• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATEKESE NARATIF SARANA EVANGELISASI UNTUK MENDEWASAKAN IMAN UMAT WILAYAH ST. BENEDIKTUS 3, PAROKI ST. KRISTOFORUS BANYUTEMUMPANG, MAGELANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KATEKESE NARATIF SARANA EVANGELISASI UNTUK MENDEWASAKAN IMAN UMAT WILAYAH ST. BENEDIKTUS 3, PAROKI ST. KRISTOFORUS BANYUTEMUMPANG, MAGELANG"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

KATEKESE NARATIF SARANA EVANGELISASI UNTUK MENDEWASAKAN IMAN UMAT WILAYAH

ST. BENEDIKTUS 3, PAROKI ST. KRISTOFORUS BANYUTEMUMPANG, MAGELANG

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Keagamaan Katolik

Oleh :

Laurensia Irene Ariningsih NIM: 161124022

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEAGAMAAN KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

iv

PERSEMBAHAN

Untuk

Markus Ari Wibowo

&

Anastasia Dwi Retnaningsih

(3)

v MOTTO

“Hidup menjadi cerita seperti jalinan benang yang menghubungkan satu sama lain sehingga saling memperbarui dan menguduskan. “

(Pesan Paus Fransiskus Di Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke 54 tahun 2020)

(4)

viii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “KATEKESE NARATIF SARANA EVANGELISASI UNTUK MENDEWASAKAN IMAN UMAT WILAYAH ST. BENEDIKTUS 3, PAROKI ST. KRISTOFORUS BANYUTEMUMPANG, MAGELANG”.

Penulis memilih judul skripsi berdasarkan keprihatinan paroki karena umat yang memiliki hidup doa yang baik, tetapi belum terlihat keterlibatan mereka dalam hidup menggereja. Model katekese yang selama ini dianggap masih kaku dan satu arah saja ini menjadi keprihatinan penulis. Penulis menyusun harapan dalam penulisan skripsi ini dapat membantu para katekis atau pendamping untuk dapat melibatkan umat dalam berkatekese bersama. Pertanyaan-pertanyaan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut. Bagaimana pengalaman umat di wilayah St.

Benediktus 3, Paroki St. Kristoforus Banyutemumpang, Magelang dalam mengikuti pendalaman iman yang sudah berlangsung selama ini? Bagiamana umat dapat memahami pendalaman iman yang berlangsung melalui pedekatann baru dalam katekese naratif sehingga mendewasakan iman umat? Metode dalam penulisan ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif dengan jenis penelitian fenomenologis. Penelitian ini mengambil data secara langsung di lapangan melalui observasi dan wawancara. Subjek wawancara ada sepuluh orang.

Katekese naratif memperhitungkan konteks umat dan katekese naratif menjawab harapan Paroki. Metode naratif memiliki tempat istimewa bagi masyarakat Asia termasuk Indonesia sebagai media untuk menceritakan baik pengalaman maupun sejarah. Katekese naratif sarana evangelisasi yang kontekstual sehingga mampu membawa umat pada pengalaman hidup dalam terang Injil. Melalui katekese naratif Gereja dan umat saling menanggapi sehingga katekese ini menjadi sebuah perjumpaan akan kehadiran Allah sebagai sumber keselamatan bagi seluruh umat manusia. Umat perlu membagikan iman yang hidup dan hidup menggereja.

Kata-kata kunci: Katekese Naratif Sarana Evangelisasi, Mendewasakan Iman Umat, Konteks Umat.

(5)

ix ABSTRACT

This undergraduate thesis is entitled "NARRATIVE CATECHISM AS EVANGELIZATION INSTRUMENT FOR MAKES THE PEOPLE TO BE GROWTH IN FAITH IN THE REGION OF ST. BENEDICT 3, OF ST.

CHRISTOPHER’S PARISH BANYUTEMUMPANG, MAGELANG". The author chose the title of the thesis based on parishes' concerns because people who have a good prayer life but have not seen their ecclesiast involvement. The catechism model which has been considered as still rigid and one-way only is the author's concern. The author compiles hopes in this thesis to be able to help the catechists or assistants to be able to help the people in the joint blessings. The questions in this thesis are as follows. How is the experience of the people in the St. Benedict 3, of St. Christopher Banyutemumpang’s Parish, Magelang in taking the deepening of faith that has lasted so far? How can people understand the deepening of faith that takes place through new approaches in the narrative catechism so that they mature the faith of the people? The method in this discussion uses descriptive qualitative research with a phenomenological research type. This research takes data directly in the field through observation and interviews. There are ten interviewees. Narrative catechism answers the context of the community and narrative catechism answers the expectations of the Parish. The narrative method has a special place for Asian people, including Indonesia, as a medium to present both experience and history. Narrative catechism contextual means of evangelization that can bring people to the experience of life in the light of the gospel. Through catechism, the narrative of the Church and the people are interconnected so that this catechism becomes an encounter that will accept God as a source of salvation for all mankind. People need to be bought by living and church life.

Keywords: Narrative Catechism Means of Evangelization, Growth Faith's People, Context of the Faith's People.

(6)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

LEMBAR PENGESAHAN... iii

PERSEMBAHAN... iv

MOTTO... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii

ABSTRAK... viii

ABSTRACT... ix

KATA PENGANTAR... x

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR SINGKATAN... xv

BAB I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Indenfikasi Masalah ... 4

C. Batasan Masalah ... 4

D. Rumusan Masalah... 5

E. Tujuan Penelitian... F. Manfaaat Penelitian... G. Metode Penelitian... 5 5 6 H. Sistem Penulisan... 7

(7)

xiii

BAB II. KAJIAN TORITIS DAN KAJIAN TERKAIT... 8

A. Kajian Teori... 8

1. Katekese Naratif Sarana Evangelisasi... 8

2. Mendewasakan Iman Umat ... 13

B. Kajian Terkait... 16

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 18

A. Jenis Penelitian ... 18

B. Desain Penelitian ... 19

C. Tempat dan Waku Penelitian ... 20

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 20

E. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 21

F. Teknik Analisis Data ... 25

BAB IV. LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 27

A. Sejarah Paroki St. Kristoforus Banyutemumpang ... 28

B. Situasi Wilayah St. Benediktus Banyutemumpang ... 30

C. Hasil Penelitian ... 32

D. Pembahasan ... 63

BAB V. PENUTUP... 91

A. KESIMPULAN ... 91

B. SARAN ... 98

DAFTAR ISI ... 100

(8)

xiv

LAMPIRAN ... 101

Lampiran Surat Permohonan Izin Penelitian ... (1)

Lampiran Wawancara 1 ... (2)

Lampiran Wawancara 2... (4)

Lampiran Wawancara 3... (7)

Lampiran Wawancara 4 ... (9)

Lampiran Wawancara 5 ... (11)

Lampiran Wawancara 6... (13)

Lampiran Wawancara 7... (15)

Lampiran Wawancara 8... (17)

Lampiran Wawancara 9... (20)

Lampiran Wawancara 10... (23)

Lampiran Teks Pendalaman Iman Orang Dewasa ... (26)

(9)

xv

DAFTAR SINGKATAN A. Singkatan Dokumen Gereja

CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II, 16 Oktober 1979.

GS : Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II, 7 Desember 1965.

LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II, 21 November 1964.

EN : Evangelii Nuntiandi, Ensiklik Paus Paulus VI, 8 Desember 1975.

B. Singkatan-Singkatan Lain PKP : Pelayanan Karya Paroki ASN : Aparatur Sipil Negara

PIUL :Pendampingan Iman Usia Lanjut OMK: Orang Muda Katolik

PKP : Pelayanan Karya Paroki APP : Aksi Puasa Pembangunan Dawis: Dasa Wisma

BKP : Bina Keluarga Balita DPD : Dewan Perwakilan Daerah

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Paroki St. Kristoforus Banyutemumpang berada dibawah naungan Kevikepan Kedu. Ketika saya melakukan observasi untuk melaksanakan Pelayanan Karya Paroki (PKP) di wilayah St. Benediktus 3, merupakan daerah perbukitan dan lembah yang 90% masyarakatnya bermatapencarian dalam dunia pertanian, 6% dari mereka menggeluti bidang perdagangan dan penjual jasa dan 4% Aparatur Sipil Negara (ASN) serta karyawan swasta maupun pensiunan.

Pendidikan terakhir umat wilayah St. Benediktus adalah 40% SD-SMP, 50%

SLTA dan 10% Sarjana.

Hidup doa umat setempat baik, tetapi keikutsertaan untuk terlibat dalam kegiatan menggereja belum begitu terlihat. Hal ini terlihat ketika saya sedang wawancara dengan ketua lingkungan sekaligus dewan paroki yang mengatakan bahwa di lingkungan St. Paulus Posong memiliki tiga kelompok doa dan rutin melaksanakan kegiatan doa. Ada keresahan yang dirasakan oleh ketua wilayah serta dewan paroki saat melakukan wawancara. Keduanya memiliki harapan senada, yaitu ingin meningkatkan kesadaran umat dalam hidup menggereja. Saya merasa bahwa pendalaman iman merupakan sarana evangelisasi yang tepat untuk membantu umat dalam membangun kesadaran pentingnya hidup menggereja.

