• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Paroki St. Kristoforus Banyutemumpang berada dibawah naungan Kevikepan Kedu. Ketika saya melakukan observasi untuk melaksanakan Pelayanan Karya Paroki (PKP) di wilayah St. Benediktus 3, merupakan daerah perbukitan dan lembah yang 90% masyarakatnya bermatapencarian dalam dunia pertanian, 6% dari mereka menggeluti bidang perdagangan dan penjual jasa dan 4% Aparatur Sipil Negara (ASN) serta karyawan swasta maupun pensiunan.

Pendidikan terakhir umat wilayah St. Benediktus adalah 40% SD-SMP, 50%

SLTA dan 10% Sarjana.

Hidup doa umat setempat baik, tetapi keikutsertaan untuk terlibat dalam kegiatan menggereja belum begitu terlihat. Hal ini terlihat ketika saya sedang wawancara dengan ketua lingkungan sekaligus dewan paroki yang mengatakan bahwa di lingkungan St. Paulus Posong memiliki tiga kelompok doa dan rutin melaksanakan kegiatan doa. Ada keresahan yang dirasakan oleh ketua wilayah serta dewan paroki saat melakukan wawancara. Keduanya memiliki harapan senada, yaitu ingin meningkatkan kesadaran umat dalam hidup menggereja. Saya merasa bahwa pendalaman iman merupakan sarana evangelisasi yang tepat untuk membantu umat dalam membangun kesadaran pentingnya hidup menggereja.

Menurut saya, pendekatan katekese naratif merupakan katekese yang cocok bagi umat karena mampu menyentuh pengalaman hidup umat dan semakin memahami firman Tuhan serta medewasakan iman umat.

2

Anjuran Apostolik Evangelii Nuntiandi tentang pewartaan Injil pada dunia modern menekankan bahwa pewartaan Injil memiliki tujuan memberikan kabar gembira kepada seluruh umat manusia, agar semua orang hidup pada-Nya dan menjadi sumber kekayaan. Pendalaman iman sebagai sarana evangelisasi dapat membantu membangkitkan dan meneguhkan setiap pribadi dalam hidup beriman kristiani. Diharapkan mampu membawa umat melihat pengalaman hidup mereka dengan karunia Tuhan yang selalu mereka terima dan membantu umat untuk berrefleksi dalam hidup sehari-hari.

Seruan Apostolik Ecclesia in Asia art 20 menyatakan bahwa pola naratif berdampingan dengan tatanan yang sesuai di budaya Asia menjadi sentral. Ini disampaikan oleh Yesus dalam pewartaan Injil untuk lebih melihat situasi para pendengarnya sehingga dapat semakin mematangkan pemahamanan akan Injil yang Ia sampaikan. Selain itu Paus Yohanes Paulus II mengatakan perceraian antara Injil dan kebudayaan saat ini memiliki pengaruh negatif antara keduanya.

Pentingnya pewarta dalam menyampaikan iman Kristiani sekaligus menjadi sebagian budaya bangsa. Pendekatan katekese naratif ini akan mudah ditangkap oleh pendengar karena kebiasaan-kebiasaan yang terus berulang dibandingkan pola penyampaian yang lain.

Keuskupan Agung Semarang pada tema Adven yang diangkat tahun 2019 memberikan seruan mengenai Menjadi Orang Katolik yang Transformatif melihat keadaan Indonesia dan lingkungan sosial sedang dihadapi agar umat mampu menanggapi dengan misioner dan visioner. Kekuatan dan kemandirian baik sebagai pribadi manusia maupun dalam karya, kolaborasi, dan pemahaman

3

akan hak serta martabat dasar kehidupan harus menjadi bagian baik komunitas maupun pribadi sevagai umat Katolik. Pentingnya komunikasi yang terjalin sebagai bentuk kesadaran umat yang merupakan hakikatnya umat Allah dan memiliki misi tugas perutusan Allah sehingga sudah mutlak panggilan ini diberikan.

