• Tidak ada hasil yang ditemukan

KUALITAS KEHIDUPAN KERJA DAN ORGANIZATIONAL TRUST SEBAGAI PREDIKTOR KETERIKATAN KERJA KARYAWAN PERBANKAN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KUALITAS KEHIDUPAN KERJA DAN ORGANIZATIONAL TRUST SEBAGAI PREDIKTOR KETERIKATAN KERJA KARYAWAN PERBANKAN SKRIPSI"

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)

KUALITAS KEHIDUPAN KERJA DAN ORGANIZATIONAL TRUST SEBAGAI PREDIKTOR KETERIKATAN KERJA KARYAWAN

PERBANKAN

SKRIPSI

Oleh :

BRINITA APRILIA PURNAWIDA 16320117

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA 2020

(2)

KUALITAS KEHIDUPAN KERJA DAN ORGANIZATIONAL TRUST SEBAGAI PREDIKTOR KETERIKATAN KERJA KARYAWAN

PERBANKAN

SKRIPSI

Diajukan Kepada Program Studi Psikologi

Fakultas Psikologi dan Ilm Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh

Derajat Sarjana S1 Psikologi

Oleh :

BRINITA APRILIA PURNAWIDA 16320117

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA 2020

(3)

Skripsi dengan Judul

KUALITAS KEHIDUPAN KERJA DAN ORGANIZATIONAL TRUST SEBAGAI PREDIKTOR KETERIKATAN KERJA KARYAWAN

PERBANKAN

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Skripsi Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi Sabagian dari Syarat-syarat Guna Memperoleh Sarjana S-1 Psikologi

Pada Tanggal

Mengesahkan, Program Studi Psikologi Universitas Islam Indonesia

Ketua Prodi

Yulianti Dwi Astuti, S.Psi., M.Soc.Sc

Dewan Penguji Tanda Tangan

1. Dr. Rina Mulyati, S. Psi., M. Si., Psikolog 2. Dr. Phil. Emi Zulaifah, Dra., M. Sc., Psikolog 3. Thobagus Moh. Nu’man, S. Psi., Psikolog. MA

ii

10 Agustus 2020

(4)
(5)

iv

HALAMAN MOTO

“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada

Allah, supaya kamu beruntung” – QS Ali ‘Imran Ayat 200

“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuati urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain), dan

hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap” – QS Al Insyirah Ayat 6 – 8

“Only in the darkness you can feel the light” – Lois Lane, Justice League

(6)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Alhamdulillahi Rabbil’alamin

Segala Puji bagi Allah Subhanahu Wata’ala yang telah memberikan keberkahan, karunia, rahmat serta hidayah-Nya selama hidupa saya sampai saat ini.

Mama Cholidah dan Almarhum Bapak Sidi Purnawan

Terima kasih yang tak terhingga untuk kedua orang tua saya, baik yang masih bersama saya di dunia maupun yang sudah berpulang terlebih dahulu menghadap

Allah Subhanahu Wata’ala atas segala kasih sayang, perhatian, kesabaran, dan dukungan dalam keadaan susah maupun senang, sehat maupun sakit, baik maupun

buruk, semua kondisi yang penulis alami.

Mbah Man, Mas Dicko, Mas Doddy, Mbak Okky, dan Farradilla

Terima kasih kepada kakek yang selalu memberi dukungan untuk penulis dan kakak-kakak penulis yang saling mendukung dan mengerti satu sama lain meski

jarang bertemu karena kesibukan masing-masing, namun selalu memperhatikan dan mendukung satu sama lain. Kemudian, untuk sepupuku yang selalu bersama

penulis saat pengerjaan skripsi dan menjadi teman serta adik yang baik.

(7)

vi PRAKATA

Alhamdulillahi Rabbil’alaimin. Saya ucapkan segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas semua petunjuk, pertolongan, dan kasih saying-Nya.

Penulis menyadari dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan, bantuan dari segi moril maupun materil. Oleh karena itu perkenalkan penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghormatan kepada 1. Bapak Dr. H. Fuad Nashori, S. Psi., M. Psi., M. Ag., Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya yang telah memberikan dukungan dan bantunya kepada mahasiswa dan mahasiswi Fakultas Psikologu dan Ilmu Sosial Budaya.

2. Ibu Yulianti Dwi Astuti, S. Psi., M. Soc., Sc selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia.

3. Ibu Dr. Rina Mulyati, S. Psi., M.Si., Psikolog selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan masukan, memberikan waktu, ilmu, perhatian, dukungan, dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan pengarahan selama penulisan skripsi hingga selesai.

4. Ibu Nanum Sofia, S. Psi., S.Ant., MA. Selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan dukungan, perhatian, dan motivasi terhadap penulis selama penulis duduk di perkuliah Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia

(8)

vii

5. Segenap Dosen Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia atas segala ilmu, inspirasi, motivasi, dan pengalaman yang telah diberikan kepada penulis selama perkuliahan.

6. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya atas bantuannya selama penulis menuntut ilmu di Universitas Islam Indonesia 7. Seluruh responden yang bersedia mengisi kuesioner dalam membantu

penulis untuk pengambilan data penelitian.

8. Mama penulis Ibu Cholidah dan Bapak penulis Sidi Purnawan (Alm), terima kasih telah menjadi orang tua yang hebat meski hanya 4 tahun penulis bersama mama dan bapak, terima kasih atas semua meski kata terima kasih saja tidak cukup. Please know that mama and bapak are the best parents I could ever ask for. Terkhususnya Mama, penulis tidak dapat mendeskripsikan dengan kata-kata bagaimana perjuangmu selama ini. I love you to the moon and never comeback 😊 dan Al-fatihah untuk bapak 😊 9. Untuk kakek penulis mbah man yang selalu memperhatikan dan memberi

dukungan bagi penulis. Dicko Eka Bimantara Nugaha, Doddy Aditya Purnomo, dan Okky Zha Gubita kakak-kakak penulis yang memberikan saran dan dukungan terhadap penulis. Farradilla, adik sepupu yang selalu sabar dan menjadi teman saat mengerjakan skripsi. Serta, Dyno Alfha Alzhafran keponakan penulis yang selalu menghibur penulis disaat penulis merasa lelah.

10. Keluarga besar penulis, terima kasih atas doa dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama ini.

(9)

viii

11. Untuk Caeshara Petra Yudisticia. Terima kasih sudah mau menjadi teman penulis hingga penulis dapat menjadi seperti sekarang.

12. Teruntuk Lina, Yunisa, Jia, Devi, dan Shella terimakasih sudah jadi teman penulis selama masa-masa perkulihan.

13. Nina, Talitha, Zalfa, Farida, Salma, Wahyu, Jul, dan Kak Vira teman-teman bimbingan Ibu Rina terima kasih telah saling membantu.

14. Keluarga besar psikologi angkatan 2016 terima kasih telah menjadi bagian dari hidup penulis baik senang maupun susah. Terima kasih atas semua pengalaman yang telah diberikan

15. Teman-teman dan bapak induk semang pak sagih dan bapak basuki KKN Unit 40 di desa Ringin Putih, Kecamatan Karangdowo, Klaten.

16. Untuk Etta unn, Aya unn, Ria, dan Dani terima kasih telah berbagi kebahagian, hobi, dan tempat berkeluh kesah penulis

17. Terima kasih mbak lisa, mbak niken, mbak eva, mas erwin dan kos wisma aurisa yang telah menjadi tempat tinggal dan keluarga selama penulis menuntut ilmu di Yogyakarta.

18. Terima kasih kerabat, saudara serta teman-teman di sosial media yang telah menyebar luaskan kuesioner penelitian. Kemudian, Google, Windows, Telkomsel, Biznet, Lenovo, Apple, platform sosial media dan perangkat lunak lainnya telah membuat teknologi sedemikian rupa yang sangat membantu pengerjaan penelitian.

19. Terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu pengerjaan skripsi ini dari awal hingga akhir yang penulis tidak bisa sebutkan satu per satu.

(10)

ix

20. Terakhir, terima kasih atas diri saya sendiri. Terima kasih sudah berjuang dan bertahan.

Semoga Allah Subhanahu Wata’ala selalu memberi rahmat dan membalas semua kebaikan dari seluruh pihak yang membantu proses penelitian ini dari awal hingga akhir. Semoga Allah Subhanahu Wata’ala membalas kebaikan tersebut dengan kebaikan yang lebih baik lagi. Akhir kata, penulis berharap agar penelitian sederhana yang penulis lakukan ini akan memberikan manfaat bagi banyak pihak, pengembangan ilmu, dan kemajuan bangsa.