Menurut saya, pendekatan katekese naratif merupakan katekese yang cocok bagi umat karena mampu menyentuh pengalaman hidup umat dan semakin memahami firman Tuhan serta medewasakan iman umat.

(11)

2

Anjuran Apostolik Evangelii Nuntiandi tentang pewartaan Injil pada dunia modern menekankan bahwa pewartaan Injil memiliki tujuan memberikan kabar gembira kepada seluruh umat manusia, agar semua orang hidup pada-Nya dan menjadi sumber kekayaan. Pendalaman iman sebagai sarana evangelisasi dapat membantu membangkitkan dan meneguhkan setiap pribadi dalam hidup beriman kristiani. Diharapkan mampu membawa umat melihat pengalaman hidup mereka dengan karunia Tuhan yang selalu mereka terima dan membantu umat untuk berrefleksi dalam hidup sehari-hari.

Seruan Apostolik Ecclesia in Asia art 20 menyatakan bahwa pola naratif berdampingan dengan tatanan yang sesuai di budaya Asia menjadi sentral. Ini disampaikan oleh Yesus dalam pewartaan Injil untuk lebih melihat situasi para pendengarnya sehingga dapat semakin mematangkan pemahamanan akan Injil yang Ia sampaikan. Selain itu Paus Yohanes Paulus II mengatakan perceraian antara Injil dan kebudayaan saat ini memiliki pengaruh negatif antara keduanya.

Pentingnya pewarta dalam menyampaikan iman Kristiani sekaligus menjadi sebagian budaya bangsa. Pendekatan katekese naratif ini akan mudah ditangkap oleh pendengar karena kebiasaan-kebiasaan yang terus berulang dibandingkan pola penyampaian yang lain.

Keuskupan Agung Semarang pada tema Adven yang diangkat tahun 2019 memberikan seruan mengenai Menjadi Orang Katolik yang Transformatif melihat keadaan Indonesia dan lingkungan sosial sedang dihadapi agar umat mampu menanggapi dengan misioner dan visioner. Kekuatan dan kemandirian baik sebagai pribadi manusia maupun dalam karya, kolaborasi, dan pemahaman

(12)

3

akan hak serta martabat dasar kehidupan harus menjadi bagian baik komunitas maupun pribadi sevagai umat Katolik. Pentingnya komunikasi yang terjalin sebagai bentuk kesadaran umat yang merupakan hakikatnya umat Allah dan memiliki misi tugas perutusan Allah sehingga sudah mutlak panggilan ini diberikan.

Pesan Bapa Suci Paus Fransiskus pada hari Komunikasi Sosial Sedunia yang Ke 54 pada tahun 2020 “Supaya Engkau Dapat Menceritakan Kepada Anak Cucumu” (Kel 10:2) Hidup Menjadi Cerita. Dikatakan bahwa manusia merupakan mahkluk pencerita yang selalu berjalan dalam mengembangkan diri sehingga menemukan jadi diri. Perlu disadari bahwa di dunia ini tidak semua baik. Penting dengan penuh kebijaksanaan mengambil sebuah cerita. Beliau mengatakan bahwa setiap dari kita percaya dan memahami bahwa Kitab Suci adalah bentuk cinta Allah terhadap manusia lalu di tengahnya Yesus maka penting mengkomunikasikan makna yang terjadi. Cerita Kristus bukan warisan masa lalu melainkan kisah kita yang selalu nyata sehingga telah memberikan kesaksian tentang cinta yang mengubah hidup. Roh Kudus mendapat kebebasan menulis di dalam hati kita dan membarui serta mengingatkan diri kita di mata Allah.

Pendekatan katekese naratif dapat disampaikan secara kontekstual, sehingga mampu membawa umat untuk masuk dalam katekese baik secara tradisional sampai modern contohnya menggunakan media cerita, gambar ataupun pemutaran audiovisual sebagai sarana bernarasi. Narasi yang disampaikan dengan baik akan mudah dipahami sehingga pewartaan karya Keselamatan Allah akan terlihat secara nyata dan semakin dihayati. Pendekatan ini dapat membantu umat

(13)

4

menemukan pengalaman hidup mereka dan relasi dengan Allah. Oleh karena itu, saya merasa perlu ada penulisan skripsi yang membahas pendekatan katekese naratif sebagai salah satu sarana evanglisasi yang mampu untuk membantu umat semakin dewasa dalam iman. Melalui latar belakang yang sudah diuraikan sebelumnya, penulis mengangkat judul skripsi “KATEKESE NARATIF SARANA EVANGELISASI UNTUK MENDEWASAKAN IMAN UMAT WILAYAH ST. BENEDIKTUS 3, PAROKI ST. KRISTOFORUS BANYUTEMUMPANG, MAGELANG.”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah penulis uraikan, maka penulis menemukan permasalahan sebagai berikut ini:

1. Pendalaman iman dengan metode naratif sebagai tempat umat untuk saling berbagi pengalaman dan mendewasakan iman.

2. Pendekatan katekese naratif sebagai sarana yang membantu umat semakin memahami pengalaman hidup dan Firman Allah.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, batasan masalah berfokus pada pengalaman dan pemahaman umat wilayah St. Benediktus 3, Paroki St.

Kristoforus Banyutemumpang, Magelang difokkuskan pada lingkungan St.Paulus Posong dan St. Fransiskus Xaverius Babadan mengingat dalam situasi pademi covid 19. Mengenai pendalaman iman yang berlangsung selama ini dan pendekatan katekese naratif.

(14)

5

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang ditulis, penulis merumuskan dua pertanyaan berikut fokus penelitian :

1. Bagaimana pengalaman umat wilayah St. Benediktus 3, Paroki St. Kristoforus Banyutemumpang, Magelang dalam mengikuti pendalaman iman yang sudah berlangsung selama ini?

2. Bagiamana umat dapat memahami pendalaman iman yang berlangsung melalui pedekatan baru katekese naratif sehingga mendewasakan iman umat?

E. Tujuan Penelitian

Melalui uraian rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pengalaman umat wilayah St. Benediktus 3 Paroki St. Kristoforus Banyutemumpang, Kabupaten Magelang dalam mengikuti pendalaman iman yang sudah berlangsung sebelumnya.

2. Mengetahui pemahaman umat dapat memahami pendalaman iman yang berlangsung melalui pedekatan baru katekese naratif sehingga mendewasakan iman umat.

F. Manfaat Penelitian 1. Bagi Paroki

Paroki dapat mengetahui pentingnya pendekatan katekese naratif yang merupakan sarana evangelisasi untuk mendewasakan iman umat dengan situasi dan kondisi lokal.

(15)

6

2. Bagi PENDIKKAT

PENDIKKAT dapat menggunakan pendekatan katekese naratif sebagai salah satu sarana evangelisasi untuk melaksanakan katekese dalam pendalamanan iman saat mengalami situasi seperti wilayah yang dialami penulis.

G. Metode Penulisan

Metode dalam penulisan ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif dengan jenis penelitian fenomenologis. Penelitian ini mengambil data secara langsung di lapangan melalui observasi dan wawancara. Respondennya umat wilayah St. Benediktus 3, Paroki St. Kristoforus Banyutemumpang, Magelang.

Peneliti berharap dapat mengidenfikasi pemahaman responden dan melihat penerapan-penerapan yang berlaku, dalam menanggapi permasalahan sehingga dapat membantu semakin memahami. Metode mengharapkan mengetahui secara sungguh-sungguh pemahaman umat wilayah St. Benediktus 3 Paroki St.

Kristoforus Banyutemumpang dapat memahami Firman Allah melalui pedekatan katekese naratif yang dilaksanakan.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

Bab I

Pendahuluan, membahas latar belakang, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

(16)

7

Bab II

Kajian Teoritis membahas mengenai landasan teori, mengulas teori-teori yang berkaitan serta membantu kerangka berpikir dan pengembangan hipotesis mengenai permasalahan yang diteliti berkaitan dengan katekese naratif sarana evangelisasi dan mendewasakan iman umat. Kajian Terkait yang berkaitan dengan skripsi ditulis penulis.

Bab III

Metode Penelitian berisi tentang jenis penelitian, desain penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel penelitian, teknik dan alat pengumpulan data, teknik analisis data serta jadwal.

Bab IV

Hasil Penelitian dan Pembahasan menguraikan hasil wawancara yang sudah terlaksana mengenai KATEKESE NARATIF SARANA EVANGELISASI UNTUK MENDEWASAKAN IMAN UMAT WILAYAH ST. BENEDIKTUS 3, PAROKI ST. KRISTOFORUS BANYUTEMUMPANG, MAGELANG.

Bab V

Penutup membahas tentang kesimpulan penelitian dan saran.

(17)

BAB II

KAJIAN TEORITIK DAN KAJIAN TERKAIT

Mengingat kembali bahwa wilayah ini berada didaerah perbukitan dan lembah yang tentunya kebanyakan mereka bekerja dalam bidang pertanian.

