, yang bila dipergunakan atau di

masukkan dalam tubuh akan membawa pengaruh terhadap tubuh si pemakai dimana

pengaruh tersebut berupa menenangkan, merangsang, dan menimbulkan khayalan

atau halusinasi.57

Elijah Adams memberikan definisi narkotika adalah terdiri dari zat sintesis

dan semi sintesis yang terkenal adalah heroin yang terbuat dari morfhine yang tidak

dipergunakan, tetapi banyak nampak dalam perdagangan-perdagangan gelap, selain

juga terkenal istilah dihydo morfhine.58 Pengertian narkotika yaitu “merupakan zat

55

Wison Nadack, Korban Ganja Dan Masalah Narkotika, (Bandung: Indonesia Publishing House, 1983), hlm. 122

56

(2)

atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi

sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya

rasa, mengurangi, sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan

ketergantungan.”59

Tindak pidana narkotika diatur dalam Pasal 111 sampai dengan Pasal 148 UU

Narkotika yang merupakan ketentuan khusus, walaupun tidak disebutkan dengan

tegas dalam UU Narkotika bahwa tindak pidana yang diatur di dalamnya adalah

tindak kejahatan, akan tetapi tidak perlu disanksikan lagi bahwa semua tindak pidana

di dalam undang-undang tersebut merupakan kejahatan, alasannya kalau narkotika

hanya untuk pengobatan dan kepentingan ilmu pengetahuan, maka apabila ada

perbuatan diluar kepentingan-kepentingan tersebut sudah merupakan kejahatan

mengingat besarnya akibat yang ditimbulkan dari pemakaian narkotika secara tidak

sah sangat membahayakan bagi jiwa manusia.60

Jenis-jenis narkotika yang disebutkan dalam undang-undang disebutkan

bahwa narkotika digolongkan menjadi narkotika golongan I, narkotika golongan II,

dan narkotika golongan III.61 Pada lampiran undang-undang narkotika, yang

dimaksud dengan golongan I, antara lain sebagai berikut:62

1. Papaver adalah tanaman papaver somniferum l, dan semua bagian-bagiannya termasuk buah dan jeraminya, kecuali bijinya.

59

Sudarsono, Prospek Pengembangan Obat Bahan Alami Bidang Kesehatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 4

60

G. Supramono, Hukum Narkotika Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2001), hlm. 34

61

Pasal 6 Ayat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

62

(3)

2. Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari buah tanaman

papaver somniferum l yang hanya mengalami pengolahan sekadar untuk pembungkus dan pengangkutan tanpa memperhatikan kadar morfinnya

3. Opium masak terdiri dari:

a. Candu, yakni hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu rentetan pengolahan, khususnya dengan pelarutan, pemanasan dan peragian dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan lain dengan maksud mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok utuk pemadatan.

b. Jicing, yakni sisa-sisa dari candu setelah diisap, tanpa memperhatikan apakah candu itu dicampur dengan daun atau bahan lain.

c. Jicingko, yakni hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing 4. Morfina, adalah alkaloida utama dari opium.

5. Koka, yaitu tanaman dari semua genus erythroxylon dari keluarga

erythoroxylaceae termasuk buah dan bijinya.

6. Daun koka, yaitu daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentuk serbuk dari semua tanaman genus erythroxylon dari keluarga erythoroxylaceae

yang menghasilkan kokain secara langsung atau melalui perubahan kimia.

7. Kokain mentah, adalah semua hasil-hasil yang diperoleh dari daun koka yang dapat diolah secara langsung untuk mendapatkan kokaina.

8. Kokaina, adalah metil ester-i-bensoil ekgonia

9. Ekgonina, adalah lekgonina dan ester serta turunan-turunannya yang dapat diubah menjadi ekgonina dan kokain

10. Ganja adalah semua tanaman genus cannabis dan semua bagian dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hashis

11. Damar ganja adalah damar yang diambil dari tanaman ganja, termasuk hasil pengolahannya yang menggunakan damar sebagai bahan dasar.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika memuat kebijakan

penal mengenai perbuatan-perbuatan yang dikriminalisasikan oleh undang-undang

tersebut, meliputi:63

1. Perbuatan tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman.

2. Perbuatan tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman.

63

(4)

3. Perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon.

4. Perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman yang beratnya melebihi 5 (lima) gram.

5. Perbuatan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I.

6. Perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 (lima) gram.

7. Perbuatan tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I.

8. Perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram. 9. Perbuatan tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut,

atau mentransit Narkotika Golongan I.

10. Perbuatan yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan II.

11. Perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon beratnya melebihi 5 (lima) gram.

12. Perbuatan yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan I terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain.

13. Perbuatan penggunaan narkotika terhadap orang lain atau pemberian Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen.

14. Perbuatan perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan Narkotika Golongan II beratnya melebihi 5 (lima) gram.

15. Perbuatan yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II.

16. Perbuatan perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II beratnya melebihi 5 (lima) gram.

17. Perbuatan yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan II.

(5)

19. Perbuatan yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan II.

20. Perbuatan perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan II beratnya melebihi 5 (lima) gram.

21. Perbuatan yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan II tehadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan II untuk digunakan orang lain.

22. Perbuatan penggunaan Narkotika terhadap orang lain atau pemberian Narkotika Golongan II untuk digunakan orang lain mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen.

23. Perbuatan yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan III.

24. Perbuatan perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan Narkotika Golongan III beratnya melebihi 5 (lima) gram.

25. Perbuatan yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan III.

26. Perbuatan perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan III beratnya melebihi 5 (lima) gram.

27. Perbuatan yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan III.

28. Perbuatan perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan III beratnya melebihi 5 (lima) gram.

29. Perbuatan yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan III.

30. Perbuatan perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan III beratnya melebihi 5 (lima) gram.

31. Perbuatan yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan III tehadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan III untuk digunakan orang lain.

32. Perbuatan penggunaan Narkotika tehadap orang lain atau pemberian Narkotika Golongan III untuk digunakan orang lain mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen.

33. Perbuatan yang dilakukan oleh setiap penyalahguna berupa Narkotika Golongan I bagi diri sendiri; Narkotika Golongan II bagi diri sendiri; dan Narkotika Golongan III bagi diri sendiri

34. Perbuatan yang dilakukan oleh orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur, yang sengaja tidak melapor.

(6)

menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan prekursor narkotika untuk pembuatan narkotika, membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito prekursor narkotika untuk pembuatan narkotika. 36. Perbuatan yang menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu, memberikan

kesempatan, menganjurkan, memberikan kemudahan, memaksa dengan ancaman, memaksa dengan kekerasan, melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak yang belum cukup umur untuk melakukan tindak pidana.

37. Perbuatan yang menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu, memberikan kesempatan, menganjurkan, memberikan kemudahan, memaksa dengan ancaman, memaksa dengan kekerasan, melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak yang belum cukup umur untuk menggunakan narkotika.

38. Perbuatan dimana pecandu narkotika yang sudah cukup umur dan dengan sengaja tidak melaporkan diri.

39. Perbuatan dimana keluarga dari pecandu narkotika yang dengan sengaja tidak melaporkan pecandu narkotika.

40. Perbuatan dari pengurus industri farmasi yang tidak melaksanakan kewajiban. 41. Perbuatan yang menempatkan, membayarkan atau membelanjakan, menitipkan,

menukarkan, menyembunyikan atau menyamarkan, menginvestasikan, menyimpan, menghibahkan, mewariskan, dan atau mentransfer uang, harta, dan benda atau aset baik dalam bentuk benda bergerak maupun tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang berasal dari tindak pidana narkotika dan atau tindak pidana prekursor narkotika; menerima penempatan, pembayaran atau pembelanjaan, penitipan, penukaran, penyembunyian atau penyamaran investasi, simpanan atau transfer, hibah, waris, harta atau uang, benda atau aset baik dalam bentuk benda bergerak maupun tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang diketahuinya berasal dari tindak pidana narkotika dan/atau tindak pidana prekursor narkotika.

42. Perbuatan yang menghalang-halangi atau mempersulit penyidikan serta penuntutan dan pemeriksaan perkara tindak pidana narkotika dan/atau tindak pidana prekursor narkotika di muka sidang pengadilan

43. Perbuatan dari nakhoda atau kapten penerbang yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan undang-undang.64

44. Perbuatan dimana penyidik pegawai negeri sipil yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan undang-undang.65

45. Perbuatan dimana Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87, Pasal 89, Pasal 90, Pasal 91 ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 92 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

64

Pasal 27, Pasal 28 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

65

(7)

46. Perbuatan kepala kejaksaan negeri yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

47. Perbuatan dimana petugas laboratorium yang memalsukan hasil pengujian atau secara melawan hukum tidak melaksanakan kewajiban melaporkan hasil pengujiannya kepada penyidik atau penuntut umum.