Pesan Bapa Suci Paus Fransiskus pada hari Komunikasi Sosial Sedunia yang Ke 54 pada tahun 2020 “Supaya Engkau Dapat Menceritakan Kepada Anak Cucumu” (Kel 10:2) Hidup Menjadi Cerita. Dikatakan bahwa manusia merupakan mahkluk pencerita yang selalu berjalan dalam mengembangkan diri sehingga menemukan jadi diri. Perlu disadari bahwa di dunia ini tidak semua baik. Penting dengan penuh kebijaksanaan mengambil sebuah cerita. Beliau mengatakan bahwa setiap dari kita percaya dan memahami bahwa Kitab Suci adalah bentuk cinta Allah terhadap manusia lalu di tengahnya Yesus maka penting mengkomunikasikan makna yang terjadi. Cerita Kristus bukan warisan masa lalu melainkan kisah kita yang selalu nyata sehingga telah memberikan kesaksian tentang cinta yang mengubah hidup. Roh Kudus mendapat kebebasan menulis di dalam hati kita dan membarui serta mengingatkan diri kita di mata Allah.

Pendekatan katekese naratif dapat disampaikan secara kontekstual, sehingga mampu membawa umat untuk masuk dalam katekese baik secara tradisional sampai modern contohnya menggunakan media cerita, gambar ataupun pemutaran audiovisual sebagai sarana bernarasi. Narasi yang disampaikan dengan baik akan mudah dipahami sehingga pewartaan karya Keselamatan Allah akan terlihat secara nyata dan semakin dihayati. Pendekatan ini dapat membantu umat

4

menemukan pengalaman hidup mereka dan relasi dengan Allah. Oleh karena itu, saya merasa perlu ada penulisan skripsi yang membahas pendekatan katekese naratif sebagai salah satu sarana evanglisasi yang mampu untuk membantu umat semakin dewasa dalam iman. Melalui latar belakang yang sudah diuraikan sebelumnya, penulis mengangkat judul skripsi “KATEKESE NARATIF SARANA EVANGELISASI UNTUK MENDEWASAKAN IMAN UMAT WILAYAH ST. BENEDIKTUS 3, PAROKI ST. KRISTOFORUS BANYUTEMUMPANG, MAGELANG.”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah penulis uraikan, maka penulis menemukan permasalahan sebagai berikut ini:

1. Pendalaman iman dengan metode naratif sebagai tempat umat untuk saling berbagi pengalaman dan mendewasakan iman.

2. Pendekatan katekese naratif sebagai sarana yang membantu umat semakin memahami pengalaman hidup dan Firman Allah.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, batasan masalah berfokus pada pengalaman dan pemahaman umat wilayah St. Benediktus 3, Paroki St.

Kristoforus Banyutemumpang, Magelang difokkuskan pada lingkungan St.Paulus Posong dan St. Fransiskus Xaverius Babadan mengingat dalam situasi pademi covid 19. Mengenai pendalaman iman yang berlangsung selama ini dan pendekatan katekese naratif.

5

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang ditulis, penulis merumuskan dua pertanyaan berikut fokus penelitian :

1. Bagaimana pengalaman umat wilayah St. Benediktus 3, Paroki St. Kristoforus Banyutemumpang, Magelang dalam mengikuti pendalaman iman yang sudah berlangsung selama ini?

2. Bagiamana umat dapat memahami pendalaman iman yang berlangsung melalui pedekatan baru katekese naratif sehingga mendewasakan iman umat?

E. Tujuan Penelitian

Melalui uraian rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pengalaman umat wilayah St. Benediktus 3 Paroki St. Kristoforus Banyutemumpang, Kabupaten Magelang dalam mengikuti pendalaman iman yang sudah berlangsung sebelumnya.

