• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

D. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah variabel bebas yaitu kualitas kehidupan kerja dan organizational trust dapat menjadi prediktor terhadap variabel tergantung yaitu keterikatan kerja karyawan perbankan. Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa kualitas kehidupan kerja dan organizational trust secara simultan atau bersama-sama dapat menjadi prediktor tingkat keterikatan kerja karyawan perbankan. Apabila kualitas kehidupan kerja dan kepercayaan organisasi pada karyawan perbankan semakin baik akan berdampak pada peningkatan keterikatan kerja karyawan, sebaliknya apabila karyawan memiliki kualitas kehidupan kerja dan kepercayaan organisasi yang rendah maka keterikatan kerja yang dimiliki karyawan juga akan rendah.

Penelitian yang mendukung hasil temuan ini dilakukan oleh Lienardo dan Setiawan (2017) dan Alzyoud (2018) mengenai kepuasan kerja yang mana menjadi aspek dari kualitas kehidupan kerja pada penelitian ini dan trust memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap keterikatan kerja pada responden penelitian mereka yakni, karyawan pabrik dan staf akademis universitas. Ketika kepuasan kerja dirasakan dan karyawan merasa percaya pada organisasinya maka hal tersebut dapat menjadi pendorong meningkatnya keterikatan kerja karyawan.

Organisasi yang telah berusaha untuk memenuhi kualitas kehidupan kerja yang mana mencakup bagaimana kesejahteraan umum, hubungan rumah dan pekerjaan, kepuasan kerja, pelibatan karyawan dalam pengambilan keputusan, lingkungan kerja yang baik, meminimalisir stress kerja dan menumbuhkan kepercayaan dalam lingkungan tersebut akan dapat memberikan pengaruh terhadap performa dan

pengahayatan karyawan bank dalam pekerjaannya. Karyawan yang berada di dalam lingkungan kerja yang saling mempercayai lebih mungkin memiliki ikatan dengan organisasi (Bulińska-Stangrecka & Iddagoda, 2020).

Kemudian dapat dilihat dari skor beta bahwa kualitas kehidupan kerja pada penelitian ini mendominasi dalam memprediksi tingkat keterikatan kerja karyawan.

Nilai beta pada variabel kualitas kehidupan kerja sebesar 0,752, hal tersebut berarti apabila diasumsikan nilai variabel lain tetap, ketika terjadi peningkatan pada variabel kualitas kehidupan kerja maka nilai variabel keterikatan kerja akan bertambah sebesar 0,752. Namun, pada variabel organizational trust pengaruhnya tidak dapat diterima karena nilai signifikansi melebihi 0,05. Sehingga pengaruh variabel kualitas kehidupan kerja lebih mendominasi terhadap keterikatan kerja.

Pada variabel kualitas kehidupan kerja mengeksplorasi faktor-faktor sumber daya pekerjaan dapat mempengaruhi keterikatan kerja yang lebih luas dibanding dengan organizational trust. Kualitas kehidupan kerja yang memiliki banyak aspek atau dimensi seperti kesejahteraan umum karyawan, keseimbangan hubungan rumah dengan pekerjaan, kepuasan kerja, kontrol kerja dalam organisasi, kondisi kerja yang aman dan mendukung, dan stress kerja yang mana bila diperhatikan dan ditangani dengan baik aspek-aspek tersebut akan mempengaruhi keterikatan kerja karyawan. Pada penelitian Gokhale (2015) dimana aspek-aspek kualitas kehidupan kerja dijelaskan sebelumnya ditemukan memiliki hubungan yang positif terhadap keterikatan kerja. Penelitian Coetzer dan Rothman (2007) juga menyatakan bahwa dukungan organisasi dan kesempatan untuk berkembang menjadi prediktor terbaik untuk keterikatan kerja dibandingkan dengan tuntutan pekerjaan.

