• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Kualitas Kehidupan Kerja dan Organizational Trust

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

D. Hubungan Antara Kualitas Kehidupan Kerja dan Organizational Trust

Karyawan yang merasakan kualitas kehidupan kerja dan terpenuhinya kebutuhan karyawan oleh organisasi diindikasikan akan lebih terikat dengan pekerjaannya di organisasi. Kualitas kehidupan kerja merupakan salah satu pendorong meningkatnya keterikatan kerja dalam organisasi. Hal tersebut dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Kanten dan Sadullah (2012) bahwa kualitas kehidupan kerja berhubungan secara signifikan dengan keterikatan kerja.

Kualitas kehidupan kerja menurut Van Laar dan Easton (2012) terdiri dari enam aspek yaitu general well-being (kesejahteraan umum), home-work interface (hubungan rumah dan pekerjaan), job career satisfaction (kepuasan kerja), control at work (kontrol kerja), working conditions (kondisi kerja), dan stress at work (stres kerja). Aspek general well-being (kesejahteraan umum) adalah aspek yang mengukur sejauh mana individu merasa baik maupun puas terhadap kehidupannya secara keseluruhan. Saat karyawan bank memiliki kesejahteraan yang baik akan kehidupannya baik sehat secara psikologis maupun fisik, karyawan tersebut akan cenderung perilaku positif. Karyawan akan melakukan pekerjaannya dengan senang dan tidak merasa terbebani. Didukung oleh penelitian Shuck dan Reio (2013) yang menyatakan bahwa karyawan yang memiliki keterikatan kerja yang tinggi akan memiliki kesejahteraan psikologis dan pencapaian diri lebih baik.

Aspek home-work interface (hubungan rumah dan pekerjaan) merupakan sejauh mana organisasi memahami serta memberikan dukungan kepada karyawan terkait dengan masalah yang terjadi antara kehidupan pekerjaannya dan kehidupan di rumah. Kesimbangan kehidupan berkarier dan kehidupan pribadi merupakan keinginan bagi setiap karyawan. Jika keseimbangan dapat dicapai oleh karyawan, maka karyawan akan merasa nyaman dalam melakukan pekerjaannya sehingga hal tersebut dapat menumbuhkan rasa keterikatan pada pekerjaan yang lebih tinggi. Sejalan dengan penelitian Aveline dan Kumar (2017) menyatakan bahwa keseimbangan kehidupan kerja memainkan peran penting dalam keteriktan karyawan.

Aspek job career satisfaction (kepuasan kerja) adalah kepuasan karyawan terhadap segala aspek yang meliputi pekerjaannya. Karyawan yang merasa puas terhadap aspek-aspek pekerjaannya akan mendorong mereka untuk lebih terikat dengan pekerjaannya. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Garg, Dar, dan Mishra (2018) menyatakan bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan yang positif dengan keterikatan kerja terutama pada faktor intrinsik, kepuasan kerja lebih berperan dalam meningkatkan keterikatan kerja. Kemudian Radosevich, Radosevich, Riddle, dan Hughes (Garg, Dar, & Mishra, 2018) berpendapat bahwa karyawan yang memiliki kepuasan kerja yang tinggi akan lebih terikat dengan pekerjaannya.

Aspek control at work (kontrol kerja) mengukur seberapa jauh individu merasa dirinya terlibat dalam pengambilan keputusan yang dapat memberikan pengaruh pada organisasi. Garber (Zajkowska, 2012) menjelaskan salah satu faktor penting dalam keterikatan karyawan adalah apabila karyawan merasa dirinya terlibat dalam organisasi akan cenderung berkomitmen secara emosional dan terikat pada organisasi. Menurut Robinson, dkk (Mujiasih & Ratnaningsih, 2012) menjelaskan apabila karyawan merasa dihargai dan dilibatkan dalam pengambilan keputusan, penyalurkan ide sehingga mereka merasa berharga menjadi kunci faktor pendorong keterikan karyawan.

