• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa merupakan sarana komunikasi antarmanusia yang digunakan untuk berinteraksi dalam masyarakat. Bahasa memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bahasa digunakan manusia untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan yang ada dalam diri manusia tersebut. Manusia bukan sekedar animal rational – istilah yang digunakan Aristoleles – melainkan juga

animal symbolicum. Perbedaan manusia dengan mahluk lain bukan terletak pada ciri metafisik atau ciri fisiknya, melainkan lebih pada apa yang dilakukannya. Kemanusiaan tidak dapat diidentifikasi secara langsung pada manusia itu, tetapi harus dikenali melalui analisis kesemestaan simbol-simbol yang telah diciptakan manusia. Itulah sebabnya, manusia disebut sebagai animal symbolicum, yaitu mahluk pembuat simbol-simbol. Faktanya, manusia memang selalu mencari bentuk-bentuk simbol untuk melambangkan semua aspek pengalamannya (Cassier, dalam Sugiyono:2012). Kata, istilah, dan ungkapan baru adalah simbol yang menandai konsep, hal peristiwa, atau benda yang ada dalam pengalaman manusia sebagai mahluk pembuat tanda itu. Apabila yang ditandai berupa peristiwa, penandanya berupa kata kerja atau kelompok kata kerja atau sifat, sebaliknya apabila yang ditandai itu berupa hal atau benda tertentu, penandanya berupa kata benda, baik yang konkret maupun abstrak. Dalam hal ini, tampak betapa eratnya hubungan antara tanda, penanda yang dihubungkan oleh konsep makna yang abstrak sifatnya yang ada dalam dunia pengalaman manusia. Dalam segitiga makna (triangle of meaning) Ogden dan Richard (dalam Sugiyono:2012),

hubungan tanda atau simbol dengan benda atau hal, atau peristiwa yang ditandai ada dibalik pemikiran kita, yaitu yang disebut konsep. Konsep ini berupa pengertian tentang benda tertentu yang diberikan kepada tanda yang diacunya. Kata kambing, misalnya, merupakan penuangan konsep (+mahluk hidup), (insani), (+berkaki empat), (+makan rumput), dan sebagainya. Dalam kenyataan, konsep-konsep itu menunjuk kepada binatang yang sekarang kemudian disebut sebagai kambing.

Manusia mengungkapkan konsep-konsep tersebut melalui pikiran dan perasaan dengan mengeluarkan suara yang dihasilkan oleh alat ucap. Sebelum bahasa keluar melalui alat ucap, pada awalnya manusia mendapatkan informasi melalui panca indranya. Panca indra tersebut seperti mata, telinga, hidung, dan kulit. Mata mendapatkan informasi melalui pengelihatan, telinga mendapatkan informasi melalui mendengar, hidung mendapatkan informasi dengan mencium dan kulit memberikan informasi dengan meraba. Semua panca indra tersebut memberikan informasi yang distimuluskan ke otak, setelah itu otak memerintahkan alat ucap untuk mengungkapkan apa yang dirasakan oleh manusia. Alat ucap yang berupa organ tubuh manusia pada saat bergerak akan menghasilkan suara.

Manusia berbicara dengan suara yang dihasilkan dari alat ucap. Alat ucap manusia menghasilkan tuturan-tuturan. Tuturan adalah udara dalam hembusan nada yang keluar tanpa hambatan, pada saat terjadi hambatan maka terjadilah bunyi-bunyi.

Bahasa Prancis sebagai bahasa internasional berkembang sangat pesat, dipakai oleh separuh penduduk dunia termasuk di 53 negara berBahasa Prancis atau negara-negara Francophonies antara lain, Swiss, Belgia, Luxembourg, Aljazair, Maroko, Canada, Vietnam, dan di negara-negara non-berbahasa Prancis.