Melihat keadaan yang terjadi di wilayah St. Benediktus 3, Paroki St. Kristoforus Banyutemumpang bahwa terdapat keresahan dari pengurus sehingga muncul harapan untuk mendorong umat mau terlibat dalam hidup menggereja. Selain itu memperlihatkan betapa pentingnya pewartaan Injil dari masa kemasa menjadi hal perhatian penuh agar hidup dan memperoleh kekayaan dariNya. Naratif sediri juga tidak luput dari budaya Asia termasuk Indonesia sehingga Injil sendiri tidak dapat jauh dari ini sehingga mampu menyelami dan menguatkan iman umat.

Hal ini pula yang menjadi alasan penting penulisan skripsi ini dengan pendekatan katekese naratif sebagai sarana evangelisasi untuk mendewasakan iman umat. Tema ini sudah disinggung dengan melihat budaya Indonesia walaupun masih belum begitu banyak yang membahasnya. Bab ini akan menjelaskan tentang makna katekese naratif sarana evangelisasi dan mendewasakan iman umat.

A. Kajian Teoritik

1. Katekese Naratif Sarana Evangelisasi

Pada kata “narasi” berasal dari bahasa Latin narrare (kata kerja) yaitu bercerita atau mengisahkan dan narratus (kata benda) ialah cerita. Kata “naratif”

berarti menyimak, meyampaikan atau menyampaikan kembali cerita orang-orang

(18)

9

mengenai kehidupannya. Sehingga, naratif sebagai sarana seseorang untuk berbagi pengalaman dan penghayatan dengan orang lain (Psikologi Naratif, 2007 : 34, 42). Melalui narasi seseorang menyatakan dinamika kehidupan yang dialaminya secara nyata serta menanggapinya. Konflik yang ada menawarkan mengenai ajaran iman serta moral yang menarik karena cerita tersebut melihatkan kenyataan yang ada. Dapat memberi manfaat atau makna yang mendalam bagi penerimanya.

Naratif menjadi sangat spesial bagi masyarakat Asia karena sudah menjadi tempat istimewa di hati mereka terutama negara Indonesia menggunakannya untuk menceritakan sejarah dan dimana pendekatan ini juga merupakan cara Yesus berbicara dalam melaksanakan pengutusanNya. Katekese Naratif ialah pengajaran agama yang menggunakan sarana cerita sebagai penyampaian pewartaan. St. Paulus menyampaikan demikian “ ... bukan diri kami yang kami beritakan, tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan dan diri kami sebagai hambamu karena kehendak Yesus “ (2 Kor 4:5). Dalam Catechesti Tradendae art 53 juga ditekankan pentingnya mendekatkan diri dengan kebudayaan setempat agar dapat semakin mencerminkan kebudayaan kasih. Katekese Paus Paulus VI secara tegas menyatakan dengan demikian “Tiada pewartaan Injil yang sungguhnya, kalau nama, hidup, janji-janji, Kerajaan Allah dan misteri Yesus dari Nazaret, Putra Allah tidak diproklamasikan”. Hal ini sangat jelas bahwa pewartaan perlu menyelami kehidupan umat maunusia agar pesan Injil tersampaikan dengan baik.

Anjuran Apostolik dalam Ecclesia in Asia art 20 dikatakan bahwa pola naratif berdampingan dengan tatanan yang sesuai di budaya Asia menjadi sentral.

(19)

10

Melalui kenyataan yang ada bahwa pewartaan Yesus Kristus lebih efisien dalam mengisahkan ceritaNya sesuai dengan Injil. Hal ini jugalah yang dianjurkan oleh Yesus dimana dalam pewartaan Injil untuk lebih melihat situasi para pendengarnya sehingga dapat semakin mematangkan pehamanan akan Injil yang disampaikan. Kewajiban yang harus dilakukan pewarta dalam menyampaikan iman Kristiani sekaligus menjadi kesatuan budaya bangsa. Pendekatan katekese naratif sangat mudah ditangkap oleh pendengar karena kebiasaan terus menerus disampaikan. Adanya spiritualitas ingkarnasi dimana diajak untuk melihat pengalaman hidup nyata umat sendiri.

Paus Yohanes Paulus II mengatakan perceraian antara Injil dan kebudayaan saat ini memiliki pengaruh negatif antara keduanya. Sudah jelas bahwa pewartaan perlu berkesinambungan dengan kebudayaan stempat agar iman terus semakin hidup. Suatu keharusan bagi pewarta dalam menyampaikan iman Kristiani sekaligus menjadi sebagaian budaya bangsa. Selain itu juga secara psikologis orang memiliki hubungan antara masa lampau, sekarang dan kebudayaan mereka.

Pendekatan katekese naratif dapat disampaikan baik secara tradisional sampai moderen seperti menceritakan serta pemutaran audiovisual sesuai dengan perkembangan zaman sekarang. narasi yang disampaikan akan tersampaikan dengan baik dan mudah dipahami. Melalui pendekatan katekese naratif memberikan tawaran akan pengalaman iman melalui penyampaian cerita sehingga pendengar diajak untuk aktif dalam menanggapinya. Tugas utama evangelisasi menyadarkan orang untuk lebih terbuka dan mendekatkan orang pada imannya

(20)

11

pada Yesus Kristus sebagai pusat hidupnya. Pewartaan karya Keselamatan Allah akan terlihat secara nyata dan juga dihayati.

Hal ini juga disinggung oleh Bapa Suci Paus Fransiskus dihari Komunikasi Sosisal Sedunia yang Ke 54 pada tahun 2020 “Supaya Engkau Dapat Menceritakan Kepada Anak Cucumu” (Kel 10:2) Hidup Menjadi Cerita. Cerita menjadi tema utama yang diambil oleh Bapa Suci Paus Fransiskus karena beliau meyakini bahwa pentingnya nafas kebenaran dari cerita-cerita yang baik supaya tidak salah arah. Sehingga, cerita memiliki daya ubah dalam membangun bukan menghancurkan. Dampak cerita yang membantu memperlihatkan kembali akar dan tenaga untuk berjalan maju bersama. Dalam keramaian suara dan pesan membingungkan, memiliki kebutuhan manusiawi dalam membagikan cerita baik tentang diri sendiri dan segala keindahan di sekitar. Cerita yang mampu mengajak melihat dunia dan kisah dengan penuh kelembutan. Beliau mengatakan yang bisa menceritakan, lalu mengibaratkan kita bagian dari permadani hidup dan saling terhubung. Maka, cerita mengungkapkan jalinan benang yang menghubungkan kita satu sama lain.

Tindakan untuk mewartakan Injil terhadap seluruh umat manusia zaman sekarang memiliki dukungan pada sebuah pengharapan namun adanya perasaan kecemasan pada suatu pelayanan kepada jemaat Kristiani maupun seluruh umat manusia. Sangatlah penting dukungan yang diberikan kepada para pewarta untuk mewartakan Injil agar tidak semakin memperburuk suasana zaman sekarang sehingga semangat sukacita Injil terus terpancar (Evangelii Nuntiandi, 1).

Penyampaian pesan Injil bukan sebagai sumbangan Gereja melainkan kewajiban

(21)

12

dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan Gereja melalui perintah Yesus Kristus tujuannya umat dapat percaya dan memperoleh keselamatan (Evangelii Nuntiandi, 5). Tugas perutusan yang diberikan Yesus Kristus tehadap Gereja sebagai anugrah dan undangan yang istimewa serta sebagai jati diri Gereja. Selain itu juga sebagai saluran berkat bagi seluruh umat dan ungkapan syukur.

Evangelisasi berarti pewartaan Kristus, yang diutarakan melalui kesaksian hidup dan kata-kata ... (Lumen Gentium, 35). Pentingnya interaksi yang terjalin terus menerus mengenai Injil dan kehidupan manusia yang nyata baik pribadi maupun sosial. Pesan yang ingin disampaikan terungkap secara jelas, eksplisit serasi dengan kondisi terus menerus terjadi atas hak dan kewajiban manusia hidup bermasyarakat maupun internasional situasi zaman sekarang. Pengalaman personal mengenai cinta Tuhan pada Yesus Kristus akan membawa sesorang menemukan kesadaran mengenai tugas perutusan. Injil sendiri merupakan ragi yang dapat mematangkan iman sehingga membawa kebebasan serta pembaharuan bagi masyarakat.

Iman tidak hanya untuk didapat dan dirayakan melainkan harus dibagi- bagikan sehingga semua orang akan memperoleh berkat anugrah yang diberikan Tuhan. Melihat dari kenyataan yang ada bahwa evangelisasi sangatlah penting melihat kebudayaan setempat seperti yang dikatakan dalam Gaudium et Spes juga pentingnya dalam memperhatikan pribadi manusia yang menjadi fokus dan akan kembalinya hubungan antar umat manusia dengan diri sendiri serta ikatan terhadapan Allah. Melalui seruan apostolik yang ditegaskan dalam ”Evangelii Nuntiandi” diungkapkan mengenai pewartaan Injil pada dunia modern memiliki

(22)

13

tujuan untuk memberikan Kabar Gembira kepada seluruh umat manusia, agar semua orang hidup padaNya dan menjadi sumber kekayaan.