Pada penelitian ini juga, membuktikan bahwa hipotesis minor tidak dapat terbukti sepenuhnya. Analisis parsial yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh kualitas kehidupan kerja dan organizational trust sebagai variabel prediktor terhadap keterikatan kerja. Hasil analisis parsial tersebut dapat dilihat hipotesis minor yang terbukti adalah kualitas kehidupan kerja memiliki pengaruh terhadap keterikatan kerja karyawan perbankan karena memiliki nilai signifikansi kurang dari 0,05 (sig<0,05) yakni sebesar 0,000 dan nilai thitung >ttabel (thitung = 9,570 > ttabel

= 1,981). Kualitas kehidupan kerja adalah karyawan merasa puas dan sejahtera ketika organisasinya berusaha untuk memenuhi atau menyediakan lingkungan kerja yang aman. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Alqarni (2016) dimana dalam penlitian tersebut menerangkan bahwa kualitas kehidupan kerja berhubungan positif dan dapat menjadi prediktor terhadap keterikan kerja pada tenaga pengajar di universitas. Penelitian oleh Irmawati dan Wulandari (2017) juga menyatakan bahwa kualitas kehidupan kerja memiliki hubungan yang signifikan terhadap keterikatan kerja pada karyawan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa organisasi yang memiliki kualitas kehidupan kerja yang baik atau dapat memenuhi seluruh aspek pekerjaan dapat digunakan untuk meningkatkan keterikatan kerja karyawan perbankan.

Sehingga hal tersebut akan menjadikan aktivitas pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan lebih dinamis. Maka ketika kualitas kehidupan kerja karyawan semakin baik akan diikuti dengan tingkat keterikatan kerja yang semakin baik juga, begitu pula sebaliknya apabila kualitas kehidupan kerja yang dimiliki karyawan buruk maka akan berdampak pada penurunan keterikatan kerja.

Sedangkan, pada variabel organizational trust berdasarkan hasil uji hipotesis dan analisis parsial, menyatakan bahwa variabel organizational trust tidak memiliki hubungan atau tidak dapat menjadi prediktor terhadap keterikatan kerja karyawan perbankan. Hal tersebut dikarenakan pada variabel organizational trust nilai thitung < ttabel (thitung = 0,781 < ttabel = 1,981) dan nilai signifikansi lebih dari 0,05 (sig > 0,05) yakni sebesar 0,437. Terdapat persamaan hasil penelitian yang dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Herminingsih (2017) dimana kepercayaan karyawan khususnya terhadap pepimpin tidak memiliki hubungan dengan keterikatan kerja karyawan di wilayah Jabodetabek. Namun, kedua temuan ini sangat berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumya, dimana penelitian sebelumnya mengatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara trust dengan keterikatan kerja (Ugwu, Onyishi, & Rodríguez-Sánchez, 2014; Yulianti, 2016). Maka demikian dapat disimpulkan apabila karyawan memiliki kepercayaan terhadap organisasi maupun pemimpinnya yang tinggi, maka ia bisa jadi memiliki keterikatan kerja yang tinggi. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa karyawan yang memiliki kepercayaan terhadap organisasi yang tinggi juga dapat memiliki tingkat keterikatan kerja yang rendah.

Kahn (Xu & Thomas, 2011) menjelaskan bahwa kepercayaan terhadap pemimpinin merupakan salah satu bagian dari komponen yang membentuk keamanan psikologis yang dirasakan individu. Van Laar dan Easton (2012) menyampaikan bahwa kesejahteraan psikologis termasuk dalam aspek kesejahteraan umum dari kualitas kehidupan kerja dapat mempengaruhi kinerja karyawan agar semakin baik maupun buruk di tempat kerjanya. Sehingga

kepercayaan pada organisasi merupakan sesuatu yang membentuk kesejahteraan psikologis yang mana bagian dari kualitas kehidupan kerja.

Kemudian, Walton (Zin, 2004) juga menjelaskan bahwa indikator dari kualitas kehidupan kerja salah satunya adalah kompensasi yang adil dan memadai.