Di Indonesia posisi Bahasa Prancis merupakan salah satu bahasa asing yang diajarkan di beberapa SMA, SMK, MA dan Perguruan Tinggi. Dengan statusnya demikian, program pengajaran dan pembelajaran Bahasa Prancis di Indonesia juga mengarah pada pengembangan diri para siswa dan mahasiswanya dalam menghadapi dunia global ini, sehingga proses pembelajarannya disiapkan dan direncanakan sebaik-baiknya. Peran pengajar dalam proses pembelajaran tersebut sangat besar. Oleh karena itu, seorang pengajar dengan segala keprofesionalannya harus memiliki sejumlah pengetahan dan kemampuan dalam memilih dan mengaplikasikan berbagai metode pengajaran yang efektif dan efisien. Berdasarkan perkembangannya, metode atau endekatan dalam pembelajaran bahasa asing mengalami beberapa kemajuan. Para ahli secara terus menerus melakukan inovasi dalam pembelajaran kelas bahasa ini.

Dalam proses pembelajaran Bahasa Prancis, pembelajar diharapkan mampu menguasai empat keterampilan berbahasa, yaitu menyimak (Compréhension Orale), membaca (Compréhension Ecrite), berbicara (Expression Orale), dan menulis (Expression Ecrite). Keterampilan bahasa asing, dalam hal ini Bahasa Prancis, tidak dapat dimiliki oleh seorang pembelajar dalam waktu elatif singkat tetapi diperlukan waktu yang cukup sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

Dalam hal ini mahasiswa pembelajar Bahasa Prancis perlu memiliki empat komptensi tersebut walaupun kompetensinya tidak sama tingkatannya. Mahasiswa dapat memiliki kompetensi yang baik dalam berbicara tetapi dalam kompetensi lain misalnya menulis memiliki kompetensi yang baik, begitu juga sebaliknya.

Menyimak (Compréhension Orale) dalam Bahasa Prancis (BP) adalah salah satu kegiatan berbahasa yang cukup mendasar dalam aktivitas berkomunikasi dalam BP. Kegiatan yang terjadi di masyarakat kita menunjukkan bahwa dalam kegiatan menyimak lebih banyak dilakukan daripada kegiatan berbahasa yang lain yaitu berbicara, membaca dan menulis. Meyimak memiliki makna mendengarkan atau memperhatikan baik-baik apa yang dikatakan orang lain. Jelas faktor kesenjangan dalam kegiatan menyimak cukup besar, lebih besar daripada mendengarkankarena dalam kegiatan menyimak ada usaha memahami apa yang disimak dan dalam kegiatan mendengarkan tingkat pemahaman belum dilakukan.

Dalam menyimak harus memperhatikan tekanan (keras lembutnya suara), durasi (panjang pendeknya suara), nada (tinggi rndahnya suara), intonasi (naik turunnya suara) dan ritme (pemberan tekanan nada dalam kalimat). Secara sederhana menyimak merupakan suatu peristiwa penerimaan pesan, gagasan, pikiran atau perasaan seseorang. Penerima pesan dapat memberi rsponsi atau tanggapan terhadap pembicaraan itu. Hal tersebut merupakan peristiwa komunikasi antara pembicara dan penyimak dengan hubungan dua arah.

Membaca (Compréhension Ecrite) adalah suatu proses yang dilakukan serta digunakan olleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak

disampaikan oleh penulis melalui media yang berupa tulisan dan dikenal dengan bahasa tulis. Suatu proses yang menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas, dan agar makna kata-kata secara individual akan dapat dipahami. Apabila hal ini tidak terpenuhi, maka pesan yang tersurat dan yang tersirat tidak akan tertangkap atau dipahami, dan proses membaca itu tidak terlaksana dengan baik.

Menulis (Expression Ecrite) ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan lambang grafik tersebut. (Tarigan:2007) berpendapat bahwa “Lambang-lambang grafik yang dditulis merupakan presenasi bahasa tertentu sehingga memiliki makna tertentu pula yang dapat dipahami oleh orang lain (pembaca)”.