48. Perbuatan berupa saksi yang memberi keterangan tidak benar dalam pemeriksaan perkara tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika di sidang pengadilan. 49. Perbuatan dimana pimpinan rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai

pengobatan, sarana penyimpanan sediaan farmasi milik pemerintah, dan apotek yang mengedarkan Narkotika Golongan II dan III bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan, pimpinan lembaga ilmu pengetahuan yang menanam, membeli, menyimpan, atau menguasai tanaman narkotika bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan, pimpinan industri farmasi tertentu yang memproduksi Narkotika Golongan I bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan, atau pimpinan pedagang besar farmasi yang mengedarkan Narkotika Golongan I yang bukan untuk kepentingan pengetahuan.

Masalah penyalahgunaan narkotika dewasa ini sudah sangat memprihatinkan.

Hal ini disebabkan beberapa hal antara lain karena perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi, maka pengaruh globalisasi, arus transportasi yang sangat maju dan

penggeseran nilai matrialistis dengan dinamika sasaran opini peredaran gelap.

Masyarakat dunia pada umumnya saat ini sedang dihadapkan pada keadaan yang

sangat mengkhawatirkan akibat maraknya pemakaian secara illegal

bermacam-macam jenis narkotika. Kekhawatiran ini terjadi akibat maraknya peredaran gelap

narkotika yang telah merebak di segala lapisan masyarakat, termasuk di kalangan

generasi muda, dimana hal ini akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan bangsa

(8)

Kebijakan hukum pidana merupakan salah satu bidang yang seyogyanya

menjadi pusat perhatian kriminologi, karena kriminologi sebagai studi yang bertujuan

mencari dan menentukan faktor-faktor yang membawa timbulnya

kejahatan-kejahatan dan penjahat. Kebijakan hukum pidana (penal policy) yang termasuk salah

satu bagian dari ilmu hukum pidana, erat kaitannya dengan pembahasan hukum

pidana nasional. Kebijakan hukum pidana meliputi perbuatan apa yang seharusnya

dijadikan tindak pidana dan sanksi apa yang sebaiknya diberikan kepada si pelanggar.

Secara garis besar, kebijakan legislatif (formulatif) dalam penanggulangan kejahatan

meliputi:67

1. Perencanaan atau kebijakan tentang perbuatan-perbuatan terlarang apa yang akan ditanggulangi karena dipandang membahayakan atau merugikan.

2. Perencanaan atau kebijakan tentang sanksi apa yang dapat dikenakan terhadap pelaku perbuatan terlarang (baik berupa pidana atau tindakan) dan system penerapannya.

3. Perencanaan atau kebijakan tentang prosedur atau mekanisme system peradilan pidana dalam rangka proses penegakan hukum pidana.

Usaha untuk menanggulangi masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap

narkotika pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

Tentang Narkotika. Ketentuan tersebut pada pokoknya mengatur narkotika hanya

digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan.

Pelanggaran terhadap peraturan itu diancam dengan pidana yang tinggi dan berat

67

(9)

dengan dimungkinkannya terdakwa divonis maksimal yakni pidana mati selain

pidana penjara dan pidana denda.68

Sistem pemidanaan dalam hukum pidana, secara garis besar mencakup tiga

permasalahan pokok, yaitu jenis pidana (strafsoort), lamanya ancaman pidana

(strafmaat), dan pelaksanaan pidana (strafmodus).

1. Jenis pidana (strafsoort)

Menurut KUHP, pidana dibedakan dalam pidana pokok dan pidana tambahan,

terutama sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 10 KUHP. Roeslan Saleh

menjelaskan bahwa urutan pidana ini dibuat menurut beratnya pidana, dan yang

terberat disebut lebih depan. Mengenai pengaturan jenis-jenis pidana dapat dilihat

dalam ketentuan Pasal 10 KUHP yang terdiri dari:

a. Pidana pokok berupa: 1) Pidana mati 2) Pidana penjara 3) Pidana kurungan 4) Pidana denda

b. Pidana tambahan berupa:

1) Pencabutan beberapa hak tertentu 2) Perampasan barang-barang tertentu 3) Pengumuman putusan hakim

Secara rinci dari jenis-jenis pidana yang terdapat dalam Pasal 10 KUHP

tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Pidana pokok, meliputi:

a. Pidana mati

68

(10)

Pidana mati diatur dalam Pasal 11 KUHP, yang menyatakan bahwa pidana

mati dijalankan algojo di atas tempat gantungan (schavot) dengan cara mengikat leher

si terhukum dengan jerat pada tiang gantungan, lalu dijatuhkan papan dari bawah

kakinya.69 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969, pidana mati

dijalankan dengan menembak mati terpidana.

b. Pidana penjara.

Pidana penjara merupakan pidana utama diantara pidana penghilangan

kemerdekaan dan pidana ini dapat dijatuhkan untuk seumur hidup atau sementara

waktu. Berbeda dengan jenis lainnya, maka pidana penjara ini adalah suatu pidana

berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana, yang dilakukan

dengan menutup orang tersebut di dalam sebuah lembaga permasyarakatan. Andi

Hamzah mengemukakan bahwa pidana penjara disebut juga dengan pidana hilang

kemerdekaan, tetapi narapidana kehilangan hak-hak tertentu, seperti hak memilih dan

dipilih, memangku jabatan publik, dan beberapa hak sipil lain.70

Pidana penjara bervariasi dari penjara sementara minimal 1 (satu) hari sampai

pidana penjara seumur hidup, namun pada umumnya pidana penjara maksimum 15

(lima belas) tahun dan dapat dilampaui dengan 20 (dua puluh) tahun. Roeslan Saleh

menjelaskan bahwa banyak pakar memiliki keberatan terhadap penjara seumur hidup

ini, keberatan ini disebabakan oleh putusan kemudian terhukum tidak akan

69

Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2003), hlm. 178

70

(11)

mempunyai harapan lagi kembali dalam masyarakat, padahal harapan tersebut

dipulihkan oleh lembaga grasi dan lembaga remisi, maka dari itu walaupun pidana

penjara sudah menjadi pidana yang sudah umum diterapkan di seluruh dunia namun

dalam perkembangan terakhir ini banyak yang mempersoalkan kembali manfaat

penggunaan pidana penjara.71

c. Pidana kurungan.

Pidana kurungan ini sama halnya dengan pidana penjara, namun lebih ringan

dibandingkan dengan pidana penjara walaupun kedua pidana ini sama-sama

membatasi kemerdekaan bergerak seorang terpidana. Sebagai pembedaan itu dalam

ketentuan Pasal 69 KUHP disebutkan, bahwa perbandingan beratnya pidana pokok

yang tidak sejenis ditentukan menurut urutan di dalam KUHP.72 Roeslan Saleh

menjelaskan bahwa ”dari urutan dalam Pasal 10 KUHP ternyata pidana kurungan disebutkan sesudah pidana penjara, sedangkan Pasal 69 (1) KUHP menyebutkan

bahwa perbandingan beratnya pidana pokok yang tidak sejenis ditentukan menurut

urut-urutan dalam Pasal 10, demikian pula jika diperhatikan bahwa pekerjaan yang

diwajibkan kepada orang yang dipidana kurungan juga lebih ringan daripada mereka

yang menjalani pidana penjara.73

Lamanya pidana kurungan sekurang-kurangnya adalah 1 (satu) hari dan

selama-lamanya adalah satu tahun, akan tetapi lamanya pidana tersebut dapat

71

Roeslan Saleh, Stelsel Pidana Indonesia, (Jakarta: Aksara Baru, 1987), hlm 62

72

Andi Hamzah, Sistem Pidana Dan Pemidanaa n Indonesia, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1993), hlm. 28

73

(12)

diperberat hingga satu tahun empat bulan, yaitu bila terjadi samenloop, recidive dan

berdasarkan Pasal 52 KUHP. Jangka waktu pidana kurungan lebih pendek dari pidana

penjara, sehingga pembuat undang-undang memandang pidana kurungan lebih ringan

dari pidana penjara, oleh karena itu, pidana kurungan diancamkan pada delik-delik

yang dipandang ringan seperti delik culpa dan pelanggaran.

d. Pidana denda

Pidana denda ini banyak diancamkan pada banyak jenis pelanggaran, baik

sebagai alternatif dari pidana kurungan atau berdiri sendiri. Adapun keistimewaan

yang terdapat pada pidana denda adalah pelaksanaan pidana denda bisa dilakukan

atau dibayar oleh orang lain, pelaksanaan pidana denda boleh diganti dengan

menjalani pidana kurungan dalam hal terpidana tidak membayarkan denda. Hal ini

tentu saja diberikan kebebasan kepada terpidana untuk memilih, dimana dalam pidana

denda ini tidak terdapat maksimum umum, yang ada hanyalah minimum umum.

