• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

1.1 Latar Belakang

Ketahanan pangan di tingkat makro dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menjamin kecukupan pangan (baik dari aspek kualitas maupun kuantitas) bagi seluruh penduduknya melalui optimalisasi pemanfaatan sumberdaya berbasis lokal. Sementara di level mikro, ketahanan pangan harus dijamin hingga level rumah tangga untuk menjalani hidup yang sehat dan aktif. Dengan demikian pembangunan ketahanan pangan bertujuan untuk menjamin ketersediaan dan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu dan bergizi seimbang baik di tingkat nasional, daerah, hingga rumah tangga. Aspek keberlanjutan ketahanan pangan yang identik dengan kebijakan dan strategi peningkatan kemandirian pangan nasional merupakan hal yang harus diperhatikan.

Salah satu subsektor yang berperan penting dalam rangka mensukseskan ketahanan pangan adalah bidang peternakan. Dalam perekonomian Indonesia, kontribusi subsektor peternakan dalam pembentukan Produk Domestik Bruto Indonesia lebih dari 12 persen per tahunnya (Tabel 1).

Tabel 1. Produk Domestik Bruto Sub Sektor Peternakan di Indonesia Tahun 2005- 2009 (Miliar Rupiah)

No. Lapangan Usaha 2005 2007 2009

1 Pertanian Umum 253.881,7 271.509,3 296.369,3

A Peternakan 32.346,5 34.220,7 36.743,6

Kontribusi (%) 12,7 12.6 12.4

B Sub Sektor Pertanian Lainnya

221.535,2 237.288,6 259.625,7

Kontribusi (%) 87,3 87,4 87,6

2 Sektor Ekonomi Lainnya 1.496.933,5 1.692.818,0 1.880.606,2

Total PDB 1.750.815,2 1.964.327,3 2.176.975,5

Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

Berdasarkan Tabel 1 tersebut terlihat bahwa selain subsektor pertanian dan subsektor ekonomi lainnya, subsektor peternakan memiliki kontribusi dalam

2 pembentukan Produk Domestik Bruto Indonesia yang berperan penting dan dari tahun ke tahun memiliki angka kontribusi yang dapat dikatakan hampir stabil.

Pembangunan peternakan merupakan bagian pembangunan nasional yang sangat penting, karena salah satu tujuan pembangunan peternakan adalah peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang unggul. Selain itu, tujuan pembangunan peternakan adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak serta peningkatan devisa negara.

Dalam mengukur ketahanan pangan dari sisi kemandirian dapat dilihat dari ketergantungan ketersediaan pangan nasional pada produksi pangan dalam negeri. Pemerintah Indonesia telah merencanakan bahwa tahun 2014 Indonesia menjadi negara swasembada daging. Tuntutan ini muncul karena hingga saat ini, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, Indonesia masih mengimpor daging (Tabel 2). Perencanaan ini sangat baik untuk peternak Indonesia, disamping karena ternak dan produknya ini telah menjadi bagian dari hidup jutaan peternak Indonesia, juga untuk memenuhi adanya peningkatan kebutuhan daging atau ternak baik atas dasar kesadaran maupun atas pertambahan penduduk.

Tabel 2. Produksi dan Konsumsi Daging Sapi di Indonesia Tahun 2007-2009

No Uraian Tahun (000 ton)

2007 2008 2009

1. Produksi Lokal 210,8 233,6 250,8

2. Impor 124,8 150,4 142,8

Total Produksi Lokal dan Impor 335,6 384,1 393,6

Konsumsi Daging Sapi 314,0 313,3 325,9

Selisih (Produksi Lokal dan Konsumsi) (103,2) (79,7) (75,1) Selisih (Impor dengan Kekurangan

Produksi Lokal) 21,5 70,7 67,7

Sumber: Direktorat Jenderal peternakan (2009)

Berdasarkan Tabel 2 tersebut dapat dilihat bahwa dalam periode tiga tahun, sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2009 laju pertumbuhan penyediaan daging dari produksi lokal lebih rendah dibandingkan konsumsi. Oleh karena itu pemerintah melakukan impor untuk menutupi kekurangan daging dalam negeri karena Indonesia belum mampu menyediakan kebutuhan terhadap daging sapi. Impor ternak sapi dan daging yang semakin besar dan melebihi kebutuhan

3 konsumsi dalam negeri akan meningkatkan ketergantungan bangsa Indonesia terhadap bangsa lain. Maka untuk mengurangi ketergantungan terhadap daging impor tersebut, Indonesia merencanakan swasembada daging.