Cummings dan Bromiley (1995) mendefinisikan kepercayaan pada organisasi sebagai keyakinan individu atau kelompok terhadap individu atau kelompok lain yang berusaha sesuai komitmen, jujur dan tidak mengambil keuntungan yang lebih saat bernegosiasi. Pada kompensasi yang adil tersebut karyawan percaya bahwa terdapat kejujuran dalam hal kompensasi yang diterimanya dalam melakukan pekerjaan. Hal ini membuat variabel organizational trust dalam penelitian ini dikhawatirkan masih menjadi bagian kecil dan memiliki hubungan atau beririsan dengan variabel kualitas kehidupan kerja. Sehingga untuk penelitian selanjutnya diharapkan agar dapat mengekplorasi dan membedakan variabel-variabel yang merupakan bagian dari faktor-faktor yang mempengaruhi keterikatan kerja.

Sehingga pada penelitian selanjutnya diharapkan untuk memilih variabel prediktor yang berasal dari faktor keterikatan kerja yang lainnya, seperti dari faktor sumber daya personal maupun dari faktor tuntutan pekerjaan. Agar tidak terjadinya kemiripan pada variabel-variabel prediktor supaya penelitian dapat menggali lebih jauh variabel apa saja yang dapat mempengaruhi tingkat keterikatan kerja karyawan.

Pada analisis tambahan yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh masing-masing aspek kualitas kehidupan kerja terhadap

keterikatan kerja. efektif terhadap keterikatan kerja karyawan perbankan. Masing-masing aspek memiliki nilai skor sumbangan efektif yang berbeda-beda dalam pengaruhnya terhadap keterikatan kerja. Hal ini yang mana perbedan skor tersebut menunjukkan bahwa pada variabel kualitas kehidupan kerja terdapat aspek yang berpengaruh besar dan yang berpengaruh kecil terhadap keterikatan kerja.

Pada aspek kesejahteraan umum (general well-being) mencakup kesejahteraan secara fisik maupun psikologis, yang mana hal tersebut akan mempengaruhi keterikatan kerja karyawan sebesar 13,7%. Van Laar dan Easton (2012) menekankan bahwa kesejateraan umum individu di tempat kerjanya perlu diperhatikan dan ditangani dengan tepat oleh organisasi sebagai upaya pencegahan dan upaya menyejahterakan karyawan, daripada menanggapi saat munculnya masalah. Sehingga karyawan merasa baik saat bekerja tidak mengalami masalah baik fisik maupun psikologis, yang kemudian akan menaikkan performa kerja karyawan. Karyawan perbankan yang memiliki kesejahteraan psikologis akan mengembangan potensi yang dimiliki, dapat memotivasi dirinya, mendorong karyawan agar terus berusaha memberikan yang terbaik sehingga karyawan dapat terlarut dengan pekerjaan yang dijalani. Sesuai dengan pernyataan Simbula dan Guglielmi (2013) karyawan yang terikat dengan pekerjaannya cenderung memiliki kesehatan mental dan fisik lebih baik serta merasa puas dengan pekerjaannya dibandingkan dengan karyawan yang keterikatan pada pekerjaannya rendah.

Penelitian Gokhale (2015) juga menekankan jika karyawan yang merasa kesejahteraan yang tinggi maka karyawan akan dengan hati bekerja lebih keras dan lebih baik lagi.

Aspek hubungan rumah dan pekerjaan (home work interface) dalam kontribusinya terhadap keterikatan kerja karyawan sebesar 13,5%. Hal ini dapat dilihat ketika karayawan merasakan keseimbangan antara tuntutan dari urusan rumah dan pekerjaan. Jam kerja karyawan perbankan yang padat dan juga mendesak karyawan untuk dapat memenuhi tuntutan dari rumah maupun pekerjaan.

Hal tersebut menjadikan peran organisasi dalam memfasilitasi maupun memberi dukungan agar tercapainya keseimbangan antara kehidupan rumah dan pekerjaan sangat penting supaya dapat mempengaruhi keterikatan kerja karyawan itu sendiri.

Aveline dan Kumar (2017) menyatakan bahwa organisasi yang mengadopsi aturan yang ramah keluarga (family friendly) akan membuat karyawan mereka lebih dapat menyimbangkan kehidupan pekerjaan dan merasa lebih terikat dengan peran pekerjaan mereka.