Brinita Aprilia Purnawida Kudus, 17 Juli 2020

(11)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

ABSTRAK ... xv

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 15

(12)

xi

A. Keterikatan Kerja ... 15

1. Pengertian Keterikatan Kerja ... 15

2. Aspek-aspek Keterikatan Kerja... 17

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterikatan Kerja ... 18

B. Kualitas Kehidupan Kerja ... 20

1. Pengertian Kualitas Kehidupan Kerja ... 20

2. Aspek-aspek Kualitas Kehidupan Kerja ... 22

C. Organizational Trus ... 26

1. Pengertian Organizational Trust ... 26

2. Aspek-aspek Organizational Trust ... 27

D. Hubungan Antara Kualitas Kehidupan Kerja dan Organizational Trust terhadap Keterikatan Kerja ... 29

E. Hipotesis Peneltian ... 36

BAB III METODE PENELITIAN... 37

A. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian ... 37

B. Definisi Operasional ... 37

C. Responden Penelitian ... 40

D. Metode Pengumpulan Data ... 40

E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 44

F. Metode Analisis Data ... 45

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN ... 48

A. Orientasi Kancah dan Persiapan... 48

(13)

xii

B. Laporan Pelaksaan Penelitian ... 54

C. Hasil Penelitian ... 54

D. Pembahasan ... 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

A. Kesimpulan ... 81

B. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 83

LAMPIRAN ... 90

(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blue Print Work Engagement ... 41

Tabel 2. Blue Print Kualitas Kehidupan Kerja ... 42

Tabel 3. Blue Print Organizational Trust ... 44

Tabel 4. Distribusi Aitem Skala Keterikatan Kerja Setelah Uji Coba ... 52

Tabel 5. Distribusi Aitem Skala Keualitas Kehidupan Kerja Setelah Uji Coba ... 53

Tabel 6. Distribusi Aitem Skala Organizational Trust Setelah Uji Coba ... 54

Tabel 7. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 55

Tabel 8. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Status Perkawinan ... 55

Tabel 9. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Jumlah Anak ... 56

Tabel 10. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 56

Tabel 11. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Posisi Jabatan ... 57

Tabel 12. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Pendapatan ... 57

Tabel 13. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Pengeluaran ... 58

Tabel 14. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Masa Kerja ... 59

Tabel 15. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Bank Bekerja ... 59

Tabel 16. Deskripsi Data Penelitian ... 60

Tabel 17. Kategorisasi Data Keterikatan Kerja... 60

Tabel 18. Kategorisasi Data Kualitas Kehidupan Kerja ... 61

Tabel 19. Kategorisasi Data Organizational Trust ... 61

Tabel 20. Uji Asumsi Normalitas... 62

Tabel 21. Uji Asumsi Linieritas ... 63

Tabel 22. Uji Asumsi Multikolinieritas ... 64

Tabel 23. Uji Asumsi Heterokedastisitas ... 65

Tabel 24. Sumbangan Efektif ... 66

Tabel 25. Uji HIpoteesis Mayor ... 66

Tabel 26. Uji Hipotesis Minor ... 66

(15)

xiv

Tabel 27. Analisis Parsial ... 67

Tabel 28. Sumbangan efektif Kualitas Kehidupan Kerja dan Organizational Trust terhadap Keterikatan Kerja ... 68

Tabel 29. Sumbangan efektif aspek-aspek Kualitas Kehidupan Kerja terhadap Keterikatan Kerja ... 68

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. LayOut Skala ... 90

Lampiran 2. Tabulasi Tryout Kualitas Kehidupan Kerja ... 102

Lampiran 3. Tabulasi Tryout Organizational Trust ... 107

Lampiran 4. Tabulasi Tryout Keterikatan Kerja ... 110

Lampiran 5. Hasil Uji Reliabilitas ... 113

Lampiran 6. Tabulasi Data Kualitas Kehidupan Kerja ... 119

Lampiran 7. Tabulasi Data Organizational Trust ... 126

Lampiran 8. Tabulasi Data Keterikatan Kerja ... 131

Lampiran 9. Hasil Uji Asumsi ... 136

Lampiran 10. Hasil Uji Hipotesis dan Analisis Tambahan ... 141

Lampiran 11. Data Deskriptif ... 148

Lampiran 12. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 152

Lampiran 13. Informed Consent ... 154

(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Hubungan Kualitas Kehidupan Kerja dan Organizational Trust terhadap keterikatan kerja ... 36

(17)

xvi

KUALITAS KEHIDUPAN KERJA DAN ORGANIZATIONAL TRUST SEBAGAI PREDIKTOR KETERIKATAN KERJA KARYAWAN

PERBANKAN

Brinita Aprilia Purnawida

Dr. Rina Mulyati, S. Psi., M. Si., Psikolog

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengaruh kualitas kehidupan kerja dan organizational trust sebagai prediktor tingkat keterikatan kerja karyawan perbankan. Subjek yang terlibat dalam penelitian ini merupakan karyawan yang bekerja di industri perbankan Indonesia. Subjek yang terlibat berjumlah 114 responden karyawan perbankan. Pada penelitian ini menggunakan tiga alat ukur skala yaitu skala Urecht Work Engagement Scale (UWES), skala Work-Related Quality of Life (WRQOL), dan skala Organizational Trust Inventory – Short Form (OTI-SF). Penelitian ini mnggunakan teknik analis data regresi berganda. Hasil temuan penelitian mengungkapkan bahwa kualitas kehidupan kerja dan organizational trust dapat menjadi prediktor keterikatan kerja karyawan perbankan secara bersama-sama. Kemudian untuk secara parsial, kualitas kehidupan kerja memiliki hubungan terhadap keterikatan kerja perbankan. Sedangkan organizational trust tidak memiliki hubungan terhadap keterikatan kerja karyawan perbankan.

Kata kunci : kualitas kehidupan kerja, organizational trust, keterikatan kerja

ABSTRACK

This study aimed to explore the influence of quality of work life and organizational trust might predict the level of work engagement at banking employee. The subjects involved in this study were employees who worked in the banking industry in Indonesia. Subjects involved were 114 bank employee respondents. There three scale are used in this study, Urecht Work Engagement Scale (UWES) scale, Work-Related Quality of Life (WRQOL) scale, and Organizational Trust Inventory – Short Form (OTI-SF) scale. This study used multiple regression for data analyse. The results showed that quality of work life and organizational trust were predictors of work engagement. This study finding a

(18)

xvii

significant relationship between quality of work life with work engagement in bank employee. Whereas, this study also finding there is no significant relationship between organizational trust with work engagement in bank employee.

Keyword : Quality of Work-Life, Organizational Trust, Work Engagemen

(19)

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang Masalah

Industri perbankan adalah industri yang bergerak dalam bidang jasa perekonomian baik dalam perputaran uang, simpan pinjam dan aktivitas yang menunjang aktivitas keuangan dalam sebuah negara. Industri perbankan merupakan sektor industri yang sangat berkembang pesat di Indonesia, baik bank pemerintah, bank swasta, perusahaan dalam negeri maupun perusahaan asing menjalankan bisnisnya di Indonesia. Pesatnya perkembangan industri di sektor ini juga mendorong persaingan antar bank yang semakin ketat.

Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa industri ini memainkan peran penting dalam menstabilkan perekonomian negara dan para perusahaan- perusahaan yang menyediakan jasa perlu untuk terus berinovasi dan melakukan perubahan terus menerus agar tetap bertahan dalam persaingan di industri tersebut.

Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penggerak tercapainya visi dan misi maupun tujuan dari organisasi, sehingga diperlukan sumber daya manusia yang tepat dalam menjalankan tugasnya. Eksistensi ataupun kemajuan organisasi dapat ditentukan melalui sumber daya yang dimiliki organisasi tersebut. Memiliki sumber daya manusia yang dapat berperan aktif, berinisiatif dalam mencapai tujuan dan memajukan organisasi dapat didapatkan melalui

(20)

keterikatan kerja karyawan. Sehingga organisasi memerlukan karyawan yang dapat terikat dengan pekerjaan mereka. Keterikatan kerja adalah sebuah kondisi pikiran yang positif dan memuaskan yang terkait dengan pekerjaan yang ditandai dengan semangat, dedikasi, dan pengahayatan (Schaufeli &

Bakker, 2004).

Keterikatan kerja ditandai dengan vigor yang dikarakteristikkan dengan kondisi individu yang memiliki energi dan ketahanan mental yang tinggi, bertahan menghadapi kesulitan dan ketekunan menyelesaikan masalah dalam pekerjaan. Kemudian dedikasi dikarakteristikkan dengan kondisi individu yang sangat terlibat, antusias, terinspirasi, bangga, dan memperoleh tantangan dari pekerjaannya. Penghayatan dikarakteristikkan dengan adanya konsentrasi yang penuh dan kebahagian saat terlibat dalam pekerjaan sehingga waktu terasa cepat saat bekerja dan sulit memisahkan diri dengan pekerjaannya. Maslach dan Leither (Schaufeli, Salanova, Gonzalez-Roma, & Bakker, 2002) menjelaskan bahwa karyawan yang terlibat dalam pekerjaannya memiliki rasa hubungan yang energik dan efektif dengan kegiatan kerja mereka, serta mereka merasa mampu mengerjakan sepenuhnya tuntutan pekerjaan mereka.

Penelitian sebelumnya mengenai keterikatan kerja yang dilakukan pada beberapa jenis bidang pekerjaan dapat memberikan dampak yang baik.

