• Tidak ada hasil yang ditemukan

Latar Belakang Masalah

Dalam dokumen Seksualitas Remaja di Kota Sibolga (Halaman 92-97)

NEGERI BERBILANG KAUM

1.1. Latar Belakang Masalah

Masalah seksual mungkin sama panjangnya dengan perjalanan kehidupan manusia, dimana sejak adanya kehidupan manusia kehidupan seks juga telah ada. Namun hingga saat ini, masalah seksual seakan-akan tidak pernah habis dan tuntas untuk di bahas. Masalah seks atau topik mengenai seksualitas sering dijadikan sebagai topik pembicaraan yang tabu untuk diperbincangkan, terutama antara orang yang tidak seumuran, seperti antara orangtua dan anak. Banyak orang tua yang jarang bahkan tidak pernah membicarakan kepada anaknya mengenai seks dan dampak nya bagi kesehatan. Dalam rencana kerja International Conference on Population and Development (ICPD) di kairo tahun 1994 (dalam Yuli dkk, 2010) merekomendasikan bahwa pelayanan kesehatan dasar salah satunya meliputi komunikasi informasi edukasi mengenai perkembangan seksualitas, kesehatan reproduksi dan kewajiban orang tua untuk bertanggung jawab. Berbagai berita mengenai terjadi nya kekerasan seksual dialami remaja yang tak jarang mengakibatkan kematian. Kejahatan dan kekerasan seksual yang semakin marak di masa ini melibatkan pelaku dan korban yang merupakan kaum remaja. Media sosial menampilkan remaja sebagai objek dalam berbagai foto dan video pornografi. Selain itu, remaja sendiri juga sering berusaha mencari tahu hal-hal baru di internet, didukung oleh pesat nya perkembangan media elektronik saat ini, seakan apa yang diperlukan mengenai seks telah disediakan oleh internet secara fiktif. Kebutuhan secara fiktif ini terkadang memicu gejolak

dalam diri seakan ingin memenuhi hasrat seksual remaja, yang sudah mengalami masa pubertas, yakni masa dimana terjadinya perkembangan fisik yang dialami dengan keluarnya air mani pada saat mimpi basah pada seorang remaja laki-laki dan remaja perempuan mengalami menstruasi atau menarche.

Banyak pengertian dan pendapat mengenai remaja dan rentang usia untuk menyebutkan seseorang sebagai remaja atau tidak. Orang awam menyebutkan bahwa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak hingga dewasa. “Masa muda adalah masa paling indah”, kalimat tersebut sering terdengar di lingkungan masyarakat dan media, banyak hal-hal baru yang ingin dicoba dan ingin dilakukan secara pribadi ataupun bersama teman-teman. Lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan remaja. Namun media elektronik dan internet juga sangat mempengaruhi, cukup dengan satu jari remaja dapat mengakses segala hal yang ingin diketahui nya melalui internet dan tak jarang mereka sering mencari tahu hal yang di anggap tabu melalui media internet yakni mengenai “seks”.

Tidak bisa dipungkiri remaja dan seks menjadi topik yang paling sering dibicarakan dimasyarakat bahkan dunia juga menjadikan ini masalah yang sangat perlu diperhatikan. Namun seks sering menjadi masalah bagi seseorang dan lingkungan nya. Seperti masalah kehamilan remaja, infeksi yang menular secara seksual, kekerasan seksual, dan pelecehan seksual. Tak heran masalah sosial ini sering kita liat di berbagai berita yang semakin hari semakin banyak saja di beritakan masalah yang disebabkan oleh gairah seksual,seperti beberapa individu memaksakan orang lain untuk berhubungan seks dengannya yakni pemerkosaan.pemerkosaan merupakan hubungan seksual yang dipaksakan terhadap seseorang yang tidak memberikan ijin dan menyebabkan tekanan batin bahkan kematian.

Sebuah penelitian dilakukan oleh Synovate Research pada September 2004 (dalam Yuli dkk, 2010) tentang perilaku seksual remaja di empat kota besar yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan pada remaja usia 15-24 tahun menunjukkan bahwa 44 % responden mengaku pernah mempunyai pengalaman seks di usia 16-18 tahum dan 16 % mengaku pengalaman seks sudah dilakukan pada usia 13-15 tahun. Selain itu, rumah menjadi tempat favorit (40%) untuk melakukan hubungan seks, sisanya 26 % ditempat kos, di hotel dan 8% lain-lain. Hasil penelitian tersebut dapat memberikan gambaran perilaku seks dikalangan remaja.

Survei yang dilakukan Youth Center Pilar PKBI Jawa Tengah di tahun 2004 di Semarang mengungkapkan bahwa dengan pertanyaan-pertanyaan tentang proses terjadinya bayi, Keluarga Berencana, cara-cara pencegahan HIV/AIDS, anemia, cara-cara merawat organ reproduksi dan pengetahuan fungsi organ reproduksi, diperoleh informasi bahwa 43,22 pengetahuan remaja rendah, 37,28% pengetahuan cukup sedangkan 19,50% pengetahuan baik. Disisi lain, perilaku remaja yang berpacaran juga tergambar dari survey yang dilakukan oleh Youth Center Pilar PKBI Jawa Tengah, saling mengobrol 100%, berpegangan tangan 93,3%, mencium pipi/kening 84,6%, berciuman bibir 0,9%, mencium leher 36,1% saling meraba (payudara dan kelamin) 25%, dan melakukan hubungan seks 7,6%. Khusus untuk yang melakukan hubungan seks, pasangannya adalah pacar 78,4%, teman 10,3% dan pekerja seks 9,3%. Alasan mereka melakukan hubungan seks adalah coba-coba 15,5% sebagai ungkapan rasa cinta 43,3%, kebutuhan biologis 29,9% (Yuli dkk,2010).