Adanya undangan untuk membaca dan merefleksikan Sabda Allah secara bersama-sama sehingga bermanfaat untuk membuka kesadaran diri. Kesaksian menjadi sangat penting dalam evangelisasi yang dapat mempengaruhi dan lebih efektif sebagai langkah pertama untuk penginjilan maka melalui hal ini orang kristen berarti perlu menanggapi panggilannya. Gereja sebagai sabda yang menyelamatkan sebagai sarana evangelisasi. Evangelisasi dapat merangkul sebagai pewartaan yang membawa kasih persaudaraan, saling memberi dan pengampunan. Selain itu juga ditekankan bahwa upayah tindakan evangelisasi akan lebih bermanfaat bila teks yang digunakan untuk berkatekese cocok serta digunakan dengan bijaksana.

2. Mendewasakan Iman Umat

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dikatakan bahwa pengertian umat merupakan para penganut suatu agama atau nabi. Jadi, seseorang yang memeluk suatu agama disebut sebagai umat. Salah satu dokumen utama Konsili Vatikan II yaitu Lumen Gentium art 9 dikatakan Allah ingin mempersatukan orang-orang sebagai umat yang menggapi kebenaran dan penuh ketaatan kepadaNya. Maka, Allah memilih bangsa Israel sebagai umatNya dengan mengadakan perjanjian dan menuntun mereka sesuai kehendak Allah serta memurnikan mereka untuk diriNya. Karya keselamatan Allah ini tidak secara khusus hanya berpatok pada bangsa Israel melainkan dari segala kalangan sehingga mereka yang setia, percaya dan taatlah terbentuklah umat Allah. Umat

(23)

14

yang telah dipersatukan Allah bukanlah umat yang berdiri atas keinginannya sendiri melainkan berdasarkan kehendak Allah. Dalam hal ini berarti umat merupakan kesatuan dari Gereja yang tidak dapat dipisahkan. Konsili Vatikan II menekankan bahwa Umat pilihan Allah adalah satu artinya “satu Tuhan, satu iman, satu baptisan” (Ef 4:5). Kualitas yang dimiliki anggota-anggota Gereja ialah sama karena seluruhnya dilahirkan kembali dalam Kristus sehingga tidak ada diskriminasi antara satu dengan yang lain. Kesatuan dengan umat Allah mengingat pandangan St. Petrus dalam Surat Pertama kepada Jemaat di Korintus sebagai berikut:

“Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus ... Memang banyak anggota tapi satu tubuh. Jadi mata tidak dapat berkata kepada tangan: “ Aku tidak membutuhkan engkau,” Dan kempala tidak dapat berkata kepada kaki : “ Aku tidak membutuhkan engkau” ... Hal itu tidak dibutuhkan oleh anggota-anggota kita yang elok. Allah telah menyusun tubuh kits begitu rupa, sehingga kepada anggota, sehingga anggota yang tidak mulia diberikan penghormatan khusus, supaya jangan terjadi perpecahan dalam tubuh, tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatiakan ... Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya...” (1 Kor 12)

Melalui gagasan teori yang diungkapkan James W. Fowler menyampaikan bahwa perjalanan dalam iman yang dimiliki manusia terjadi sejak dalam kandungan lalu menyelami kehidupan baru melalui lingkungan dalam kehadiran seorang ibu sehingga memperoleh keamanan dan kenyamanan. Sehingga, memunculkan tahapan-tahapan dari sini disebut tahap 0 (primal faith) karena iman belum terdefinisiasi, perverbal akan tetapi keberanian dengan adanya rasa khawatir sehingga sebagai tahap awal. Tahap 1 Iman Intuitif-Proyektif (umur 3-7 tahun), kepercayaan yang muncul dalam diri anak masih mengenai pandangan dan

(24)

15

keyakinan religius orang dewasa. Iman dipenuhi dengan fantasi dan fase sehingga proses imaginasi terkadang melebihi sehingga menghalangi pikiran logis menjadikan seringkali menjadi terror.

Tahap 2 Iman Mitis-Harfiah (masa kanak-kanak sampai 11 tahun) mengambil peran diri melalui kepercayaaan, ketaatan yang dilakukan dalam dirinya. Sudah mulai mampu berpikir realistis sehingga pada tahap keteraturan dan batasan sehingga lebih linear dalam koherensi dan makna sehingga cerita memberikan kesatuan serta pengalaman. Tahap 3 Iman Sistentis-Konvesional (umur 12 sampai 20 tahun) memiliki pandangan lebih luar dari keluarga yaitu iman harus mengintentasikan nilai dan informasi sehingga merujuk pada identitas dan pemikiran masa depan. Gambaran lebih personal mengenai hubungan pribadi dengan Allah sehingga mampu menyusun identitas pribadi.

Tahap 4 Iman Individual Reflektif (masa dewasa awal) dalam tahap ini menjadikan dirinya lebih personal sehingga berkomitmen, bertanggungjawab dan refleksi kritis. Tahap 5 Iman Konjungtif (usia 35 tahun keatas) seseorang membuka pada suara terdalam dirinya, memperbaki dengan kembali memperluas kebenaran sehingga tetap menghargai orang lain dan tidak bersifat kaku lagi.

Tahap 6 Iman Universal (usia 45 tahun keatas) mampu mengorbankan hidupnya bagi kepentingan orang lain demi terwujudnya imperatif dari cinta dan keadilan.

Inilah tahapan iman dari James W. Fowler sehingga sampai pada menuju keberimanan manusia.

Iman orang dewasa hendaknya terus menerus diterangi, dihidupkan dan pembaruan agar bertanggung jawab atas iman yang dimilikinya serta perlunya

(25)

16

pendidikan iman sepanjang perziarahan hidupnya. Hal ini pula telah dibicarakan dalam dokumen Gereja yaitu Catechesi Tradendae art 43 menyatakan bahwa pendalaman orang dewasa dalam katekese memiliki fungsi pada upaya serta metode untuk memahami dan memperkuat iman Gereja. Tujuan diadakannya pengajaran iman ialah supaya isi iman dapat dimengerti. Perlunya juga komunikasi iman agar iman dapat disampaikan dengan baik. Maka, pendidikan iman itu sangat penting agar semakin memperkokoh serta mendewasakan iman.

Kedewasaan iman akan tercapai yaitu dengan menunjukan adanya pertobatan, sikap-sikap iman dan menuju kematangan hidup menggereja serta memasyarakat. Panggilan ini juga terdapat pada Lumen Gentium art 33 mengenai kewajiban yang mulia dimiliki kaum awam yaitu harus berusaha untuk mewartakan karya keselamatan Allah tersebar semakin luas sampai pada semua lapisan manusia dari segala zaman dan setiap negeri. Selain itu diharapkan melalui iman yang dewasa merupakan pusat pertemuan antara Gereja dan masyarakat sehingga dapat memperbarui serta menguduskan. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pendalaman iman orang dewasa merupakan bentuk katekese bertujuan untuk membantu mengembangkan iman sampai pada kedewasaan.

B. Kajian Terkait

Ada beberapa kajian terkait yang berkaitan dengan skripsi yang ditulis penulis sehingga menjadi salah satu acuan dalam penulisan yaitu sebagai berikut:

1. Anjuran Apostolik dalam Ecclesia in Asia art 20 dikatakan bahwa pola naratif berdampingan dengan tatanan yang sesuai di budaya Asia menjadi sentral.

(26)

17

Hal ini sudah diungkapkan Yesus bahwa pewartaan Injil sebaiknya dapat lebih melihat situasi pendengar agar semakin mematangkan pemahaman Injil yang Ia sampaikaan.

2. Pesan Bapa Suci Paus Fransiskus di hari Komunikasi Sosisal Sedunia yang Ke 54 pada tahun 2020 “Supaya Engkau Dapat Menceritakan Kepada Anak Cucumu” (Kel 10:2) Hidup Menjadi Cerita. Manusia adalah makhluk pencerita maka selalu berkembang untuk menemukan dirinya. Cerita mampu memperbarui dan menguduskan agar cerita-cerita yang baik terus hidup supaya tidak salah arah.

(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab sebelumnya, penulis telah menguraiakan yang menjelaskan mengenai Katekese naratif sarana evangelisasi dan medewasakan iman umat. Pentingnya katekese naratif karena sungguh dapat menyelami kehidupan umat sehingga umat mampu ikut serta dalam berevanggelisasi dengan sesama sehingga saling mendewasakan iman umat melalui komunikasi.

Pada bab III penulis menjelaskan metode penelitian yaitu mengenai desain penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel penelitian, teknik dan alat pengumpulan data, teknis analisis data dan jadwal perencanaan yang akan dicapai. Metode yang digunakan ini bertujuan untuk mendeskripsikan Katekese Naratif Sarana Evanggelisasi Untuk Medewasakan Iman Umat Wilayah St.

Benediktus 3 Paroki St. Kristoforus Banyutemumpang, Kabupaten Magelang.