Kepuasan kerja dalam hubungannya dengan keterikatan kerja karyawan memberikan nilai sumbangan efektif sebesar 9,9%. Karyawan yang memiliki kepuasan akan pekerjaannya jauh lebih terikat baik dengan organisasi maupun pekerjaan dibanding dengan tidak memiliki kepuasan kerja (Garg, Dar, & Mishra, 2018). Alzyoud (2018) menjelaskan bahwa karyawan yang bahagia dan puas di tempat kerjanya umumnya akan jauh termotivasi dan bersemangat dalam bekerja, terlepas dari tantangan yang mereka hadapi. Dengan demikian, diharapkan karyawan yang memiliki kepuasan kerja juga memiliki keterikatan dalam pekerjaan mereka.

Kontrol kerja merupakan sejauhmana karyawan dilibatkan memberikan sumbangan efektif sebesar 13,2%. Karyawan yang berpatisipasi dalam pembuatan

keputusan akan meningkatkan rasa memiliki dan komitmen pada organisasi.

Sejalan dengan temuan Garber (Zajkowska, 2012) menjelaskan salah satu faktor penting dalam keterikatan karyawan adalah apabila karyawan merasa dirinya terlibat dalam organisasi akan cenderung berkomitmen secara emosional dan terikat pada organisasi.

Pada penelitian ini aspek kondisi kerja juga memberikan sumbangan efektif sebesar 13,6% terhadap keterikatan kerja. Sejalan dengan penelitian Anitha (2014) yang menyatakan bahwa lingkungan kerja baik fisik seperi suhu, pencahayaan dan sebagainya serta lingkungan kerja non fisik seperti hubungan dengan rekan kerja dan manajer dapat mempengaruhi tingkat keterikatan kerja. Lingkungan kerja diharapkan dapat membuat karyawan terhubung secara emosional satu sama lain untuk mencapai tingkat keterikatan yang tinggi. Oleh karena itu, persepsi pribadi karyawan mengenai lingkungan kerja akan membentuk dan mengarahkan bagaimana keterikatan kerja pada karyawan perbankan. Maka untuk mendapatkan persepsi yang positif tersebut penting adanya peran memiliki lingkungan kerja yang mendukung. Lingkungan kerja yang mendukung, memungkinkan karyawan untuk bereksperimen dan mencoba hal baru meskipun gagal tanpa takut mengenai konsekuensinya (Kahn, 1990). Hal tersebut menunjukkan bahwa lingkungan kerja dapat memunculkan dedikasi karena memiliki perasaan antusias dan tantangan terhadap pekerjaan yang dimiliki. Didukung oleh penelitian Basit (2017) keterikatan kerja dapat bertambah apabila karyawan merasa aman terhadap lingkungan pekerjaan. Saks (2006) juga menyatakan karyawan dalam organisasi yang merasa aman di lingkungan kerjanya akan memiliki keterbukaan dan lebih

suportif. Kanten dan Sadullah (2012) juga menyatakan bahwa aspek lingkungan kerja memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap keterikatan kerja karyawan.

Stress kerja merupakan tekanan dan stress yang dirasakan individu di tempat kerja berkontribusi sebesar 0,4% pada tingkat keterikatan kerja karyawan. Frith (Vandiya & Etikariena, 2018) berpendapat dimana semakin tinggi stress kerja yang dirasakan karyawan, maka akan berdampak pada rendahnya keterikatan kerja yang dimiliki karyawan tersebut. Sebaliknya menurut Vandiya dan Etikariena (2018) apabila stress kerja dapat ditangani dengan baik oleh organisasi dan karyawan maka stress tersebut akan menjadi eustress atau stress yang positif. Keterikatan kerja merupakan bentuk eustress di tempat kerja karena keterikatan kerja merupakan kondisi pikiran yang positif ditandi dengan semangat, dedikasi dan absorpsi (Schaufeli, 2012).

Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa aspek-aspek kualitas kehidupan kerja memiliki kontribusi terhadap keterikatan kerja. Dilihat dari nilai sumbangan efektif masing-masing aspek, aspek-aspek kualitas kehidupan kerja dengan sumbangan efektif yang mencapai 13% dapat difokuskan untuk meningkatkan kualitas kehidupan kerja karyawan. Urutan aspek yang dapat diprioritaskan pertama adalah aspek kesejahteraan umum dengan 13,7%, kedua adalah aspek kondisi kerja dengan 13,6%, kemudian yang ketiga adalah aspek hubungan rumah dan pekerjaan dengan 13,5% dan yang keempat adalah aspek kontrol kerja dengan 13,2%.

Langkah yang dapat diambil perusahaan perbankan dalam meningkatkan aspek kesejahteraan umum karyawan misalnya dengan cara pemberian hak dan jaminan bagi karyawan seperti gaji, reward, jaminan kesehatan serta perusahaan tidak memberikan beban kerja yang berlebihan sehingga karyawan dapat merasa baik dan puas dengan kehidupannya secara umum. Kemudian dalam mengoptimalkan aspek kondisi kerja, langkah yang dapat dilakukan perusahan perbankan misalnya dengan perusahaan menyediakan lingkungan kerja yang nyaman, aman dan mendukung aktivitas pekerjaan. Lingkungan kerja tersebut dapat diwujudkan dengan lingkungan kerja fisik yang baik dengan fasilitas yang memadai dan lingkungan kerja yang saling mendukung.

Peningkatan aspek hubungan rumah dan pekerjaan oleh perusahaan perbankan dapat dilakukan dengan langkah seperti pengaplikasian kebijakan-kebijakan yang dapat menyeimbangkan kehidupan kerja karyawan, misalnya jam kerja yang fleksibel bagi karyawan. Selanjutnya, dalam upaya meningkatkan aspek kontrol kerja dimana karyawan merasa dilibatkan dalam aktivitas pekerjaannya.

Upaya yang dapat dilakukan perusahaan misalnya dengan memberikan karyawan kesempatan untuk mengungkapkan pendapat dan opini mengenai pekerjaan dalam pengambilan keputusan maupun aktivitas kerjanya.

Penelitian ini tentunya memiliki kekurangan atau kelemahan. Kekurangan pertama pada penelitian ini adalah jumlah responden yang lebih sedikit dibanding beberapa penelitian sebelumnya dan persebaran jenis tempat kerja responden yang tidak merata. Kekurangan yang kedua pada penelitian ini adalah pemilihan variabel prediktor sama-sama diangkat dari faktor sumber daya pekerjaan (job resource)

dalam mempengaruhi keterikatan kerja. Sehingga diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat memilih variabel prediktor yang lebih luas dari faktor-faktor yang lain dalam mempengaruhi keterikatan kerja. Kemudian, kekurangan yang lain adalah peneliti tidak dapat secara langsung mengamati proses pengambilan data, karena kondisi yang tidak memungkinkan. Sehingga, peneliti tidak dapat melakukan observasi lebih mendalam serta dikhawatirkan terjadinya pengisian kuesioner yang dilebihkan dari keadaan nyata atau kurangnya keseriusan dalam pengisiin kuesioner penelitian.

81 BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis pada penelitian ini, dapat diketahui bahwa kualitas kehidupan kerja dan organizational trust dapat menjadi prediktor tingkat keterikatan kerja karyawan secara simultan atau bersama-sama. Hal tersebut menunjukkan apabila karyawan memiliki tingkat kualitas kehidupan kerja dan organizational trust yang tinggi maka tingkat keterikatan kerja karyawan akan tinggi. Sebaliknya, jika karyawan memiliki tingkat kualitas kehidupan kerja dan organizational trust yang rendah maka tingkat keterikatan kerja akan semakin rendah. Kemudian, kualitas kehidupan kerja juga yang memiliki pengaruh terhadap keterikatan kerja karyawan. Kemudian, secara parsial hanya kualitas kehidupan kerja yang dapat mempengaruhi atau menjadi prediktor terhadap keterikatan kerja karyawan perbankan. Sementara organizational trust tidak terbukti dapat mempengaruhi atau menjadi prediktor terhadap keterikatan kerja karyawan perbankan.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti memiliki beberapa saran yang diberikan kepaada pihak-pihak yang terkait dalam proses penelitian ini.