Sedang maksimum khususnya ditentukan pada masing-masing rumusan tindak pidana

yang bersangkutan.74

2. Pidana tambahan, meliputi:

a. Pencabutan hak-hak tertentu.

Menurut Pasal 35 ayat 1 KUHP, hak-hak yang dapat dicabut adalah hak

jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu, hak menjalankan jabatan dalam

Angkatan Bersenjata atau Tentara Nasional Indonesia, hak memilih dan dipilih dalam

74

(13)

pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum, hak menjadi penasihat

hukum, hak menjadi wali, wali pengawas, wali pengampu, hak menjalankan

kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak sendiri, dan hak

menjalankan mata pencaharian.

b. Perampasan barang tertentu

Barang yang dapat dirampas melalui putusan hakim ada 2 jenis berdasarkan

KUHP, yaitu barang-barang yang berasal atau diperoleh dari suatu

kejahatan,misalnya: uang palsu dari kejahatan pemalsuan uang dan barang-barang

yang digunakan dalam melakukan kejahatan, misalnya pisau yang digunakan dalam

kejahatan pembunuhan atau penganiayaan.75

c. Pengumuman putusan hakim

Pengumuman hakim ini, hakim dibebaskan menentukan perihal cara

melaksanakan pengumuman itu, dapat melalui surat-kabar, ditempelkan di papan

pengumuman, atau diumumkan melalui media radio atau televisi. Tujuannya adalah

untuk mencegah bagi orang-orang tertentu agar tidak melakukan tindak-pidana yang

dilakukan orang tersebut. Menurut Bambang Poernomo, selain putusan-putusan

pemidanaan, bebas, dan dilepaskan masih terdapat jenis-jenis lain yaitu:76

1. Putusan yang bersifat penetapan untuk tidak menjatuhkan pidana akan tetapi berupa tindakan hakim, misalnya memasukkan ke rumah sakit jiwa, menyerahkan kepada lembaga pendidikan khusus anak nakal dan lain-lainnya. 2. Putusan yang bersifat penetapan berupa tidak berwenang untuk mengadili

perkara terdakwa, misalnya terdakwa menjadi kewenangan untuk diadili oleh mahkamah militer.

75

Pasal 39 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

76

(14)

3. Putusan yang bersifat penetapan menolak atau tidak menerima tuntutan yang diajukan oleh penuntut umum, misalnya, perkara jelas delik aduan tidak disertai surat pengaduan oleh si korban atau keluarganya.

4. Putusan yang bersifat penetapan berupa pernyataan surat-surat tuduhan batal karena tidak mengandung isi yang diharuskan oleh syarat formal undang-undang.

Setelah hakim membacakan putusan yang mengandung pemidanaan maka

hakim wajib memberitahukan kepada terdakwa akan hak-haknya, hak menolak, atau

menerima putusan, atau hak mengajukan banding dan lain-lain. Selain jenis sanksi

yang berupa pidana, dalam hukum pidana positif dikenal juga jenis sanksi yang

berupa tindakan, misalnya:

a. Penempatan di rumah sakit jiwa bagi orang yang tidak dapat dipertanggung-jawabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu penyakit.77 b. Bagi anak yang belum berumur 16 tahun melakukan tindak pidana, hakim dapat

mengenakan tindakan berupa mengembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya78 atau memerintahkan agar anak tersebut diserahkan kepada pemerintah, dimana dalam hal ini anak tersebut dimasukkan kedalam rumah pendidikan negara yang penyelenggaraannya diatur dalam peraturan pendidikan paksa.

c. Penempatan di tempat bekerja negara (landswerkinrichting) bagi penganggur yang malas bekerja dan tidak mempunyai mata pencaharian, serta mengganggu ketertiban umum dengan pengemisan, bergelandangan atau perbuatan asosial.

2. Lamanya ancaman pidana (strafmaat)

Ada beberapa pidana pokok yang seringkali secara alternatif diancamkan pada

perbuatan pidana yang sama, oleh karena itu, hakim hanya dapat menjatuhkan satu

diantara pidana yang diancamkan itu. Hal ini mempunyai arti, bahwa hakim bebas

dalam memilih ancaman pidana. Sedangkan mengenai lamanya atau jumlah ancaman,

yang ditentukan hanya maksimum dan minimum ancaman, dimana dalam batas-batas

77

Pasal 44 Ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

78

(15)

maksimum dan minimum inilah hakim bebas bergerak untuk menentukan pidana

yang tepat untuk suatu perkara. Kebebasan hakim ini tidaklah dimaksudkan untuk

membiarkan hakim bertindak sewenang-wenang dalam menentukan pidana dengan

sifat yang subyektif.

Leo Polak menyatakan bahwa “salah satu syarat dalam pemberian pidana

adalah beratnya pidana harus seimbang dengan beratnya delik. Beratnya pidana tidak

boleh melebihi beratnya delik, hal ini perlu supaya penjahat tidak dipidana secara

tidak adil.”79

Berkaitan dengan tujuan diadakannya batas maksimum dan minimum

adalah untuk memberikan kemungkinan pada hakim dalam memperhitungkan

bagaimana latar belakang dari kejadian, yaitu dengan berat ringannya delik dan cara

delik itu dilakukan, pribadi si pelaku delik, umur, dan keadaan-keadaan serta suasana

waktu delik itu dilakukan, disamping tingkat intelektual atau kecerdasannya.

KUHP hanya mengenal maksimum umum dan maksimum khusus serta

minimum umum. Ketentuan maksimum bagi penjara adalah 15 (lima belas) tahun

berturut-turut, bagi pidana kurungan 1 (satu) tahun, dan maksimum khusus

dicantumkan dalam tiap-tiap rumusan delik, sedangkan pidana denda tidak ada

ketentuan maksimum umumnya. Adapun pidana penjara dan pidana kurungan,

ketentuan minimumnya adalah satu hari. Ketentuan undang-undang juga mengatur

mengenai keadaan-keadaan yang dapat menambah dan mengurangi pidana. Keadaan

yang dapat mengurangi pidana adalah percobaan dan pembantuan, dan terhadap dua

79

(16)

hal ini, pidana yang diancamkan adalah maksimum pidana atas perbuatan pidana

pokoknya dikurangi sepertiga, seperti ketentuan dalam Pasal 53 ayat (2) dan Pasal 57

KUHP.

Pasal 53 ayat (2) KUHP berbunyi “maksimum pidana pokok terhadap

kejahatan dalam hal percobaan dikurangi sepertiga.” Pasal 57 ayat (1) KUHP berbunyi “dalam hal pembantuan, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dikurangi sepertiga.” Ketentuan yang meringankan juga diatur tentang keadaan

keadaan yang dapat menambah atau memperberat pidana, yaitu perbarengan, recidive

serta pegawai negeri. Pidana penjara dapat ditambah menjadi maksimum 20 tahun,

pidana kurungan menjadi maksimum 1 tahun 4 bulan dan pidana kurungan pengganti

menjadi 8 bulan.80

3. Pelaksanaan pidana (strafmodus)

KUHP yang berlaku pada saat ini belum mengenal hal yang dinamakan

pedoman pemidanaan, oleh karena itu, hakim dalam memutus suatu perkara diberi

kebebasan memilih jenis pidana (strafsoort) yang dikehendaki, sehubungan dengan

sistem alternatif dalam pengancaman didalam undang-undang. Selanjutnya hakim

juga dapat memilih berat ringannya pidana (strafmaat) yang akan dijatuhkan, sebab

yang ditentukan oleh undang-undang hanya maksimum dan minimum pidana.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka yang sering menimbulkan masalah dalam

praktek adalah mengenai kebebasan hakim dalam menentukan berat ringannya pidana

yang diberikan. Hal ini disebabkan undang-undang hanya menentukan batas

80

(17)

maksimum dan minimum pidananya saja, sebagai konsekuensi dari masalah tersebut,

akan terjadi hal yang disebut dengan disparitas pidana.