A. Jenis Penelitian

Metode dalam penulisan ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif dengan jenis penelitian fenomenologis. Peneliti fenomenologi berusaha memahami arti dari sebuah pengalaman dari prekpektif responden (Emzir, 2012:22). Nantinya akan memperlihatkan banyak cara yang berbeda untuk mengintrepetasikan pengalaman yang sama dan tidak pernah berasumsi bahwa mereka (peneliti) mengetahui apa makna sesuatu bagi orang yang diteliti.

Fenometologi menghargai bahwa pengalaman responden yang bervariasi dan kompleks.

(28)

19

Hal tersebut akan terlihat melalui tindakkan pengamatan dan berinteraksi dengan beberapa responden. Peneliti dapat menggunakan teknik yaitu observasi dan wawancara. Pada saat pelaksanaan pengumpulan data dilapangan harus hati- hati agar tidak terjadinya kesalahan Peneliti pada wawancara awal untuk mengidenfikasi aspek-aspek pengalaman seseorang melalui bimbingan pertanyaan-pertanyaan. Saat fase pengumpulan merefleksikan dengan pengamatan yang dilakukan dan apa diungkapkan partisipan sampai pada interpretasi.

Penelitian ini lebih dituntut untuk dapat menggali data berdasarkan apa yang diucapkan, dirasakan dan dilakukan oleh responden. Selain itu responden juga dapat merefleksikan pengalaman mereka dan menambahkan kata dalam wawancara yang lebih mendalam. Maka, penelitan ini bukan berdasarkan pemikiran peneliti melainkan kenyataan yang ada dilapangan, dialami, dirasakan dan dipikirkan partisipan. Melalui penelitian ini akan lebih mefokuskan pada esensi dari pengalaman mereka dan bertumpu pada wawancara.

Penulis memakai teknik observasi, wawancara, dan aspek-aspek yang dapat ditriangulasi dari data wawancara, mempertajam validitas data, temuan dan kesimpulan. Triangulasi bertujuan untuk meningkatkan pemahaman peneliti akan hal yang ditemukan. Maka, teknik triangulasi data yang diperoleh lebih memiliki kekuatan dibandingkan pendekatan (Patton, 1980).

B. Desain Penelitian

Peneliti menggunakan desain Desain Deskriptif (Descriptive Design) menjawab mengenai pertanyaan yang terkait penelitian tertentu. Desain Deskriptif

(29)

20

(Descriptive Design) yang menggambarkan dan meringkas berbagai kondisi maupun situasi yang menjadi objek penelitian serta menarik realitas yang ada (Burhan Bungin, 2007:68). Hasil yang didapat untuk memperoleh informasi mengenai status fenomena variabel atau kondisi situasi.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian: Penelitian akan dilaksanakan di wilayah St Benediktus 3 Paroki Kristoforus Banyutemumpang, Kabupaten Magelang.

2. Waktu Penelitian : Penelitian akan dilaksanakan pada semester VII dalam kurun waktu 3 bulan yaitu bulan Desember 2019 - Februari 2020.

D. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini yaitu umat wilayah St. Benediktus 3 Paroki St.

Kristoforus Banyutemumpang, Kabupaten Magelang mengingat situasi yang terjadi adanya pademi karena covid 19 maka hanya 2 lingkungan yaitu St.Paulus Posong dan Fransiskus Xaverius Babadan. Dua lingkungan yang lain tersebut memiliki kemiripan dengan lingkungan lain terkait dengan kondisi dan situasi umat. Cara digunakan sampel penelitian ada beberapa pertimbangan tertentu dengan bertujuan agar data yang diperoleh nantinya representatife (Sugiyono:2010). Lalu sampel penelitiannya yaitu Non-probability Sampling atau Non Random Sampling yang memiliki fokus pada Purposive Sampling. Maka, dalam hal ini peneliti hanya fokus pada umat wilayah St. Benediktus 3 yang mengikuti pendalaman iman dilingkungan. Peneliti akan melihat kesuaian dengan

(30)

21

tujuan dari penelitian ini agar data yang diambil akurat. Subjek yang akan diwawancarai berjumlah seputuh orang.

E. Teknik dan Alat Pengumpulan Data 1. Indefikasi Variabel

Penelitian yang akan dilaksanakan berjudul KATEKESE NARATIF SARANA EVANGELISASI UNTUK MENDEWASAKAN IMAN UMAT WILAYAH ST. BENEDIKTUS 3, PAROKI ST. KRISTOFORUS BANYUTEMUMPANG, KABUPATEN MAGELANG. Penelitian ini hanya ada dua variabel ialah katekese naratif sarana evangelisasi dan mendewasakan iman umat wilayah St. Benediktus 3 Paroki St. Kristoforus Banyutemumpang, Kabupaten Magelang.

2. Definisi Konseptual

Definisi konseptual merupakan batasan terhadap masalah yang ada pada variabel sehingga dijadikan pedoman sehingga memudahkan peneliti dalam melaksanakan penelitian di lapangan. Dalam membantu peneliti untuk memahami dan memudahkan dalam menganalisis banyak teori maka ditentukannya beberapa definisi konseptual yang akan diteliti yaitu sebagi berikut:

a. Katekese Naratif Sarana Evangelisasi:

Katekese Naratif ialah pengajaran agama yang menggunakan sarana cerita sebagai penyampaian pewartaan. Ecclesia in Asia art 20 dikatakan Pola naratif berdampingan dengan tatanan yang sesuai di budaya Asia menjadi sentral.

Melalui kenyataan yang ada bahwa pewartaan Yesus Kristus lebih efektif dalam mengisahkan ceritaNya sesuai dengan Injil. Evangelisasi berarti pewartaan

(31)

22

Kristus, yang diutarakan melalui kesaksian hidup dan kata-kata ... (Lumen Gentium, 35) yaitu umat diajak untuk dapat berpartisipasi dalam mewartakan melalui kesaksian dalam mengutarakan pendapatnya.

b. Mendewasakan Iman Umat :

Iman orang dewasa hendaknya terus menerus diterangi, dihidupkan dan pembaruan agar bertanggung jawab atas iman yang dimilikinya serta perlunya pendidikan iman sepanjang perziarahan hidupnya. Hal ini pula telah dibicarakan dalam dokumen gereja yaitu Catechesi Tradendae art 43 menyatakan bahwa pendalaman orang dewasa dalam katekese memiliki fungsi pada upaya serta metode untuk memahami dan memperkuat iman Gereja.

3. Definisi Oprasional

Definisi Operasional tertera pada kumpulan instruksi mengungkapkan cara mengukur variabel yang sudah didefinisikan secara konseptual mengenai katekese naratif sarana evangelisasi, dan medewasakan iman umat.

4. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data a. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dengan teknik yang digunakan dengan observasi partisipatif, wawancara dan dokumentasi untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama. Ini akan terlihat dari teori dari sumber-sumber buku seperti yang sudah dijelaskan pada Bab II, metode yang digunakan dan sumber data yang ada dilapangan. Sehingga, adanya kesinambungan teori sampai pada sumber data yang nantinya akan diambil.

(32)

23

1) Observasi Partisipatif

Peneliti telibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau diguunakan sebagai sumber data penelitian (Djunaidi & Fauzan, 2014:166).

Selain melakukan pengamatan maka peneliti juga mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh sumber data dan ikut merasakan suka dukanya. Data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam dan akurat.

2) Wawancara

Wawancara semiterstruktur yang kategorinya indept interiew dalam proses pelaksanaannya lebih leluasa dibanding wawancara yang terstruktur (Sugiyono, 2013:233). Maka, dapat menemukan permasalahan lebih terbuka sehingga dapat mengungkapkan pendapat dan pemikiran responden. Ini akan terlihat ketika ada dua tahap dalam proses wawancara dan ini menunjukan kedalaman hasil wawancara. Lalu akan mendapatkan data melalui responden dan mendapatkan hasil refleksi responden. Pentingnya untuk mendengarkan secara teliti dan mencatat yang ditanggapan responden.

3) Dokumentasi

Dokumentasi ialah suatu kegiatan atau proses sistematis dalam melakukan pengumpulan, pencarian, penyelidikan, pemakaian, serta penyediaan dokumen untuk mendapatkan keterangan, penerangan pengetahuan serta bukti lalu menyebarkannya pada pengguna. Memberikan jaminan keutuhan dan juga keotentikan infomasi serta data observasi serta wawancara dalam bentuk diskripsi narasi lalu didokumentasikan

(33)

24

b. Instrumen Pengumpulan Data

Dalam pengambilan data dilapangan, penulis memakai pedoman wawancara, buku catatan dan alat perekam untuk mempermudah pengambilan dan pengumpulan data.

1) Pedoman Wawancara

Penelitian dengan pendekatan kualitatif menggunakan pedoman wawancara sebagai instrumen dalam proses pengumpulan.

Pedoman Wawancara Nama :

Jenis Kelamin : Pekerjaan : Tanggal :

Lamanya waktu :

a) Wawancara Tahap I

1. Berapa jumlah anggota keluarga dan apakah seluruh anggota keluarga terlibat dalam hidup menggereja baik lingkungan, wilayah dan masyarakat?

2. Kegiatan apa saja yang rutin diikuti lingkungan, wilayah, paroki maupun masyarakat dan pengalaman apa yang menarik dari kegiatan tersebut?