Saran-saran tersebut ditujukan kepada:

1. Bagi organisasi

Saran bagi organisasi hendaknya Kualitas kehidupan kerja dan kepercayaan pada organisasi lebih diperhatikan atau apabila kualitas kehidupan kerja dan kepercayaan pada organisasi sudah baik dapat dipertahankan serta ditingkatkan agar tingkat keterikatan kerja karyawan dapat terdorong oleh kedua variabel tersebut. Disarankan apabila organisasi hendak meningkatkan kualitas kehidupan kerja dapat difokuskan pada aspek kesejahteraan umum, lingkungan kerja .

2. Bagi penelitian selanjutnya

Pada penelitian selanjutkan diharapkan agar peneliti dapat menggunakan variabel yang memiliki ciri yang berbeda ataupun memperluas varibel-variabel yang dapat mempengaruhi keterikatan kerja dari faktor-faktor selain faktor sumber daya pekerjaan atau job resource. Sehingga dapat menggetahui lebih luas lagi variabel apa saja yang dapat menjadi prediktor keterikatan kerja.

Penelitian selanjutnya juga diharapkan menggunakan teori dari tokoh-tokoh lain agar dapat menjadi refrensi lain untuk dipelajari lebih lanjut atau dijadikan bahan pembanding. Kemudian, penelitian selanjut diharapkan untuk menambah jumlah responden atau mengganti subjek penelitian agar dapat menjadi refrensi atau pengembangan penelitian-penelitian selajutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Alqarni, D. S. (2016). Quality of Work Life as a Predictor of Work Engagement among the Teaching Faculty at King Abdulaziz University. International Journal of Humanities and Social Science, 6(8), 118-135.

Alzyoud, A. A. (2018). Job Satisfaction and Work Engagement Moderated by Trust.

International Journal of Economics, Commerce and Management, 6(11), 125-139.

Anggraini, L., Astuti, E. S., & Prasetya, A. (2016). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Employee Engagement Generasi Y (Studi Pada Karyawan PT Unilever Indonesia Tbk-Surabaya). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB), 37(2), 183-191.

Anitha, J. (2014). Determinants of employee engagement and their impact on employee performance. International Journal of Productivity and Performance Management, 63(3), 308-327.

Aveline, S., & Kumar, R. M. (2017). Employee Engagement and Effects of Work Life Balance in Software Industries in Chennai. International Journal of Pure and Applied Mathematics, 116(22), 459-466.

Bakker, A. B. (2011). An Evidence-Based Model of Work Engagement. Current directions in psychological science, 20(4), 265–269.

Bakker, A. B., & Leiter, M. P. (2010). Work engagement: A handbook of essential theory and research. New York, NY: Psychology Press.

Bakker, A. B., Demerouti, E., Hakamen, J. J., & Xanthopoulon, D. (2007). Job Resources Boost Work Engagement, Particularly When Job Demands Are High. Journal of Educational Psychology, 99(2), 274-284.

Bakker, A. B., Shimazu, A., Demerouti, E., Shimada, K., & Kawakami, N. (2014).

Work engagement versus workaholism: a test of the spillover-crossover model. Journal of Managerial Psychology, 29(1), 63-80.

Bakker, B. A., & Demerouti, E. (2008). Towards a model of work engagement.

Career Development International, 13(3), 209-223.

Basit, A. A. (2017). Trust in Supervisor and Job Engagement: Mediating Effects of Psychological Safety and Felt Obligation. Journal of Psychology:

Interdisciplinary and Applied, 151(8), 701-721.

Bulińska-Stangrecka, H., & Iddagoda, A. Y. (2020). The relationship between inter-organizational trust and employee engagement and performance The

relationship between inter-organizational trust and employee engagement and performance. Academy of Management.