Berbicara (Expression Orale) ialah kemampuan seseorang untuk menyatakan maksud dan perasaan secara lisan. Berbicara adalah proses individu berkomunikasi maksudnya berbicara digunakan sebagai sarana mengontrol lingkungan. Berbicara ekspresif yang kreatif, artinya berbicara tidak sekedar alat mengkomunikasikan ide, tetapi juga sebagai alat untuk menciptakan dan mempformulasikan ide baru atau memanifstaskan kepribadian seseorang. Berbicara adalah tingkah laku, maksudnya berbicara mampu mencerminkan (merefleksikan) kepribadian seseorang. Keterampilan berbicara merupakan keterampilan mekanitif, semakin banyak pelatihan akan semakin baik oleh karena itu prosespelatihan keterampilan berbicara mencakup pelafalan, pengontrolan suara, pengendalian diri, pengontrolan gerak-gerik tubuh, pemilihan kata, kalimat

dan pelafalannya, pemakaian bahasa yang baik dan pengorganisasian. Berbicara disimulasikan oleh pengalaman, artinya kemampuan seseorang berbicara dipenuhi oleh kualitas dan kantitas pengalaman yang dimilikinya. Semakin banyak pengalaman seseorang biasanya akan semakin baik pula keterampilan berbicaranya.

Bunyi bahasa dibedakan antara unsur segmental dari suprasegmental. Unsur segmental adalah bunyi yang terdapat secara berurutan, sedangkan suprasegmental adalah bunyi bahasa yang menyertai bunyi segmental yang bersama-sama membentuk makna sebuah ujaran. Runtunan bunyi merupakan arus ujaran yang sambung menyambung terus-menerus yang di selang-selingi oleh jeda, disertai dengan frekuensi, durasi dan intensitas. Bunyi bahasa yang di realisasikan dengan konsonan dan vokal termasuk frekuensi, durasi dan intensitas adalah Prosodik.

Prosodik atau faktor suprasegmental membuat tuturan lebih mudah dipahami oleh orang yang mendengarkannya sebab dengan faktor itu seorang penutur dapat memberikan batas-batas satuan makna dan memberikan penekanan pada bagian tuturan tertentu yang dianggap penting. Akan tetapi, setiap manusia dapat menghasilkan nada yang bervariasi, baik variasi karena organ-organ tutur maupun variasi karena interferensi dari sistem prosodi bahasa-bahasa lain yang dikuasai oleh seorang penutur.

Meskipun demikian, interaksi antara pembicara dan pendengar tetap saja komunikatif dalam ciri prosodik yang bervariasi itu walaupun bisa terjadi ambigu. Hal tersebut menandakan bahwa meskipun memiliki pola prosodik yang harus di

ikuti dalam mensosialisasikan sebuah tuturan, bagaimanapun cirri prosodi mempunyai toleransi yang disebabkan perbedaan yang beragam. Apabila ciri prosodi telah melampau batasnya maha bisa terjadi ketidakbermaknaan pada satu tuturan.

Meskipun disadari batapa pentingnya faktor suprasegmental dengan faktor leksikal dan faktor segmentalnya, di Indonesia terlebih lagi di Sumatera Utara kajian tentang suprasegmental belum familiar. Terlebih lagi pada kajian tentang pembelajaran bahasa Prancis di Sumatera Utara. Dari paparan di atas dilihat betapa pentingnya prosodik atau faktor suprasegmental dalam bertutur. Namun, penelitian tentang prosodi bahasa-bahasa di Indonesia masih sedikit dilakukan. Beberapa penelitian yang mengkaji dari perspektif prosodik yaitu Halim (1968,1974,1984), Ebing (1992, 1994, 1997), Ebing dan Van Heuven (1997), Van Heuven dan Van Zanten (1997).