3. Bagaimana kesan dan relasi anda serta relasi terhadap romo, dewan paroki, pengurus lingkungan, wilayah dan paroki?

4. Apa yang menjadi harapan-harapan untuk pekembangan Gereja ke depan?

5. Bagaimana proses pendalaman iman selama ini belangsung yang selama ini bapak, ibu dan anak mengikutinya?

(34)

25

6. Hal-hal apa saja yang mendukung dan menghambat dalam menghadiri kegiatan lingkungan, wilayah, dan paroki?

b) Wawancara Tahap II

1. Apa yang anda rasakan saat mengikuti pendalaman iman menggunakan pendekatan katekese naratif?

2. Mengapa hal itu dirasakan terjadi saat mengikuti pendalaman iman menggunakan pendekatan katekese naratif?

3. Apakah selama pendalaman iman itu terjadi membantu anda memaknai pengalaman hidup dan menghayati kehadiran Allah?

4. Mengapa hal itu dapat membantu anda memaknai pengalaman hidup dan menghayati kehadiran Allah?

5. Apakah melalui pendalaman iman itu membantu anda untuk semakin ikut serta dalam kehidupan menggereja?

6. Usaha apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan semangat pelayanan diantara umat?

F. Teknis Analisis Data

Penelitian yang digunakan peneliti bersifat penelitian deskriptif sehingga menggunakan uraian dan hasil wawancara. Semua data yang sudah diperoleh akan dimasukkan dan dianalisis secara kualitatif lalu dijabarkan dalam bentuk deskriptif.

Menurut Spradley dalam Sugiyono (2014:89) mengatakan bahwa analisis adalah sebuah kegiatan untuk mencari suatu pola selain

(35)

26

itu analisis merupakan cara berpikir yang berkaitan dengan pengujian secara sistematis terhadap sesuatu untuk menentukan bagian, hubungan antar bagian dan hubungannya dengan keseluruhan. Penelitian kualitatif ialah menemukan teori dari data yang diperoleh. Teknik analisis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah menggunakan langkah-langkah seperti dilakukan oleh Miles dan Huberman (1984) yakni sebagai berikut:

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi Data berarti merangkum, memilih hal pokok, memfokuskan pada hal penting, tema dan polanya. Data yang telah direkduksi akan memberikan gambaran yang jelas dan lebih mempermudah untuk mendapatkan data selanjutnya, kemudian mencarinya diperlukan.

2. Penyajian Data (Display Data)

Display Data adalah penyajian data menggunakan deskripsi dari uraian informasi yang didapat sehingga adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Menyajikan data dalam penelitian kualitatif merupakan data teks bersifat naratif.

3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi (Conclusion/Verification)

Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi adalah deskripsi suatu objek yang belum jelas awalnya berdasarkan rumusan masalah lalu setelah diteliti menjadi lebih jelas dan berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.

(36)

BAB IV

LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab sebelumnya penulis menjelaskan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan jenis penelitian fenomenologis berupayah untuk mengetahui pengalaman dari sudut padang responden. Penelitian ini lebih dituntut untuk dapat menggali data berdasarkan apa yang diucapkan, dirasakan dan dilakukan oleh responden.

Penulis memakai teknik observasi, wawancara, dan aspek-aspek yang dapat ditriangulasi dari data wawancara, mempertajam validitas data, temuan dan kesimpulan sehingga data yang didapat lebih memiliki kekuatan.

Pada bab IV telah terlaksana proses pengambilan data yang diperlukan penulis. Pertanyaan rujukan yaitu pertama Berapa jumlah anggota keluarga dan apakah seluruh anggota keluarga terlibat dalam hidup menggereja baik lingkungan, wilayah dan masyarakat? Kegiatan apa saja yang rutin diikuti lingkungan, wilayah, paroki maupun masyarakat dan pengalaman apa yang menarik dari kegiatan tersebut? Bagaimana kesan dan relasi anda serta relasi terhadap romo, dewan paroki, pengurus lingkungan, wilayah dan paroki? Apa yang menjadi harapan-harapan untuk perkembangan Gereja ke depan? Bagaimana proses pendalaman iman selama ini berlangsung yang selama ini anda mengikutinya? dan Hal-hal apa saja yang mendukung dan menghambat dalam menghadiri kegiatan lingkungan, wilayah, dan paroki?.

Kedua, Apa yang anda rasakan saat mengikuti pendalaman iman menggunakan pendekatan katekese naratif?, Mengapa hal itu dirasakan terjadi saat mengikuti pendalaman iman menggunakan pendekatan katekese naratif?,

(37)

28

Apakah selama pendalaman iman itu terjadi membantu anda memaknai pengalaman hidup dan menghayati kehadiran Allah?, Mengapa hal itu dapat membantu anda memaknai pengalaman hidup dan menghayati kehadiran Allah?, Apakah melalui pendalaman iman itu membantu anda untuk semakin ikut serta dalam kehidupan menggereja? Dan Usaha apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan semangat pelayanan diantara umat?. Bertujuan untuk dapat mengetahui sudut pandang dari pengalaman subjek yang diwawancara.

A. Sejarah Paroki Santo Kristoforus di Banyutemumpang

Pada tahun 2001, Bapa Uskup Agung Keuskupan Agung Semarang, Mgr. I.

Suharyo mengeluarkan Surat Keputusan tentang pendirian Paroki Santo Kristoforus di Banyutemumpang. Dalam SK Pendirian Paroki Nomor 422/B/I/b- 98/01 yang ditandatangani oleh Mgr. I Suharyo di Semarang pada tanggal 30 Juli 2001. Dengan status baru ini dikatakan dalam SK bahwa Paroki Banyutemumpang meliputi 5 stasi, yakni Stasi Mungkid dengan 6 lingkungan, Stasi Wonokerso 11 lingkungan, Stasi Banyutemumpang 11 lingkungan, Stasi Gantang 8 lingkungan dan Stasi Jibulan 3 lingkungan. Pada tahun 2002, Pastor Richardus Heru Subyakto Pr dan Pastor Rosarius Sapto Nugroho Pr mendapatkan tugas dari Bapa Uskup untuk mempersiapkan paroki administratif Banyutemumpang menjadi paroki mandiri. Pada tanggal 1 Agustus 2003, Banyutemumpang berubah status menjadi Paroki.

Memiliki visi paroki St. Kristoforus Banyutemumpang menjadi paguyuban murid-murid Kristus yang bersatu dan dilandasi dengan iman yang mendalam,

(38)

29

dewasa dan tangguh mampu menghadirkan Kristus dalam hidup maupun dalam pelayanan yang tulus, ikhlas dan setia. Melalui visi ini terlihat bahwa paroki memiliki usaha untuk mau semakin mendewasakan iman umat agar sungguh terwujudnya Kerajaan Allah dan merasakan karya keselamatan Allah ditengah- tengah umat manusia.

Misi yang ingin dilaksanakan Paroki St. Kristoforus Banyutemumpang yaitu mewujudkan umat yang mempunyai iman yang mendalam, dewasa dan tangguh dalam hidup dan mampu menghadapi tantangan zaman, rukun dan bersatu padu dalam sebuah kesatuan paroki, mampu menghadirkan Kristus dalam hidup sesuai dengan panggilannya masing-masing serta mengupayakan umat supaya mau dan mampu berpartisipasi dalam karya pelayanan yang tulus, ikhlas dan setia.

Mengingat bahwa Paroki St. Kristoforus sebagai bagian dari Keuskupan Agung Semarang maka selaras Arah Dasar Keuskupan Agung Semarang baik secara pribadi maupun sebagai paguyuban umat, yaitu dengan menjadi gereja yang semakin signifikan dan relevan di tengah masyarakat.

Ada beberapa usaha yang dilakukan paroki berkaitan dengan keterlibatan umat dalam hidup menggereja dan membantu umat untuk semakin mendewasakan iman umat. Pertama, dalam pembinaan iman yaitu kunjungan keluarga dilaksanakan satu tahun sekali, konsultasi pribadi tidak tentu, retret atau rekoleksi Orang Muda Katolik (OMK) setiap tahunnya, kelompok Kitab Suci atau pendalaman iman mengikuti keuskupan tiga kali dalam setahun dan kelompok Legio Maria dilaksankan setiap minggunya.

(39)

30

Bimbingan ataupun kaderisasi yang diupayahkan oleh pihak paroki ialah pertemuan OMK ada setiap bulan, pertemuan prapaskah atau Aksi Puasa Pembangunan (APP) sesuai dengan jadwal ditentuan paroki, pertemuan kordinator atau panitia misa ketika menjelang Paskah maupun Natal, pertemuan Dewan Paroki Inti setiap minggu ke dua, pertemuan Dewan pleno setiap bulan, pertemuan katekis tidak rutin setahun sekali jika ada pendampingan keuskupan, pertemuan pengurus lingkungan mengikuti panggilan dari paroki, pertemuan lektor setiap bulan September, pertemuan organis satu minggu dua kali dan pertemuan misdinar ketika menjelang Paskah maupun Natal.