Seksualitas remaja berkaitan dengan berbagai aspek lain dari perkembangan remaja, termasuk perkembangan fisik dan pubertas, diri dan identitas, gender, sekolah, teman sebaya dan keluarga. Variasi remaja dilihat dari pengalaman seksual nya di pengaruhi oleh budaya di

lingkungan sekitar, hal ini juga berlaku dalam hal seksualitas remaja. Misalnya variasi remaja di beberapa daerah yakni di Timur Tengah remaja tidak diizinkan untuk berinteraksi dengan lawan jenis bahkan di sekolah, di Rusia remaja menikah lebih awal agar dapat melakukan aktivitas seksual secara sah. Dengan demikian, lingkungan sangat mempengaruhi para remaja sehingga terlibat dalam berbagai jenis pengalaman seks yang berbeda.

Remaja memiliki segudang pertanyaanpada masa nya, terutama mengenai seks. Namun, kebanyakan remaja memiliki pengetahuan dari internet dan teman sebaya yang cenderung diyakini namun belum tentu kebenaran nya. Topik mengenai seks memang tidak akan pernah ada habis nya, ada saja berbagai perilaku seks terbaru yang cenderung menyimpang yang tak jarang kasus menghilangkan nyawa manusia, seperti yang akhir-akhir ini hangat diperbincangan di Indonesia perilaku buruk para pedofil. Seiring perkembangan fisik manusia, saat seseorang berada di tahap remaja tepat saat ia telah melewati masa pubertas seharusnya remaja telah memiliki bekal pengetahuan mengenai seks. Indonesia sebagai negara berkembang tentu nya memiliki berbagai macam masalah yang ingin segera di benahi baik karena bencana alam dan masalah sosial yang disebabkan oleh buruk nya mental anak bangsa. Sangat banyak kejahatan dan tindakan kriminal yang dilakukan oleh remaja baik yang dipublikasikan di media cetak maupun media elektronik dan tindakan yang tidak dipublikasikan. Indonesia memiliki jutaan calon pemimpin bangsa yakni remaja. Terlepas dari menarik nya topik mengenai remaja, kurangnya pendidikan seks yang diberikan orang tua, kejahatan dan kekerasan seksual yang semakin marak di Indonesia. Hal menarik lain nya dan menjadi sorotan di beberapa daerah sehubungan dengan remaja dan seks yakni hubungan seks sebelum pernikahan, semakin banyak saja kasus-kasus hubungan seks sebelum pernikahan yakni dikalangan remaja yang masih duduk

dibangku sekolah.Seks pranikah adalah hubungan seksual yang dilakukan tanpa menikah dan sering berganti pasangan.

Hasil penelitian Ramli Bandi dkk pada tahun 1990 (Susanti,2001), sumber memperoleh pengetahuan tentang masalah seks dari orangtua hanya 1,6 %. Jadi, peran orangtua pada remaja masih kecil sekali. Selain tabu, membicarakan masalah seks dengan keluarga, terutama orangtua masih perlu dikaji lagi, seberapa jauh pengetahuan orangtua mengenai masalah seks yang sehat dan reproduksi. Selanjutnya dalam penelitian yang dilakukan pada tahun 1991 (dalam Susanti,2001), menjelaskan bahwa dalam mengahadapi remaja perlu adanya peningkatan pengawasan dan bimbingan orang tua terhadap anaknya dengan cara yang bijaksana. Fungsi pengayoman dari orangtua perlu ditegakkan lebih dulu dalam kehidupan keluarga sehari-hari dan pendidikan agama sedini mungkin. Karena masa remaja itu dalam pembentukan diri, kepribadian yang belum stabil, kuatnya pengaruh teman dan sikapnya yang mulai kritis.

Masa remaja menempatkan pada tantangan resiko terhadap berbagai masalah reproduksi dan masalah psikologi. Setiap tahun diseluruh dunia kira-kira 15 juta remaja berusia 15-19 tahun melahirkan, 4 juta melakukan aborsi, dan hampir 100 juta terinfeksi penyakit menular seksual yang dapat disembuhkan. Secara global 40% dari kasus infeksi HIV terjadi pada kaum muda yang berusia 15-24 tahun. Resiko kesehatan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berhubungan, salah satu diantaranya karena kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi (Yuli dkk, 2010).

Dari hasil observasi peneliti di kota Sibolga, tak sedikit terjadi kehamilan remaja yang membuat kebanyakan remaja tidak merantau untuk mendapatkan pendidikan atau bekerja di daerah lain. Pengalaman peneliti selama tinggal dan menetap di kota Sibolga, informasi yang

ditemukan bahwa di lapangantelah banyak remaja yang melakukan aktivitas seks kepada diri nya sendiri dan terutama bersama dengan pasangannya dan tak sedikit „tempat‟ untuk berhubungan seks telah disediakan oleh orang-orang tertentu untuk mereka yang ingin melakukan tindakan seks pranikah. Selain penelitian mengenai seksualitas yang masih sedikit jumlahnya, penelitian mengenai remaja di kota Sibolga juga hampir tidak ada yang dituliskan dalam ranah ilmiah. Peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian mengenai perilaku seks remaja dan menuliskan hasil penelitian tersebut kedalam bentuk tulisan yang berjudul “Seksualitas Remaja di Kota Sibolga”.

Dalam dokumen Seksualitas Remaja di Kota Sibolga (Halaman 92-97)

Dokumen terkait