Studi yang dilakukan Buric dan Macuka (2017) menyatakan bahwa guru dengan tingkat keterikatan yang tinggi akan lebih memiliki emosi positif dalam menjalankan pekerjaannya seperti kegembiraan, kebanggan, mencintai pekerjaannya, serta lebih sedikit kemarahan, kelelahan dan keputusaasaan

(21)

terhadap muridnya. Keyko (2014) juga menjelaskan bahwa keterikatan kerja pada perawat dapat memungkinkan munculnya hubungan yang bermakna dengan pekerjaannya. Dapat dilihat menurut uraian sebelumnya, keterikatan kerja dapat memberikan efek yang baik bagi organisasi maupun karyawan itu sendiri. Oleh karena dari itu keterikatan kerja juga harus dimiliki oleh karyawan disektor perbankan,

Hassan dan Ahmed (2011) menjelaskan bahwa karyawan pada sektor perbankan memiliki tugas-tugas yang kompleks yang membutuhkan konsentrasi, kerjasama yang baik sehingga keterikatan kerja karyawan penting agar tugas-tugas kompleks tersebut dapat diselesaikan dengan baik.

Keterikatan kerja sendiri pada karyawan perbankan akan mempengaruhi kualitas layanan terhadap konsumen atau nasabah dan kinerja karyawan yang lebih baik (Memon, Soomro, & Kumar, 2018).

Saat karyawan terikat dengan pekerjaannya mereka akan terdorong untuk berjuang dalam mencapai tujuan mereka hingga berhasil mewujudkannya (Bakker & Leiter, 2010). Sarikit (2017) menjelaskan bahwa semakin kuat keterikatan kerja akan berdampak pada peningkatan kinerja individu.

Produktivitas organisasi akan meningkatkan seiring dengan kinerja yang baik.

Maka dari itu organisasi perlu memperhatikan keterikatan kerja yang dimiliki karyawan agar memberikan manfaat baik bagi karyawan maupun organisasi dan mencapai prestasi kerja yang memuaskan.

Sebaliknya apabila karyawan memiliki keterikatan kerja yang rendah dapat memberikan dampak-dampak yang negatif terhadap organisasi maupun

(22)

karyawan itu sendiri. Keterikatan kerja karyawan yang buruk dapat menyebabkan penurunan kesejahteraan karyawan dan produktivitas, sehingga hal tersebut sangat merugikan bagi perusahaan (Shuck & Reio, 2013).

Salanova, Agut, dan Peiro (Lin, 2010) menyatakan bahwa saat karyawan tidak terikat dengan pekerjaannya maka hal tersebut akan berdampak pada rendahnya performa atau kinerja karyawan tersebut. Ketika karyawan tidak memiliki keterikatan dengan organisasi tempatnya bekerja, ia akan cenderung lebih mudah untuk mengundurkan diri dari organisasi. Sejalan dengan survei yang dilakukan oleh PricewaterhouseCooper (Julita & Andriani, 2017) menyatakan bahwa tingkat turnover pada karyawan bank di Indonesia mencapai 15%. Hal tersebut menurut Roseman (Julita & Andriani, 2017) termasuk dalam tingkatan turnover yang tinggi jika tingkat turnover pada sebuah organisasi melebihi 10%. Penelitian Rachmatan dan Kubatini (2018) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa jika keterikatan kerja yang dimiliki karyawan rendah maka intensitas turnover karyawan pada organisasi akan meningkat. Maka dari itu organisasi harusnya dapat menumbuhkan keterikatan kerja karyawan sehingga dampak-dampak negatif akibat rendahnya tingkat keterikatan kerja karyawan tidak dirasakan oleh organisasi.

Keterikatan kerja atau work engagement dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh sejumlah peneliti menyatakan bahwa keterikatan kerja atau work engagement pada tingkatan tinggi dan sangat tinggi yang dimiliki karyawan belum mencapai 50% (Nurhidayati, 2018). Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh Mewengkang dan Panggabean (2016) dapat diketahui

(23)

bahwa sebagian besar karyawan daalam penelitian tersebut memiliki tingkat keteriktan yang sedang sebesar 69%. Hal tersebut didukung dengan hasil survey yang dilakukan oleh Southeast Asian Nation (Tiara & Rostiana, 2018) dimana Indonesia menduduki peringkat paling bawah terkait dengan keterikatan pada karyawan. Pada survey tersebut hanya terdapat 8% karyawan di Indonesia yang merasa terikat terhadap pekerjaannya.

Berdasarkan rangkuman hasil wawancara dengan beberapa karyawan bank yang telah dilakukan, ditemukan bahwa adanya perbedaan semangat kerja dihari-hari tertentu pada karyawan. Perbedaan semangat kerja pada karyawan ditandai dengan tidak munculnya semangat pada karyawan saat bekerja di hari Senin. Sebaliknya, karyawan akan cenderung lebih semangat di Jum’at karena karyawan berpikir untuk segara menghabiskan libur akhir pekan mereka.

Kemudian subjek wawancara menyebutkan mereka merasa cepat lelah jika harus melakukan aktivitas fisik. Namun, karyawan memiliki dedikasi terhadap pekerjaannya cukup baik. Hal tersebut ditandai dengan rasa bangga akan pekerjaan mereka sehingga mereka dapat merekomendasikan pekerjaan dan organisasi mereka terhadap orang lain. Serta, kedua karyawan tersebut selalu berusaha untuk menyelesaikan pekerjaan mereka, meski harus melebihi jam kerja yang telah ditentukan. Kedua karyawan menyebutkan mereka terkadang merasa bosan saat melaksanakan pekerjaannya. Mereka lebih sering merasakan waktu berjalan amat lamban dibanding waktu yang tidak terasa bergulir dengan cepat.

(24)

Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa karyawan perbankan pentingnya memiliki keterikatan kerja supaya performa kerja karyawan menjadi lebih baik, meningkatkan kualitas pelayan kepada nasabah dan tercapainya tujuan organisasi. Munculnya keterikatan kerja menurut studi yang dilakukan sebelumnya dapat dipengaruh oleh beberapa faktor. Bakker dan Demerouti (2008) menyebutkan job resources (sumber daya kerja), job demands (tuntutan kerja), dan personal resources (sumber daya individu) menjadi faktor pendorong munculnya keterikatan kerja. Sumber daya menurut Ricther dan Hacker (Demerouti, Nachreimer, Bakker, & Schaufeli, 2001) dibedakan menjadi dua kategori yaitu sumber daya eksternal yang meliputi organisasi dan sosial dan sumber daya internal yang meliputi kognitif dan pola tindakan individu.

Job resource atau sumber daya kerja merujuk pada aspek fisik, sosial dan organisasi yang berfungsi untuk mengurangi tuntutan pekerjaan, mencapai tujuan pekerjaan baik secara fisiologis maupun psikologis, serta menstimulasi perkembangan individu (Demerouti, Nachreimer, Bakker, & Schaufeli, 2001).

Demerouti, Nachreimer, Bakker, dan Schaufeli (2001) menjelaskan sumber daya pekerjaan pada organisasi mencakup kontrol kerja, berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, dan variasi tugas, kemudian sumber daya sosial mencakup dukungan dari kolega, keluarga, dan kelompok sebaya. Selain itu, keterikatan kerja juga dapat diperkuat melalui rasa aman untuk memberdayakan dan menunjukkan dirinya oleh kayawan, karyawan merasa dirinya berharga dan bermanfaat bagi organisasi, serta memiliki sumber daya

(25)

yang cukup dalam menjalankan perannya (Kahn, 1990). Pada penelitian ini akan berfokus pada faktor sumber daya pekerjaan atau organisasi karena apabila organisasi kekurangan atau tidak dapat memenuhi sumber daya pekerjaan, maka hal tersebut menyebabkan individu karyawan tidak dapat menyelesaikan tuntutan dan tidak dapat mencapai tujuan pekerjaan (Demerouti, Nachreimer, Bakker, & Schaufeli, 2001).

Penjelasan mengenai sumber daya pekerjaan sebelumnya memiliki ciri yang sama dengan kualitas kehidupan kerja. Seperti, menurut Walton (Zin, 2004) menjelaskan bahwa imbalan yang adil dan memadai, kondisi lingkungan kerja yang sehat dan aman, kesempatan untuk mengembangkan kemampuan individu, kesempatan untuk berkembangan dan keamanan dalam bekerja, integrasi sosial di tempat kerja, relevansi sosial dari kehidupan kerja, keseimbangan antara kehidupan bekerja dan kehidupan pribadi, serta konstitusionalisme di tempat kerja merupakan indikator pada kualitas kehidupan kerja. Kualitas kehidupan kerja juga diartikan sebagai sebuah sistem yang dirancang oleh organisasi melalui kesejateraan secara umum, hubungan rumah dan pekerjaan, kepuasan terhadap kerja, kontrol dalam menjalankan pekerjaan, kondisi kerja dan stress kerja karyawan (Van Laar & Easton, 2012).

Hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa kualitas kehidupan kerja merupakan salah satu variabel yang dapat mempengaruhi tingkat keterikatan kerja karyawan. Rahmayuni dan Ratnaningsih (2018) menjelaskan pada penelitianya kualitas kehidupan kerja dapat mempengaruhi tingkat keterikatan kerja pada wartawan TV. Kualitas kehidupan kerja juga memiliki hubungan

(26)

yang positif terhadap keterikatan kerja pada karyawan wanita (Nurendra &

Purnamasari, 2017). Sejalan dengan penelitian Kanten dan Sadullah (2012) mengungkapkan bahwa kualitas kehidupan kerja dan keterikatan kerja pada sebuah perusahaan marmer di Turki memiliki hubungan yang positif dan signifikan. Ketika Maka dari itu organisasi yang memperhatikan kualitas kehidupan kerja dapat menjadi variabel yang mempengaruhi keterikatan kerja karyawan mereka.

Kemudian, salah satu aspek yang juga berkaitan dengan sumber daya pekerjaan dalam mempengaruhi keterikatan kerja adalah kepercayaan karyawan pada organisasi. Schaufeli (2017) menjelaskan bahwa trust merupakan aspek sumber daya pekerjaan pada level organisasi. Kepercayaan dapat mengarahkan organisasi pada kesuksesan, rasa percaya yang dimiliki karyawan dapat mengikat anggota, proses yang terjadi, dan lingkungan kerja untuk mewujudkan tujuan organisasi (Hsieh & Wang, 2015). Karyawan yang menunjukkan apa yang dipikirkan, dirasakan dan rasa kepecayaan terhadap pekerjaan akan memiliki perilaku yang terikat dengan pekerjaannya juga (Kahn, 1990).

Keterikatan kerja karyawan juga dapat ditingkatkan melalui kepercayaan pada organisasi seperti yang dilakukan pada penelitian-penelitian sebelumnya.

Alzyoud (2018) menyatakan bahwa pentingnya peranan trust sebagai faktor krusial penentu keberhasilan sebuah organisasi, serta memiliki hubungan yang positif dengan keterikatan kerja. Yulianti (2016) menjelaskan bahwa kepercayaan pada organisasi dapat meningkatkan keterikatan pada karyawan.

(27)

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lienardo dan Setiawan (2017) menyatakan bahwa kepercayaan terhadap organisasi berhubungan dengan keteriktan kerja karyawan. Studi yang dilakukan oleh Ugwu, Onyishi, dan Rodriguez-Sanchez (2014) juga menemukan bahwa organisational trust menjadi prediktor terhadap tingkat keteriktan kerja karyawan di Nigeria.

Wyman (Anggraini, Astuti, & Prasetya, 2016) menjelaskan kepercayaan pada pimpinan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi keterikatan karyawan.

Sehingga ketika karyawan perbankan memiliki kepercayaan bahwa organisasi tempatnya bekerja telah mengupayakan usaha yang sesuai dengan komitmen dan tidak melakukan kecurangan dalam hubungan atau saat bernegosiasi akan menjadikan karyawan lebih merasa aman dan tidak perlu terbebani untuk mengawasi satu sama lain dalam mengerjakan pekerjaan mereka. Sehingga karyawan perbankan akan lebih bersemangat, bersungguh-sungguh dan berkonsentrasi yang menyebabkan karyawan jauh lebih terikat dengan pekerjaannya.

Berdasarkan uraian di atas, alasan peneliti tertarik untuk memilih kualitas kehidupan kerja dan organizatonal trust sebagai variabel prediktor karena peneliti berasumsi bahwa kedua variabel tersebut memiliki pengaruhi terhadap work engagement pada karyawan di sektor perbankan. Atas dasar tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah peran kualitas kehidupan kerja dan organizational trust sebagai variabel prediktor terhadap keterikatan kerja pada karyawan khususnya di sektor perbankan di Indonesia.

(28)

B. Rumusan Masalah

Penelitian ini berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa apakah kualitas kehidupan kerja dan organizational trust pada karyawan di sektor perbankan memberikan pengaruh terhadap tingkat keterikatan kerja karyawan di sektor perbankan.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kualitas kehidupan kerja dan organizational trust terhadap keterikatan kerja pada karyawan perbankan.

D. Manfaat Penelitian

Terdapat manfaat secara teoritas dan praktis yang terdapat pada penelitian ini diantaranya adalah

1. Manfaat Secara Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan memberi manfaat secara teoritis untuk menambah wawasan pada ilmu pengetahuan psikologi khususnya pada bidang industri dan organisasi.

2. Manfaat Secara Praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan memberi manfaat secara praktis sebagai berikut:

a. Sebagai refrensi dalam meningkatkan keterikatan kerja pada karyawan bank oleh perusahaan.

(29)

b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keterikatan kerja yang dapat dilihat pengaruh kualitas kehidupan kerja dan organizational trust.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai kualitas kehidupan kerja terhadap keterikatan kerja maupun organizational trust terhadap keterikatan sebelumnya telah banyak dilakukan. Baik penelitian di Indonesia maupun di luar negeri. Penelitian Kurniawati (2018) tentang Pengaruh Quality Of Work Life terhadap Work Engagement dan Organizational Citizenship Behaviour pada Perusahaan Elektronik di Surabaya bertujuan untuk mengetahui pengaruh kualitas kehidupan kerja dengan keterikatan kerja (work engagement) dan organizational citizenship behaviour pada 77 karyawan perusahaan elektronik di Surabaya. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa quality of work life memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keterikatan kerja. Maka dari itu semakin baik kualitas kehidupan kerja dalam perusahaan akan meningkatkan keterikatan kerja.

Penelitian mengenai kualitas kehidupan kerja yang dilakukan oleh Ali Alqarni (2016) mengenai “Quality of Work Life as a Predictor of Work Engagement among the Teaching Faculty at King Abdulaziz University” menemukan bahwa kualitas kehidupan kerja berkorelasi secara positif dengan keterikatan kerja tenaga pengajar di King Abdulaziz University. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Kanten dan Sadullah (2012) berjudul An Empirical Research on Relationship Quality of Work Life and Work Engagement pada karyawan perusahaan marbel di Turki,

(30)

menarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas kehidupan kerja dan keterikatan kerja.

Kemudian, terdapat beberapa penelitian mengenai organizational trust yang sudah dilakukan. Hough, Green, dan Plumle (2016) melakukan penelitian dengan judul Impact Ethics and Organizational Trust on Employee Engagement pada 375 karyawan dan manajer. Hasil penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara organizational trust dengan keterikatan karyawan. Selanjutnya, penelitian Linking organizational trust with employee engagement: the role of psychological empowerment oleh Ugwu, Onyishi, dan Rodriguez-Sanchez (2014) yang dilakukan pada 715 karyawan bank dan pabrik farmasi di Nigeria. Penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kepercayaan pada organisasi atau organizational trust dengan keterikatan kerja karyawan.

Kemudian. penelitian mengenai Pengaruh Organizational Trust dan Job Satisfaction Terhadap Employee Engagement Pada Karyawan PT. Bangun Wisma Sejahtera pada 47 karyawan swasta oleh Lienardo dan Setiawan (2017), menunjukkan hasil bahwa organizational trust berpengaruh secara positif dan signifikan pada keterikatan karyawan. Sejalan dengan penelitian Yulianti (2016) berjudul Procedural Justice, Organizational Trust, Organizational Identification, dan pengaruhnya pada Employee Engagement yang mengambil sample dari karyawan perusahaan industri di Surabaya menyatakan bahwa trust memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keterikatan karyawan.

(31)

1. Keaslian Topik

Berdasarkan uraian di atas, mengenai keaslian topik variabel- variabel yang dipilih peneliti sudah terdapat penelitian sebelumnya. Adapun pada penelitian ini keterikatan kerja dijadikan sebagai variabel tergantung, kemudian kualitas kehidupan kerja dan organizational trust dijadikan variabel prediktor. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai dua variabel prediktor yang mempengaruhi keterikatan kerja karyawan.

2. Keaslian Teori

Pada penelitian ini teori work engagement yang akan digunakan oleh peneliti adalah teori milik Schaufeli dan Bakker (2004) kondisi pikiran yang positif dan memuaskan yang terkait dengan pekerjaan yang ditandai dengan semangat, dedikasi, dan absorbsi. Pada teori kualitas kehidupan kerja dalam penelitian ini menggunakan teori yang dikemukan oleh Van Laar dan Easton (2012) yaitu sebuah sistem yang diciptakan organisasi guna meningkat kepuasan karyawan, kemudian hal tersebut digunakan dalam intervensi perencanaan, pemantauan dan penilaian efek perubahan organisasi. Kemudian, teori organizational trust atau kepercayaan pada organisasi peneliti menggunakan teori yang dikemukakan oleh Cummings dan Bromiley (1995), dimana mereka menjelaskan organizational trust merupakan keyakinan individu maupun keyakinan umum sebuah kelompok terhadap individu atau kelompok lainnya.