B. Situasi Wilayah St. Benediktus Banyutemumpang.

Wilayah St. Benediktus Banyutemumpang adalah wilayah yang terletak di bagian timur paroki ini, utara timur laut paroki dan sekitar pusat paroki. Atas bimbingan Romo Vincentius Suparman, Pr selaku pastor paroki pada tahun 2019 sebelum pergantian pastor paroki dan menaati aturan yang sudah disampaikan Keuskupan Agung Semarang maka setiap wilayah terdiri dari empat sampai lima lingkungan. Sehingga, wilayah St. Benediktus terdiri dari empat belas lingkungan terbagi dalam tiga wilayah/pepanthan yaitu St. Benediktus 1, St. Benediktus 2 dan St. Benediktus 3.

Di bagian Timur wilayah St. Benediktus 1 ini secara administratif pemerintahan masuk ke dalam Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang.

Bagian Timur daerah ini wilayah St. Benediktus I meliputi lingkungan St.Yohanes Wonolelo, lingkungan St. Yakobus Wonogiri, lingkungan St. Gabriel Kapuhan;

(40)

31

lingkungan St. Theresia Bawangan dan lingkungan St.Maria Yosep Tlatar. Daerah Utara Timur Laut ini wilayah St. Benediktus 2 meliputi lingkungan St. Antonius Karangrejo, lingkungan St. Mikael Kragan, lingkungan St. Petrus Bancak Wetan, lingkungan St Yusup Bancak Kulon dan lingkungan St Stefanus Talaman.

Bagian barat dan selatan sekitar Gereja Paroki, daerah ini letaknya di sekitar gereja paroki. Daerah ini wilayah St. Benediktus 3 meliputi lingkungan St.

Antonius Banyutemumpang, lingkungan St. Aloysius Sawangan, lingkungan St.

Fransiskus Xaverius Babadan dan lingkungan St. Paulus Posong. Wilayah St.

Benediktus III menjadi fokus penulis dalam mengambil data dalam penelitian.

Mengingat situasi yang terjadi adanya pademi karena covid 19 maka hanya 2 lingkungan yaitu St.Paulus Posong dan Fransiskus Xaverius Babadan sehingga tidak dapat mencakup 2 lingkungan yang lain tetapi memiliki kesamaan.

Beberapa usaha yang dilakukan wilayah St. Benediktus berkesinambungan visi dan misi paroki. Pertama ada penbinaan iman yaitu kunjungan keluarga dilaksanakan satu tahun sekali, kelompok doa Kerahiman Ilahi setiap kamis, kelompok PIUL setiap minggu ketiga serta misa satu tahun sekali, dan kelompok doa Cecilia seminggu sekali.

Kedua bimbingan ataupun kaderisasi yang diusahakan oleh pihak wilayah mengikuti paroki ialah pertemuan OMK ada setiap bulan, pertemuan kordinator atau panitia misa ketika menjelang paskah maupun natal, petemuan katekis tidak rutin setahun sekali jika ada pendampingan keuskupan, dan pertemuan pengurus lingkungan mengikuti panggilan dari paroki.

(41)

32

C. Hasil Penelitian

Pada bagian ini penulis akan memaparkan hasil penelitian dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan jenis penelitian fenomenologis.

Wawancara awal untuk mengenali bagian-bagian pengalaman responden melalui panduan pertanyaan. Pengumpulan merefleksikan melalui pengamatan yang dilaksanakan dan tanggapan responden sampai pada interpretasi. Proses pengambilan data berdasarkan yang diucapkan, dirasakan dan dilakukan oleh responden. Berikutnya responden dapat merefleksikan pengalaman mereka dan menambahkan kata dalam wawancara yang lebih mendalam. Penelitian melibatkan beberapa responden yang khusunya umat wilayah St. Benediktus 3.

Hasil penelitian merupakan rangkuman berdasarkan jawaban dari responden berkaitan dengan “Katekese Naratif Sarana Evangelisasi Untuk Mendewasakan Iman Umat Wilayah St. Benediktus 3, Paroki St. Kristoforus Banyutemumpang, Magelang.”

1. Profi Responden

Responden penelitian Katekese Naratif Sarana Evangelisasi Untuk Mendewasakan Iman Umat Wilayah St. Benediktus 3, Paroki St. Kristoforus Banyutemumpang, Magelang yang berjumlah tiga orang laki-laki dan lima orang perempuan. Triangulasi penulis mewawancarai satu wakil ketua lingkungan dan satu prodiakon atau pendamping dalam pendalaman iman. Penulis menuliskan profil responden dengan pengkodean untuk memudahkan dalam penyebutan.

Rincian profil sebagai berikut:

(42)

33

Responden 1 (R1) dengan insial AS dan berusia 20 tahun adalah mahasiswi Atmajaya yang merupakan umat wilayah St. Benediktus 3 di lingkungan St.

Paulus Posong .

Responden 2 (R2) dengan insial AS dan berusia 48 tahun adalah seorang bapak, bekerja sebagai buruh harian lepas yang merupakan umat wilayah St.

Benediktus 3 di lingkungan St. Paulus Posong

Responden 3 (R3) dengan insial TS dan berusia 60 tahun adalah seorang bapak, bekerja sebagai petani serta pedagang yang merupakan umat wilayah St.

Benediktus 3 di lingkungan St. Paulus Posong .

Responden 4 (R4) dengan insial VP dan berusia 55 tahun adalah seorang ibu, bekerja sebagai pedagang yang merupakan umat wilayah St. Benediktus 3 di lingkungan St. Paulus Posong.

Responden 5 (R5) dengan insial MD dan berusia 70 tahun adalah seorang nenek, bekerja sebagai ibu rumah tangga yang merupakan umat wilayah St.

Benediktus 3 dan lingkungan St. Fransiskus Xaverius Babadan.

Responden 6 (R6) dengan insial AS dan berusia 69 tahun adalah seorang nenek, bekerja sebagai ibu rumah tangga serta petani yang merupakan umat wilayah St. Benediktus 3 di lingkungan St. Frasiskus Xaverius Babadan.

Responden 7 (R7) dengan insial YM dan berusia 48 tahun adalah seorang bapak, bekerja sebagai pedagang yang merupakan umat wilayah St. Benediktus 3 di lingkungan St. Fransiskus Xaverius Babadan.

(43)

34

Responden 8 (R8) dengan insial EP dan berusia 50 tahun adalah seorang ibu bekerja sebagai guru TK yang merupakan umat wilayah St. Benediktus 3 di lingkungan St. Fransiskus Xaverius Babadan.

Responden 9 (R9) dengan insial RBSS sebagai responden triangulasi adalah wakil ketua lingkungan dan berusia 75 tahun, bekerja menjadi petani yang merupakan umat wilayah St. Benediktus 3 di lingkungan St. Fransiskus Xaverius Babadan

Responden 10 (R10) dengan insial MCIT sebagai triangulasi adalah prodiakon atau pendamping pendalaman iman dan berusia 45 tahun, bekerja menjadi karyawan swasta yang merupakan umat wilayah St. Benediktus 3 dan lingkungan St. Fransiskus Xaverius Babadan.

2. Hasil Wawancara

Pada bagian ini penulis memaparkan hasil penelitian khususnya pada umat lingkungan yang ada di wilayah St. Benediktus 3 yang sudah dilaksanakan sejak 4 Januari 2020 sampai 16 Februari 2020. Dalam penulisan hasil penelitian ini ada dua tahap yang pertama membantu penulisuntuk memahami kondisi situasi umat setempat pada kenyataanya dan tahap kedua melihat tanggapan umat terhadap pendekatan katekese naratif sarana evangelisasi untuk mendewasakan iman umat dalam pendalamana iman yang dilaksanakan.

Pelaksanaan proses observasi dan wawancara pengurus lingkungan di St.Benediktus 3, penulis melihat situasi serta kondisi di lapangan mengenai keterlibatan umat dalam hidup menggereja, relasi antar umat maupun juga terhadap pengurus, harapan dan proses pendalaman iman. Kenyataannya melalui

(44)

35

ungkapan salah satu pengurus di lingkungan St. Aloysius Sawangan kondisi sosialnya saling peduli dan mau menolong. Perekonomian dilingkungan menengah keatas dan pekerjaannya rata-rata sebagai pensiunan serta petani.

Pendidikan terakhir umat rata-rata sarjana dan SMA. Adapun menjadi keprihatinan serta harapan yaitu mengingat bahwa umat banyak yang sepuh (lanjut usia) menginginkan untuk dapat bergabung dengan lingkungan terdekat agar dapat ikut terlibat dalam hidup menggereja terutama pendalaman iman.

Pentingnya ketua wilayah dan Romo untuk mendekatkan diri dengan umat.