Secara akustik, prosodi merupakan bahasa lisan yang melibatkan variasi pada panjang pendeknya suatu kata frekuensi dan durasi. Prosodi melibatkan irama panjangnya, dan tekanan dalam pengucapan kata ang dibuat dengan ekspresi. Ilmu prosodi terkenal sukar untuk menyampaikan secara tertulis, satu alasannya adalah sebagai contoh, email boleh dengan mudah menyebabkan kesalah pahaman. Konvensi ortographi atau ejaan yang tepat untuk menyampaikan ilmu prosodi meliputi pemberian tanda baca seperti tanda koma, tanda seru, tanda tanya, menggunakan tenda katup, dan elipsis atau penghilangan kata, ormat penukaran seperti huruf miring, tebal dan garis bawah, orthografi atau bahasa tulisan berbeda dengan bahas lisan yang dihasilkan oleh bunyi bahasa dari organ tbuh yaitu pita suara yang berfungsi menghasilkan tuturan.

Bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dapat dilihat dari sudut pandang yaitu objek fisikal atau yang disebut fonetik akustik. Bunyi bahasa sebagian besar dengan menyatakan bagaimana mereka dibuat, akan tetapi ini juga mengkin untuk menguraikan bunyi dengan kaitan yang lain. Menggunakan istilah apa yang didengar dengan cara mendengar suatu bunyi bergantung pada struktur akustik. Dalam fonetik akustik dapat digambarkan bunyi-bunyi yang dapat dikacaukan dengan bunyi-bunyi yang lain. Untuk mengetahui adanya bunyi-bunyi yang dikacaukan oleh bunyi-bunyilain dapat menggunakan cara merekam dengan tape recorder, setelah itu dianalisis dengan program praat dalam kajian fonetik akustik terdapat bunyi segmental dan suprasegmental. Bunyi segmental merupakan bunyi-bunyi tunggal yang berurutan sedangkan bunyi suprasegmental merupakan bunyi yang mengkarakterisasi unsur segmental yang membentuk makna sebuah ujaran. Setiap bunyi segmental memiliki frekuensi dan durasi.

Bilingualitas yang terjadi oleh pembelajar bahasa Prancis disebabkan karena pembelajar memiliki beraneka ragam bahasa daerah yang ada di Sumatera Utara. Bahasa daerah yang ada di Sumatera Utara yaitu bahasa Batak, bahasa Karo, bahasa Jawa, bahasa Melayu dan bahasa Mandailing. Pembelajar bahasa Prancis di Sumatera Utara masih menggunakan dua bahasa atau lebih. Pembelajar menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi di lingkungan akademik dan pada lingkup formal, sedangkan diluar kelas mereka masih menggunakan bahasa daerah mereka masing-masing. Maka pembelajar bahasa asing, khususnya bahas Prancis mereka semua merupakan orang-orang yang memiliki kemampuan menggunakan bahasa daerah, bahasa nasional dan bahasa asing. Kemampuan

pembelajar dalam menguasai dua bahasa atau lebih disebut kedwibahasaan (bilingualitas).

Kedwibahasaan (bilingualitas) adalah orang yang dua bahasa. Hubungan antara kemampuan dalam kedua bahasa itu pada orang yang berdwibahasa secara penuh dan seimbang, kemampuan dan tingkahlaku dalam kedua bahasa itu adalah terpisah dan bekerja sendiri-sendiri. Bilingualitas tersebut adalah bilingualitas sejajar. Tipe bilingualitas yang lain sering terdapat dalam keadaan belajar bahasa kedua setelah kita menguasai satau bahasa dengan baik, khususnya dalam keadaan belajar bahasa kedua/ bahasa asing di sekolah.

Dalam hal ini kemampuan dan kebiasaan orang dalam bahasa pertama (disingkat B1) berpengaruh atas penggunaannya dari bahasa ke dua (B2). Kedwibahasaan tersebut disebut bilingualitas majemuk. (Ervin dan Osgood: 1965, dalam Nababan: 1984) yang meluncurkan kedua istilah ini menggambarkan kedua konsep ini seperti dalam diagram berikut.