Dalam mencapai swasembada daging ada dua langkah pendekatan yang dapat dilakukan yakni langkah pertama, meningkatkan populasi ternak sapi yang tingkat produksinya hingga mencapai jumlah yang dibutuhkan, dan langkah kedua yaitu langkah pendukung melalui peningkatan sosialisasi konsumsi daging ke masyarakat dengan mengkonsumsi daging ternak lain, antara lain ke daging domba maupun kambing.

Langkah yang pertama membutuhkan waktu yang cukup lama dan pada akhirnya pengembangan peternakan hanya akan terfokus pada ternak sapi saja. Langkah kedua (langkah pendukung) merupakan langkah yang baik untuk melakukan kombinasi yang sinergis antara langkah utama dengan langkah pendukung yaitu meningkatkan konsumsi daging ke ternak lain seperti daging domba ataupun daging kambing.

Saat ini konsumsi masyarakat Indonesia terhadap daging domba maupun kambing dapat dikatakan rendah dibandingkan konsumsi terhadap daging sapi. Sementara itu jumlah produksi daging domba dan kambing lebih tinggi dibandingkan jumlah konsumsinya (Tabel 3).

Tabel 3. Neraca Daging Domba dan Kambing Nasional Tahun 2008-2009 (Dalam Ribu Ton)

Tahun Domba Kambing

Produksi Konsumsi Produksi Konsumsi

2008 37,6 25,7 52,8 35,8

2009 43,3 29,6 55,0 37,3

Total 80,9 55,3 107,8 73,1

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2009)

Ternak domba dan kambing memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan dengan ternak sapi maupun ternak lainnya. Hal ini berdasarkan pada keadaan alam yang baik dan keadaan sosial budaya yang sangat mendukung terutama terkait dengan mayoritas penduduk Warga Negara Indonesia beragama Islam.

4 Kedua hal tersebut merupakan faktor pendukung potensial bagi pengembangan peternakan domba dan kambing di Indonesia.

Di Indonesia mayoritas Warga Negara Indonesia beragama Islam, dalam agama Islam terdapat kewajiban berkurban bagi yang mampu, dilaksanakan setiap tahun pada bulan Haji, yaitu dengan cara menyembelih hewan kurban termasuk diantaranya adalah domba dan kambing. Dalam Islam juga terdapat upacara atau ritual yang dinamakan aqiqah, yaitu berkurban untuk menunjukkan rasa syukur atas kelahiran anak. Pada bulan Haji berkurban tidak saja menyembelih domba atau kambing tetapi bisa dengan sapi, akan tetapi berbeda dengan aqiqah yang tidak bisa digantikan dengan menyembelih sapi. Aqiqah untuk kelahiran anak laki-laki dilakukan dengan menyembelih dua ekor domba atau kambing, sedangkan aqiqah untuk kelahiran anak perempuan dilakukan dengan menyembelih satu ekor domba atau kambing. Kedua upacara atau ritual kurban dalam Islam ini potensial bagi terbentuknya pasar domba dan kambing yang sangat besar. Selain itu, pada masyarakat juga terdapat berbagai ragam budaya yang dapat memberikan kontribusi terhadap pangsa pasar domba dan kambing, misalnya menyembelih domba dan kambing untuk acara hajatan baik pernikahan atau khitanan.

Ternak domba dan kambing telah terbukti menjadi salah satu pilihan masyarakat akan kebutuhan daging ternak, jenis ternak ini juga sudah dikenal masyarakat untuk menjadi hewan peliharaan sebagian rakyat peternak Indonesia khususnya di tingkat pedesaan. Mengembangkan usaha ternak domba dan kambing secara otomatis akan membuka jalan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Sebagai salah satu komoditas unggulan di bidang peternakan, domba dan kambing memiliki prospek untuk terus dikembangkan. Hal ini sejalan dengan kebutuhan masyarakat pada ternak jenis ini. Berbagai upaya dilakukan oleh peternak untuk meningkatkan daya saing mereka. Sementara itu, pemerintah berperan melakukan pembinaan agar komoditas ini bisa menjadi salah satu jalan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengembangan domba dan kambing sebagai salah satu ternak unggulan juga ditunjang dengan terdistribusinya komoditas ternak ini di berbagai pulau atau provinsi di seluruh wilayah Indonesia.

5 Tabel 4. Populasi Nasional Domba dan Kambing di Indonesia Tahun 2008-2010

(Dalam Ribu Ekor)

PROVINSI DOMBA KAMBING

2008 2009 2010*) 2008 2009 2010*)