Penggunaan upaya hukum, termasuk hukum pidana, sebagai salah satu upaya

untuk mengatasi masalah sosial termasuk dalam bidang kebijakan penegakan hukum.

Disamping itu karena tujuannya adalah untuk mencapai kesejahteraan masyarakat

pada umumnya, maka kebijakan penegakan hukum itupun termasuk dalam bidang

kebijakan sosial, yaitu segala usaha yang rasional untuk mencapai kesejahteraan

masyarakat.81 Amara Raksasataya mengemukakan policy sebagai suatu taktik dan

strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu, suatu policy

memuat 3 (tiga) elemen yaitu identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai, taktik dan

strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan, dan

penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik

atau strategi.82

Indonesia saat ini sedang berlangsung proses pembaharuan hukum pidana.

Pembaharuan hukum pidana meliputi pembaharuan terhadap hukum pidana formal,

hukum pidana materiil dan hukum pelaksaanaan pidana. Ketiga bidang hukum

tersebut bersama-sama atau secara integral diperbaiki agar tidak terdapat kendala

dalam pelaksanaannya.83 Salah satu yang menjadi pemicu terhadap perubahan hukum

81

Muladi & Barda Nawawi Arief, Teori-Teori Dan Kebijakan hukum pidana, (Bandung: Alumni, 1998), hlm. 148

82

Ali Masyhar, Op. Cit., hlm. 19

83

(18)

pidana adalah kemajuan teknologi dan informasi.84 Sebagai bagian dari kebijakan

hukum pidana, maka pembaharuan hukum pidana hakikatnya bertujuan untuk

menjadikan hukum pidana lebih baik sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam

masyarakat.85

Hakim sebagai pengambil keputusan dapat mempertimbangkan jenis sanksi

pidana apa yang paling sesuai untuk kasus tertentu, dimana untuk memberikan sanksi

pemidanaan yang sesuai, masih perlu diketahui lebih banyak mengenai si pembuat.

Hal ini memerlukan informasi yang cukup tidak hanya tentang pribadi si pembuat,

tetapi juga tentang keadaan-keadaan yang menyertai perbuatan yang dituduhkan.

Penggunaan pidana sebagai sarana untuk mempengaruhi tindak laku seseorang tidak

akan begitu saja berhasil, apabila sama sekali tidak diketahui tentang orang yang

menjadi objeknya. Hal yang paling diinginkan dari pidana tersebut adalah mencegah

si pembuat untuk mengulangi perbuatannya.86

Fungsi sanksi pidana dalam hukum pidana, tidaklah semata-mata

menakut-nakuti atau mengancam para pelanggar, akan tetapi lebih dari itu, keberadaan sanksi

tersebut juga harus dapat mendidik dan memperbaiki si pelaku.87 Pidana itu pada

hakikatnya merupakan nestapa, namun pemidanaan tidak dimaksud untuk

menderitakan dan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia.88 Landasan

84

Yesmil Anwar & Adang, Pembaharuan Hukum Pidana, (Jakarta: Grasindo, 2008), hlm. 1

85

Tongat, Pidana Kerja Sosial Dalam Pembaha ruan Hukum Pidana Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2002, hlm. 20

86

Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 2006), hlm. 86

87

M. Sholehuddin, Op. Cit., hlm. 162

88

(19)

pemikiran pembaharuan terhadap pidana dan pemidanaan bukan hanya

menitikberatkan terhadap kepentingan masyarakat tetapi juga perlindungan individu

dari pelaku tindak pidana.

Menurut ketentuan peraturan perundang-undang ditentukan bahwa dalam

mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat

yang baik dan jahat dari terdakwa. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka dalam

menentukan berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan, hakim wajib

memperhatikan sifat baik atau sifat jahat dari terdakwa sehingga putusan yang

dijatuhkan sesuai dan adil dengan kesalahan yang dilakukannya.89

Menurut hukum acara, ditentukan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan

pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti

yang sah hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar

terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Ketentuan tersebut

adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi

seseorang.90 Perihal penjatuhan pidana, hakim mempunyai kebebasan besar.

Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, demi

terselenggaranya negara hukum.91

89

Pasal 8 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

90

Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

91

(20)

Hakim yang secara khusus menjadi aktor utama dalam menjalankan aktivitas

peradilan untuk memeriksa, mangadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan.

Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan

kehakiman dilarang, dalam arti bahwa hakim dalam memeriksa dan mengadili

perkara tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun juga. Dengan demikian hakim dapat

memberi keputusan yang sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.

Meskipun pada asasnya hakim itu mandiri atau bebas, tetapi kebebasan hakim itu

tidaklah mutlak, karena dalam menjalankan tugasnya hakim secara mikro dibatasi

oleh peraturan perundang-undangan, kehendak para pihak, ketertiban umum dan

kesusilaan, yang mana hal itu adalah faktor-faktor yang dapat membatasi kebebasan

hakim.92

B. Kedudukan Hukum Bagi Warga Negara Asing Pelaku Tindak Pidana Narkotika

Kedudukan warga negara asing sebagai pelaku tindak pidana narkotika dapat

dilihat dalam kaitan pemberlakuan hukum pidana yang bersumber prinsip-prinsip:93

1. Prinsip teritorialitas adalah prinsip yang menganggap hukum pidana Indonesia berlaku di dalam wilayah Indonesia, siapapun yang melakukan tindak pidana dimana prinsip ini ditegaskan dalam Pasal 2 KUHP.

2. Prinsip nasional aktif dimana prinsip ini dianut dalam Pasal 5 KUHP yang mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi warga negara Indonesia yang melakukan tindak pidana di luar wilayah negara Indonesia. Prinsip ini dinamakan nasional aktif karena berhubungan dengan keaktifan berupa kejahatan dari seorang warga negara.

92

Bambang Sutiyoso & Sri Hastuti Puspitasari, Aspek-Aspek Perkembangan Kekua saan Kehakiman Di Indonesia, (Yogyakarta: UII Press, 2005), hlm. 51

93

(21)

3. Prinsip nasional pasif dimana prinsip ini memperluas berlakunya ketentuan-letentuan hukum pidana Indonesia di luar wilayah Indonesia berdasar atas kerugian nasional amat besar yang diakibatkan oleh beberapa kejahatan sehingga siapa saja termasuk orang asing yang melakukannya dimana saja pantas dihukum oleh pengadilan negara Indonesia.

4. Prinsip universalitas dimana prinsip ini melihat pada suatu tata hukum internasional, dimana terlibat kepentingan bersama dari semua negara di dunia, maka kalau ada suatu tindak pidana yang merugikan kepentingan bersama dari semua negara ini, adalah layak bahwa tindak pidana dapat dituntut dan dihukum oleh pengadilan setiap negara, dengan tidak dipedulikan, siapa saja yang melakukannya dan di mana saja. Prinsip ini dianut dalam Pasal 4 sub 4 KUHP yang pada intinya menentukan bahwa ketentuan-ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi siapa saja, termasuk orang-orang asing yang di luar wilayah Indonesia yang melakukan kejahatan yang melibatkan kepentingan bersama negara di dunia.

Prinsip yang diterapkan pada perkara tindak pidana narkotika oleh warga

negara asing adalah prinsip teritorialitas. Wirjono menyatakan bahwa “ ketentuan-ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi siapa saja yang melakukan tindak

pidana di dalam wilayah negara Indonesia.”94 R. Soesilo menyatakan bahwa tiap orang berarti siapa juga, baik warga negara sendiri, maupun warga negara asing,

dengan tidak membedakan kelamin atau agama, kedudukan atau pangkat, yang

berbuat peristiwa pidana dalam wilayah hukum Indonesia.95

Ketentuan perundang-undangan yang mengatur masalah narkotika telah

disusun dan diberlakukan bahkan disertai dengan ancaman pidana yang serius, namun

demikian kejahatan yang menyangkut masalah narkotika ini masih terus berlangsung.

Dalam beberapa kasus telah banyak bandar dan pengedar narkotika tertangkap dan

mendapatkan sanksi berat berupa pidana mati. Putusan Makamah Konstitusi

94

Ibid., hlm. 51

95

(22)

menyatakan bahwa penerapan sanksi pidana mati bagi para pelaku tindak pidana

narkotika tidak melanggar hak asasi manusia, akan tetapi justru para pelaku tersebut

telah melanggar hak asasi manusia lain, yang memberikan dampak terhadap

kehancuran generasi muda di masa yang akan datang.