Majemuk Sejajar rm im rm1 --- im1 I A R A I A R A rm2 --- im2 I B R B I B R B

Dengan diagram ini digambarkan adanya dua perangkat isyarat (IA dan IB), masing-masing termasuk dua bahasa, bahasa A dan B. kedua perangkat isyarat ini dihubungkan dengan satu perangkat proses mediasi (= berpikir) representasi yang sama, yaitu rm-im. pada sisi interpretasi, proses mediasi ini di hubungkan dengan

dua perangkat penerima (response) yang terdapat dalam kedua bahasa, bahasa A dan B. oleh karena proses mediasinya sama, maka yang “masuk” dari IA dapat saja “keluar” pada RB, dan sebaliknya masukan dari IB dapat juga keluar pada RA.

kalau terjadi begitu, maka disebutlah proses itu “pengacauan” atau interferensi.

Suatu proses yang lain terjadi dalam bilingualitas sejajar, seperti digambarkan pada gambaran sebelah kanan. Di sini terdapat dua proses mediasi terpisah sehingga tidak ada pengacauan atau interferensi. Inilah gambaran dari apa yang dapat disebut bilingualitas “sejati”. Jika kemampuan dalam kedua bahasa itu kira-kira sama, maka hal itu disebut bilingualitas seimbang.

Jarang orang yang betul-betul bilingualitas seimbang, yang banyak terdapat ialah orang-orang yang sama-sama baik dalam dua bahasa tetapi umumnya dalam lapangan kebahasaan (language domain) yang berbeda-beda. Ini berarti bahwa seseorang dapat baik berbahasa B dalam suatu bidang ilmu (seperti ilmu hukum atau sosiologi) dan tidak begitu baik dalam ilmu lain dan sebagainya.

Dalam hal tersebut di atas pun juga dapat terjadi interferensi, sehingga yang diungkapkan atau dipakai dalam bahasa A ialah unsur atau struktur dari bahasa B, dan sebaliknya. Hal ini dapat disebut dengan interferensi produktif, dan juga interferensi reseptif.

Prosodi pembelajar Bahasa Prancis di Medan memiliki durasi dengan alir nada yang dipengaruhi oleh latarbelakang etnis dari pengguna Bahasa Prancis tersebut. Alir nada tersebut dipengaruhi oleh dialek daerah pengguna Bahasa Prancis di Medan yang merupakan pengguna dua bahasa atau yang disebut juga denga bilingualitas.

Jika dilihat tingkatan-tingkatan kemampuan mahasiswa dalam bahasa Prancis dapat diperoleh profil kemampuan dalam bahasa itu. Dapat dibandingkan kemampuan mahasiswa dilihat dari latar belakang mahasiswa tersebut, jenis kelamin mahasiswa dan lama belajar bahasa Prancis.

Penelitian ini dilakukan untuk dapat mengetahui kemampuan pembelajar bahasa Prancis dalam memproduksi tuturan bahasa Prancis dan mempersepsikan tuturan bahasa Prancis dengan menggunakan program praat. Program tersebut digunakan untuk mengetahui prosodi suara salam menuturkan atau kata maupun kalimat. Dalam hal ini kalimat dapat terdiri dari beberapa jenis seperti kalimat perintah, tanya dan lain-lain. Untuk membedakan antara kalimat-kalimat tersebut salah satunya dapat menggunakan Prosodi/intonasi atau nada bicara. Cara ini sekarang sedang berkembang karena dpata membantu mempermudah berkomunikasi, dimana dalam berkomunikasi kita menggunakan intonasi dan nada dalam berbicara.

Dilihat dari latarbelakang pembelajar yang berbeda-beda kemampuan mahasiswa dalam memproduksi tuturan bahasa Prancis dalam fekuensi dan durasi maka berbeda pula hasil produksi penuturan bahasa Prancis.

Pengajar bahasa Prancis di UNIMED adalah vountier dari Prancis yang mempunyai latar belakang pendidikan yang berbeda, ada yang memiliki ijazah pengajaran bahasa Prancis untuk orang asing (Français Language Etrangère) dan berpengalaman mengajar bahasa Prancis di negara lain namun ada yang tidak memilili latarbelakang pndidikan bahasa misalnya bidang hukum atau ekonomi. Dengan kondisi perbedaan tersebut membuat para pengajar bahasa Prancis kurang memahami ujaran bahasa Prancis pembelajar di Indonesia khususnya di Medan.