Aspek working conditions atau kondisi kerja dalam mempengaruhi keterikatan kerja karyawan yang menyangkut peranan lingkungan kerja yang dapat memberi dampak pada keterikatan kerja karyawan. Organisasi seharusnya menyediakan kondisi kerja yang dapat mempengaruhi kinerja.

Saat karyawan merasakan kondisi kerja baik secara fisik maupun non fisik yang telah diberikan oleh organisasi dirasa nyaman, aman, dan memenuhi harapan karyawan, maka keterikatan kerja karyawan akan meningkat.

Karyawan bank yang merasa aman di lingkungan kerjanya akan membuat karyawan lebih berkonsentrasi dan muncul perasaan menyenangkan dalam pekerjaannya. Hal tersebut di dukung dengan penelitian Mohd, Shah, dan Zailan (2016) yang menyatakan bahwa lingkungan kerja memiliki hubungan positif terhadap keterikatan kerja karyawan.

Aspek stress at work (stres kerja) mengukur sejauh mana tekanan dan stress yang dirasakan individu di tempat kerja. Apabila dalam sebuah organisasi memiliki stress kerja yang tinggi, maka hal tersebut dapat berdampak pada kinerja dan produktivitas karyawan maupun organisasi itu sendiri. Karyawan bank dapat kehilangan semangatnya serta mempengaruhi ketahanan mental karyawan dalam mengerjakan pekerjaannya dikarenakan mengalami stress kerja yang tinggi. Frith (Vandiya & Etikariena, 2018) menyebutkan bahwa karyawan yang memiliki tingkat stress yang tinggi di tempat kerja akan berdampak negatif dengan keterikatan kerja karyawan.

Hal tersebut berarti jika karyawan memiliki stress kerja yang rendah maka keterikatan kerja karyawan akan tinggi.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas kehidupan kerja karyawan dapat menentukan tingkat keterikatan karyawan.

Sehingga kualitas kehidupan kerja dimana organisasi berusaha untuk membangun lingkungan yang merasa aman, puas dapat meningkatkan keterikatan kerja karyawan itu sendiri. Sejalan dengan penelitian Tiara dan Rostiana (2018) yang menyatakan apabila semakin baik kualitas kehidupan kerja karyawan maka semakin tinggi juga keterikatan kerja yang dimilikinya.

Organizational trust atau kepercayaan pada organisasi berperan penting dalam sebuah organisasi karena hal tersebut dapat mendorong serta memperkuat hubungan karyawan dengan organisasi tempatnya bekerja (Krot & Lewicka, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Gallup (Kular,

Gatenby, Rees , Soane, & Truss, 2008) menunjukkan bahwa para pemimpin dan manajer memainkan peran penting dalam meningkatkan tingkat keterikatan karyawan. Sehingga trust sendiri merupakan hal yang penting yang harus dibentuk dalam hubungan organisasi dan anggotanya dalam mencapai tujuan dengan keterikatan kerja yang dimiliki karyawan.

Pada aspek effort atau upaya dapat mempengaruhi keterikatan kerja, Albrecht (Engelbrecht, Heine, & Mahambe, 2014) menyatakan bahwa karyawan akan lebih terikat dengan pekerjaan mereka ketika prosedur dan sistem kerja dalam organisasi dianggap dapat dipercaya, dapat diprediksi dan masuk akal. Kepercayaan pada organisasi juga dapat berkaitan dengan keterikatan kerja melalui aspek absorption (penghayatan). Menurut Townsend dan Gebhardt (Lin, 2010) kepercayaan pada organisasi juga dapat diartikan apabila karyawan merasa menghayati dan terikat pada upaya peningkatan organisasi yang dilakukan secara terus menerus.