Pasal 136 UU Narkotika memberikan sanksi berupa narkotika dan prekursor

narkotika serta hasil-hasil yang diperoleh dari tindak pidana narkotika baik itu aset

bergerak atau tidak bergerak maupun berwujud atau tidak berwujud serta

barang-barang atau peralatan yang digunakan untuk tindak pidana narkotika dirampas untuk

negara. Pasal 146 UU Narkotika juga memberikan sanksi terhadap warga negara

asing yang telah melakukan tindak pidana narkotika ataupun menjalani pidana

narkotika yakni dilakukan pengusiran wilayah negara dan dilarang masuk kembali ke

wilayah negara. Pasal 148 UU Narkotika menyatakan bahwa “bila putusan denda yang diatur dalam undang-undang ini tidak dibayarkan oleh pelaku tindak pidana

narkotika maka pelaku dijatuhi penjara paling lama dua tahun sebagai pengganti

pidana denda yang tidak dapat dibayar.”

C. Penerapan Pemidanaan Bagi Warga Negara Asing Pelaku Tindak Pidana Narkotika Menurut Ketentuan KUHP Dan Undang-Undang Narkotika

Masalah penegakan hukum merupakan masalah yang sangat penting dalam

rangka menciptakan tata tertib, ketentraman, dan keamanan dalam kehidupan suatu

masyarakat. Hukum pada dasarnya berfungsi untuk memberikan perlindungan

terhadap kepentingan manusia, sehingga hukum harus dijunjung tinggi dalam rangka

(23)

negara asing yang melakukan penyalahgunaan narkotika, hukum juga wajib untuk

diberikan dan ditegakkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga dapat

menegakkan keadilan bagi tegaknya supremasi hukum.

Struktur penegakan hukum mempunyai peranan masing-masing dalam

menjalankan fungsi hukum, seperti polisi yang diberi wewenang oleh negara untuk

memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada warga negaranya

serta penegakan hukum yang tertuju pada terciptanya keamanan dan ketertiban

masyarakat. Jaksa yang diberi wewenang oleh negara untuk melakukan penuntutan

terhadap seseorang atau badan hukum yang diduga melawan hukum, yang bertujuan

agar terciptanya suatu hukum formil, dan hakim yang diberi wewenang oleh negara

untuk mengadili suatu perkara yang melawan hukum dan memutus sesuai dengan hak

asasi manusia, dan mempuyai tujuan dari putusan tersebut.

Pengadilan adalah lembaga yang berwenang untuk memerikasa, mengadili,

dan memutus suatu perkara termasuk perkara bagi warga negara asing berdasarkan

asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan menurut cara yang diatur

dalam undang-undang. Fungsi hakim dalam mengadili suatu perkara maka hakim

mempunyai kedudukan bebas dan bertanggungjawab terhadap segala urusan dalam

peradilan oleh pihak-pihak lain dilarang kecuali dalam hal diperkenankan oleh

undang-undang. Hakim adalah harapan para justiabelen (pencari keadilan) oleh

karena itu mereka harus membaca jiwa yang terkandung di dalam teks-teks hukum.96

96

(24)

Penjatuhan pidana merupakan perwujudan pidana dalam bentuk konkrit

dimana penjatuhan pidana hanya dapat dilakukan oleh hakim yang memeriksa

perkara pidana yang bersangkutan. Untuk mengambil keputusan, hakim harus

mempunyai pertimbangan yang bijak supaya putusan tersebut sesuai dengan azas

keadilan.97 Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa “kekuasaan kehakiman identik

dengan kekuasaan untuk menegakkan hukum atau kekuasaan penegakan hukum.”98

Sedangkan Mochtar Kusumaatmadja, mengemukakan bahwa:99

“Hakim dalam memerikasa dan memutus perkara, bebas dari campur tangan masyarakat, eksekutif, maupun legislatif. Dengan kebebasan yang dimilikinya itu, diharapkan hakim dapat mengambil keputusan berdasarkan hukum yang beralaku dan juga berdasarkan keyakinannya yang seadil-adilnya serta memberikan mamfaat bagi masyarakat.”

Mengingat peranan penting pengadilan dalam rangka penegakan hukum dan

keadilan maka terciptanya pengadilan yang merdeka, netral (impartial judge),

kompeten, dan berwibawa yang mampu menegakkan wibawa hukum, pengayom

hukum, kepastian hukum dan keadilan merupakan condition sine qua non atau

persyaratan mutlak dalam sebuah negara yang berdasarkan hukum.

Suatu bagian penting dari hukum pidana yang tampaknya masih kurang

mendapat perhatian adalah bagian mengenai pemidanaan (sentencing atau

straftoemeting). Padahal segala pengaturan mengenai hukum pidana ini pada

97 Masruchin Ruba’i,

Mengenal Pidana Dan Pemidanaan Di Indonesia, (Malang: IKIP Malang, 1994), hlm. 63

98

Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), hlm. 27

99

(25)

akhirnya akan berpuncak kepada pemidanaan yang dapat merenggut kemerdekaan

seseorang, harta bendanya, bahkan jiwanya. Hakim dalam menjatuhkan putusan

pidana, bebas menentukan berat ringannya hukuman yang akan dijatuhkan, akan

tetapi kebebasan ini dalam menentukan pidana harus dipahami benar makna

kejahatan, penjahat (pembuat kejahatan), dan pidana.100

Upaya mendapatkan suatu keputusan yang adil, majelis hakim melakukan

musyawarah, musyawarah tersebut diadakan antara anggota majelis hakim. Para

anggota majelis hakim saling bertukar pikiran atas dasar surat dakwaan dan segala

sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang, dan kemudian para anggota

majelis hakim masing-masing mengambil kesimpulan atas perkara yang sedang

disidangkan tersebut. Dalam prakteknya, musyawarah antara anggota majelis hakim

ini tidak selalu alot dan saling mempertahankan argumentasinya, sebab pada saat

pemeriksaan di sidang masing-masing anggota majelis hakim sudah memiliki

kesimpulan sendiri. Jadi, dalam musyawarah itu sebenarnya saling mendengarkan

pendapat dan pada gilirannya saling menyepakati pendapat anggota majelis hakim

yang secara materiil dan formil sudah ditemui akurasi kebenaran dan keadilannya.101

Hal-hal yang sering memberikan indikasi penerapan undang-undang narkotika

tidak konsisten oleh majelis hakim adalah apabila putusan yang diambil sanksinya

sangat jauh dari apa yang diterapkan dalam undang-undang narkotika. Padahal

100

Eddy Djunaedi Kamasudirdja, Bebarapa Pedoman Pemidanaan Dan Pengamatan Narapidana, (Jakarta: Bina Aksara, 1996, hlm. 80

101

(26)

sebenarnya indikasi semacam ini lahir dari suatu proses pemahaman yang kurang

menyeluruh atas sistem peradilan yang ada dan ketentuan-ketentuan yang ada dalam

KUHAP. Sebab sangat jelas digariskan bahwa hakim tidak dibenarkan mejatuhkan

pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti

yang sah, dan hakim dari alat bukti tersebut memperoleh keyakinan bahwa suatu

tindak pidana narkotika benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah

melakukannya.

Barda Nawawi Arief menyatakan “apabila pengertian pemidanaan diartikan

secara luas sebagai suatu proses pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim, maka

dapatlah dikatakan bahwa sistem pemidanaan mencakup keseluruhan ketentuan

perundang-undangan yang mengatur bagaimana hukum pidana itu ditegakkan atau

dioperasionalkan secara konkret sehingga seseorang dijatuhi sanksi (hukum

pidana).”102

Artinya semua aturan perundang-undangan mengenai hukum pidana

substantif, hukum pidana formal dan hukum pelaksanaan pidana dapat dilihat sebagai

satu kesatuan sistem pemidanaan.