2. Mengetahui pemahaman umat dapat memahami pendalaman iman yang berlangsung melalui pedekatan baru katekese naratif sehingga mendewasakan iman umat.

F. Manfaat Penelitian 1. Bagi Paroki

Paroki dapat mengetahui pentingnya pendekatan katekese naratif yang merupakan sarana evangelisasi untuk mendewasakan iman umat dengan situasi dan kondisi lokal.

6

2. Bagi PENDIKKAT

PENDIKKAT dapat menggunakan pendekatan katekese naratif sebagai salah satu sarana evangelisasi untuk melaksanakan katekese dalam pendalamanan iman saat mengalami situasi seperti wilayah yang dialami penulis.

G. Metode Penulisan

Metode dalam penulisan ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif dengan jenis penelitian fenomenologis. Penelitian ini mengambil data secara langsung di lapangan melalui observasi dan wawancara. Respondennya umat wilayah St. Benediktus 3, Paroki St. Kristoforus Banyutemumpang, Magelang.

Peneliti berharap dapat mengidenfikasi pemahaman responden dan melihat penerapan-penerapan yang berlaku, dalam menanggapi permasalahan sehingga dapat membantu semakin memahami. Metode mengharapkan mengetahui secara sungguh-sungguh pemahaman umat wilayah St. Benediktus 3 Paroki St.

Kristoforus Banyutemumpang dapat memahami Firman Allah melalui pedekatan katekese naratif yang dilaksanakan.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

Bab I

Pendahuluan, membahas latar belakang, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

7

Bab II

Kajian Teoritis membahas mengenai landasan teori, mengulas teori-teori yang berkaitan serta membantu kerangka berpikir dan pengembangan hipotesis mengenai permasalahan yang diteliti berkaitan dengan katekese naratif sarana evangelisasi dan mendewasakan iman umat. Kajian Terkait yang berkaitan dengan skripsi ditulis penulis.

Bab III

Metode Penelitian berisi tentang jenis penelitian, desain penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel penelitian, teknik dan alat pengumpulan data, teknik analisis data serta jadwal.

Bab IV

Hasil Penelitian dan Pembahasan menguraikan hasil wawancara yang sudah terlaksana mengenai KATEKESE NARATIF SARANA EVANGELISASI UNTUK MENDEWASAKAN IMAN UMAT WILAYAH ST. BENEDIKTUS 3, PAROKI ST. KRISTOFORUS BANYUTEMUMPANG, MAGELANG.

Bab V

Penutup membahas tentang kesimpulan penelitian dan saran.

BAB II

KAJIAN TEORITIK DAN KAJIAN TERKAIT

Mengingat kembali bahwa wilayah ini berada didaerah perbukitan dan lembah yang tentunya kebanyakan mereka bekerja dalam bidang pertanian.

Melihat keadaan yang terjadi di wilayah St. Benediktus 3, Paroki St. Kristoforus Banyutemumpang bahwa terdapat keresahan dari pengurus sehingga muncul harapan untuk mendorong umat mau terlibat dalam hidup menggereja. Selain itu memperlihatkan betapa pentingnya pewartaan Injil dari masa kemasa menjadi hal perhatian penuh agar hidup dan memperoleh kekayaan dariNya. Naratif sediri juga tidak luput dari budaya Asia termasuk Indonesia sehingga Injil sendiri tidak dapat jauh dari ini sehingga mampu menyelami dan menguatkan iman umat.

Hal ini pula yang menjadi alasan penting penulisan skripsi ini dengan pendekatan katekese naratif sebagai sarana evangelisasi untuk mendewasakan iman umat. Tema ini sudah disinggung dengan melihat budaya Indonesia walaupun masih belum begitu banyak yang membahasnya. Bab ini akan menjelaskan tentang makna katekese naratif sarana evangelisasi dan mendewasakan iman umat.