Pada aspek kejujuran pada kepercayaan organisasi dalam mempengaruhi keterikatan kerja dapat dilihat ketika organisasi tidak mencoba untuk membohongi dalam pekerjaan atau negosiasi antara karyawan dengan organisasi. Menurut Gill (Lin, 2010) karyawan akan mendedikasikan diri mereka kepada organisasi selama mereka merasakan kejujuran dalam hubungan mereka dengan organisasi. Jika karyawan mengganggap atasan atau supervisor mereka berkompeten, jujur, dan dapat diandalkan, maka para karyawan akan cenderung merasa lebih yakin bahwa atasan atau supervisor mereka dalam melaksanakan pekerjaannya secara

efisien dan tidak memihak. Persepsi itu kemudian akibatnya akan mendorong para karyawan untuk lebih terikat dalam pekerjaan mereka (Chughtai & Buckley, 2011). Kepercayaan pada atasan atau supervisor juga akan menghasilkan perilaku positif yang dapat menguntungkan karyawan maupun organisasi, seperti keterikatan kerja, meningkatnya kepuasan kerja, komitmen kerja dan organizational citizenship behaviour (Hsieh & Wang, 2015).

Pada aspek keuntungan dapat berhubungan dengan keterikatan kerja ketika karyawan percaya bahwa organisasi tidak melakukan kecurangan yang dapat merugikan karyawan, karyawan akan melakukan pekerjannya tanpa khawatir. Saat karyawan dan organisasi memiliki hubungan yang baik dan saling terbuka, karyawan akan cenderung lebih bertahan lama dan berkontribusi lebih banyak untuk organisasi (Johnson, 2011). Hal tersebut menjadikan karyawan akan lebih berdedikasi terhadap pekerjaannya.

Zak (2017) menjelaskan bahwa karyawan yang berada dalam organisasi dengan tingkat kepercayaan yang tinggi akan lebih produktif, menikmati pekerjaannya, memiliki banyak energi saat bekerja, bertahan di organisasi lebih lama, merekomendasikan organisasi mereka kepada orang lain sebagai tempat bekerja dan lebih kolaboratif dengan rekan kerja. Hal tersebut merupakan karakteristik dari keterikatan kerja. Chughtai dan Buckley (2011) juga menekankan bahwa pentingnya peranan kepercayaan dalam meningkatkan keterikatan kerja karyawan. Berdasarkan uraian di atas

dapat disimpulkan bahwa organizational trust diharapkan dapat mempengaruhi keterikatan kerja karyawan.

Organisasi yang memperhatikan kualitas kehiduapan kerja dan dapat menumbuhkan kepercayaan pada karyawaan diharapkan akan memberikan dampak yang baik, seperti keterikatan kerja. Beberapa penelitian sebelumnya menjelaskan aspek-aspek dalam kualitas kehidupan kerja dan kepercaayan pada organisasi memiliki hubunngan yang positif dan signifikan terhadap keterikatan kerja.

Alzyoud (2018) menyatakan bahwa pentingnya peran kepuasan kerja dan kepercayaan pada organisasi guna meningkatkan keterikatan kerja karyawan dan menentukan keberhasilan sebuah organisasi. Shantz dan Alfes (2014) menemukan bahwa kepercayaan pada organisasi dan hubungan yang baik dengan rekan kerja, atasan serta tempat kerja akan berfungsi sebagai penekan tingkat absensi dan meningkatkan keterikatan karyawan yang rendah. Sehingga berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas kehidupan kerja dan organizational trust yang dimiliki karyawan diharapkan dapat meningkatkan keterikatan kerja sehingga memberikan dampak yang baik bagi organisasi maupun karyawan itu sendiri.

Gambar 1. Hubungan Kualitas Kehidupan Kerja dan Organizational Trust terhadap keterikatan kerja

Kualitas Kehidupan Kerja

Organizational Trust

Keterikatan Kerja H2 H1

H3

E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian teoritis diatas, dalam penelitian ini terdapat tiga hipotesis yang diajukan.

1. Hipotesis Mayor

Hipotesis pertama atau hipotesis mayor (H1) pada penelitian ini adalah terdapat pengaruh kualitas kehidupan kerja dan organizational trust terhadap keterikatan kerja karyawan. Kualitas kehidupan kerja dan organizational trust secara bersamaan dapat memprediksi tingkat keterikatan kerja karyawan.