Dalam penelitian ini juga dapat dilihat bahwa adanya kemungkinan terhadap pengacauan atau interferensi, baik yang produktif maupun yang reseptif, pada mahasiswa yang mempelajari bahasa Prancis. Interferensi yang terjadi pada mahasiswa merupakan interferensi perlakuan. Interferensi perlakuan ini terjadi pada saat mahasiswa masih belajar bahasa Prancis. Hal inilah yang banyak kelihatan dalam proses belajar mengajar bahasa dan membuat peneliti sebagai pengajar bahasa asing tertarik untuk melakukan penelitian agar dapat mengetahui kendala-kendala apa yang dihadapi oleh mahasiswa di Medan pada saat belajar bahasa Prancis.

Kajian ini tentang kendala prosodi pembelajar bahasa Prancis di Medan. Di Medan bahasa Prancis dipelajari di beberapa universitas yaitu UNIMED, AKPAR, UMSU dan STBA HARAPAN. Peneliti memilih lokasi penelitian di UNIMED karena UNIMED memiliki program studi Bahasa Prancis dan memiliki pengajar bahasa Prancis, native speaker dan fasilitas laboratorium bahasa yang dapat digunakan untuk penelitian. ITMI, UMSU dan STBA HARAPAN dipilih karena memiliki matakuliah bahasa Prancis yang dijadikan matakuliah minor.

polulasi untuk melakukan uji persepsi tuturan bahasa Prancis yang dituturkan oleh

native speaker.

Kendala prosodi yang dialami pembelajar bahasa Prancis di Medan dalam penggunaan prosodi atau intonasi dan nada bicra yang tidak sesuai dengan penutur asli Prancis. Latarbelakang yang berbeda-beda mempengaruhi nada bicara pembelajar dalam menuturkan modus deklaraif, interogatif dan imperatif. Penggunaan intonasi da nada bicara yang tidak sesuai dapat mempengarhi pendengar maupun lawan bicara salah mempersepsikan modus apa yang dituturkan oleh pembelajar. Nada bicara yang tidak sesuai juga berpengaruh besar dalam berkomunikasi dengan terjadinya kesalah pahaman. Salnya pembicara bermaksud untuk menyampaikan kabar berita tetapi pembicara menggunakan intonasi modus imperatif, maka pendengar akan mempersepsikan bahwa pembicara emosi atau tidak suka dalam menyampaikan berita tersebut kepada pendengar. Hal ini bisa menyebabkan kesalahpahaman antara pembicara dan pendengar.

Peneliti tertarik melakukan penelitian pada mahasiswa-mahasiswa dari beberapa universitas, tersebut karena adanya latar belakang budaya di Medan yang beraneka ragam dan lama belajar mahasiswa untuk mempelajari bahasa Prancis mempengaruhi mahasiswa berutur bahasa Prancis dengan benar.

Berdasarkan penelitian awal yang sudah dilakukan terhadap satu orang penutur asli dan beberapa mahasiswa yang memiliki latarbelakang suku yang berbeda-beda dan memberikan hasil yang sangat tidak memuaskan. Contoh

kalimat yang dinarasikan kepada penutur asli dan mahasiswa yang mempelajari bahasa Prancis di Medan yaitu:

Penutur Asli Bahasa Prancis Pembelajar Bahasa Prancis

pi i e r r e v a a u c i n e m a Time (s) 0 1.17465 pi i e r r e v a a u c i n e m a Time (s) 0 1.17465 Time (s) 0 0.975771 0 500 Time (s) 0 0.975771 0 500 Kalimat Deklarati f p i e r r e v a a u c i n e m a Time (s) 0 1.01337 Time (s) 0 1.01337 0 500 Time (s) 0 1.01337 0 500