Penjatuhan pidana merupakan perwujudan pidana dalam bentuk konkrit

dimana penjatuhan pidana hanya dapat dilakukan oleh hakim yang memeriksa

perkara pidana yang bersangkutan. Untuk mengambil keputusan, hakim harus

mempunyai pertimbangan yang bijak supaya putusan tersebut sesuai dengan azas

keadilan.103 Ketentuan pidana yang tercantum dalam semua undang-undang khusus di

102

Ibid., hlm. 129

103Masruchin Ruba’i, Op Cit.,

(27)

luar KUHP merupakan bagian khusus (sub sistem) dari keseluruhan sistem

pemidanaan, dengan demikian, sistem pemidanaan dalam undang-undang khusus di

luar KUHP harus terintegrasi dalam (konsisten dengan) aturan umum (general rules),

namun dalam undang-undang khusus di luar KUHP tersebut dapat membuat aturan

khusus yang menyimpang atau berbeda dengan aturan umum.104

Penyalahgunaan narkotika dalam hal ini perlu dilakukan upaya pencegahan

untuk mengurangi tindak kejahatan penyalahgunaan narkotika tersebut, yang tidak

terlepas dari peranan hakim sebagai salah satu aparat penegak hukum yang tugasnya

mengadili tersangka atau terdakwa, dimana yang dimaksud dengan mengadili adalah

“serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara

pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak pada sidang pengadilan

dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam hukum acara pidana, yaitu memeriksa

dengan berdasarkan pada bukti-bukti yang cukup, dimana pada tahap ini tersangka

dituntut, diperiksa dan diadili oleh hakim dinamakan terdakwa.”105

Penerapan pidana terhadap pelaku tindak pidana narkotika di lembaga

peradilan diputuskan menurut ancaman pidana yang ditentukan didalam

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 Tentang Narkotika sebenarnya sudah cukup memadai untuk melakukan

pemberantasan tindak pidana narkotika karena disamping memiliki ancaman pidana

104

Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pida na, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 136

105

(28)

yang lebih besar bila dibandingkan dengan Undang-Uundang Nomor 22 Tahun 1997

Tentang Narkotika, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika juga

memiliki ancaman pidana minimum sehingga para penegak hukum seperti jaksa dan

hakim tidak bisa menuntut dan menjatuhkan pidana kurang dari batas minimum yang

sudah ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

Penerapan kebijakan hukum pidana terhadap warga negara asing dapat dilihat

dalam kasus bali nine, dimana baru-baru ini pemerintah telah melaksanakan

penerapan kebijakan hukum pidana terhadap kasus penyelundupan narkoba oleh

sembilan warga asing berkebangsaan Australia. Pada tanggal 17 April 2005 sembilan

warga Australia ditangkap di Bandara Ngurah Rai, dengan tuduhan berupaya

menyelundupkan lebih dari 8 (delapan) kilogram heroin keluar dari Indonesia. Martin

Stephens, Renae Lawrence, Scott Rush, dan Michael Czuga ditangkap di bandara

dengan mengikat paket heroin ke tubuh mereka. Sementara itu, tiga lainnya, Si Yi

Chen, Tan Duc Thanh Nguyen, dan Matthew Norman ditangkap di Hotel Maslati,

Pantai Kuta, dengan kepemilikan 300 gram heroin. Andrew Chan dan Myuran

Sukumaran juga ditangkap di bandara karena dianggap terkait dengan tujuh warga

negara asing yang ditangkap.

1. Putusan Nomor 37 PK/Pid. Sus/2011

Penerapan kebijakan hukum pidana terhadap warga negara asing khususnya

terhadap pelaku utama dalam kasus bali nine yang di berikan sanksi pidana berupa

(29)

kembali, dapat dilihat dari ulasan Putusan Nomor 37 PK/Pid. Sus/2011, atas nama

terdakwa Andrew Chan, yaitu sebagai berikut:

A. Posisi Kasus

1) Kronologi

Nama : Andrew Chan

Tempat Lahir : Sydney, Australia

Tanggal Lahir : 21 Tahun / 12 Januari 1984

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Kebangsaan : Australia

Alamat : Beanmaris Street Enfield 2136 Sydney, Australia

Agama : Kristen

Pekerjaan : Pelayan Logistik (Compass Eurest Catering Company)

Terdakwa Andrew Chan secara terorganisasi bersama-sama dengan terdakwa

Myuran Sukumaran, Renae Lawrence, Scoth Anthony Rush, Michael William

Czugaj, Matthew James Norman, Martin Eric Stephens, Tan Duc Thanh Nguyen, Si

Yi Chen (di periksa dalam berkas perkara terpisah), pada hari Minggu tanggal 17

April 2005 atau setidak-tidaknya di satu waktu dalam tahun 2005 bertempat di

Terminal Keberangkatan Internasional Bandara Ngurah Rai Tuban, Kabupaten

Badung, di Center Stage Hotel Hard Rock Kuta, Hotel Kuta Sea View, Hard Rock

Bar Kuta dan Hotel Adi Darma atau setidak-tidaknya di satu tempat yang masih

termasuk dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Denpasar, secara tanpa hak dan

(30)

membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli atau menukar

narkotika Golongan I berupa heroin seberat kurang lebih 8.202 gram neto, perbuatan

mana di lakukan Terdakwa dengan cara-cara sebagai berikut:

1) Terdakwa sekitar tanggal 30 Maret 2005, bertempat di Rose Land Shopping

Center Sidney, Australia telah melakukan pertemuan dengan Renae Lawrence,

Martin Eric Stephens, Si Yi Chen, Matthew James Norman untuk merencanakan

pengiriman paket heroin dari Bali menuju Australia, pada saat itu terdakwa

memberikan Renae Lawrence uang sebesar AUS $2.080 untuk biaya transportasi

dan akomodasi selama di Bali.

2) Di tempat terpisah pada tanggal 5 April 2005 bertempat di parkiran mobil di

antara KFC dan Formula 1 Hotel, Myuran Sukumuran untuk keperluan pengir

iman paket heroin tersebut juga memberikan Renae Lawrence uang sebesar AUS

$500, serta Nokia 1100 warna abu-abu kombinasi.

3) Pada tanggal 6 April 2005, bertempat di Spanish In Sidney, Australia untuk

keperluan biaya akomodasi dan transportasi di Bali dalam rangka pengiriman

paket heroin yang sama seperti tersebut di atas Myuran Sukumuran memberikan

uang kepada Tan Duc Tanh Nguyen, Scoth Anthony Rush dan Michael William

Czugaj sebesar AUS $3.000.

4) Masih di Spanish In Sidney, Australia pada tanggal 7 April 2005, Myuran

Sukumuran untuk keperluan pengiriman heroin yang sama telah memberikan

uang kepada Scoth Anthony Rush dan Michael William Czugaj masing-masing

(31)

tanggal 5 April 2005 bertempat di Hotel Formula 1, memasukkan barang-barang

ke dalam koper milik Renae Lawrence dan Martin Eric Stephens berupa celana

pendek ketat merek Adidas, plester, stagen sedangkan barang-barang yang ada di

koper dikeluarkan.

5) Untuk menjaga kerahasiaan pelaksanaan kegiatan pengiriman heroin terdakwa

secara tertib dan rapi telah membagi keberangkatan kelompoknya untuk datang

ke Bali, masing-masing Renae Lawrene, Si Yi Chen, Martin Eric Stephens dan

Mattew James Norman menggunakan Agent Qantas Holiday, sedangkan Scoth

Anthony Rush, Tan Duc Tanh Nguyen, Michael William Czugaj menggunakan

Agent Flight Center di Sidney dan mereka mulai melaksanakan

kegiatan-kegiatan kelompoknya.

6) Untuk mengatur keberhasilan dalam pelaksanaan tugas, pada tanggal 3 April

2005, dengan menggunakan pesawat Australian Airlines terdakwa terlebih

dahulu datang ke Bali dan kemudian menginap di Hotel Hard Rock Kuta kamar

5314, kemudian mempelajari situasi dan menyiapkan penginapan bagi

kelompoknya yaitu masing-masing disiapkan Hotel White Rose kamar 1022

untuk Si Yi Chen dan Mattew James Norman, Hotel Kuta Lagoon kamar 126

untuk Renae Lawrence dan Martin Eric Stephens, Sedangkan Myuran

Sukumuran menyiapkan Hotel Aneka Kuta untuk Scoth Anthony Rush, Michael

William Czugaj. Hotel Hard Rock Kuta untuk Myuran Sukumuran dan Tanh

(32)

7) Pada tanggal 6 April 2005 dengan menggunakan pesawat Australian Airlines

dengan nomor penerbangan AO 7829, Renae Lawrence, Mattew James Norman

dan Si Yi Chen, Martin Eric Stephens berangkat ke Bali dalam satu pesawat dan

meskipun mereka saling kenal untuk menjaga kerahasiaan, terdakwa melarang

mereka untuk saling bercakap-cakap dan tiba di Bali pukul 14.30 WITA dan

selanjutnya langsung menuju ke hotel yang telah disiapkan sebelumnya.