2. Hipotesis minor

Terdapat dua hipotesis minor dalam penelitian ini yaitu hipotesis minor pertama (H2) terdapat pengaruh kualitas kehidupan kerja terhadap keterikatn kerja. Semakin baik kualitas kehidupan kerja karyawan akan meningkatkan keterikatan kerja karyawan.

Selanjutnya hipotesis minor yang kedua (H3) adalah terdapat pengaruh organizational trust terhadap keterikatn kerja. Semakin baik kepercayaan karyawan terhadap organisasi akan meningkatkan keterikatan kerja karyawan.

37 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian

Merujuk pada tujuan dan hipotesis yang telah ditetapkan sebelumnya, maka penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Variable-variabel yang terdapat dalam penelitian ini yaitu :

1. Variabel Tergantung : Keterikatan Kerja

2. Variabel Bebas : Kualitas Kehidupan Kerja (X1) dan Organizational Trust (X2)

B. Definisi Operasional 1. Keterikatan Kerja

Keterikatan kerja merupakan penilaian individu mengenai intensitas semangat, dedikasi, dan penghayatan pada pekerjaan. Skor yang diperoleh dari responden karyawan dengan alat ukur berupa skala adaptasi bernama Urecht Work Engagement Scale (UWES) dari Schaufeli dan Bakker (2004) yang terdiri dari tiga aspek keterikatan kerja semangat (vigor), dedikasi (dedication) dan penghayatan (absorption). Alat ukur tersebut sebelumnya sudah tervalidasi dalam penelitian Mulyati, Himan, Riyono, dan Suhariadi (2019). Skor tersebut menunjukkan sejauh mana karyawan yang bekerja di sektor perbankan

memiliki perasaa positif, memuaskan dan terhubung dengan hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan.

Semakin tinggi skor individu pada skala Urecht Work Engagement Scale (UWES) menunjukkan bahwa individu tersebut memiliki keterikatan kerja yang tinggi. Sebaliknya jika individu mendapatkan skor rendah pada skala maka individu memiliki keterikatan kerja yang rendah.

2. Kualitas Kehidupan Kerja

Kualitas kehidupan kerja adalah sistem yang digunakan manajemen untuk. Kualitas kehidupan kerja pada penelitian ini dapat dilihat melalui skor yang diperoleh dari responden karyawan dengan alat ukur berupa skala adaptasi bernama Work-Related Quality of Life (A Measure to Quality of Working Life) dari Van Laar dan Easton (2012). Skala tersebut yang terdiri dari enam aspek kualitas kehidupan kerja yang meliputi general well-being (kesejahteraan umum), home-work interface (hubungan rumah dan pekerjaan), job career satisfaction (kepuasan kerja), control at work (kontrol kerja), working conditions (kondisi kerja), dan stress at work (stres kerja). Skor tersebut menunjukkan sejauh mana karyawan yang bekerja di sektor perbankan memiliki perasaan positif, memuaskan dan terhubung dengan hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan.

Semakin tinggi skor individu pada skala Work-Related Quality of Life (A Measure to Quality of Working Life) menunjukkan bahwan

karyawan tersebut memiliki kualitas kehidupan kerja yang baik.

Sebaliknya jika individu mendapatkan skor rendah pada skala maka kualitas kehidupan kerja yang dimiliki karyawan terbilang rendah.

3. Organizational Trust

Kepercayaan pada organisasi (organizational trust) adalah keryakinan dan kepercayaan individu yang secara penuh kepada organisasi serta semua aspek maupun elemen yang terdapat di dalamnya, untuk berbuat jujur dan terbuka dalam setiap kegiatan maupun kebijakan yang dilakukan. Kepercayaan pada organisasi (organizational trust) pada penelitian ini dapat dilihat melalui skor yang diperoleh dari responden karyawan dengan alat ukur berupa skala adaptasi bernama Organizational Trust Inventory – Short Form (OTI-SF) yang disusun oleh Cummings dan Brommiley (1995). Skala tersebut yang terdiri dari tiga aspek organizational trust yang meliputi effort (upaya), honestly (kejujuran), dan opportunities (keuntungan). Skor tersebut menunjukkan sejauh mana karyawan yang bekerja di sektor perbankan memiliki rasa percaya terhadap segala tindakan dan kebijakan yang dilakukan perusahan tempatnya bekerja.