(32)

3. Keaslian Alat Ukur

Pada penelitian ini metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan skala psikologis sebagai alat ukurnya. Sehingga, terdapat tiga alat ukur yang akan digunakan yaitu skala kualitas kehidupan kerja, skala organizational trust, dan skala keterikatan kerja. Alat ukur kualitas kehidupan kerja yang peneliti gunakan adalah modifikasi dari skala Work- Related Quality of Life (A Measure of Quality of Working Life) yang disusun berdasarkan aspek yang dikemukan oleh Van Laar dan Easton (2012) sebanyak 24 aitem. Kemudian alat ukur organizational trust yang digunakan dalam penelitian ini adalah modifikasi dari skala Organizational Trust Inventory – Short Form (OTI-SF) yang disusun oleh Cummings dan Brommiley (1995) berdasarkan aspek-aspek kepercayan organisasi yang terdiri dari 12 aitem. Keterikatan kerja sendiri akan diukur menggunakan skala milik Schaufeli dan Bakker (2004) yaitu skala Utrecht Work Engagement Scale (UWES) yang memuat 17 aitem.

4. Keaslian Responden Penelitian

Responden yang terlibat dalam penelitian ini merupakan karyawan yang bekerja di sektor perbankan di Indonesia. Subjek penelitian tersebut berbeda dengan subjek yang pernah dilakukan oleh penelitian sebelumnya, sehingga terdapat perbedaan subjek yang akan diteliti.

(33)

15 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Keterikatan Kerja 1. Definisi Keterikatan Kerja

Keterikatan kerja pertama kali diteliti oleh Khan (1990) menjelaskan

“pemanfaatan anggota organisasi” dimana individu akan menggunakan dan mengekspresikan diri mereka secara fisik, kognitif, serta emosional selama menjalankan peran pekerjaan mereka. Morrison dan Phelps (1999) menjelaskan keterikatan kerja sebagai motivasi dasar intrinsik karyawan yang dapat meningkatkan perilaku kerja proaktif dalam dirinya.

Maslach and Leiter (Schaufeli, Salanova, Gonzalez-Roma, & Bakker, 2002) mengasumsikan keterikatan dapat dikarakteristikan dengan energi, keterlibatan, dan efikasi dalam bekerja. Hal yang senada di jelaskan oleh Schaufeli, Salanova, Gonzalez-Roma dan Bakker (2002) bahwa keteriktan kerja merupakan emosi yang positif mengenai pekerjaan yang diindikasikan dnegan semangat, dedikasi, dan penghayatan. Menurut Schaufeli dan Bakker (2004) mendefinisikan keterikatan kerja sebagai kondisi pikiran yang positif dan memuaskan yang terkait dengan pekerjaan yang ditandai dengan semangat, dedikasi, dan absorbsi. Saks (2006) menjelaskan keterikatan pada karyawan adalah seberapa besar karyawan bersungguh- sungguh menghayati peran pekerjaannya. Penelitian terkini yang dilakukan

(34)

oleh Anitha (2014) mendeskripsikan keterikatan kerja karyawan sebagai level komitmen yang berdampak pada organisasi dan nilai-nilainya.

Berbeda dengan workaholic dimana kedua aktivitas tersebut menggunakan usaha keras dalam bekerja. Menurut Van Wijhye (Bakker, Shimazu, Demerouti, Shimada, & Kawakami, 2014) workaholic tidak memiliki afektif atau perasaan yang positif mengenai pekerjaaan yang dilakukan dan keterikatan kerja tidak memiliki unsur kompulsif seperti workaholic. Kemudian, workaholic memiliki dampak negatif bagi individu seperti membahayakan kesehatan individu, mengurangi kebahagian individu, dan merusak hubungan interpersonal dan fungsi sosial mereka (Bakker, Shimazu, Demerouti, Shimada, & Kawakami, 2014). Sedangkan keterikatan kerja dapat memberikan dampak positif bagi individu maupun organisasi seperti karyawan yang terikat dengan pekerjaannya akan memiliki kreativitas yang lebih, produktivitas yang lebih dan lebih memiliki kemauan bekerja (Bakker & Demerouti, 2008).

Sehingga berdasarkan uraian teori diatas, dapat disimpulkan keterikatan kerja adalah keadaan saat individu merasa terikat dengan pekerjaannya dimana ia dapat menjalankan pekerjaan baik secara fisik, koginitif, dan emosional dengan positif, senang, tidak merasa terbebani, serta memaksimalkan hasil kerja. Pada penelitian ini keterikatan kerja dalam konteks karyawan perbankan sebagai subjek penelitian adalah ketika karyawan bank mampu sehingga memunculkan perasan yang positif, tidak

(35)

merasa terbebani dan merasa senang dengan pekerjaan hingga karyawan terlarut dalam mengerjakan pekerjaannya.

2. Aspek-aspek Keterikatan Kerja

Aspek-aspek keterikatan kerja (work engagement) menurut Schaufeli dan Bakker (2004) diantara lain adalah

a. Semangat (Vigor)

Semangat (vigor) digambarkan sebagai ketahanan mental dan tingkat energi yang tinggi. Semangat dan usaha yang sungguh-sungguh digambarkan dengan kemauan untuk bertahan menghadapi kesulitan dan ketekunan menyelesaikan masalah dalam pekerjaan. Semangat tersebut dapat menumbuhkan tambahan energi yang membantu karyawan mengerjakan tugas pekerjaan tanpa mengeluh dan tidak mudah merasa lelah. Contoh yang dapat menggambarkan aspek ini ialah seorang karyawan selalu bersemangat untuk bekerja sehingga ia datang tepat waktu bahkan datang lebih awal hampir setiap hari.

b. Dedikasi (Dedication)

Dedikasi adalah kondisi dimana individu merasa terlibat secara utuh ketika mengerjakan tugasnya. Dedikasi dikarakteriskan dengan timbulnya antusiasme, bangga, inspiratif, bermakna dan dapat merasakan tantangan. Contohnya

c. Penghayatan (Absorption)

Penghayatan adalah kondisi dimana individu berkonsentrasi secara penuh, serius, dan merasa senang dalam mengerjakan tugas

(36)

pekerjaannya. Hal tersebut membuat karyawan tidak merasakan waktu yang berlalu selama bekerja dan sulit untuk lepas dari pekerjaannya.

Misalnya seperti seorang karyawan tidak sadar bahwa waktu istirahat sudah tiba dikarenakan terlalu senang dalam menjalankan tugas atau pekerjaannya.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterikatan Kerja

Faktor-faktor yang mempengaruhi keterikatan kerja pada karyawan diantaranya adalah:

a) Tuntutan Pekerjaan (Job Demand)

Pada faktor ini dapat dikarakteristikan dengan segala sesuatu yang terus-menurus membutuhkan usaha baik secara fisik maupun psikologis untuk memenuhi atau mempertahankan aspek fisik, sosial, serta organisasi dari sebuah pekerjaan. Tuntutan kerja meliputi empat faktor yaitu beban kerja yang berlebihan, tuntutan emosional, ketidaksesuaian emosi, dan perubahan terkait organisasi.

b) Sumber Daya Pribadi (Personal Resource)

Sumber daya pribadi juga dapat mempengaruhi keterikatan kerja.

sumber daya pribadi menurut Hobfoll, Johnson, Ennis, dan Jackson (Bakker, 2011) dijelaskan sebagai evaluasi diri yang terkait dengan ketahanan dan merujuk pada perasaan individu akan kemampuan dirinya dalam mengendalikan dan berdampak bagi lingkungan mereka dengan sukses. Individu yang mempunyai tujuan pencapaian diri secara intrinsik akan termotivasi untuk mengejar tujuan mereka serta

(37)

mengakibatkan mereka dapat memicu kinerja dan kepuasan kerja yang lebih tinggi. Karyawan yang terikat dengan pekerjaannya akan memiliki sumber daya pribadi, seperti optimisme, self-efficacy, self-esteem, resiliensi, dan gaya koping yang aktif, yang membantu mereka dalam mengendalikan dan memberi pengaruh pada lingkungan kerja mereka dengan sukses, dan untuk mencapai kesuksesan karier (Bakker &

Demerouti, 2008).

c) Sumber Daya Pekerjaan (Job Resource)

Menurut Schaufeli dan Bakker (Bakker, 2011) sumber daya pekerjaan dapat merujuk pada aspek fisik, sosial, atau organisasi dari sebuah pekerjaan yang secara fungsional untuk mencapai tujuan kerja, mengurangi tuntutan pekerjaan, dan mendorong perkembangan individu.

Demerouti, Nachreimer, Bakker, & Schaufeli (2001) menjelaskan sumber daya pekerjaan (job resource) dapat terdiri dari kontrol kerja, berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, dan variasi tugas, kemudian sumber daya sosial mencakup dukungan dari kolega, keluarga, dan kelompok sebaya. Pendapat lain oleh Bakker, Demerouti, Hakamen, dan Xanthopoulon (2007) mengenai sumber daya pekerjaan dapat dibagi menjadi empat tingkatan yaitu pada tingkat organisasi dimisalkan dengan gaji dan peluang berkarir, pada tingkat hubungan interpersonal dan sosial dimisalkan dengan dukungan supervisor dan rekan kerja, lalu pada tingkat pekerjaan di organisasi dimisalkan dengan kejelasan peran

(38)

dan partisipasi dalam pengambilan keputusan, kemudian pada tingkatan tugas dimisalkan dengan umpan balik kinerja dan variasi keterampilan.