A. Kajian Teoritik

1. Katekese Naratif Sarana Evangelisasi

Pada kata “narasi” berasal dari bahasa Latin narrare (kata kerja) yaitu bercerita atau mengisahkan dan narratus (kata benda) ialah cerita. Kata “naratif”

berarti menyimak, meyampaikan atau menyampaikan kembali cerita orang-orang

9

mengenai kehidupannya. Sehingga, naratif sebagai sarana seseorang untuk berbagi pengalaman dan penghayatan dengan orang lain (Psikologi Naratif, 2007 : 34, 42). Melalui narasi seseorang menyatakan dinamika kehidupan yang dialaminya secara nyata serta menanggapinya. Konflik yang ada menawarkan mengenai ajaran iman serta moral yang menarik karena cerita tersebut melihatkan kenyataan yang ada. Dapat memberi manfaat atau makna yang mendalam bagi penerimanya.

Naratif menjadi sangat spesial bagi masyarakat Asia karena sudah menjadi tempat istimewa di hati mereka terutama negara Indonesia menggunakannya untuk menceritakan sejarah dan dimana pendekatan ini juga merupakan cara Yesus berbicara dalam melaksanakan pengutusanNya. Katekese Naratif ialah pengajaran agama yang menggunakan sarana cerita sebagai penyampaian pewartaan. St. Paulus menyampaikan demikian “ ... bukan diri kami yang kami beritakan, tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan dan diri kami sebagai hambamu karena kehendak Yesus “ (2 Kor 4:5). Dalam Catechesti Tradendae art 53 juga ditekankan pentingnya mendekatkan diri dengan kebudayaan setempat agar dapat semakin mencerminkan kebudayaan kasih. Katekese Paus Paulus VI secara tegas menyatakan dengan demikian “Tiada pewartaan Injil yang sungguhnya, kalau nama, hidup, janji-janji, Kerajaan Allah dan misteri Yesus dari Nazaret, Putra Allah tidak diproklamasikan”. Hal ini sangat jelas bahwa pewartaan perlu menyelami kehidupan umat maunusia agar pesan Injil tersampaikan dengan baik.

Anjuran Apostolik dalam Ecclesia in Asia art 20 dikatakan bahwa pola naratif berdampingan dengan tatanan yang sesuai di budaya Asia menjadi sentral.

10

Melalui kenyataan yang ada bahwa pewartaan Yesus Kristus lebih efisien dalam mengisahkan ceritaNya sesuai dengan Injil. Hal ini jugalah yang dianjurkan oleh Yesus dimana dalam pewartaan Injil untuk lebih melihat situasi para pendengarnya sehingga dapat semakin mematangkan pehamanan akan Injil yang disampaikan. Kewajiban yang harus dilakukan pewarta dalam menyampaikan iman Kristiani sekaligus menjadi kesatuan budaya bangsa. Pendekatan katekese naratif sangat mudah ditangkap oleh pendengar karena kebiasaan terus menerus disampaikan. Adanya spiritualitas ingkarnasi dimana diajak untuk melihat pengalaman hidup nyata umat sendiri.

Paus Yohanes Paulus II mengatakan perceraian antara Injil dan kebudayaan saat ini memiliki pengaruh negatif antara keduanya. Sudah jelas bahwa pewartaan perlu berkesinambungan dengan kebudayaan stempat agar iman terus semakin hidup. Suatu keharusan bagi pewarta dalam menyampaikan iman Kristiani sekaligus menjadi sebagaian budaya bangsa. Selain itu juga secara psikologis orang memiliki hubungan antara masa lampau, sekarang dan kebudayaan mereka.

Pendekatan katekese naratif dapat disampaikan baik secara tradisional sampai moderen seperti menceritakan serta pemutaran audiovisual sesuai dengan perkembangan zaman sekarang. narasi yang disampaikan akan tersampaikan dengan baik dan mudah dipahami. Melalui pendekatan katekese naratif memberikan tawaran akan pengalaman iman melalui penyampaian cerita sehingga pendengar diajak untuk aktif dalam menanggapinya. Tugas utama evangelisasi menyadarkan orang untuk lebih terbuka dan mendekatkan orang pada imannya

11

pada Yesus Kristus sebagai pusat hidupnya. Pewartaan karya Keselamatan Allah akan terlihat secara nyata dan juga dihayati.