Buric, I., & Macuka, I. (2017). Self-Efficacy, Emotions and Work Engagement Among Teachers: A Two Wave Cross-Lagged Analysis. Journal of Happiness Studies, 19(7), 1917-1933.

Chughtai, A. A., & Buckley, F. (2011). Work engagement: antecedents, the mediating role of learning goal orientation and job performance. Career Development International, 16(7), 684-705.

Coetzer, C. F., & Rothmann, S. (2007). Job demands, job resources and work engagement of employees in a manufacturing organisation. Southern African Business Review, 11(3), 17-32.

Cummings, L. L., & Bromiley, P. (1996). The organizational trust inventory (OTI).

Trust in organizations: Frontiers of theory and research, 302(330), 39-52.

Demerouti, E., Bakker, A. B., Nachreiner , F., & Schaufeli, W. B. (2001). The job demands-resources model of burnout 86(3), 499. Journal of Applied psychology, 86(3), 499-512.

Demerouti, E., Nachreimer, F., Bakker, A. B., & Schaufeli, W. B. (2001). The Job Demands–Resources Model of Burnout. Journal of Applied Psychology, 86(3), 499-512.

Dirks, K. L., & Ferrin, D. L. (2002). Trust in Leadership: Meta-Analytic Findings and Implications for Research and Practice. Journal of Applied Psychology, 87(4), 611-628.

Engelbrecht, A. S., Heine, G., & Mahambe, B. (2014). The influence of ethical leadership on trust and work engagement: An exploratory study. SA Journal of Industrial Psychology, 40(1).

Garg, K., Dar, I. A., & Mishra, M. (2018). Job Satisfaction and Work Engagement:

A Study Using Private Sector Bank Managers. Advances in Developing Human Resources, 20(1), 58-71.

Ghozali, I. (2011). Aplikasi Analisis Mulitivariete dengan Program IBM SPSS 19.

Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gokhale, M. (2015). Work-Related Quality of Life and Work Engagement of College Teachers. Annamalai International Journal of Business Studies &

Research,, 60-63.

Hasmalawati, N. (2018). PENGARUH KUALITAS KEHIDUPAN KERJA DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN. INTUISI, 10(1), 26-35.

Hassan, A., & Ahmed, F. (2011). Authentic Leadership, Trust, and Work Engagement. International Journal of Human and Social Sciences, 6(3), 164-170.

Herminingsih, A. (2017). The Influence of the Organizational Justice and Trust to the Leaders on Employee Engagement with Job Satisfaction as Intervening Variable. Archives of Business Research, 5(2), 56-69.

Hough, C., Green, K., & Plumlee, G. (2016). Impact of Ethics Environment and Organizational Trust on Employee Engagement. Journal of Legal, Ethical and Regulatory Issues, 18(3), 45-67.

Hsieh, C. C., & Wang, D. S. (2015). Does supervisor-perceived authentic leadership influence employee work engagement through employee-perceived authentic leadership and employee trust? The International Journal of Human Resource Management, 26(18), 2329-2348.

Irmawati, & Wulandari , A. S. (2017). Pengaruh Quality of Work Life, Self Determination, Dan Job Performance Terhadap Work Engagement Karyawan. Jurnal Manajemen Dayasaing, 19(1), 27-36.

Johnson, M. (2011). Workforce Deviance and the Business Case for Employee Engagement. Journal for Quality & Participation, 34(2), 11-16.

Julita, S., & Andriani, I. (2017). Dukungan Organisasi Yang DIrasakan dan Keterikatan Kerja Karyawan Pada Karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Cabang Banda Aceh. Jurnal Psikologi Undip, 16(1), 40-53.

Kahn, W. A. (1990). Psychological Conditions of Personal Engagement and Disengagement at Work. The Academy of Management Journal, 33(4), 692-724.

Kanten, S., & Sadullah, O. (2012). An empirical research on relationship quality of

Kanten, S., & Sadullah, O. (2012). An empirical research on relationship quality of

Dokumen terkait