8) Pada tanggal 8 April 2005, dengan menggunakan pesawat Australian Air Lines

Scoth Anthony Rush, bersama dengan Michael William Czugaj berangkat

menuju Bali dan di dalam pesawat ternyata telah ada Tan Duc Thanh Nguyen

dan Myuran Sukumuran dan setelah mereka tiba di Bali sekitar pukul 14.00

WITA, mereka langsung menuju hotel yang telah disiapkan.

9) Terdakwa untuk mengatur kelompoknya agar dapat bekerja dengan tertib, rapi

dan rahasia di Bali, maka mereka mulai melakukan kegiatan sebagai suatu

jaringan nasional dengan pertama-tama melakukan pertemuan-pertemuan yaitu:

a. Pada tanggal 6 April 2005 bertempat di Center Stage Hotel Hard Rock Kuta

terdakwa melakukan pertemuan dengan Renae Lawrence, Martin Eric

Stephens, Mattew James Norman dan Si Yi Chen, dimana dalam pertemuan

tersebut terdakwa memberi arahan tentang tugas-tugas yang harus di

laksanakan selama di Bali.

b. Pada tanggal 8 April 2005 bertempat di Hotel Kuta Sea View terdakwa

(33)

kemudian terdakwa kemudian mengambil satu buah koper warna silver berisi

heroin.

c. Pada tanggal 8 April 2005, terdakwa bertemu dengan Scoth Anthony Rush,

Tan Duc Thanh Nguyen, Michael William Czugaj, serta Myuran Sukumuran

membicarakan pelaksanaan pengiriman narkotika dari Bali ke Australia.

d. Sebagai suatu rangkaian perencanaan yang telah disusun secara tertib rapi dan

rahasia pada tanggal 11 April 2005, bertempat di jalan Legian Kuta terdakwa

membelikan masing-masing baju biru kombinasi putih motif bunga yang

ukurannya agak longgar, kepada Renae Lawrence, Martin Eric Stephens dan

Mattew James Norman.

e. Pada tanggal 12 April 2005, bertempat di Hard Rock Bar Kuta terdakwa

kembali melakukan pertemuan dengan Michael William Czugaj, Scoth

Antony Rush, Tan Duc Thanh Nguyen dan Myuran Sukumuran untuk

membicarakan pelaksanaan tugas masing-masing, pada saat itu pula Tan Duc

Thanh Nguyen memberi tahu Michael William Czugaj dan Scoth Anthony

Rush untuk membawa paket heroin ke Australia serta memberikan Sim Card

untuk dipasangkan pada HP milik Michael William Czugaj dan Scoth

Anthony Rush, oleh karena heroin yang hendak dibawa oleh kelompoknya

ternyata kurang kemudian terdakwa mengirimkan SMS kepada Renae

Lawrence yang isinya mengenai penundaan keberangkatan tanggal 14 April

(34)

f. Pada tanggal 15 April 2005, bertempat di Hotel Grand Bali Beach terdakwa

memberitahu Scoth Anthony Rush, bersama-sama dengan Tan Duc Thanh

Nguyen, Myuran Sukumuran bahwa terjadi penundaan keberangkatan

diakibatkan oleh karena heroin yang hendak dibawa masih kurang.

g. Pada tanggal 15 April 2005, bertempat di Hotel Kuta Sea View, terdakwa

bertemu kembali dengan Cerry Likit Bannakorn yang ketika itu memberikan

terdakwa satu koper warna hitam berisi heroin.

h. Masih di sekitar bulan April 2005, terdakwa bersama dengan Renae

Lawrence, Martin Eric Stephens, Mattew James Norman dan Si Yi Chen

membeli dua buah patung kayu dan satu buah kotak perhiasan dari kayu di

sekitar jalan Legian Kuta.

10) Terjadinya penundaan keberangkatan, kemudian pada tanggal 16 April 2005

terdakwa memindahkan tempat menginap Si Yi Chen dan Mattew James Norman

dari Hotel White Rose ke Hotel Adi Darma kamar nomor 105, sedangkan Renae

Lawrence dan Martin Eric Stephen pada tanggal 14 April 2005 dipindahkan dari

Hotel Kuta Lagoon ke Hotel Adi Darma kamar nomor 124, selanjutnya terdakwa

dan Myuran Sukumuran membayar seluruh biaya hotel.

11) Pagi hari terdakwa pergi ke Yan's Beach Bungalow dengan mengaku bernama

David Yu, terdakwa check in dan menempati kamar nomor C 05, dengan

membawa koper warna silver dan abu-abu (biru kehitaman).

12) Pada hari yang sama tanggal 17 April 2005 bertempat di Hotel Adi Dharma

(35)

berwarna abu-abu dan silver berisikan heroin serta satu buah tas jinjing yang

berisikan gunting, plester, stagen, merica dan selanjutnya terdakwa serta Myuran

Sukumuran mulai menempelkan paket-paket heroin itu masing-masing.

13) Terdakwa dan Myuran Sukumuran menempelkan plastik bening warna putih

yang berisi heroin pada anggota tubuh Renae Lawrence masing-masing pada

punggung terdakwa menempelkan 1 (satu) bungkus plastik warna bening yang di

lilit dengan plester verban warna putih yang di dalamnya berisi heroin seberat

807,27 gram neto, selanjutnya Myuran Sukumuran menempelkan heroin pada

paha kanan 2 (dua) bungkus plastik warna bening yang bertuliskan Foodsever

Rolls By Tilia yang ditaburi dengan serbuk merica yang dililiti dengan isolasi

warna bening yang di dalamnya berisi heroin, kemudian dililit lagi dengan

plester verban warna cokelat dengan berat keseluruhan 668,29 gram neto,

dilanjutkan ke paha kiri Renae Lawrence di tempelkan 2 (dua) bungkus plastik

warna bening yang bertuliskan Foodsever Rolls By Tilia yang di taburi dengan

serbuk merica yang dililiti dengan isolasi warna bening yang di dalamnya berisi

heroin, kemudian di lilit lagi dengan plester verban warna cokelat dengan berat

keseluruhan 693,41 gram neto, yang dilakukan oleh Myuran Sukumuran.

14) Terdakwa dan Myuran Sukumuran menempelkan plastik bening warna putih

yang berisi heroin pada anggota tubuh Martin Eric Stephens, pada punggung di

tempelkan 1 (satu) bungkus plastic warna bening yang dililit dengan plester

verban warna putih yang di dalamnya berisi heroin seberat 890,84 gram neto,

(36)

Foodsever Rolls By Tilia yang ditaburi dengan serbuk merica yang dililiti dengan

isolasi warna bening yang di dalamnya berisi heroin kemudian dililiti lagi dengan

plester verban warna cokelat dengan berat keseluruhan 733,28 gram neto, pada

paha kanan di tempelkan 2 (dua) bungkus plastic warna bening bertuliskan

Foodsever Rolls By Tilia yang di taburi dengan serbuk merica yang dililiti

dengan isolasi warna bening yang di dalamnya berisi heroin kemudian dililiti lagi

dengan plester verban warna cokelat dengan berat keseluruhan 717,62 gram neto.

15) Bertempat di Hotel Adi Dharma kamar nomor 105, terdakwa dan Myuran

Sukumuran menempelkan plastik bening warna putih yang berisi heroin pada

anggota tubuh Michael William Czugaj, pada pinggang di tempelkan 1 (satu)

bungkus plastic warna bening yang dililit dengan plester verban warna putih di

dalamnya berisi heroin seberat atau 956,59 gram neto, pada paha kanan di

tempelkan 1 (satu) bungkus plastic warna bening yang dibungkus dengan plastic

warna bening bertuliskan Foodsaver Rolls By Tilia di dalamnya berisi heroin

seberat 400,97 gram neto, pada paha kiri di tempelkan 1 (satu) bungkus plastik

warna bening yang dibungkus dengan plastik warna bening bertuliskan

Foodsaver Rolls By Tilia didalamnya berisi heroin seberat 397,12 gram neto.