Hal ini juga disinggung oleh Bapa Suci Paus Fransiskus dihari Komunikasi Sosisal Sedunia yang Ke 54 pada tahun 2020 “Supaya Engkau Dapat Menceritakan Kepada Anak Cucumu” (Kel 10:2) Hidup Menjadi Cerita. Cerita menjadi tema utama yang diambil oleh Bapa Suci Paus Fransiskus karena beliau meyakini bahwa pentingnya nafas kebenaran dari cerita-cerita yang baik supaya tidak salah arah. Sehingga, cerita memiliki daya ubah dalam membangun bukan menghancurkan. Dampak cerita yang membantu memperlihatkan kembali akar dan tenaga untuk berjalan maju bersama. Dalam keramaian suara dan pesan membingungkan, memiliki kebutuhan manusiawi dalam membagikan cerita baik tentang diri sendiri dan segala keindahan di sekitar. Cerita yang mampu mengajak melihat dunia dan kisah dengan penuh kelembutan. Beliau mengatakan yang bisa menceritakan, lalu mengibaratkan kita bagian dari permadani hidup dan saling terhubung. Maka, cerita mengungkapkan jalinan benang yang menghubungkan kita satu sama lain.

Tindakan untuk mewartakan Injil terhadap seluruh umat manusia zaman sekarang memiliki dukungan pada sebuah pengharapan namun adanya perasaan kecemasan pada suatu pelayanan kepada jemaat Kristiani maupun seluruh umat manusia. Sangatlah penting dukungan yang diberikan kepada para pewarta untuk mewartakan Injil agar tidak semakin memperburuk suasana zaman sekarang sehingga semangat sukacita Injil terus terpancar (Evangelii Nuntiandi, 1).

Penyampaian pesan Injil bukan sebagai sumbangan Gereja melainkan kewajiban

12

dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan Gereja melalui perintah Yesus Kristus tujuannya umat dapat percaya dan memperoleh keselamatan (Evangelii Nuntiandi, 5). Tugas perutusan yang diberikan Yesus Kristus tehadap Gereja sebagai anugrah dan undangan yang istimewa serta sebagai jati diri Gereja. Selain itu juga sebagai saluran berkat bagi seluruh umat dan ungkapan syukur.

Evangelisasi berarti pewartaan Kristus, yang diutarakan melalui kesaksian hidup dan kata-kata ... (Lumen Gentium, 35). Pentingnya interaksi yang terjalin terus menerus mengenai Injil dan kehidupan manusia yang nyata baik pribadi maupun sosial. Pesan yang ingin disampaikan terungkap secara jelas, eksplisit serasi dengan kondisi terus menerus terjadi atas hak dan kewajiban manusia hidup bermasyarakat maupun internasional situasi zaman sekarang. Pengalaman personal mengenai cinta Tuhan pada Yesus Kristus akan membawa sesorang menemukan kesadaran mengenai tugas perutusan. Injil sendiri merupakan ragi yang dapat mematangkan iman sehingga membawa kebebasan serta pembaharuan bagi masyarakat.

Iman tidak hanya untuk didapat dan dirayakan melainkan harus dibagi-bagikan sehingga semua orang akan memperoleh berkat anugrah yang diberikan Tuhan. Melihat dari kenyataan yang ada bahwa evangelisasi sangatlah penting melihat kebudayaan setempat seperti yang dikatakan dalam Gaudium et Spes juga pentingnya dalam memperhatikan pribadi manusia yang menjadi fokus dan akan kembalinya hubungan antar umat manusia dengan diri sendiri serta ikatan terhadapan Allah. Melalui seruan apostolik yang ditegaskan dalam ”Evangelii Nuntiandi” diungkapkan mengenai pewartaan Injil pada dunia modern memiliki

13

tujuan untuk memberikan Kabar Gembira kepada seluruh umat manusia, agar semua orang hidup padaNya dan menjadi sumber kekayaan.