Sumber daya pekerjaan juga berperan sebagai motivasi ekstrinsik, karena lingkungan kerja yang saling membantu dapat menumbuhkan keinginan untuk mendedikasikan upaya seseorang untuk tugas pekerjaan. Pada lingkungan seperti itu, kemungkinan tugas akan selesai dengan sukses dan tujuan akan tercapai. Misalnya, rekan kerja yang mendukung dan umpan balik kinerja meningkatkan kemungkinan berhasil dalam mencapai tujuan kerja seseorang (Schaufeli & Bakker, 2004). Schaufeli (2017) juga menyatakan bahwa kepercaya merupakan sumber daya pekerja pada level organisasi. Alzyoud (2018) menyatakan bahwa pentingnya peranan trust sebagai faktor krusial penentu keberhasilan sebuah organisasi. Peningkatan kepercayaan organisasi dapat berdampak secara langsung maupun tidak langsung dalam membentuk perilaku dan sikap di tempat kerja ke arah yang lebih positif, seperti keterikatan kerja karyawan maupun komitmen organisasi (Dirks

& Ferrin, 2002).

B. Kualitas Kehidupan Kerja 1. Definisi Kualitas Kehidupan Kerja

Istilah kualitas kehidupan kerja menurut Mayo (Van Laar & Easton, 2012) dalam studinya untuk mengetahui peran lingkungan dalam mempengaruhi kinerja karyawan. Walton (Ristanti & Dihan, 2016)

(39)

menjelaskan bahwa kualitas kehidupan kerja adalah sebuah persepsi mengenai suasana di tempat kerja dan sejauh mana pengalaman kerja yang bermanfaat dan memuaskan bagi karyawan. Walton (Zin, 2004) juga menjelaskan bahwa terdapat delapan indikator pada kualitas kehidupan kerja yang terdiri dari imbalan yang adil dan memadai, kondisi lingkungan kerja yang sehat dan aman, kesempatan untuk mengembangkan kemampuan individu, kesempatan untuk berkembangan dan keamanan dalam bekerja, integrase sosial di tempat kerja, relevansi sosial dari kehidupan kerja, keseimbangan antara kehidupan bekerja dan kehidupan pribadi, dan konstitusionalisme di tempat kerja.

Cascio (Hasmalawati, 2018) menjelaskan QWL dari dua cara yaitu dengan melihat kualitas kehidupan kerja sejalan dengan usaha organisasi untuk mewujudkan tujuan organisasi, seperti kebijakan promosi, supervisi atau pengawasan yang demokratif, keterlibatan karyawan dan kondisi kerja yang aman. Kedua, kualitas kehidupan kerja dipandang sebagai persepsi karyawan mengenai sejauh mana mereka meraasa aman dan puas terhadap pekerjaannya serta mampu tumbuh dan berkembangan sebagi manusia.

Maka dari itu secara singkat Cascio (Hasmalawati, 2018) menyatakan bahwa kualitas kehidupan kerja adalah persepsi karyawan akan kondisi kesejahteraan fisik dan mental di tempat kerja. Selanjutnya, Inda (Kurniawati, 2018) menyebutkan bahwa kualitas kehidupan kerja merupakan tingkat sejauh mana organisasi memenuhi kebutuhan

(40)

anggotanya melalui pengalaman mereka dalam organisasi dan kepuasan dalam pekerjaan mereka

Menurut Van Laar dan Easton (2012) menjelaskan bahwa kualitas kehidupan kerja adalah sebuah sistem yang dibuat oleh organisasi untuk meningkat kepuasan karyawan, kemudian hal tersebut digunakan dalam intervensi perencanaan, pemantauan dan penilaian efek perubahan organisasi. Kanten dan Sadullah (2012) mendefinisikan kualitas kehidupan kerja sebagai pertimbangan atas urgensi dan cita-cita karyawan yang berkaitan dengan kondisi kerja, remunerasi, peluang pengembangan karir, keseimbangan peran work-family, keselamatan kerja dan interaksi sosial di tempat kerja, serta relativitas sosial pekerjaan karyawan itu sendiri.

Berdasarkan penjabaran definisi kualitas kehidupan kerja di atas, dapat disimpulkan bahwa meski terdapat beberapa perbedaan dalam indikator atau dimensi penyusun kualitas kehidupan kerja, namun secara garis besar dapat disimpulkan kualitas kehidupan kerja adalah usaha yang dibangun organisasi demi terciptanya kesejahteraan karyawan melalui lingkungan kerjannya sesuai dengan tujuan organisasi serta dapat memberikan dampak positif bagi produktivitas kerja karyawan maupun organisasi. Pada penelitian ini menggunakan teori dari Van Laar dan Easton (2012) karena dinilai sudah mencakup aspek-aspek kualitas kehidupan kerja yang akan diteliti pada penelitian ini.

2. Aspek-aspek Kualitas Kehidupan Kerja

(41)

Pada penelitian ini akan menggunakan aspek-aspek kualitas kehidupan kerja yang dijabarkan oleh Van Laar dan Easton (2012) yang terdiri dari enam aspek. Aspek-aspek yang dimaksud tersebut diantara lain:

a. General Well-being (Kesejahteraan Umum)

Pada aspek general well-being atau kesejahteraan umum ini mengukur sejauh mana individu merasa baik maupun puas terhadap kehidupannya secara keseluruhan. Kesejahteraan umum pada aspek ini berhubungan dengan kebahagiaan dan kepuasan dengan kehidupan individu secara keseluruhan. Aspek kesejahteraan umum mencakup kesejahteraan psikologis dan kesehatan fisik individu secara umum (Van Laar & Easton, 2012).

b. Home-work Interface (Hubungan Rumah dan Pekerjaan)

Pada aspek home-work interface atau hubungan rumah dan pekerjaan ini mengukur sejauh mana organisasi memahami serta memberikan dukungan kepada karyawan terkait dengan masalah yang terjadi antara kehidupan pekerjaannya dan kehidupan di rumah. Ketika karyawan bekerja pada sebuah organisasi, tidak menjadi alasan atau penghalang karyawan tersebut untuk dapat melakukan aktivitas lainnya di luar urusan pekerjaan. Misalnya, karyawan tersebut turut menjadi anggota masyarakat atau komunitas. Sehingga aspek ini dapat dikatakan sebagai sebuah hubungan antara pekerjaan dan kehidupan di rumah.

c. Job and Career Satisfaction (Kepuasan Kerja)

(42)

Pada aspek job and career satisfaction atau kepuasan kerja ini mengukur seberapa jauh kepuasan individu terhadap pekerjaan pada segala aspek dalam pekerjaan tersebut atau sejauh mana tempat kerja memberikan individu hal-hal terbaik di tempat kerja. Spector (Van Laar

& Easton, 2012) juga mendefinisikan kepuasan kerja adalah bagaimana perasaan individu mengenai pekerjaan mereka dan berbagai aspek pekerjaan mereka. Sejauh mana individu menyukai atau tidak menyukai pekerjaan mereka. Van Laar dan Easton (2012) mencontohkan hal-hal yang dapat membuat karyawan merasa baik atau puas pada pekerjaannya, yakni seperti pencapai pengembangan pribadi, pencapaian tujuan kerja, promosi jabatan dan pengakuan di tempat kerja.

d. Control at Work (Kontrol Kerja)

Pada aspek control at work atau kontrol kerja ini mengukur seberapa jauh individu merasa dirinya terlibat dalam pengambilan keputusan yang dapat memberikan pengaruh pada organisasi. Sejalan dengan konstitusionalisme dikemukan oleh Walton (Zin, 2004) yang merupakan salah satu indikator kualitas kehidupan kerja, dimana karyawan merasa memiliki kebebasan berbicara dan menyuarakan pendapatnya diperhatikan oleh organisasi dengan penuh tanggung jawab dalam menjalakan pekerjaannya. Misalnya seperti saat apel pagi sebelum menjalankan operasional organisasi karyawan diberikan kesempatan untuk mengutarakan pendapat, strategi, dan saran yang berhubungan dengan aktivitas pekerjaannya.

(43)

e. Working Conditions (Kondisi Kerja)

Pada aspek working conditions atau kondisi kerja ini mengukur sejauh mana kepuasan individu terkait dengan kondisi lingkungan tempat kerjanya. Kondisi kerja pada aspek ini berhubungan dengan lingkungan kerja secara yang memuaskan serta dapat menunjang aktivitas pekerjaan sehingga berjalan dengan lancar. Pada aspek ini mengarah kepada persepsi karyawan akan bagaimana organisasi menyediakan kondisi lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan mendukung aktivitas pekerjaan. Walton (Zin, 2004) menjelaskan bahwa lingkungan kerja yang kondusif diperlukan sehingga karyawan terhindar dari bahaya maupun tetap menjaga daya tahan karyawan saat bekerja. Maka dari itu lingkungan kerja fisik, jam kerja, jam istirahat maupun cuti perlu diperhatikan agar kinerja karyawan tidak mengalami penurunan performa kerja.

f. Stress at Work (Stres Kerja)

Pada aspek stress at work atau stres kerja ini mengukur sejauh mana tekanan dan stress yang dirasakan individu di tempat kerja. Stres kerja menurut The Health and Safety Executive (Van Laar & Easton, 2012) adalah respon fisik maupun emosional yang disebabkan karena karyawan tidak dapat menyesuaikan diri dengan sumber daya, kemampuan dan kebutuhan dengan tekanan yang tersedia.