Semakin tinggi skor individu pada skala Organizational Trust Inventory – Short Form (OTI-SF) menunjukkan bahwan karyawan tersebut memiliki kepercayaan pada organisasi (organizational trust) yang baik. Sebaliknya jika individu mendapatkan skor rendah pada

skala maka karyawan memiliki rasa kepercayaan pada organisasi yang rendah.

C. Responden Penelitian

Responden yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah karyawan baik laki-laki maupun perempuan yang bekerja pada sektor perbankan, baik bank milik pemerintah, bank swasta nasional, bank asing,bank milik koperasi, dan bank campuran (bank asing dan swasta nasional).

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan dua skala yaitu skala Urecht Work Engagement Scale (UWES), skala Work-Related Quality of Life (A Measure to Quality of Working Life) dan skala Organizational Trust Inventory – Short Form (OTI-SF).

1. Keterikatan Kerja

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur keterikatan kerja pada penelitian ini mengadaptasi skala Urecht Work Engagement Scale (UWES) yang disusun oleh Schaufeli dan Bakker (2004). Alat ukur tersebut sudah tervalidasi dalam penelitian sebelumnya oleh Mulyati, Himan, Riyono, dan Suhariadi (2019). Skala ini memuat 17 aitem pertanyaan mengukap tiga aspek keterikatan kerja yaitu semangat

(vigor), dedikasi (dedication), dan penghayatan (absorption) dimana semua aitem tersebut berbentuk pertanyaan favourable.

Terdapat tujuh pilihan jawaban yang tersedia dalam alat ukur ini untuk menjawab setiap butir aitem. Pilihan jawaban akan diberikan rentang nilai 0 sampai dengan 6. Skor 0 pada pernyata “Tidak Pernah”, skor 1 pada pernyataan “Hampir Tidak Pernah”, 2 pada pernyataan

“Jarang”, 3 pada pernyataan “Terkadang”, 4 pada pernyataan “Sering”, 5 pada pernyataan “Sangat Sering”, dan 6 pada pernyataan “Selalu”.

Oleh karena itu, responden akan memiliki skor maksimum pada skala ini sebesar 102 dan skor minimum responden sebesar 0. Distribusi aitem Skala Work Engagement sebelum uji coba dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Blue Print Work Engagement Work

Engagement Favorable Unfavorable Jumlah Item

2. Kualitas Kehidupan Kerja

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kualitas kehidupan kerja pada penelitian ini mengadaptasi skala Work-Related Quality of Life (A Measure to Quality of Working Life) dari Van Laar dan Easton (2012).

Alat ukur tersebut diapatasi dengan cara menerjemahkan bahasa dari alat ukur asli ke bahasa yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

bahasa Indonesia supaya responden dapat memahami makna dan dapat disesuaikan dengan budaya serta karakteristik responden dalam penelitian. Skala ini memuat 24 aitem pertanyaan mengukap enam aspek keterikatan kerja yaitu general well-being (kesejahteraan umum), home-work interface (hubungan rumah dan pekerjaan), job career satisfaction (kepuasan kerja), control at work (kontrol kerja), working conditions (kondisi kerja), dan stress at work (stres kerja).

Pada skala ini tersedia lima pilihan jawaban, untuk pernyataan favorable dimulai dari 1 hingga 5 yaitu “Sangat Tidak Setuju”, “Tidak Setuju”, “Netral”, “Setuju”, dan “Sangat Setuju”. Sedangkan untuk pernyataan unfavourable akan dimulai dengan skor 5 hingga 1 yaitu

“Sangat Tidak Setuju”, “Tidak Setuju”, “Netral”, “Setuju”, dan “Sangat Setuju”. Distribusi aitem Skala Kualitas Kehidupan Kerja sebelum uji coba dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Blue Print Skala Lingkungan Kerja Non Fisik Kualitas Kehidupan

Kerja Favourable Unfavourable Jumlah Item General Well-being

Stress at Work

(Stres Kerja) – 19, 21 2

Keseluruhan

Kualitas Kehidupan Kerja

24 – 1

Jumlah 21 3 24

3. Oragnizational Trust

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur organizational trust (kepercayaan pada organisasi) pada penelitian ini mengadaptasi skala Organizational Trust Inventory – Short Form (OTI-SF) yang disusun oleh Cummings dan Brommiley (1995). Alat ukur tersebut diapatasi dengan cara menerjemahkan bahasa dari alat ukur asli ke bahasa yang digunakan dalam penelitian, Alat ukur ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia supaya responden dapat memahami makna dan dapat disesuaikan dengan budaya serta karakteristik responden dalam penelitian. Skala ini memuat 12 aitem pertanyaan mengungkap tiga aspek organizational trust yaitu effort (upaya), honest (kejujuran), dan opportunism (keuntungan).

Skala ini merupakan skala linkert yang memiliki tujuh alternative jawaban yaitu “Sangat Tidak Setuju”, “Tidak Setuju”, “Agak Tidak Setuju”, “Netral”, “Agak Setuju”, “Setuju”, dan “Sangat Setuju”. Pada aitem favourable dalam skala ini akan mendapat skor 7 pada pernyataan sangat setuju dan akan mendapat skor 1 pada pernyataan sangat tidak setuju. Sedangkan, pada aitem unfavourable akan mendapat skor 7 pada pernyataan sangat tidak setuju dan akan mendapat skor 1 pada pernyaatn

sangat setuju. Distribusi aitem Skala Organizational Trust (Kepercayaan pada organisasi) sebelum uji coba dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Blue Print Organizational Trust Organizational

Trust Favorable Unfavorable Jumlah

Item

Effort (Upaya) 1, 4, 7, 9 – 4

Honest

(Kejujuran) 2, 5, 10, 12 – 4

Opportunism

(Keuntungan) – 3, 6, 8, 11 4

Jumlah 8 4 12

E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas

Validitas alat ukur adalah sejauh mana alat ukur mengukur apa yang diukur. Validitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukut dalam pengukuran. Suatu alat tes pengukuran dapat dikatakan alat tersebut memberikan hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian. Validitas alat ukur dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut

1. Mengadaptasi alat ukur psikologis yang sudah tervalidasi serta memuat informasi psikometrik dari alat ukur yang dipilih

2. Melakukan penerjemahan alat ukur dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia agar setiap aitem akan lebih mudah dipahami oleh responden penelitian.

3. Menyusun alat ukur sesuai dengan konstruk yang ingin diukur oleh peneliti.

4. Meminta professional judgment kepada dosen pembimbing skripsi terkait validitas isi alat ukur yakni dimensi relevansi dan dimensi komprehensif

5. Melakukan uji coba alat ukur terhadap beberapa respomden.

2. Reliabilitas

Reliabilitas alat ukur merujuk pada konsistensi atau keajegan hasil pengukuran sebuah alat ukur. Nilai reliabilitas alat ukur ditunjukkan oleh koefisian Cronbach Alpha. Sebuah alat ukur menurut Ghozali (2011) akan dikatakan reliabel apabila memiliki nilai minimal koefisien reliabilitas Cronbach Alpha sebesar 0,70. Nilai koefisien reliabilitas akan dihitung menggunakan program software SPSS 21 for Windows.

F. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan oleh peneliti pada penelitian ini adalah analisis statistik menggunakan perangkat lunak Statistical Package for Social Science (SPSS) 23 for Windows. Analisis data pada penelitian ini adalah regresi berganda (multiple regression) dengan melakukan uji asumsi terlebih dahulu dengan cara sebagai berikut:

a. Uji Normalitas

Data penelitian akan terdistribusi secara normal apabila memiliki nilai signifikasi dari statistic test of normality (Kolmogrov–Smirnov

atau Saphiro–Wilk) lebih besar dari 0,05. Distribusi data tersebut berarti memiliki bentuk distribusi yang sama dengan bentuk distribusi teoritis kurva normal karena tidak ada perbedaan yang signifikan di antara kedua bentuk distribusi.

b. Uji Linearitas

Penelitian ini juga melalui uji linearitas yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel lingkungan kerja non fisik dengan work engagement bersifat linear atau tidak. Uji linearitas dilakukan dengan mencari persamaan garis dari variabel bebas dan variabel tergantung. Hubungan antara kedua variabel dikatakan linear apabila nilai signifikasi dari F Linierity lebih kecil 0.05.

c. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas dilakuakan dengan tujuan untuk mengtahui apakah terdapat korelasi antar variabel bebas atau prediktor dalam penelitian ini. Tidak terjadi multikolinieritas apabila nilai nilai lebih dari 0.10 dan nilai VIF kurang dari 10.

d. Uji Heteroskedastisitas

Pada penelitian ini uji heteroskedastisitas dilakukan menggunakan uji glejser. Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat residu yang sama dalam sebuah variabel.

Jika nlai sig lebih besar dari 0,05 maka tidak terjadi heterokedastisitas.

Kemudian, dalam melakukan uji hipotesis yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah uji regresi berganda untuk

mengetahui apakah setiap variabel bebas dapat menjadi prediktor terhadap variabel tergantung. Serta mengetahui apakah variaabel bebas secara bersamaan dapat menjadi prediktor terhadap variabel tergantung.

48 BAB IV

PELAKSAAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian 1. Orientasi Kancah

Pada penelitian ini peneliti mengambil partisipan responden dari karyawan yang bekerja di sektor industri perbankan di Indonesia. Pada penelitian ini terkumpul sebanyak 114 responden. Responden karyawan bank yang terlibat berjenis kelamin perempuan maupun laki-laki. Terdapat beberapa posisi jabatan responden yang terlibat, diantaranya yaitu frontliner, back office, marketing, auditor, dan jajaran manager seperti kepala unit serta kepala cabang.

Adapun jenis perbankan yang terdapat dalam penelitian ini adalah bank milik pemerintah, bank milik swasta nasional, bank milik asing, bank milik koperasi, dan bank milik campuran (asing dan swasta nasional).

Karyawan di industri keungan terutama di perbankan memiliki target dan visi yang harus dicapai di setiap jabatan yang dijalankan. Peneliti melihat karyawan dengan posisi jabatan marketing seperti account officer, funding officer yang bertugas untuk mencari dana dari nasabah atau calon nasabah yang mana diperlukannya semangat atau (vigor) dan dedikasi dalam menjalankan pekerjaan untuk memenuhi target pekerjaan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan sebelumnya, didapatkan keterangan bahwa karyawan memiliki semangat yang fluktuatif dalam menjalankan pekerjaannya. Karyawan akan

merasa jauh lebih semangat ketika memasuki akhir pekan, sebaliknya jika libur akhir pekan berakhir karyawan akan merasa tidak bersemangat dan sering merasa lelah. Sehingga pada penelitian ini peneliti tertarik untuk mengetahui variabel-variabel yang dapat mempengaruhi keterikatan kerja karyawan perbankan.

2. Persiapan Penelitian

Sebelum melaksanakan pengambilan data, peneliti terlebih dahulu melakukan beberapa persiapan untuk memperlancar proses penelitian.

Persiapan yang dilakukan meliputi persiapan administrasi serta persiapan alat ukur. Berikut penjabaran lebih jelas mengenai persiapan yang dilakukan oleh peneliti:

a) Persiapan administrasi

Sebelum melaksanakan penelitian terdapat hal yang wajib dilakkan

Sebelum melaksanakan penelitian terdapat hal yang wajib dilakkan

Dokumen terkait