Adanya undangan untuk membaca dan merefleksikan Sabda Allah secara bersama-sama sehingga bermanfaat untuk membuka kesadaran diri. Kesaksian menjadi sangat penting dalam evangelisasi yang dapat mempengaruhi dan lebih efektif sebagai langkah pertama untuk penginjilan maka melalui hal ini orang kristen berarti perlu menanggapi panggilannya. Gereja sebagai sabda yang menyelamatkan sebagai sarana evangelisasi. Evangelisasi dapat merangkul sebagai pewartaan yang membawa kasih persaudaraan, saling memberi dan pengampunan. Selain itu juga ditekankan bahwa upayah tindakan evangelisasi akan lebih bermanfaat bila teks yang digunakan untuk berkatekese cocok serta digunakan dengan bijaksana.

2. Mendewasakan Iman Umat

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dikatakan bahwa pengertian umat merupakan para penganut suatu agama atau nabi. Jadi, seseorang yang memeluk suatu agama disebut sebagai umat. Salah satu dokumen utama Konsili Vatikan II yaitu Lumen Gentium art 9 dikatakan Allah ingin mempersatukan orang-orang sebagai umat yang menggapi kebenaran dan penuh ketaatan kepadaNya. Maka, Allah memilih bangsa Israel sebagai umatNya dengan mengadakan perjanjian dan menuntun mereka sesuai kehendak Allah serta memurnikan mereka untuk diriNya. Karya keselamatan Allah ini tidak secara khusus hanya berpatok pada bangsa Israel melainkan dari segala kalangan sehingga mereka yang setia, percaya dan taatlah terbentuklah umat Allah. Umat

14

yang telah dipersatukan Allah bukanlah umat yang berdiri atas keinginannya sendiri melainkan berdasarkan kehendak Allah. Dalam hal ini berarti umat merupakan kesatuan dari Gereja yang tidak dapat dipisahkan. Konsili Vatikan II menekankan bahwa Umat pilihan Allah adalah satu artinya “satu Tuhan, satu iman, satu baptisan” (Ef 4:5). Kualitas yang dimiliki anggota-anggota Gereja ialah sama karena seluruhnya dilahirkan kembali dalam Kristus sehingga tidak ada diskriminasi antara satu dengan yang lain. Kesatuan dengan umat Allah mengingat pandangan St. Petrus dalam Surat Pertama kepada Jemaat di Korintus sebagai berikut:

“Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus ... Memang banyak anggota tapi satu tubuh. Jadi mata tidak dapat berkata kepada tangan: “ Aku tidak membutuhkan engkau,” Dan kempala tidak dapat berkata kepada kaki : “ Aku tidak membutuhkan engkau” ... Hal itu tidak dibutuhkan oleh anggota-anggota kita yang elok. Allah telah menyusun tubuh kits begitu rupa, sehingga kepada anggota, sehingga anggota yang tidak mulia diberikan penghormatan khusus, supaya jangan terjadi perpecahan dalam tubuh, tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatiakan ... Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya...” (1 Kor 12)

Melalui gagasan teori yang diungkapkan James W. Fowler menyampaikan bahwa perjalanan dalam iman yang dimiliki manusia terjadi sejak dalam kandungan lalu menyelami kehidupan baru melalui lingkungan dalam kehadiran seorang ibu sehingga memperoleh keamanan dan kenyamanan. Sehingga, memunculkan tahapan-tahapan dari sini disebut tahap 0 (primal faith) karena iman belum terdefinisiasi, perverbal akan tetapi keberanian dengan adanya rasa khawatir sehingga sebagai tahap awal. Tahap 1 Iman Intuitif-Proyektif (umur 3-7 tahun), kepercayaan yang muncul dalam diri anak masih mengenai pandangan dan

15

keyakinan religius orang dewasa. Iman dipenuhi dengan fantasi dan fase sehingga proses imaginasi terkadang melebihi sehingga menghalangi pikiran logis menjadikan seringkali menjadi terror.