Berdasarkan aspek-aspek kualitas kehidupan kerja yang telah dijelaskan di atas oleh Van Laar dan Easton (2012) dapat disimpulkan bahwa general

(44)

well-being (kesejahteraan umum), home-work interface (hubungan rumah dan pekerjaan), job career satisfaction (kepuasan kerja), control at work (kontrol kerja), working conditions (kondisi kerja), dan stress at work (stres kerja) merupakan aspek-aspek yang membentuk kualitas kehidupan kerja seorang karyawan.

C. Organizational Trust 1. Definisi Organizational Trust

Trust atau kepercayaan pada organisasi seperti yang didefinisikan oleh Cummings dan Bromiley (1995) adalah keyakinan individu maupun keyakinan umum sebuah kelompok terhadap individu atau kelompok lainnya. Mayer, Davis dan Schoorman (1995) mendefinisikan kepercayaan merupakan kesedian satu pihak dalam menerima tindakan pihak lain berdasarkan harapan bahwa pihak lain tersebut akan melakukan tindakan yang penting baginya, terlepas dari kemampuan individu tersebut untuk memantau maupun mengontrol apa yang akan dilakukan oleh pihak lain tersebut.

Yilmaz dan Altinkurt (2012) menjelaskan bahwa kepercayaan pada organisasi mengacu pada persepsi individu karyawan mengenai dukungan yang diberikan oleh organisasi dan memercayai para atasan di organisasi akan selalu mengatakan kebenaran serta menepati janji mereka.

Berdasarkan pemaparan definisi terkait kepercayaan pada organisasi, dapat disimpulkan bahwa kepercayaan organisasi atau organizational trust

(45)

merupakan keryakinan dan kepercayaan individu yang secara penuh kepada organisasi serta semua aspek maupun elemen yang terdapat di dalamnya, untuk berbuat jujur dan terbuka dalam setiap kegiatan maupun kebijakan yang dilakukan. Pengertian organizational trust oleh Cumming dan Bromiley (1995) dipilih dalam penelitian ini karena dirasa cukup menggambarkan kepercayaan karyawan terhadap organisasi.

2. Aspek-aspek Organizational Trust

Terdapat beberapa tokoh yang menjabarkan aspek-aspek yang menyusun organizational trust Cummings dan Bromiley (1995) menjelaskan kepercayaan kepada organisasi memiliki tiga dimensi, ketiga dimensi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Effort (Upaya)

Upaya dalam aspek ini adalah berupaya bertindak sesuai dengan komitmen. Karyawan yang mencerminkan aspek ini adalah ketika karyawan akan menerima semua kebijakan dan keputusan yang ditentukan oleh organiasi terutama yang memiliki hubungan dengan dirinya, karena karyawan tersebut yakin akan setiap keputusan maupun kebijakan yang dilakukan organisasi merupakan bentuk upaya untuk kebaikan dirinya.

b. Honestly (Kejujuran)

Kejujuran dalam aspek ini adalah jujur dalam bernegosiasi mengenai apapun termasuk bernegosiasi yang mendahului sebuah komitmen. Misalkan karyawan yang mencerminkan aspek ini ketika

(46)

karyawan tersebut menerima gaji, ia tidak akan terus menanyakan mengenai apa saja yang diperhitunkan dalam menetukan besaran gaji miliknya.

c. Opportunities (Keuntungan)

Keuntungan dalam aspek ini adalah anggota organisasi yang terlibat tidak akan mengambil keuntungan secara berlebihan dalam berneogosiasi maupun dari orang lain. Bahkan, apabila terdapat kesempatan untuk melakukannya, individu atau kelompok tidak berusaha mengambil keuntungan berlebih tersebut. Misalkan seorang karyawan yang mencerminkan aspek ini ketika karyawan tersebut tidak akan mencoba memperhitungkan pendapatan rekan kerja maupun atasannya karena karyawan tersebut telah percaya bahwa keuntungan yang didapat oleh masing-masing karyawan sudah sesuai dan proposional.

Berdasarkan aspek-aspek kepercayaan pada organisasi organizational trust yang dikemukakan oleh Cummings dan Bromiley (1995) yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek kepercayaan pada organisasi (organizational trust) pada penelitian ini terdiri dari upaya (effort), kejujuran (honestly), dan keuntungan (opportunities).

(47)

D. Hubungan antara Kualitas Kehidupan Kerja dan Organizational Trust dengan Keterikatan Kerja

Karyawan yang merasakan kualitas kehidupan kerja dan terpenuhinya kebutuhan karyawan oleh organisasi diindikasikan akan lebih terikat dengan pekerjaannya di organisasi. Kualitas kehidupan kerja merupakan salah satu pendorong meningkatnya keterikatan kerja dalam organisasi. Hal tersebut dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Kanten dan Sadullah (2012) bahwa kualitas kehidupan kerja berhubungan secara signifikan dengan keterikatan kerja.

Kualitas kehidupan kerja menurut Van Laar dan Easton (2012) terdiri dari enam aspek yaitu general well-being (kesejahteraan umum), home-work interface (hubungan rumah dan pekerjaan), job career satisfaction (kepuasan kerja), control at work (kontrol kerja), working conditions (kondisi kerja), dan stress at work (stres kerja). Aspek general well-being (kesejahteraan umum) adalah aspek yang mengukur sejauh mana individu merasa baik maupun puas terhadap kehidupannya secara keseluruhan. Saat karyawan bank memiliki kesejahteraan yang baik akan kehidupannya baik sehat secara psikologis maupun fisik, karyawan tersebut akan cenderung perilaku positif. Karyawan akan melakukan pekerjaannya dengan senang dan tidak merasa terbebani. Didukung oleh penelitian Shuck dan Reio (2013) yang menyatakan bahwa karyawan yang memiliki keterikatan kerja yang tinggi akan memiliki kesejahteraan psikologis dan pencapaian diri lebih baik.

(48)

Aspek home-work interface (hubungan rumah dan pekerjaan) merupakan sejauh mana organisasi memahami serta memberikan dukungan kepada karyawan terkait dengan masalah yang terjadi antara kehidupan pekerjaannya dan kehidupan di rumah. Kesimbangan kehidupan berkarier dan kehidupan pribadi merupakan keinginan bagi setiap karyawan. Jika keseimbangan dapat dicapai oleh karyawan, maka karyawan akan merasa nyaman dalam melakukan pekerjaannya sehingga hal tersebut dapat menumbuhkan rasa keterikatan pada pekerjaan yang lebih tinggi. Sejalan dengan penelitian Aveline dan Kumar (2017) menyatakan bahwa keseimbangan kehidupan kerja memainkan peran penting dalam keteriktan karyawan.

Aspek job career satisfaction (kepuasan kerja) adalah kepuasan karyawan terhadap segala aspek yang meliputi pekerjaannya. Karyawan yang merasa puas terhadap aspek-aspek pekerjaannya akan mendorong mereka untuk lebih terikat dengan pekerjaannya. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Garg, Dar, dan Mishra (2018) menyatakan bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan yang positif dengan keterikatan kerja terutama pada faktor intrinsik, kepuasan kerja lebih berperan dalam meningkatkan keterikatan kerja. Kemudian Radosevich, Radosevich, Riddle, dan Hughes (Garg, Dar, & Mishra, 2018) berpendapat bahwa karyawan yang memiliki kepuasan kerja yang tinggi akan lebih terikat dengan pekerjaannya.

(49)

Aspek control at work (kontrol kerja) mengukur seberapa jauh individu merasa dirinya terlibat dalam pengambilan keputusan yang dapat memberikan pengaruh pada organisasi. Garber (Zajkowska, 2012) menjelaskan salah satu faktor penting dalam keterikatan karyawan adalah apabila karyawan merasa dirinya terlibat dalam organisasi akan cenderung berkomitmen secara emosional dan terikat pada organisasi. Menurut Robinson, dkk (Mujiasih & Ratnaningsih, 2012) menjelaskan apabila karyawan merasa dihargai dan dilibatkan dalam pengambilan keputusan, penyalurkan ide sehingga mereka merasa berharga menjadi kunci faktor pendorong keterikan karyawan.

Aspek working conditions atau kondisi kerja dalam mempengaruhi keterikatan kerja karyawan yang menyangkut peranan lingkungan kerja yang dapat memberi dampak pada keterikatan kerja karyawan. Organisasi seharusnya menyediakan kondisi kerja yang dapat mempengaruhi kinerja.

Saat karyawan merasakan kondisi kerja baik secara fisik maupun non fisik yang telah diberikan oleh organisasi dirasa nyaman, aman, dan memenuhi harapan karyawan, maka keterikatan kerja karyawan akan meningkat.

Karyawan bank yang merasa aman di lingkungan kerjanya akan membuat karyawan lebih berkonsentrasi dan muncul perasaan menyenangkan dalam pekerjaannya. Hal tersebut di dukung dengan penelitian Mohd, Shah, dan Zailan (2016) yang menyatakan bahwa lingkungan kerja memiliki hubungan positif terhadap keterikatan kerja karyawan.