16) Bertempat di Hotel Adi Dharma kamar Nomor 105, terdakwa dan Myuran

Sukumuran menempelkan plastik bening warna putih yang berisi heroin pada

anggota tubuh Scoth Anthony Rush, pada pinggang bagian belakang badan di

tempelkan plastik bening berisi heroin seberat 888 gram neto yang dililitkan

(37)

kain warna biru merek Futoro, paha kaki kanan ditempelkan plastik bening berisi

heroin seberat 414,37 gram neto yang dililitkan dengan plester warna cokelat,

paha kaki kiri di tempelkan plastik bening berisi heroin seberat 389,90 gram neto

yang di lilitkan dengan plester warna cokelat.

17) Sebelum berangkat isi koper yang dibawa oleh Renae Lawrence dikeluarkan dan

kemudian diisi dengan dua buah patung kayu dan satu buah kotak perhiasan dari

kayu, dengan maksud mengalihkan perhatian petugas, untuk tidak tertuju pada

badan mereka akan tetapi beralih untuk memeriksa isi koper yang dibawa.

18) Sisa heroin yang telah dipasang, beserta barang-barang yang dipergunakan untuk

menempelkan pada anggota tubuh, dibawa oleh anggota organisasi yang lainnya

yaitu Myuran Sukumaran, Tan Duc Thanh Nguyen, Si Yi Chen dan Matthew

James Norman, sehingga di Hotel Melati kamar nomor 136 telah di temukan

barang berupa 1 (satu) tas koper warna cokelat didalamnya berisi 1 (satu) tas

gendong warna biru kombinasi hitam di dalamnya berisi satu bungkus kertas

koran di dalamnya berisi 2 (dua) buah kantong plastik heroin seberat 334,26

gram neto dan 1 (satu) kantong plastik berisi serbuk merica warna cokelat.

19) Setelah pemasangan paket heroin pada anggota tubuh Renae Lawrence, Scoth

Anthony Rush, Michael William Czugaj dan Martin Eric Stephens, kemudian

mereka berangkat ke Bandara Ngurah Rai untuk membawa heroin tersebut

dengan tujuan Australia dan diinstruksikan terdakwa untuk diberikan kepada

orang yang dikenalnya bernama Pinoccio, setibanya di Bandara Ngurah Rai

(38)

banya di ruang tunggu pintu 3-4 Scoth Anthony Rush, Renae Lawrence, Michael

William Czugaj dan Martin Eric Stephens di tangkap oleh petugas yang

berwajib.

20) Terdakwa yang mengawasi perjalanan mereka kemudian di tangkap petugas di

pintu 7 dan dari selanjutnya dari Hotel Yans Beach Bungalow kamar C 05, di

temukan 2 (dua) buah koper warna abu-abu dan silver yang diberikan oleh Cerry

Likit Bannakorn dan kemudian disita sebagai barang bukti.

21) Sebagai perbuatan terorganisir dan mempunyai jaringan internasional telah pula

dilakukan pemeriksaan laboratorium terhadap barang-barang bukti yang telah

disita dan di temukan hasil sebagai berikut:

a. Ketika barang bukti berupa satu buah koper warna hitam merek Giogracia

dalam keadaan retak berisi dua buah pipa aluminium (keadaannya terbuka)

diperiksa /di buka oleh petugas Laboratorium Forensik Polri Cabang Denpasar

ternya ta di dalamnya terdapat serbuk putih seberat 0,0100 gram neto lalu

dilakukan pemeriksaan terhadap serbuk putih tersebut dan berdasarkan Berita

Acara Pemeriksaan Laboratorium Kriminalistik Nomor Lab: 183/KNF/2005

disimpulkan bahwa serbuk putih positif mengandung sediaan narkotika

(heroin ).

b. Barang bukti berupa 1 (satu) bungkus plastic warna bening yang dililit dengan

plester verban warna putih yang di dalamnya berisi serbuk putih seberat

807,27 gram neto, 668,29 gram neto, 693,41 gram neto yang disita dari Renae

(39)

Forensik Polri Cabang Denpasar berdasarkan Hasil Pemeriksaan

Laboratorium Kriminalistik Denpasar Nomor 173/KNF/2005 di simpulkan

bahwa serbuk putih positif mengandung sediaan narkotika (heroin).

c. Barang bukti berupa 1 (satu) bungkus plastik warna bening yang dililit dengan

plester verban warna putih yang di dalamnya berisi serbuk putih seberat

890,84 gram neto, 733,28 gram neto, 717,62 gram neto yang disita dari Martin

Eric Stephens setelah dilakukan pemeriksaan oleh petugas Laboratorium

Forensik Polri Cabang Denpasar yang hasilnya berdasarkan Berita Acara

Pemeriksaan Kriminalistik Nomor Lab: 172/KNF/2005 tanggal 26 April 2005

pada kesimpulannya menyatakan bahwa barang bukti positif mengandung

sediaan narkotika (heroin).

d. Barang bukti berupa 1 (satu) bungkus plastik warna bening di dalamnya berisi

serbuk putih seberat 956,59 gram neto, 1 (satu) bungkus plastik warna bening

di dalamnya berisi serbuk putih seberat 400,97 gram neto dan 1 (satu)

bungkus plastik warna bening yang dibungkus dengan plastik warna bening di

dalamnya berisi serbuk putih seberat 397,12 gram neto yang disita dari

Michael William Czugaj setelah di lakukan pemeriksaan oleh petugas

Laboratorium Forensi k Polri Cabang Denpasar, yang hasilnya berdasarkan

Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik Nomor Lab:

174/KNF/2005 tanggal 26 April 2005 menyatakan bahwa barang bukti positif

(40)

e. Barang bukti berupa 3 (tiga) bungkus plastik serbuk putih masing-masing

seberat 888 gram neto, 414,37 gram neto, 389,90 gram neto yang disita dari

Scoth Anthony Rush setelah dilakukan pemeriksaan oleh petugas

Laboratorium Forensik Polri Cabang Denpasar berdasarkan Hasil

Pemeriksaan Laboratorium Kriminalistik Nomor Lab: 171/KNF/2005 tanggal

26 April 2005 pada pokoknya menyatakan bahwa barang bukti positif

mengandung sediaan narkotika (heroin ).

f. Barang bukti berupa 1 (satu) tas gendong warna biru kombinasi hitam di

dalamnya berisi satu bungkus kertas koran di dalamnya berisi 2 (dua) buah

kantong plastic serbuk put ih seberat 334,26 gram neto yang disita dari

mereka yang di tangkap di Hotel Melasti yakni Myuran Sukumaran, Tan Duc

Thanh Nguyen, Si Yi Chen dan Matthew James Norman setelah di lakukan

pemeriksaan oleh petugas Laboratorium Forensik Polri Cabang Denpasar,

berdasarkan Hasil Pemeriksaan Laboratorium Kriminalistik Nomor

170/KNF/2005 tanggal 26 April 2005 menyatakan bahwa barang bukti positif

mengandung sediaan narkotika (heroin).

22) Berdasarkan hasil pemeriksaan dari petugas Laboratorium Forensik PoIri Cabang

Denpasar Nomor 178/KNF/2005 tanggal 23 Mei 2005 pada pokoknya

menyimpulkan:

a. Sarung tangan yang ditemukan didalam barang bukti berupa satu buah koper

Referensi

Dokumen terkait

Dinas Pendapat Daerah Kabuapaten Malang dapat memberikan Kepastian Hukum Pengenaan NPOPTKP (Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak) atas BPHTB (Bea Perolehan

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata skor stres kelompok yang tidak diberikan expressive writing treatment (control) adalah 130,7, sedangkan rata- rata skor stres kelompok

kinkan siswa terlibat secara aktif dalam se- mua proses penulisan, siswa belajar dari te- man melalui kerja kelompok, berdiskusi un- tuk mencari kesalahan, memberi

[r]

Pengaruh langsung terjadi pada impor bawang merah, di mana peningkatan harga yang cukup tajam pada pertengahan tahun 2014 akibat kelangkaan barang, ditindaklanjuti

sebagai kutub pertumbuhan ekonomi sebuah negara dapat berkembang dengan pesat karena dipengaruhi oleh beberapa hal seperti daya tariknya sebagai tujuan investasi,

Hasil penelitian ini adalah metode CTL sangat efisensi dan dengan konsep diri yang tinggi serta lebih baik dalam proses pembelajaran matematika, maka siswa

judul “ PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN AEROBIC INTERVAL TRAINING DAN HIGH INTENSITY CIRCUIT TRAINING (HICT) TERHADAP KAPASITAS VO2 MAX SISWA SSB HARIMAU BEKONANG KELOMPOK