[pjR tale o sinema] [pjR tale o sinema] Dalam penuturan kalimat tersebut terdapat perbedaan kontur nada dalam penuturannya. Penutur asli bahasa Prancis dalam kalimat deklaratif memiliki kontur nada naik-turun-naik-turun. Pembelajar bahasa Prancis dalam kalimat deklaratif memiliki alir nada naik-turun. Diduga ada 60% mahasiswa di Medan masih memiliki kendala prosodi. Kemampuan prosodi yang dimiliki oleh mahasiswa di Medan masih memiliki rentangan yang jauh dengan penutur asli bahasa Prancis itu sendiri.

Mahasiswa-mahasiswa yang belajar bahasa Prancis tersebut berasal dari suku Melayu, Toba, Karo dan Jawa. Latar belakang suku yang berbeda-beda mempengaruhi prosodi mahasiswa dalam menuturkan bahasa Prancis. Ujaran-ujaran yang diucapkan oleh mahasiswa masih memiliki rentangan yang cukup jauh. Hal ini di dasari dengan adanya persepsi bunyi dari tiap-tiap mahasiswa pembelajar bahasa Prancis di Medan.

Kendala prosodi yang dialami oleh pembelajar bahasa Prancis di Medan terlihat dari tekanan (accent) tuturan bahasa Prancis. Prosodi bahasa Prancis

yang direalisasikan dengan konsonan dan vokal yang tercakup dalam frekuensi, durasi dan intensitas dalam suatu ujaran. Intensitas adalah variasi dalam ketinggian nada laring yang meliputi rangkaian kata dan membentuk kurva melodi dari kalimat. Intonasi menandai adanya tinggi rendahnya suara pembicara yang mencerminkan ekspresi si pembicara. Nada adalah bunyi yang keluar dari suara manusia dengan fungsi khas yang sama dengan fonem. Tekanan adalah pengembangan suku kata pada bahasa tertentu, dalam satuan aksential.

Prosodi bahasa Prancis dalam hal ini ujaran, memiliki tekanan gramatikal dan sintaksis yang merupakan aksen tata bahasa untuk membantu memahami satu kalimat dengan memotong kalimat yang penting pada saat membaca maupun berbicara. Pada saat mendengarkan seseorang membaca maupun berbicara bahasa Prancis, diharuskan untuk memahami adanya tekanan yang selalu jatuh pada suku kata terakhir. Selain itu juga, pendengar maupun pembaca harus cermat dalam menekankan pada saat membaca dengan tekanan yang emosional maupun ekspresif. Tujuan penekanan tersebut adalah untuk menyoroti sebuah kata yang ditekankan untuk menunjukkan perasaan pembicara.

Prosodi bahasa Prancis oleh pembelajar, dalam hal ini mahasiswa-mahasiswa di Sumatera Utara masih terdapat kendala-kendala dalam bahasa asing termasuk pada pengucapan. Mengingat hal pengucapan itu penting maka prosodi merupakan cerminan dari ujaran seseorang dalam berbicara, apakah ujaran tersebut emosional, apakah suatu ucapan memberikan pernyataan, apakah ucapan yang memberikan pernyataan atau perintah, apakah pembicara sedang sarkastik, atau ironi. Pembelajar bahasa Prancis yang berasal dari latar belakang yang

berbeda, besar kemungkinannya mempengaruhi penguasaan pembelajaran tersebut.

Pengucapan yang memiliki intonasi sangat berperan dalam bahasa sehari-hari. Intonasi menggambarkan struktur bahasa secara hirarkis, dan struktur kalimat dari suatu wacana. Intonasi juga membedakan sebuah pertanyaan dari satu jawaban dan intonasi mengungkapkan sikap dan intonasi.

Persepsi orang terhadap bunyi-bunyi segmental sangat memiliki banyak variasi bergantung oleh faktor suprasegmental. Pendengaran normal merupakan salah satu syarat untuk memiliki persepsi yang baik apabila persyaratan akustis

Dokumen terkait