(50)

Aspek stress at work (stres kerja) mengukur sejauh mana tekanan dan stress yang dirasakan individu di tempat kerja. Apabila dalam sebuah organisasi memiliki stress kerja yang tinggi, maka hal tersebut dapat berdampak pada kinerja dan produktivitas karyawan maupun organisasi itu sendiri. Karyawan bank dapat kehilangan semangatnya serta mempengaruhi ketahanan mental karyawan dalam mengerjakan pekerjaannya dikarenakan mengalami stress kerja yang tinggi. Frith (Vandiya & Etikariena, 2018) menyebutkan bahwa karyawan yang memiliki tingkat stress yang tinggi di tempat kerja akan berdampak negatif dengan keterikatan kerja karyawan.

Hal tersebut berarti jika karyawan memiliki stress kerja yang rendah maka keterikatan kerja karyawan akan tinggi.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas kehidupan kerja karyawan dapat menentukan tingkat keterikatan karyawan.

Sehingga kualitas kehidupan kerja dimana organisasi berusaha untuk membangun lingkungan yang merasa aman, puas dapat meningkatkan keterikatan kerja karyawan itu sendiri. Sejalan dengan penelitian Tiara dan Rostiana (2018) yang menyatakan apabila semakin baik kualitas kehidupan kerja karyawan maka semakin tinggi juga keterikatan kerja yang dimilikinya.

Organizational trust atau kepercayaan pada organisasi berperan penting dalam sebuah organisasi karena hal tersebut dapat mendorong serta memperkuat hubungan karyawan dengan organisasi tempatnya bekerja (Krot & Lewicka, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Gallup (Kular,

(51)

Gatenby, Rees , Soane, & Truss, 2008) menunjukkan bahwa para pemimpin dan manajer memainkan peran penting dalam meningkatkan tingkat keterikatan karyawan. Sehingga trust sendiri merupakan hal yang penting yang harus dibentuk dalam hubungan organisasi dan anggotanya dalam mencapai tujuan dengan keterikatan kerja yang dimiliki karyawan.

Pada aspek effort atau upaya dapat mempengaruhi keterikatan kerja, Albrecht (Engelbrecht, Heine, & Mahambe, 2014) menyatakan bahwa karyawan akan lebih terikat dengan pekerjaan mereka ketika prosedur dan sistem kerja dalam organisasi dianggap dapat dipercaya, dapat diprediksi dan masuk akal. Kepercayaan pada organisasi juga dapat berkaitan dengan keterikatan kerja melalui aspek absorption (penghayatan). Menurut Townsend dan Gebhardt (Lin, 2010) kepercayaan pada organisasi juga dapat diartikan apabila karyawan merasa menghayati dan terikat pada upaya peningkatan organisasi yang dilakukan secara terus menerus.

Pada aspek kejujuran pada kepercayaan organisasi dalam mempengaruhi keterikatan kerja dapat dilihat ketika organisasi tidak mencoba untuk membohongi dalam pekerjaan atau negosiasi antara karyawan dengan organisasi. Menurut Gill (Lin, 2010) karyawan akan mendedikasikan diri mereka kepada organisasi selama mereka merasakan kejujuran dalam hubungan mereka dengan organisasi. Jika karyawan mengganggap atasan atau supervisor mereka berkompeten, jujur, dan dapat diandalkan, maka para karyawan akan cenderung merasa lebih yakin bahwa atasan atau supervisor mereka dalam melaksanakan pekerjaannya secara

(52)

efisien dan tidak memihak. Persepsi itu kemudian akibatnya akan mendorong para karyawan untuk lebih terikat dalam pekerjaan mereka (Chughtai & Buckley, 2011). Kepercayaan pada atasan atau supervisor juga akan menghasilkan perilaku positif yang dapat menguntungkan karyawan maupun organisasi, seperti keterikatan kerja, meningkatnya kepuasan kerja, komitmen kerja dan organizational citizenship behaviour (Hsieh & Wang, 2015).

Pada aspek keuntungan dapat berhubungan dengan keterikatan kerja ketika karyawan percaya bahwa organisasi tidak melakukan kecurangan yang dapat merugikan karyawan, karyawan akan melakukan pekerjannya tanpa khawatir. Saat karyawan dan organisasi memiliki hubungan yang baik dan saling terbuka, karyawan akan cenderung lebih bertahan lama dan berkontribusi lebih banyak untuk organisasi (Johnson, 2011). Hal tersebut menjadikan karyawan akan lebih berdedikasi terhadap pekerjaannya.

Zak (2017) menjelaskan bahwa karyawan yang berada dalam organisasi dengan tingkat kepercayaan yang tinggi akan lebih produktif, menikmati pekerjaannya, memiliki banyak energi saat bekerja, bertahan di organisasi lebih lama, merekomendasikan organisasi mereka kepada orang lain sebagai tempat bekerja dan lebih kolaboratif dengan rekan kerja. Hal tersebut merupakan karakteristik dari keterikatan kerja. Chughtai dan Buckley (2011) juga menekankan bahwa pentingnya peranan kepercayaan dalam meningkatkan keterikatan kerja karyawan. Berdasarkan uraian di atas

(53)

dapat disimpulkan bahwa organizational trust diharapkan dapat mempengaruhi keterikatan kerja karyawan.

Organisasi yang memperhatikan kualitas kehiduapan kerja dan dapat menumbuhkan kepercayaan pada karyawaan diharapkan akan memberikan dampak yang baik, seperti keterikatan kerja. Beberapa penelitian sebelumnya menjelaskan aspek-aspek dalam kualitas kehidupan kerja dan kepercaayan pada organisasi memiliki hubunngan yang positif dan signifikan terhadap keterikatan kerja.

Alzyoud (2018) menyatakan bahwa pentingnya peran kepuasan kerja dan kepercayaan pada organisasi guna meningkatkan keterikatan kerja karyawan dan menentukan keberhasilan sebuah organisasi. Shantz dan Alfes (2014) menemukan bahwa kepercayaan pada organisasi dan hubungan yang baik dengan rekan kerja, atasan serta tempat kerja akan berfungsi sebagai penekan tingkat absensi dan meningkatkan keterikatan karyawan yang rendah. Sehingga berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas kehidupan kerja dan organizational trust yang dimiliki karyawan diharapkan dapat meningkatkan keterikatan kerja sehingga memberikan dampak yang baik bagi organisasi maupun karyawan itu sendiri.

Gambar 1. Hubungan Kualitas Kehidupan Kerja dan Organizational Trust terhadap keterikatan kerja

Kualitas Kehidupan Kerja

Organizational Trust

Keterikatan Kerja H2 H1

H3

(54)

E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian teoritis diatas, dalam penelitian ini terdapat tiga hipotesis yang diajukan.

1. Hipotesis Mayor

Hipotesis pertama atau hipotesis mayor (H1) pada penelitian ini adalah terdapat pengaruh kualitas kehidupan kerja dan organizational trust terhadap keterikatan kerja karyawan. Kualitas kehidupan kerja dan organizational trust secara bersamaan dapat memprediksi tingkat keterikatan kerja karyawan.

2. Hipotesis minor

Terdapat dua hipotesis minor dalam penelitian ini yaitu hipotesis minor pertama (H2) terdapat pengaruh kualitas kehidupan kerja terhadap keterikatn kerja. Semakin baik kualitas kehidupan kerja karyawan akan meningkatkan keterikatan kerja karyawan.

Selanjutnya hipotesis minor yang kedua (H3) adalah terdapat pengaruh organizational trust terhadap keterikatn kerja. Semakin baik kepercayaan karyawan terhadap organisasi akan meningkatkan keterikatan kerja karyawan.

Referensi

Dokumen terkait

Dari beberapa seri kejadian longsoran di daerah penelitian ini, maka dapat dianalis bahwa umumnya batulempung dan breksi volkanik yang tersingkap pada lereng,

Dari mereview penelitian-penelitian sebelumnya, peneliti ingin mengkaji penilaian penulis dalam novel yang di lihat dari aspek graduation karena dari sudut pandang

Pembelian surat berharga dengan janji jual kembali (resell ) dinyatakan dalam laoran keuangan sebesar nilai penjualan kembali ditambah bunga yang belum diamortisasi dan piutang

Model atau Maket yang didesain secara baik akan memberikan makna yang hampir sama dengan benda aslinya. Weiderman mengemukakan bahwa dengan melihat benda aslinya

Secara umum dapat dikatakan bahwa masyarakat Kecamatan Percut Sei Tuan termasuk masyarakat yang sudah maju dalam bidang pendidikan, hal ini dibuktikan dengan

Berdasarkan dari persamaan Bragg, apabila sinar-X dijatuhkan pada material yang bersifat kristal, maka pada bidang kristal akan membiaskan sinar-X yang memiliki

Dengan demikian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perebutan wacana dalam ruang publik (public sphere) dunia maya selain faktor kemajuan teknologi juga

Dalam kaintan ini Bank harus memberikan secara jujur harga pokok barang barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.; (g) Nasabah membayar harga barang yang telah