Salah satu pengurus lingkungan St. Fransiskus Xaverius Babadan menyampaikan kondisi sosialnya adanya toleransi, gotong royong dan kekeluargaan. Kondisi ekonomi menengah ke bawah dan pekerjaan rata-rata sebagai petani, pedagang, ASN serta pesiunan. Pendidikan terakhir rata-rata SD, SMP, SMA dan sarjana. Munculnya keprihatinan dan harapan yaitu kelengkapan alat liturgi lingkungan belum lengkap, kurangnya partisipasi umat melibatkan diri, serta iman yang belum kuat menjadikan pola pikir dalam mendidik anak dalam iman tidak mendapatkan perhatian. Pendalaman iman yang dilaksanakan menggunakan bahan Kitab Suci dan renungannya seringkali mengambil dari e- Katolik serta belum memanfaatkan media lain.

a. Hasil Wawancara Tahap Pertama

Penulis akan memaparkan wawancara tahap yang pertama mengenai keterlibatan seluruh anggota keluarga dalam hidup menggereja, kegiatan apa saja yang mereka ikuti, relasi mereka dengan umat, pengurus gereja, proses pendalaman iman selama ini berlangsung, hal-hal yang mendukung maupun

(45)

36

menghambat dalam keterlibatan hidup menggereja. Melalui hal tersebut penulis akan menemui tanggapan yang beragam dari responden dengan melihat pengalaman mereka. Penulis melakukan proses wawancara dengan pendekatan Fenomenologi untuk melihat kenyataan dan kebenaran dari tanggapan responden.

Penulis menelaah dan memperhatikan fokus fenomena yang hendak diteliti dengan melihat keadaan serta situasi umat wilayah St. Benediktus 3. Ingin mencari tahu lebih dalam keterlibatan dan padangan umat dalam proses pendalaman iman yang berlangsung selama ini dengan melaksanakan wawancara tahap yang pertama.

Pada tahap yang pertama penulis membuat beberapa pertanyaaan untuk mendapatkan tanggapan mengenai keterlibatan dan padangan umat dalam proses pendalaman iman yang berlangsung selama ini, diantaranya (1)Kerlibatan keluarga dalam hidup menggereja dan masyarakat, (2) Kegiatan menggereja maupun masyarakat dan hal yang menarik, (3) Kesan dan relasi umat terhadap Romo, pengurus lingkungan, wilayah, dan paroki, (4) Harapan umat untuk perkembangan Gereja kedepannya, (5) Proses pendalaman iman selama ini berlangsung dilingkungan dan (6) Hal yang mendukung dan menghambat dalam menghadiri kegiatan lingkungan, wilayah dan paroki.

1) Kerlibatan keluarga dalam hidup menggereja dan masyarakat.

Penulis menanyakan kepada seluruh responden mengenai jumlah anggota keluarga dan keterlibatan dalam hidup menggereja serta menggereja sehingga keseluruhan tanggapan ada yang hampir mirip tetapi juga ada yang berbeda. Maka akan dipaparkan oleh penulis sebagai berikut:

(46)

37

R1, R2, R3 dan R4 memberikan tanggapan dari jumlah anggota keluarganya seluruh anggota berusaha untuk melibatkan diri dalam hidup menggereja dan masyarakat. Ada tambahan tanggapan dari R2 sejak kecil anak dilibatkan dalam kegiatan tersebut dan juga berasal dari kemauan sendiri. “Anggota keluarga saya yaitu berjumlah 3 orang dan seluruh anggota terlibat dalam hidup menggereja maupun di masyarakat” (R1, 4 Januari 2020).

Ini juga tidak jauh berbeda dengan tanggapan reponden sebelumnya yang diungkapkan R5 dan R6 walaupun mereka hanya seorang diri dan sudah tua akan tetapi mereka tetap terlibat namun tidak seperti dulu waktu muda. “Saya sendirian mbak dirumah, anak-anak udah punya rumah sendiri kalau kegiatan gereja tidak terlalu banyak diikuti seperti dulu dan kegiatan masyarakat wis tua eyang gak ikut” (R5, 3 Februari 2020).

Sementara R7 berpendapat bahwa tidak seluruh anggota keluarganya melibatkan diri dalam kegiatan menggereja dan masyarakat. Hal ini dikarenakan kehadirannya di daerah tersebut masih menjadi warga baru sehingga tidak terlibat begitu banyak kegiatan. R7 menyatakan bahwa “Didalam keluarga ini jumlah anggota keluarga saya yaitu 5 orang dan tidak semua terlibat .... karena masih umat serta warga baru.”

Ada juga responden yang memberikan tanggapan yang diungkapkan R8 mengenai tidak seluruh anggota dalam keluarganya juga terlibat dalam hidup menggereja dan memasyarakat. Sebab sebagian dari keluarga mereka tinggal diluar untuk menempuh pendidikan sehingga tidak memungkinkaa melibatkan

(47)

38

diri. R8 menyampaikan “Saya memiliki jumlah anggota keluarga 5 orang dan tidak semua terlibat ... karena ada yang kuliah di luar kota.”

R9 menanggapi bahwa ia juga memiliki anggota keluarga yang berbeda keyakinan. Dalam urusan hidup menggereja tidak seluruh keluarga terlibat secara penuh. “Anggota keluarga saya berjumlah 5 orang dan hanya dua yang terlibat dalam hidup menggereja karena yang tiga anggota keluarga muslim tetapi dalam masyarakat terlibat” (R9, 16 Februari 2020).

Berikutnya R10 menyatakan bahwa ada satu anggota keluarganya yang tidak dapat mengikuti kegiatan menggereja maupun masyarakat karena usia sudah tua berjalanpun lambat dan cepat capek. “Jumlah anggota keluarga saya yaitu 5 orang dan tidak semua terlibat dalam ... karena ada satu anggota keluarga seorang nenek berumur 90 tahun.” (R10, 16 Februari 2020).

Pengungkapan yang telah disampaikan setiap responden mengungkapkan situasi serta kondisi keluarga mereka. Keadaan tertentu memang tidak dapat memaksakan untuk dapat melibatkan segala hal kegiatan. Selain itu juga ada semangat dari pribadi maupun anggota keluarga untuk melibatkan diri dalam hidup menggereja maupun masyarakat. Ada salah satu responden yang merupakan warga baru yang perlu mendapatkan perhatian gereja dan masyarakat sekita agar semakin mampu berbaur serta ikut terlibat dalam kegiatan sehingga dapat memenuhi harapan. Sedikit menjawab salah satu kegelisahaan mengenai keterlibatan umat terutama dalam hidup menggereja. Kesadaran ini perlu kembali dilihat oleh pengurus paroki dalam melihat kenyataan yang ada.

(48)

39

2) Kegiatan menggereja maupun masyarakat dan hal yang menarik.

Pertanyaan yang sama dari penulis mengenai kegiatan yang diikuti baik dalam hidup menggereja maupun masyarakat dan pengalaman menarik responden mengikuti kegiatan tersebut disampaikan kepada seluruh responden sehingga keseluruhan tanggapan ada yang hampir senada tetapi juga ada yang berbeda. Hal ini diungkapkan penulis menurut tanggapan responden sebagai berikut:

R7 juga menyatakan dirinya belum banyak berlibat didaerah tersebut karena statusnya sebagai warga baru sehingga hanya beberapa saja yang diikuti seperti ibadat lingkungan, kerja bakti dan kegiatan pemuda. Melalui kegiatan itu menarik bagi responden ialah adanya rasa kebersamaan yang kuat sehingga saling membantu menjadi prioritas.

“Tergolong umat baru disini maka kegiatan yang baru dapat ikuti yaitu ibadat di lingkungan akan tetapi... . Lalu anak ... kegiatan di OMK. Dalam masyarakat sendiri mengikuti kerja bakti dann arisan pemuda. Selama ini yang dilihat dan dirasakan yaitu adanya kebersamaan yang erat dan saling tolong menolong” (R7, 16 Februari 2020)

Hal lain disampaikan oleh R4, R8 dan R9 kegiatan yang mereka berpartisipasi ialah tahlilan, ibadat lingkungan, wakil ketua lingkungan, dawis, pertemuan bapak-bapak dan seterusnya. Ada hal yang menarik bagi mereka yaitu merasakan ada keguyupan, membawa ketenangan saat mengikuti sembayangan (pendalaman iman), dan memililiki kreatifitas yang positif sehingga dapat saling membantu satu sama lain.

“Aktivitas yang saya ikuti digereja ... pendalaman iman, ibadat, yasinta, ibu- ibu cecilia, bidang liturgi wilayah dan lingkungan, ... masyarakat yaitu dawis (dasa wisma), kopja 2, BKB(Bina Keluarga Balita), dan wakil ketua DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Kegiatan tersebut menarik ... karena mengalami adanya kegurup rukunan yang tercipta, hidup saling

Referensi

Dokumen terkait

Gambar bangunan rumah mau mengungkapkan bahwa hidup kita harus mempunyai dasar yang kuat, bangunan iman kita harus berdasar pada batu yang kuat yakni pada Kristus

Usulan katekese umat model Shared Christian Praxis ditujukan kepada umat di Lingkungan St. Katekese umat ini dilaksanakan setiap bulan sekali kecuali pada masa

Berdasarkan situasi konkrit yang terjadi dalam umat di Wilayah Maria Cordis Rogobelah, Paroki Boyolali saat ini, penulis kemudian mengusulkan saran sehubungan dengan

Media audio visual seperti film video perlu dipergunakan dalam pembinaan iman, mengingat dewasa ini bahasa audio visual telah menjadi budaya yang tidak dapat dilepaskan dari