Tahap 2 Iman Mitis-Harfiah (masa kanak-kanak sampai 11 tahun) mengambil peran diri melalui kepercayaaan, ketaatan yang dilakukan dalam dirinya. Sudah mulai mampu berpikir realistis sehingga pada tahap keteraturan dan batasan sehingga lebih linear dalam koherensi dan makna sehingga cerita memberikan kesatuan serta pengalaman. Tahap 3 Iman Sistentis-Konvesional (umur 12 sampai 20 tahun) memiliki pandangan lebih luar dari keluarga yaitu iman harus mengintentasikan nilai dan informasi sehingga merujuk pada identitas dan pemikiran masa depan. Gambaran lebih personal mengenai hubungan pribadi dengan Allah sehingga mampu menyusun identitas pribadi.

Tahap 4 Iman Individual Reflektif (masa dewasa awal) dalam tahap ini menjadikan dirinya lebih personal sehingga berkomitmen, bertanggungjawab dan refleksi kritis. Tahap 5 Iman Konjungtif (usia 35 tahun keatas) seseorang membuka pada suara terdalam dirinya, memperbaki dengan kembali memperluas kebenaran sehingga tetap menghargai orang lain dan tidak bersifat kaku lagi.

Tahap 6 Iman Universal (usia 45 tahun keatas) mampu mengorbankan hidupnya bagi kepentingan orang lain demi terwujudnya imperatif dari cinta dan keadilan.

Inilah tahapan iman dari James W. Fowler sehingga sampai pada menuju keberimanan manusia.

Iman orang dewasa hendaknya terus menerus diterangi, dihidupkan dan pembaruan agar bertanggung jawab atas iman yang dimilikinya serta perlunya

16

pendidikan iman sepanjang perziarahan hidupnya. Hal ini pula telah dibicarakan dalam dokumen Gereja yaitu Catechesi Tradendae art 43 menyatakan bahwa pendalaman orang dewasa dalam katekese memiliki fungsi pada upaya serta metode untuk memahami dan memperkuat iman Gereja. Tujuan diadakannya pengajaran iman ialah supaya isi iman dapat dimengerti. Perlunya juga komunikasi iman agar iman dapat disampaikan dengan baik. Maka, pendidikan iman itu sangat penting agar semakin memperkokoh serta mendewasakan iman.

Kedewasaan iman akan tercapai yaitu dengan menunjukan adanya pertobatan, sikap-sikap iman dan menuju kematangan hidup menggereja serta memasyarakat. Panggilan ini juga terdapat pada Lumen Gentium art 33 mengenai kewajiban yang mulia dimiliki kaum awam yaitu harus berusaha untuk mewartakan karya keselamatan Allah tersebar semakin luas sampai pada semua lapisan manusia dari segala zaman dan setiap negeri. Selain itu diharapkan melalui iman yang dewasa merupakan pusat pertemuan antara Gereja dan masyarakat sehingga dapat memperbarui serta menguduskan. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pendalaman iman orang dewasa merupakan bentuk katekese bertujuan untuk membantu mengembangkan iman sampai pada kedewasaan.

B. Kajian Terkait

Ada beberapa kajian terkait yang berkaitan dengan skripsi yang ditulis penulis sehingga menjadi salah satu acuan dalam penulisan yaitu sebagai berikut:

Ada beberapa kajian terkait yang berkaitan dengan skripsi yang ditulis penulis sehingga menjadi salah satu acuan dalam penulisan yaitu sebagai berikut: