• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seksualitas Remaja di Kota Sibolga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Seksualitas Remaja di Kota Sibolga"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

Daftar Pustaka

Abdullah, Irwan. Konstruksi dan Reproduksi kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006. Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial

Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007.

Boellstorf, Tom. The Gay Archipelago: Seksualitas dan Bangsa di Indonesia. Jakarta: Q-Munity, 2009.

Dariyo Agoes, Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia, 2004.

Drs. Argyo Demartoto, M.Si, “Mengerti,Memahami dan Menerima Fenomena Homoseksual,”

httpargyo.staff.uns.ac.idfiles201008seksualitas-undip.pdf ( 24 Januari 2016 ).

Faturochman. “Sikap dan Perilaku Seksual Remaja di Bali,” Jurnal Psikologi, No.1 (1992), hal.

12-17.

Foucault, Michael, 1997, Sejarah Seksualitas: Seks dan Kekuasaan, Gramedia, Pustaka Utama: Jakarta (judul asli La volonte de Savior Hostorie de la Sexualite, 1976, Gallimard: Paris). Gunarsa, Singgih. Psikologi Remaja. Jakarta: Gunung Mulia, 2003.

Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : PT Rineka Cipta, 2009.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006. Notoadmojo, S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003.

(2)

Suparlan, Parsudi. Manusia, Kebudayaan, dan Lingkungannya. Jakarta: PT Rajawali, 1984. Saptandari, Pinky. “Kesehatan Reproduksi Perempuan dalam Perspektif Antropologi Budaya,” Jurnal

Biokultural, I (Januari-Juni 2012), hal. 1-16.

Soejoeti, Susanti Zalbawi. “Perilaku Seks di Kalangan Remaja dan Permasalahannya.” Jurnal Kesehatan

Badan Penelitian, Vol XI (2001), hal. 30-35.

Soejoeti, Susanti Zalbawi. “Masalah Aborsi di Kalangan Remaja,” Media Litbang Kesehatan, Vol XII (2002), hal. 18-23 dan 44-45).

Trisnawati Yuli, Tri Anasari dan Arthathi Eka.S. “Perilaku Seksual Remaja SMA di Purwokerto dan

Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya,” Jurnal Ilmiah Kebidanan, I (Desember, 2010), hal. 1-15. Trida Cynthia, “Konformitas Kelompok dan Perilaku Seks Bebas Pada Remaja,” Jurnal Psikologi, No.1

(Desember,2007).

Wagner,Lola., Danny Irawan Yatim. Seksualitas di Pulau Batam. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan: 1997.

Wardiyanto. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Bandung: Lubuk Agung, 2011. Yoeti, Oka. Perencanaan Strategi Pemasaran Daerah Tujuan Wisata. Jakarta : Pradnya Pramita,

(3)

BAB III

PERILAKU SEKSUAL REMAJA

3.1. SANSAN

“kak, itu lakik ku, si Idong! (ucap Sansan sambil menunjuk seorang pria yang lewat

(4)

berusaha bergaul dengan mereka dari latar belakang yang berbeda dengan saya seperti etnik, suku, lingkungan rumah serta kebiasaan yang berbeda dengan saya. Di sekolah teman-teman saling memaki dengan menggunakan bahasa pesisir pantek dan gandek yang sebelum nya saya kira kata yang sopan bukan untuk memaki, di sekolah ini saya pertama kali nya mulai belajar bahasa pesisir.

Awalnya saya di tempatkan di kelas 1.7 namun karena saya mengeluh kepada mamak, mamak datang kesekolah untuk mengurus perpindahan saya dari kelas 1.7 ke 1.2 dari 7 kelas untuk kelas 1 terdiri dari kelas 1.1-1.7, sebelumnya saya tidak mengetahui ruangan kelas berapa Santi, namun di kelas 2 waktu itu kami dipertemukan, di awal kami kedatangan murid baru yakni Dina, tampilan nya yang manis dengan rambut panjangnya yang hitam, dan dipadukan dengan rambut yang bergelombang, dengan gaya ceplas-ceplos bila berbicara, sambil memukul orang sekitar nya ia tertawa, tak lama ia kemudian mengenakan jilbab setelah beberapa bulan menjadi murid kelas kami. Santi orang batak toba sama seperti saya, entah bagaimana kami bisa akrab, kami berembuk membuat nama geng, memakai nama geng merupakan sesuatu yang sedang trend masa itu, kami ber lima saya, Dina, Santi, Riska, dan Yanti adalah teman akrab dengan nama MTZ genk yang terkenal dimana-mana “coba klen tanya orang Sibolga mana yang gak kenal kami? haha”, hingga sekarang belum tau apa kepanjangan dari singkatan itu, terkadang apabila orang bertanya “apa itu woi?” Riska menjawab “Mayat Tanpa Jenazah”, indahnya dunia sekolah

(5)

untuk sekali dalam seminggu yakni dihari kamis kemudian kami mencoret dinding atau pun langit-langit angkot, masa itu mencoret langit-langit angkot adalah salah satu trend dan kami pernah melakukan nya hampir disemua angkot yang kami naiki sampai-sampai kami pernah diturunkan paksa dari dalam angkot karna supir angkot marah saat kami mencoret angkot yang baru di cat, kami menggunakan pulpen atau pun spidol berwarna hitam untuk itu. Hampir setiap hari kami bakuliling naik angkot untuk rute dari simpang Korem sampai Sarudik ujung, pulang pergi beberapa kali hingga kami bosan atau sudah ditanyai oleh supir kapan kami akan turun, apabila ada hari khusus yang menyebabkan sekolah cepat dibubarkan, kami pergi ke Sarudik untuk mandi-mandi tempat itu yang dulu selalu ramai dengan anak-anak sekolah.

(6)

batuk, rambutnya yang di rebonding/diluruskan minimal 2 kali dalam setahun, diwajah nya ada beberapa goresan seperti bekas luka “ini kenak getah pohon dulu put” ungkap nya, tubuh nya

jauh lebih pendek daripada tubuh saya apabila kami saling berdiri mengukur tinggi badan, kepalanya sama rata dengan pundak saya. Kami berdua dari etnik batak toba sedangkan yang tiga lagi tinggal daerah Sibolga Selatan yakni pesisir. Pernah di malam minggu saya kabur dari rumah dengan alasan menghadiri ulang tahun Riska, tapi Santi mengajak saya jalan dengan pacar nya berempat dengan pacar saya saat itu, di ujung jalan ada tikungan kami berempat tercampakdan terguling hingga luka-luka di kaki saya, kami kabur sebelum warga keluar saat tengah malam itu. Saya takut pulang kerumah, namun Santi tetap tenang, abang saya mencari saya ke rumah Santi dan kemudian mencari saya ke daerah rumah Riska tempat saya di dapat oleh abang, abang marah kepada saya begitu juga kepada Santi. Namun Santi tidak kembali kerumah malam itu.

(7)

membuka pintu depan, ruangan terlihat gelap di siang hari karena mereka jarang menyalakan lampu waktu itu, sebelah kanan rumah berderet dua kamar kecil, sebelah kiri adalah ruang tamu dengan sofa kayu dan di foto-foto anggota keluarga mereka di pajang rapi di atas meja seperti buffet panjang itu, ada tv yang terlihat tua dan berdebu seperti tidak pernah di nyalakan. Menuju bagian dapur lantai semen semakin kasar, sebelah kiri ada kamar mandi, didepan kamar mandi ada tempat untuk mencuci pakaian di lantai semen yang kasar dengan beberapa ember plastik terletak disitu, air kamar mandi terlihat kotor yang mengendap di dasar bak, kamar mandi diterangi dengan lampu berwarna putih. Ujung ruang itu terlihat gelap dan pintu belakang adalah pintu kayu yang berbunyi saat dibuka ataupun ditutup.

Ayah Sansan adalah salah satu teman dekat bapak saya, ayah Sansan saya panggil Uda karena Uda memanggil “abang” ke bapak saya, juga karna mengikutkan partuturon etnik batak

toba , ibu Sansan saya panggil Inanguda. Anak dari Inanguda dan Uda juga memanggil “maktua” ke mamak saya dan “paktua” untuk bapak saya. Uda adalah “orang pasaran” yakni sebutan untuk

mereka yang suka bergaul dan beberapa dari mereka mencari nafkah dari pergaulan itu, “orang

pasaran” biasanya aktif di bidang organisasi masyarakat dan dikenal oleh banyak orang terutama

(8)

tulisan *dilakukan oleh orang professional, tidak bisa dilakukan dirumah. Foto-foto Uda saat melakukan atraksi juga dicetak dan ditaruh dengan bingkai foto, yang dipajang diruang tamu diatas buffet berbahan kayu itu. Uda tidak gendut dan tidak kurus, saat berjumpa dengan nya beberapa kali Uda sedang menggunakan seragam putih yakni seragam yang biasa digunakan nya untuk kegiatan silat, Uda memiliki beberapa anak didik yang disayangi nya dalam perkumpulan itu, seperti yang sering menemani dia saat melakukan atraksi dan yang dikirim keluar kota untuk mengikuti pertandingan.

Inanguda, wanita berambut pirang dengan kulit gelap nya dan potongan rambut pendeknya, beberapa kali tidak berada dirumah saat saya mampir, Inanguda aktif di acara pesta dan beberapa kali juga saya berjumpa dengan nya di acara pesta apabila saya bersama dengan mamak. Saat itu inanguda merokok Gudang Garam/GP atau terkadang berganti dengan Surya. Inanguda sering mengajak kami mengobrol apa bila datang kerumah, menanyai mau kemana dan memberi uang jajan untuk Santi.

(9)

mengenai kak Sonni di bawa oleh pria hingga malam hari, dan tak jarang berganti ganti pria. Selanjutnya Bollok dan Putra, mereka merupakan 2 (dua) orang anggota keluarga yang kami kenal hanya sekedar kenal, karna hampir setiap kerumah kami tak pernah berjumpa. Kalo pun berjumpa itu hanya saling menyapa saja “woi” kemudian mereka pergi dari rumah dengan teman nya masing-masing.

(10)

yang sudah meninggal. Saya mengetahui kabar duka dari adik Santi yakni Sansan saat dia memasang foto anak itu terkujur kaku dan hidung nya disumbat dengan kapas, saya lihat Sandro memajang foto itu sebagai DP (Display Picture) untuk kontak bbm nya dan menuliskan status “masih belum nyangka bere pergi secepat ini”. Saya mendapat pin bbm Sansan ketika saya dan

teman pergi kerumah orang tua dari teman kami untuk mengantarkan oleh-oleh dari teman kami yang ada di Jakarta. Sansan meneriakkan saya “kak putli, siapa itu cowo kakak?” ia bersama

dengan teman nya perempuan saat itu sedang duduk di pinggir jalan diatas trotoar dengan mengenakan celana pendek berwarna coklat muda. “kak mana pin kakak?” Tanya Sansan,

setelah saya memberikan pin bbm sambil mengambil hp nya dari dalam kantong celana itu, ia mengetik pin bbm ku dengan hp berwarna merah cerah. “udah ya kak, terima lah” katanya.

(11)

Dulu saat SD Sansan bersekolah di SD negeri, kemudian melanjutkan ke SMP PGRI dan selanjutnya SMA di sekolah tinggi pelayaran, hampir seluruh siswa SMK pelayaran adalah laki-laki. Sansan berencana akan melanjutkan perkuliahan keluar kota yakni Jakarta. Inanguda dan Udadisebutnya mama dan papa. Sekarang Sansan sudah berada di ibukota Jakarta namun sebelumnya Sansan dan keluarga tinggal di lingkungan Kampung Kelapa yang letak nya berada di sebelah Terminal Bus kota Sibolga. Hingga sekarang mama Sansan masih tinggal di rumah itu bersama ke dua anak laki-laki nya. Info yang saya dapat mengenai Kampung Kelapa bahwa di tak sedikit remaja yang tidak melanjutkan sekolah dan beberapa dari mereka adalah pengedar narkoba, beberapa remaja juta mengalami kehamilan yang tak diinginkan saat duduk dibangku sekolah.

Kedekatan kami, saya dengan Sansan semakin akrab beberapa bulan sebelum Sansan tamat SMA dan melanjutkan studi nya ke Jakarta, ketika saya stay di Sibolga sejak awal tahun kemarin.

(12)

pukul 10.00 WIB hingga malam hari tak tentu pukul berapa, tepat disebelah nya juga ada penjual pisang crispy keju coklat, donat mini, dan juga terkadang menjual pargedel.

Sore itu saya mampir di toko, Sansan mengenal kan saya pada Tuty, Tuty seorang pekerja toko parfum isi ulang itu/refillsejak pagi hingga malam hari. Hampir tiap malam bos nya atau pemilik tempat parfum ini datang untuk mengambil setoran dari Tuty. Tuty terlihat masih muda dengan tubuh yang tidak tinggi mengenakan jeans hitam dan baju lengan panjang dengan jilbab berwarna cerah. Tuty adalah salah satu teman dekat Sansan, sambil bersalaman kami menyebutkan nama. Beberapa perbincangan kami, saya janji akan datang di hari lain karena saya hanya mampir dan masih ada beberapa urusan perintah dari mamak.

Hari Selasa saya datang ke toko dengan membawa sepeda motor Vario, saya parkirkan sepeda motor lalu duduk dengan bangku plastik berwarna biru itu. Beberapa pertanyaan di utarakan Sansan kepada saya untuk menanyakan mengenai perkuliahan saya, keluarga saya, pacar saya, dan “dari mana kakak tadi?”. Ia mengenakan celana jeans dengan model longgar dan kaos polos berwarna cerah. Tuty keluar dari toko, “eh kak, dari mana kakak?” “dari rumah dek” jawab ku. Sore kemarin itu sudah petang hari, langit sudah mulai gelap dan terdengar suara adzan maghrib, beberapa kaum muslim di kota Sibolga meyakini bahwa ketika maghrib tidak boleh keliyuran. Malam itu kami duduk bersampingan Tuty bolak-balik melihat HP nya, Sansan melihat seperti memperhatikan orang-orang yang lewat malam itu dari depan toko seperti sedang menunggu seseorang. “lama bana lewat dia ya” ujar Sansan kepada Tuty. Tuty hanya diam dan

(13)

tanpa menyahut Sansan kembali. Malam itu setelah bos Tuty datang, kami sudah berencana untuk bakuliling atau sekedar nongkrong entah dimana. Saat saya duduk di depan toko, tak ada satu orang pun pengunjung yang datang untuk membeli parfum. Parfum yang di jual di toko ini, adalah parfum isi ulang dengan berbagai aroma yang berbeda-beda, beberapa botol parfum berbahan seperti kaleng disusun rapi di atas rak-rak dari kayu itu, dinding tokok berwarna oranye, dan ada seperti garis-garis dengan cat berwarna hitam, di oleskan ke dinding agar dinding tidak terlihat polos. Didalam toko juga ada steleng kaca tempat botol-botol parfum yang dijual apabila pembeli ingin membeli parfum beserta botol nya, terkadang pembeli juga membawa botol masing-masing untuk di isi ulang di toko. Dibelakang steleng ini ada karpet bercorak kotak-kotak putih dan hitam, tempat itu dimaksudkan sebagai tempat duduk Tuty sembari menunggu pembeli, sekalian sebagai tempat untuk menyimpan uang hasil jualan yang ditaruh Tuty didalam dompet dan di taruh pada steleng kaca itu. Setelah pukul 22.00 WIB Sansan mengambil bangku plastik itu kembali dan berdiri diatas nya, ia hendak mengambil lampu dan menyimpan nya ke dalam toko. Tuty menyapu ruang toko yang kecil itu, dan membuang sampah kedepan toko (tidak ke tempat sampah), Tuty membuang sampah begitu saja ke jalan “nanti datang nya tukang sampah

itu kak” iya menjawab ketika saya menanyai nya. Tuty dan Sansan saling membantu menarik

pintu penutup toko dan menggembokkan nya, setelah Tuty mengambil sepatu berwarna hitam dengan corak putih milik nya. “mangapo mamakke sipatu kau?” tanya Sansan. “biar rancak, suko

ambo lah” jawab Tuty. Sansan membawa sepedamotor Vario saya dan saya di bonceng, Tuty

(14)

Sibolga itu. “makan dulu la kita dek disini” kata ku ke mereka. “ayok kak” jawab Sansan, Tuty

hanya melihat kearah Sansan. Kami parkirkan kereta di tempat parkir dan mencari tempat duduk, “disini aja la” kata Sansan, disebelah meja itu ada 8 orang laki-laki yang terlihat memakai baju

olahraga sedang makan disitu. Kami duduk dan memesan makanan dan sup buah. “ndak ado yang ganteng” ujar Sansan sambil tersenyum manis. Tak lama saat kami makan, kumpulan pria

itu hendak pulang “hati-hati ya bang” teriak Sansan lembut kearah mereka. “woi, jangan.. kenal ambo itu” Tuty berbisik kepada Sansan. “Siapa?” tanya Sansan. “kawan nya abang ambo” jawab

Tuty. “oh” jawab Sansan sambil mengangkat alis kiri nya dan memonyongkanbibir nya. Setelah kami selesai makan “cabut la kita yok” kata Sansan. Saya yang membayar makan kami malam itu. “kakak yang bayar?” tanya Sansan ketika saya mengeluarkan uang dari dalam kantong “iya

dek” jawab ku, Tuty melihat Sansan sambil tersenyum “aduh kak, makasi kak” ucap Tuty.

Kemudian kami melanjutkan bakulilingkearah lapangan Simare-mare, saat saya di bonceng, Sansan menegakkan badan nya dan menggas kereta itu dengan agak kencang hingga sampai disekitar lapangan, Sansan mulai memperlambat kecepatan kereta. Ia melihat kiri dan kanan siapa saja yang sedang duduk di sekitaran lapangan itu, kami berkeliling memutar melihat bagian per bagian lapangan, Sambil Sansan terkadang sedikit tertawa dan berbisik juga terkadang berteriak kearah orang-orang yang berada di sekitar itu, saya pikir mungkin Sansan mengenal orang-orang itu. “duduk la kita dulu disini kak” ucap Sansan sambil memparkirkan kereta didekat semen tempat duduk itu. Saat saya sudah duduk dan Sansan juga, Tuty seperti bingung “disini

kita?” kata nya kearah Sansan. “iya bentar la dulu ngeliat abang itu main sepeda” jawab Sansan

(15)

Kami juga menyahut tawa Sansan dan tertawa bersama. Beberapa obrolan malam itu, akhir nya kami pulang, pertama kami mengantarkan Tuty ke rumah nya yang terlihat gelap dari luar itu, dinding nya kayu tapi saya tak masuk kedalam. Saya mengantarkan Sansan, tetapi masih Sansan yang membawakkereta. Akhirnya sampai didepan gang disamping gereja itu, JL.S.M.Raja, “dimana rumah kalian sekarang dek?” tanya ku. “didalam kak, gak jauh dari sini, masuk gang ini

aja kok kak” jawab Sansan. “oke dek, kakak balek ya” ujar ku. “oke kak, thankyou kak bye bye”

jawab Sansan sambil melambai kan tangan kanan nya.

Beberapa hari tanpa komunikasi, saya kembali ngebbm Sansan menanyakan dia sedang dimana. Ternyata Sansan sedang di toko. Malam itu saya ke toko, langit tampak bersahabat tak turun hujan malam itu. Sampai di toko yang lumayan jauh ini bahkan masih lewat lagi dari sekolah saya SMP Negeri 1. Sampai di toko saya langsung parkirkan motor. Sansan sudah duduk di depan toko dengan kaos oblong nya itu. Kami bacarito panjang lebar mengenai berbagai hal, beberapa perkataan Sansan yang menarik seputar hubungan nya dengan pria. “kak, aku mau cerita la soal cowokku, eh mantanku dia udah nikah sama perempuan kak” dengan senang hati

saya mendengarnya. “dia masih hubungi aku kak, dia juga sering kirimin uang jajan aku tapi

istrinya gak tau kak” dan saya mulai menanyakan mengenai awal kedekatan mereka.

“Dulu kak pertama kali aku kenal dia, dia itu orang sini nya kak didaerah Sibuluan sana

rumahnya. Dia la pertama kali cowok ku kak, semua semuanya aku pertama kali sama dia tapi dia nikah sama perempuan kak dan keluarga nya gak tau kalo sebenarnya dia suka sama laki-laki tapi udah pernah dulu aku di bawak kerumahnya” “ha? Kapan kau diajak dek? Trus..?” Tanya ku

(16)

kerumahnya, diajak kekamarnya. Awalnya aku diam-diam aja kak trus di cium nya la aku kak, aku pun ku balasnya kak e, langsung la dibukaknya baju ku kak, trus disuruh nya ku isap itunya. Geli juga aku pas baru itu kak, cuma disitu juga pecah perawan ambo kak e, dimasukkan nya ke punyaku kak. Ih mantap kali la dulu itu kak. Gimana la kalok hamil aku bang? Ku Tanya juga sama dia kak sambil ketawak-ketawak kami. Tapi hampir 2 tahun kami pacaran dia pun kadang mau ku bawak kerumah ku, jumpa sama mama dirumah, aku juga udah dikenal keluarga nya tapi akhirnya putus kami karna mau nikah sama perempuan dia. Hancur kali nya ku rasa kak e, tapi apa la terbilangkan karna kami pun gak mungkin direstui kan kak?” jawab Sansan padaku. Spontan aku kaget karena setelah sekian lama aku mengenal nya, Sansan yang ku kenal sejak kecil ini sudah begini sekarang. Kami hanya duduk didepan toko sepanjang malam hingga toko tutup dan kami bakuliling bersama Tuty, saya membonceng Sansan dan Tuty sendiri mengendarai sepeda motor milik kakaknya seperti biasa. Sepanjang jalan bakuliling, di depan SMA Negeri 1 Sibolga tepat di belakang Gedung Nasional ada gang kecil dan gelap, saat kami lewat Tuty tak sengaja melihat laki-laki di gang itu, spontan Tuty teriak “ ala, karokke inyo kak baru jam barapo lai ini”. “maksud nya dek?” teriak ku ke arah Tuty. “itu kak” (sambil ia

mengarahkan tangan nya ke dekat mulut nya). Sansan tidak segan menyapa pria atau wanita yang berpapasan dengan kami bahkan yang tidak di kenalnya. Terkadang Sansan berteriak “He LOMBOK!!” Teriak nya kepada seorang pria yang duduk cantik diatas sepeda motornya. Tak

lama bakuliling kami mengantar Tuty kembali kerumahnya dan saya mengantar Sansan ke depan gang di Jalan.S.M.Raja yang yakni gang menuju rumahnya.

Dihari Rabu tepat di “malam kamis”. Saya kembali datang ke toko, seperti biasa Sansan

(17)

pria yang sedang berolahraga di tempat gym. “hai kak Putri” sapa nya dengan lembut. “He kak” kata Tuty sambil muncul dari dalam toko dan duduk sambil bercerita bersama kami. Malam itu banyak orang yang lewat dari Jalan.Suprapto, ya seperti biasanya jalan ini memang selalu ramai. “dari rumah kakak?” tanyanya. Beberapa orang teman nya malam itu datang ke toko dengan

menggunakan sepeda motor, mereka sambil berbisik lalu pergi sedikit menjauh dari ku. Setelah mereka pergi, saya langsung bertanya kepada Tuty “kenapa dek? Ada apa?” “ada bisnis orang itu

kak” jawabnya. Dua orang pria ini pergi sambil menyapa Tuty “pa i yo Lombok”. Tuty bertanya

pada Sansan “Berapa?” “seikat” jawab nya. Sembari Tuty melayani pembeli parfum perlahan

saya menanyakan kepada Sansan “kenapa tadi dek?” “ada kawan kak cewek carik bapak-bapak dimintak 1 juta” “maen juga ya dek” jawabku. “aku pun pernah nya kak, dibawak ke hotel di

suruh isap sama dimasukkan tapi gak enak rasa ku kak, dikasi uang jajan memang tapi kayak gak ku rasa nikmat gitu kak, gak macam kalo sama cowok ku”. “berapaan la dikasi kau dek?”, “300 ribu kak kadang 500 ribu cuma untuk bentar aja kak, trus di bawak naik mobil tapi jumpa diluar, gak dijemput kerumah” “jumpa dimana dek?” “pernah aku jumpa didepan terminal kak, jalan

kaki aja dari simpang depan rumah yang biasa kakak antar aku”.

Sore itu saya lewat dari depan toko, saya melihat Sansan duduk di depan toko hanya seorang diri, saya tidak berniat mampir di toko, saya hanya lewat karna hendak ke apotik Segar dekat toko itu, “woi dek” teriak ku, sambil seperti mengecilkan mata nya ia melihat kearah saya “he kak put”. Padahal saya hanya lewat sore itu. Malam nya di hari jumat itu, saya kembali

datang ke toko dengan mobil avanza milik mamak. Saya parkirkan mobil di depan tempat jual pisang crispy itu, saya datang ke toko. “Tuty,mana Sansan?” tanya ku ke Tuty yang sedang

(18)

duduk di teras toko. “belum datang dia kak, tadi pulang dia ke rumah nya katanya” jawab Tuty

mengambil bangku dan duduk di sebelah saya. “dari mana kakak?” tanya Tuty. “dari rumah dek, tadi udah lewat kakak tapi gak singgah” jawab ku. “iya di bilang Sansan tadi sama ku kak, naik

mobil juga kakak kan?” jawab Tuty. “iya dek”. Sembari menunggu Sansan kami mengobrol,

agak kaku, Tuty melihat HP nya sambil mengetik sesuatu disitu. “kapan jalan-jalan kita dek?” Tanya ku untuk mengisi ke kosongan kami. “kapan la yok kak, minggu depan kami ada rencana

mau ke Sidempuan kak, ikut kakak?” “iya dek? Yaaah nanti kakak kabarin la, siapa aja?”

“Sansan, kawan-kawan yang lain, abang sebelah ini juga kak” “naik apa dek?” “naik kreta kak”

jawab Tuty. Kurang lebih pukul 20.00 WIB, Sansan berjalan kaki datang dari arah kanan toko. Ia menggunakan kaos dan celana tiga perempat beserta sandal andalan nya itu. “dari mana kau dek?” teriak ku. “dari rumah kak, mandi, kok gak singgah kakak tadi?” tanyanya. “ia kakak belik

obat tadi dek” jawab ku. Sansan ikut mengambil kursi dan duduk bersama kami. Ternyata ada

kabar baru yang tidak saya ketahui. “kak, si Tuty udah jadian sama cowok itu, yang dsebelah”

ujar Sansan kearah ku. Tuty tersenyum “heboh bana ya he” kata nya. “iya dek? Seeeeh enak la”

kata ku. “mana dia?” tanya Sansan. “didalam, mana la tau tau ku ngapain aja disitu” jawab Tuty.

“bacakkak munak?” tanya Sansan kembali, “indak e” jawab nya. Itu sebagian dari berbagai

percakapan malam itu. Setelah tutup toko, kami kembali bakuliling malam itu pukul 23.00 WIB. Saya menyetir, Tuty duduk disebelah saya, Sansan di belakang Tuty sambil membuka kaca mobil. “gak pake AC kita?” tanya ku. “gak usah kak, kan enak mandang-mandang” jawab

(19)

mengendarai sepeda motor itu, Tuty bertanya “gimana nya san yang ke Pasid itu?” “yok la,

semoga aku ada duit” jawab Sansan. “aku juga udah nabung ini, takut nya yang lain nanti gak

jelas kan?” “iya, semoga la jadi. Ayok ikut kak put” tanya Sansan. “nanti kakak kabarin la dek, nanti kakak juga gak jelas” jawab ku. Kami berputar lewat Jalan.SM.Raja sekalian mengantar

Tuty karena saya sudah di telfon mamak menyuruh segera pulang. Tengah malam itu diakhiri dengan gerimis sendu menemani saya kembali kerumah.

Malam minggu pun tiba, saya datang ke toko mengenakan baju garis-garis, saya bertemu Sansan yang mengenakan kaos, celana pendek dan mengenakan sandal jepit yang biasa dipakai laki-laki. “kakak selalu pakek sepatu ya kak, aku malas pakek sepatu nanti dibilang anak alay” “hahaha iya dek” jawab ku malu merasa disindir secara halus. Kami duduk didepan toko, Tuty

bolak-balik masuk ke toko sambil mencek HP nya yang sedang di cas. Beberapa motor sedang parkir didepan toko dan salah satu nya adalah motor Judika teman nya Sansan yang dipanggil nya “bang Judika”, mereka anak motor dari Medan yakni Road Eagle yang sedang konvoi ke kota

Sibolga dihari libur waktu itu. Judika datang menghampiri Sansan “he kau nya itu Sandro”

ujarnya sambil berjabat tangan. Seperti biasa Sansan menjawabnya manja “iya bang, darimana aja orang abang? Tanyanya. “mau mutar-mutar aja dek, ikut kalian?” “ayok bang, tapi tunggu tutup toko la nanti” jawab Sansan.

(20)

mereka, saya duduk disebelah Sansan. Sambil bercerita tentang mereka dan perjalanan mereka ke Sibolga, sesekali mereka tertawa kepada Sansan karna beberapa kalimat Sansan yang dianggap seronok seperti “baju om ini kok kek gitu? Pendek kali nantik masuk angin” ujar nya. Sambil

tertawa salah satu dari mereka menjawab “iya la, ini kek kau jugak ini dek”, dan Sansan juga

menjawab dengan sedikit lelucon juga. Kami diajak nongkrong ketempat makan, kami memutuskan nongkrong di Sibolga Square. Sesampai disana, kami pesan minuman yakni pesan 3 teh manis dingin untuk saya, Sansan dan Tuty. Anggota dari Road Eagle berjumlah 11 orang, kami duduk di bangku dengan 1 meja panjang, “kami belum makan dari tadi sore dek” ujar salah

satu dari mereka yang duduk tepat didepan Tuty.

Saat saya membuka facebok, Sansan update status mengenai Uda yang sedang sakit. Saya mengirim pesan kepada Sansan menanyakan mengenai kondisi Uda, Sansan bilang bakal di operasi, kemudian saya tanya diruang berapa Uda dirawat. Saya langsung beritahu mamak mengenai keadaan Uda yang sudah parah. Kemarin itu di hari minggu saya, abang, kakak, mamak pergi ke Rumah Sakit Umum (RSU) FL.Tobing. Sebelumnya abang segan kepada Uda karena sudah lama abang tidak menemui Uda, abang juga merasa tak sanggup melihat keadaan Uda. Namun, karena kondisi Uda yang kabar nya semakin parah, minggu itu kami akhirnya datang ke Rumahsakit. Kami datang ke ruangan Uda di rawat. Uda sudah lemas, tubuhnya sangat kurus sambil berbicara ia tiduran. Mamak mengajak Uda mengobrol, saya datang ke tempat Sansan terbaring. “tadi Sansan donor darah untuk papa kak, udah lemas ini makanya golek” kata

(21)

be au akkang” kata Uda ke mamak sambil memegang perut nya. Uda mengalami pendarahan

setiap hari karena dibagian lambung atau sekitar usus nya sudah infeksi, sehingga Uda membutuhkan transfusi darah setiap hari yakni 3 kantong darah. Di sebelah ruangan itu saya melihat Inanguda sedang bertelepon, ia berbicara dengan suara pelan menjelaskan mengenai keadaan suaminya ke keluarga Uda, namun Inanguda mengeluh kepada saya karna tidak ada yang mau membantu. “ini la inang, gak ada yang mau membantu udah kayak gini keadaan Uda

mu. Kemarin kawan nya la yang dari Pekanbaru ngirim uang makanya bisa masih dirawat disini Uda” kata Inanguda kepada ku. Saya, mamak, abang, dan kakak turun ke bawah karena ada tamu

lain yang hendak menjenguk Uda. Mamak memberikan uang kepada saya untuk di berikan kepada Inanguda. Saya naik ke atas dan masih menemui Inanguda di tempat tadi, “inanguda, ini

dari mamak sama abang untuk keperluan Uda” kata ku. “makasih ya Inang, gak ada yang mau membantu” kembali ia meletakkan HP di telinga nya sambil berkata “on ma ha, jolma na asing

mam bantu iba, hamu daong. Padahal holan dongan ni boru ku do boru na ale olo mambattu hami”. Saya pamit ke Sansan hendak pulang “dek, turun kakak ya” “iya kak, makasih kak” Ia

terbaring pucat di tempat tidur itu.

(22)

memiliki tempat untuk menyimpan darah untuk besok hari, kapan diperlu kan harus saat itu juga darah di ambil. Akhirnya calon pendonor yang kami bawa sia-sia. Tak lama kami di depan ruangan tempat ambil darah itu. Inanguda datang “molo neng mate palok ma mate I, nga loja au,

dang olo mangan dang olo manginum ubat”. Kak Sonni berusaha menenangkan Inanguda. Kami

terdiam, dan malu mendengar kata menyerah dari mulut istri Uda sendiri. Calon pendonor yang kami bawa bertanya “si Kancil kan yang sakit?”, “iya kak” jawab kakak. “oh, kenal aku nya aku

kalo sama si Kancil” jawab ibu itu sambil mengajak Inanguda mengobrol. Setelah urusan untuk

keperluan Uda selesai, saya dan kakak pamit pulang dan hendak membeli jus sebelum pulang untuk mereka yang telah mendonor agak fit kembali. Kami membeli 6 cup jus terongbelanda. “san, ini jus dari kak Astri” teriak ku kearah Santi. “makasi kak as” jawab Santi dari pagar

rumahsakit.

Inanguda bolak-balik mengeluh kepada kami karna tidak ada biaya untuk pengobatan Uda, padahal Uda sudah di tolak perawatannya oleh RSU FL.Tobing karena harus segera dilakukan operasi. Esok nya kami kembali ke Rumahsakit untuk melihat keadaan Uda. Inanguda menemui mamak. “kak, nga loja si Santi manggadehon kareta nami, ale dang adong na

manarima” ujar Inanguda ke mamak. “bah, coba ma sukkun si Astri jo” kata mamak. “kalo gak

ada barang yang digade kan, gak mau aku Inanguda, ini pun karena melihat Uda nya aku makanya mau membantu” kata kakak menanggapi pembicaraan Inanguda. “iya, nanti kreta itu

pegang dulu inang, biar bisa dibawak ke Medan Uda mu ini” jawab Inanguda.

(23)

barangkat hamu marsogot, hepeng on marsogot ma hu lean pas berangkat hamu singgah ma di jolo jabu molo nga di ambulans” kata mamak di telfon ketika sedang berbicara dengan Inanguda.

Inanguda memberi kabar sudah diberangkat dari rumahsakit, kemudian mamak menunggu didepan rumah. Mobil ambulans berwarna hijau itu bertuliskan BPJS. Mamak menghampiri mereka ke depan rumah. “semoga ma selamat si Kancil on” kata mamak kearah ku.

Sansan beberapa kali update status mengenai perkembangan Uda yang sudah di rawat di RS.Adam Malik Medan. Namun sayangnya, siang itu Sansan mengirim pesan kepada saya yang waktu itu saya telah berada di Medan. “kak, udah gak ada lagi papa kak, udah pergi dia kak”

“kenapa dek? Kenapa Uda dek?” balas ku. “udah meninggal papa kak” kata Sansan. “astaga, semua pasti berlalu dek, sabar ya dek” balas ku, sambil aku memberi kabar ke kakak. Kakak

pasang status di bbm mengenai kabar Uda yang sudah meninggal. Beberapa menit kemudian Sansan mengirim pesan kembali “kak, masih diberi Tuhan kesempatan buat papa kak,masih ada papa kak” kata Sansan. “yaaah syukur lah dek” balas ku dengan kaget langsung memberi tahu

kabar itu ke kakak. Belum sampai setengah jam Sansan kembali mengirim pesan. “kak, udah

meninggal papa kak, udah gak ada lagi papa kak, gak akan kembali lagi papa kak” kata Sansan. “yaah dek, turut berduka adek ku sayaang” saya juga memberi kabar ke kakak. Saat itu Sansan

(24)

3.2. ANA

Dongan sahuta. Ana adalah dongan sahuta saya, Ana adalah teman sekampung saya. Saya mengenal Ana sebagai remaja di kampung saya, dan saudara dari teman kecil saya. Saya mengetahui bahwa Ana sudah beberapa kali memiliki pacar dan masih duduk di bangku SMA. Sibolga Julu. Tumba goreng, goreng ni Siboga Julu. Peak peak di atas bangku, na di goreng ni na marbaju. Itu salah satu lagu yang takasing di telinga penduduk Sibolga. Penduduk di Sibolga Julu, mayoritas beragama Kristen, dan suku Batak Toba. Saya salah satu penduduk asli yang tinggal dan menetap di Sibolga Julu sejak saya lahir di tahun 1994 hingga tamat dari bangku SMA. Dari silsila nenek moyang, keluarga saya sudah 5 (lima turunan) sebagai penduduk asli dan bertempat tinggal di Sibolga julu.

Saya tumbuh dan berkembang sejak anak-anak hingga remaja di Sibolga Julu, berbeda dengan kakak dan abang saya, jarak saya ke kakak lebih dari 10 tahun. Saat saya mulai sekolah SD hingga SMA, ketiga kakak dan abang saya sudah merantau untuk kuliah dan bekerja di luar kota. Setelah saya selesai dari Taman Kanak-kanak (TK) kami pindah ke Sibolga Julu karena Opung (ibu ayah saya) sudah mulai sakit-sakitan. Saya sekolah SD di dekat rumah, teman-teman sekolah mayoritas batak toba dan 2-3 orang beragama muslim.

(25)

Banyak hal yang saya ingat, banyak pengalaman menarik yang saya rasakan di masa kecil. Walaupun untuk kebanyakan orang itu adalah hal negatif atau apalah yang di sebut-sebut “buruk”.

Kami pergi ke hutan dekat pancuran yang hingga sekarang masih ada dan di buka untuk umum. Kami mencari ambasang, buah seperti kueni kadang asam kadang manis, buah itu berjatuhan di sekitar pohonnya. Namun sekarang sudah tiada entah kemana, sepertinya pohonnya sudah di tebang. Kami mencari daun ketan untuk di jual, saat di jual kepasar harga nya hanya Rp.100 per ikat nya isi 10 daun ketan. Biasanya daun ini dipakai untuk membungkus cabai, mie gomak, atau makanan yang di jual di pasar kecil dekat rumah. Sekarang pasar itu sepi pengunjung, dan orang-orang yang jualan juga semakin berkurang dari hari ke hari.

Saya di ajari untuk bersikap jahat kepada opung, karna teman-teman saya tidak suka kepada opung dan seakan ingin bertingkah konyol. Saat opung di kamar mandi, tante menyuruh saya mematikan lampu. Sebelum opung tidur, tante berbisik kepada saya untuk membasahi tempat tidur opung. Dan kami tertawa untuk setiap perbuatan konyol itu.

(26)

sambil menjalankan nya. Kebanyakan mamak-mamak dekat rumah tante itu bermain kartu sambil taruhan uang.

Sembari menunggu ibu, saya terkadang menunggu di rumah salah satu tante yakni tante Rita. Didepan rumah tante itu, beberapa pria seperti menghisap rokok tapi itu adalah ganja. Dulu, beberapa laki-laki yang sudah dewasa saya ketahui sudah menghisap ganja. Kabarnya ganja juga dijual bebas di kampung kami, namun sembunyi-sembunyi agak tidak diketahui oleh polisi. Dulu, togel juga salah satu kegiatan menarik di kampung kami. Membeli togel, ada Bandar togel, ada parrekap, dan ada pembeli togel sudah menjadi pemandangan biasa, dan saya sudah lama mengetahuinya. Saat masih duduk di bangku SD saja juga sudah pernah membeli togel saat itu.

Tante terkadang seperti berbisik, dia bercerita mengenai apa yang dilihat nya di sore hari dari lubang kecil kamar Nantulang itu. Nantulang itu adalah orang tua dari teman kami, tante mengintip bahwa beliau sedang berhubungan intim dengan suami nya. Tante bercerita mengenai hal itu kepada kami, termasuk aku.

Saat sama SMP dan SMA, kami sudah jarang kumpul. Karena saya sekolah di SMP Negeri 1 Sibolga, sedangkan tante dan yang lain sudah duduk di bangku SMA. Sesekali berjumpa, hanya mengobrol sebentar atau terkadang pergi gereja bareng.

(27)

termasuk anak yang mudah bergaul dan memiliki beberapa teman dekat sebaya saya disekitar rumah. Sore itu saat saya kerumah nya, saya membawa makanan cemilan dari Indomaret. Sebelumnya kami sudah janjian lewat facebook akan berjumpa menurut saya Ana merasa welcome dengan saya, saya langsung menanyakan “dek, kakak lagi penelitian mengenai seks remaja, bisa kita cerita soal dirimu dek?” , saya ajukan pertanyaan ini setelah kami lama

mengobrol di kamar nya. “yaaahk, boleh gak ya?” jawab Ana dengan senyuman. “iyah dek,

untuk skripsi kakak dek, nanti kakak gak kasi tau nama mu”.

Setelah beberapa kali berjumpa, Ana menyambut baik alasan penelitian saya. Sore hingga malam hari di hari kamis kemarin itu kami bercerita panjang lebar dan memiliki topik menarik „Ana sudah pacaran dengan Dody selama 5 bulan‟ dan menurut Ana itu adalah masa pacaran

paling lama dalam hidup nya.

Beberapa pertanyaan saya lontarkan sebelum memulai membahas mengenai penelitian, kami panjang lebar mengobrol.

“aku pertama kali ciuman pas sama kelas berapa ya? Pas kelas 1 SMP waktu aku pacaran

sama yang abang kelas ku itu kak”.

“tapi gak lama pacaran sama dia, ku putus kan karna kere ndang adonghepeng na”.

“trus pacaran sama anak SMA yang di SMK * itu kak sekolahnya, sama dia sih aku

pertama ini itu, haha” sambil tertawa Ana terus melanjutkan cerita nya.

“dia dulu bawa aku ke pondok, walaupun awal nya malu-malu sih kak, cuma masih agak

(28)

“trus balik lagi pacaran sama anak satu sekolah ku, tapi gak dewasa kalo anak SMP

ini kak. Mau ngajak jalan aja malu-malu, kayak cinta monyet gak ada seks nya kak, tapi lumayan beduit kak kalo disekolah aku sering di bayarin, kami juga sering karokean trus mutar-mutar entah kemana, sering dibayarin makan juga”

“terakhir ini sama bang Dody anak SMA * sana kak, pande bang Dody ini ambil hati

kak, cari perhatian awak juga trus agak keren la dibanding mantan-mantan ku yang lain, dia juga sering ngajak aku gabung sama kawan-kawan nya kalo jalan hari minggu kami sering konvoi gitu kak, kalo cerita soal seks nya, kami sering juga sih kak. Banyak gaya-gaya baru yang aku tau dari dia dan sejak pacaran sama dia aku juga udah mulai ngeseks sendiri”.

“hmmmm kami sering ke pondok juga sih kak, dan dia selalu haruuuuum kali badan

nya gak tau pake parfum apa. Yaaah dulu aku sama bang Nico yang anak SMA itu juga paling kayak cium bibir aja trus dia suka megang nenen ku kak, sambil di isap gitu trus ciuman la sering, dia juga suka nyuruh aku megang tapi gak suka aku kak, tapiii sama bang Dody terkesan kali sih aku kak, kayak enak kali gitu ku rasa kak pertama kali kami ke pondok ngapain aja semua-semua sampe sekarang masih ada manis-manis nya kak”.

“awal nya memang kami biasa aja kak, aku juga masih malu-malu gitu, ku rasa dia

juga menjagakan ke aku nya takut aku marah sama dia. Ternyata awak juga udah kayak gini”.

“udah hampir sebulan kami pacaran baru kami ke pondok yang di Mela sana kak, itu

(29)

“seingatku waktu kami kemarin itu lagi jalan sabtu sore kami udah keluar biar gak

malam kali pulang, dia yang nanya kemana gitu, trus spontan ku bilang aja ke pondok, maksud ku becanda tapi akhirnya dibawa nya aku kesitu kak, pakek gaya sok cool nya itu kami turun ke bawah trus masuk pondok yang di ujung dekat pohon-pohon itu kak, yaaa mulai la, awal nya sih biasa kayak sama bang Nico nya”.

“beberapa kali kami ke pondok, akhirnya mulai dia ngejilat pepek ku kak,disitu

waaah mantap bana yah kak, trus aku juga mau ngeisap punya dia kak, dan kayak dapat enak nya pas kami gesekkan ternyata yaaah, gitu-gitu aja la terus kak, pondok-cium-gesek”

“tapi gak bisa dipungkiri kadang gak tahan kali kak pengen dimasukkan aja, tapi aku

komitmen kak gak mau masukkan aku juga pengen perawan. Tapi pas enak nya itu pas di gesek kak kayak ada lendir nya kayak kering kayak nggak, kadang dia buat ludah nya kak biar gak kering kali,aku juga dapat klimaks loh kak pas gesek gitu, gak tau aku kalo dia gimana. Kalo dibilang nya juga enak-enak aja tapi kan kalo cowok ini gak tau juga kita kak”.

“hampir setiap kami ngeseks aku ngerasa dicintai kali kak, dia suka cium trus

dipegang nya pipi ku kayak romantis gitu”.

“gimana ya bilangnya kak, nggak juga sih kadang balik ke diri kita juga ngontrol nya

kak, kalo lagi pengen, aku bilang ke dia, kalo dia lagi pengen juga dia bilang sama ku tapi memang pas yang baru-baru mulai ngeseks kemarin kami sering sih kak, kayak hampir setiap jumpa”.

“tau kak, malah udah lama tau. Ceritanya dulu kan kak pas aku masih SD aku

(30)

Memang aku ngerasa salah kalo dipikir-pikir sekarang kak, tapi pas kecil dulu aku udah sering menggesekkan „dedek‟ ku ke bantal guling kak”.

“sering sih aku gak terlalu puas kali sama bang Dody kak, soalnya kan belum geli

aku dia udah geli. Kadang kalo dirumah aku juga sering megang „dedek‟ ku sambil

menghayal hayal gak jelas lah kak”.

“suka kak, pernah sampe dihukum guru kami dikelas karna nonton video klip kayak ada

seks nya gitu kak, cuma aku juga sering copy dari hp kawan ku, menurut ku disitu membuat makin sering aku masturbasi, hampir setiap aku nonton bokep aku sambil pegang „dedekku‟

sampe geli gitu kak, trus becek kayak berlendir gitu keluar”.

“aku ngerasa ya kak, perawan itu rusak kalo kita memasukkan sesuatu kedalam, aku

(31)

3.3. DINA

Dina berumur 21 tahun. Dia bekerja sebagai seorang SPG salah satu produk kecantikan. Dina adalah sahabat saya sejak SMP. Sekarang Dina tinggal dan menetap di Sibolga karena tuntutan pekerjaan dan alasan keluarga.

Awal saya mengenal Dina, saat kami duduk di bangku SMP tepatnya di kelas VIII. Dina sebagai siswa baru pindahan ke sekolah kami SMP Negeri 1. Setelah kehadiran Dina sebagai anak baru kami berlima saya, Dina, Riska, Santi, dan Hardiyanti memutuskan untuk memberi nama kepada kelompok kecil kami ini, kami sebut kami MTZ genk atau sebutan untuk nama geng yang memiliki anggota terdiri dari 2 orang lebih. Saat kami SMP sedang booming kebiasaan untuk membuat nama geng agar terlihat keren. Tapi kami terkumpul sebagai geng yang asik, heboh dan gokil di masa itu. Pertama mengenal Dina, dia adalah perempuan yang feminim penampilannya, Dina memiliki rambut panjang nya yang bergelombang berwarna hitam dan wajah nya yang terlihat terawat. Ternyata setelah beberapa bulan mengenal nya, Dina adalah sosok perempuan yang agak tomboy, penampilannya seperti perempuan feminim namun cara dia berbicara dan bergaul dianggap oleh orang-orang seperti tomboy. Dina menggunakan kata kasar seperti kata memaki pantek dan gandek sebagai gaya bicaranya kepada kami. Dina memukul laki-laki di kelas bila tak senang atau pun saat bercanda. Dina ceplas-ceplos berbicara.

(32)

Kami nongkrong atau kumpul di salah satu rumah di antara kami ber lima. Tapi lebih sering di tempat Riska. Sesekali di tempat Dina bila ingin menjemput dia ataupun sebelum kami ke gunung Aiai tempat kami biasa berenang, lokasi nya tak jauh dari rumah Dina.

Saat itu hampir setiap hari Senin, kami masing-masing bercerita mengenai pengalaman malam minggu. Dina, Santi dan Riska sudah memiliki lebih dari 3 orang mantan pacar. Sedangkan Hardiyanti hanya memiliki satu orang mantan pacar sama seperti saya. Dihari Senin ketika awal masuk sekolah, kami ribut di kelas membahas mengenai pengalaman malam minggu masing-masing bila kami tak berjumpa di malam minggu. “ih,lamak bana ya he kamarin tu” kata Dina mengenai malam nya bersama bang Seto pacar nya yang duduk dibangku SMA itu. Dulu Dina memiliki beberapa pacar maupun mantan pacarnya yang kami(MTZ) kenal. Dina bercerita sudah berciuman, dan di pegang payudara nya oleh bang Seto semasa kami duduk di bangku SMP. Saya masih ingat cara Dina yang sangat senang bercerita mengenai indahnya malam minggu mereka. Dina termasuk orang yang terbuka, terutama kepada kami.

Dina merupakan anak bungsu dari 5 bersaudara. Ibu nya sudah lumpuh sejak 2 tahun lalu. Ayah nya seorang pemain musik yang sudah berumur 59 tahun, bapak bekerja di salah satu tempat karaoke di Sibolga. Saat masih SMP Dina dan keluarga tinggal di lingkungan kelurahan Aek Habil dan merupakan salah satu “etnik pesisir”. Dina suka bernyanyi terutama lagu dangdut.

(33)

yang tidak benar apabila bernyanyi untuk kaum pria, terutama karena lagu dangdut yang di diharuskan untuk bergoyang agar terlihat lebih menarik.

Sekarang ini pacar Dina adalah Baha. Baha merupakan orang asli Padang Sidempuan (Pasid). Dina mengenal Baha semenjak dirinya melanjutkan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Padang Sidempuan. Baha berasal dari keluarga yang lumayan keuangan mereka menurut Dina karena ayah dan ibu Baha memiliki usaha Rumah Makan yang sudah cukup laris dan sudah terkenal di Pasid. Semua anggota keluarga Baha yakni kakak dan abang nya adalah lulusan Perguruan Tinggi, mereka semuanya adalah sarjana, Baha juga baru menyelesaikan perkuliahan nya dari salah satu Sekolah Tinggi di Pasid sebagai sarjana hukum agama.

Dina ditentang oleh keluarga Baha terutama ibu Baha. Karena memperhatikan bibit bebet bobot keluarga Dina yang memiliki latarbelakang keluarga yang bukan berasal dari keluarga berada dan merupakan keluarga pas-pasan dan menurut mereka keluarga Dina termasuk keluarga miskin. Dina juga mengakui akan hal itu.

Dari cerita Dina. Dulu keluarga mereka termasuk keluarga berada, dulu saat Dina masih kecil mereka sudah memiliki mobil pribadi. Ibu Dina adalah wanita yang berasal dari keluarga kaya dan memiliki gaya hidup yang highclass di masa itu. Sedangkan ayah Dina memang tidak berasal dari keluarga kaya namun dulunya masih memiliki pekerjaan tetap dan gaji yang lumayan setiap bulan nya untuk menghidupi keluarga mereka. Dulunya, bapak juga memiliki banyak job di dunia musik dan masih di pakek oleh beberapa agen tertentu yang menyalurkan pemain musik untuk acara bergengsi di dalam maupun luar kota Sibolga.

(34)

mampir kerumah Dina, mama Dina meminta uang kepada kami yakni salah satu diantara kami. Apabila kami mengatakan sedang tidak ada uang, mama Dina memaksa walaupun hanya meminta Rp.2.000 saja. Saat itu mama Dina merokok, dan badan nya sangat gemuk. Mama Dina kami panggil Etek. Etek mengenakan penutup kepala seperti topi kupluk, rambutnya sudah putih dan wajahnya mirip Dina. Beberapa tahun terakhir ini sejak Etek sakit, saya tidak pernah bertemu. Dari cerita Dina, Etek sudah semakin parah sakit nya dan sudah di vonis dokter tidak bisa berjalan. Namun dari beberapa foto yang di unggah Dina ke media sosial, Etek tersenyum dan ada juga foto yang memperlihatkan Etek sedang memasak bersama Dina apabila dihari tertentu seperti hari raya Idul Fitri.

Dina adalah anak ke empat dari empat bersaudara. Dina memiliki 1 orang kakak perempuan dan 2 orang lagi abang laki-laki. Kakak Dina sekarang tinggal di kota Medan. Dulunya kakak pernah menjadi TKW di Malaysia saat kami masih duduk dibangku SMP. Semenjak saya mengenal keluarga Dina hingga sekarang, Dina bersama seorang abang laki-laki nya yang selalu berada di rumah bersama kedua orangtuanya. Abang Dina itu mengalami gangguan kejiwaan sejak kami masih sekolah dulu. Dina pernah bercerita bahwa abangnya pernah mengintip Dina saat sedang mandi, abang menghancurkan gelas dan piringkaca dirumah. Abang sudah pernah di bawa berobat ke Medan namun karena kurangnya uang untuk membeli obat-obat rutin untuk abang, sebabnya hingga saat ini abang Dina masih mengalami gangguan kejiwaan yang saya tidak tau persis apa penyebabnya. Abang memiliki beberapa tattoo di tangan dan kakinya, rambutnya gondrong dan beberapa kali dicukur habis (botak).

(35)

dan kotoran ibu terkadang berserak dimana-mana karena ibu sulit ke kamar mandi. Papa Dina di pagi hari sudah pergi ke Aira tempat karaoke itu untuk bekerja dan kembali kerumah apabila tempat karaoke sudah tutup tengah malam. “walaupun gaji yang dikasi orang tu gak seberapa tapi

papa masih mau kerja, padahal sebenarnya gak diperlukan lagi nya papa disitu, tapi karena teman papa dulu yang punya makanya papa masih di pakkek kerja disitu” kata Dina.

Setelah kami tamat dari bangku SMP di tahun 2007, Dina berangkat ke Padang Sidempuan untuk meneruskan sekolah nya. Disana, Dina tinggal dirumah tante nya. Dina bangun pagi, dan mengerjakan seluruh pekerjaan rumah sebelum dirinya pergi ke sekolah. Dina sering bercerita kalau dia jadi terkenal disana karena dikenal cantik dan ramah. “ndak tau ambo mangapo banyak bana yang sukko kadia ambo” kata Dina. Laki-laki siswa sekolah Dina banyak

mengenalnya dan mengajak nya berkencan. Disana juga Dina banyak memiliki beberapa mantan pacar. Mulai dari yang ganteng dan yang hanya sekedar dimanfaatkan Dina untuk keperluan tertentu. Beberapa perempuan siswa sekolah beberapa ada yang tak menyukai nya karena kecantikan Dina yang di puji oleh banyak laki-laki.

Beberapa kali Dina bekerja di Pasid untuk mendapat uang jajan, walaupun hanya bekerja di toko sembako yang diberi gaji Rp.500.000/bulan. “gak tau kenapa ya put, aku kalo lagi sedih,

(36)

juga sering curhat. Namun menariknya menurut saya bahwa Dina tidak pernah meminjam uang kepada saya, kecuali dia sering minta di traktir makan dan diajak jalan.

Setelah Dina kembali dari Pasid, saya merasa Dina sangat berbeda. Baik dari penampilan, cara berbicara, dan cara berpikir Dina, terutama dari sikap Dina yang sudah sangat berbeda. Saya masih ingat betul bagaimana ketika kami pergi ke pasar atau tempat jualan. Dina mencuri beberapa barang. Pernah, saat kami pergi ke pameran yang diadakan di Lapangan Simare-mare, saat kami melihat-lihat baju dan salah satu stand yang menjual pakaian untuk remaja dan dewasa. Saat kami berlima pulang dan sudah berada di angkot, Dina mengeluarkan celana pendek yang diambil nya dari stand itu, sontak saya kaget dan sangat takut dengan kejadian itu, tapi akhirnya kami hanya tertawa dan merasa konyol dengan perbuatan Dina. Beberapa kali saat pulang sekolah juga di gerobak yang menjual gelang, ikat rambut, dan aksesoris remaja itu dina mengambil gelang tanpa membayar nya. Pernah lagi saat kami pergi kerumah teman yang juga siswa baru di sekolah. Dina mengambil anting-anting yang terletak di kamar Ucha.

Pernah, saat kami sedang membahas mengenai sikap Dina yang sering mencuri barang orang lain, kami mulai resah. Kami (Saya, Riska, Yanti, dan Santi) membahas mengenai sikap Dina yang terkadang tidak menyenangkan karena berhubungan dengan materi dan hampir tak pernah Dina memiliki uang jajan di sekolah. Sore itu saat kami sedang les, kami menggosip mengenai Dina. Kami tak menyangka Dina mendengar pembicaraan kami berempat dari samping kelas. Dina menangis saat masuk ke kelas, “ngeri bana munak ya, baikko memang hidup ambo”

(37)

Sejak awal tahun 2013 saya/kami awal bertemu kembali, saat itu saya merasa Dina berubah dan sangat berubah seperti saya katakan sebelumnya. Terutama dari penampilan, Dina kembali menjadi feminim, Dina mengenakan Jilbab, Dina bekerja kesana-kemari untuk menafkahi keluarga nya, dan Dina hanya memiliki satu orang pacar yakni tidak playgirl. Dina berubah dari cara berbicara nya yang sudah bisa serius dan berbicara dengan suara lembut. Saat tertawa dia menutup mulut nya. Dina memakai make-up, parfum, dan banyak produk kecantikan perempuan, tapi badan nya terlihat semakin gendut.

Sejak 2013 hingga sekarang, Dina berpindah-pindah pekerjaannya. Pernah dia bekerja di FIF sebagai customer service, pernah sebagai SPG makanan Indofood Dina mencek barang ke toko-toko tertentu di Sibolga dan sekitar nya, dan sekarang Dina bekerja sebagai SPG salah satu produk kecantikan.

Beberapa kali Dina bercerita mengenai keluh kesah dirinya dalam pekerjaan. Tahun 2014 kemarin Dina mengkredit sepeda motor Yamaha berwarna merah. Dina selalu mengeluh mengenai cicilan kreta nya. Tahun 2014 kemarin Dina masuk sebagai mahasiswa di salah satu Sekolah Tinggi di kota Sibolga, yakni STIE. Dina kuliah sebagai mahasiswa ekonomi di kampus itu. Dina mengaku bahwa dirinya kuliah hanya untuk meningkatkan harga dirinya di mata keluarga pacar nya (Baha).

Pertengahan tahun 2016 kemarin saya mengajak nya bertemu khusus untuk membicarakan mengenai penelitian untuk skripsi saya. “din, boleh aku tulis soal kau di skripsi ku soal perilaku seksual din?” tanya ku sore itu saat Dina datang ke rumahku. “boleh put, apa aja

yang kau perlukan tanya aja sama ku ya” jawab Dina. “iya janggal tapi kalo serius kali, kalo pas

(38)

***

Malam itu saya berjumpa dengan Dina, Dina menjemput saya ke rumah dengan sepeda motor Yamaha nya. “kemana kita?” tanya ku. Dina mengenakan celana jeans hitam dan kemeja

lengan panjang nya. “ayok la, nanti ditengok tante” jawabnya. Dina memanggil tante ke mamak

saya. Mamak terkadang merepet bila saya keluar rumah terutama hingga tengah malam. “traktir aku makan nasgor pasbel ya” ujar Dina kepada ku. “ayok la” jawab ku. Kami bergerak menuju

pasar belakang yang sedang ramai pengunjung malam itu. “aku nasgor sama sop buah” kata Dina. “aku juga” jawabku. Kami duduk di bangku kayu panjang berwarna putih itu, dibawah

lampu nan terang berwarna putih. Setelah makanan dan minuman kami di hidangkan, kami langsung menyantapnya ditemani dengan sedikit cakap-cakap lucu kami di malam itu.

Malam itu Dina bercerita mengenai diri nya yang mengalami „becek‟ kemaluannya bila

bertemu dengan Baha dan terkadang bila hanya memikirkan Baha dan sesuatu yang berhubungan dengan seks Dina juga pernah „becek. Namun dirinya tidak mengetahui bagaimana caranya masturbasi sehingga sulit baginya bila sedang pengen dia harus berjumpa dengan Baha yang tidak berada dalam satu kota dengannya. Bila Baha datang ke Sibolga, Dina mengajak Baha ke Pondok Goyang untuk bercumbu.

Beberapa perkataan Dina dari obrolan kami adalah “Kau put, becek gak kalo lagi sama si Hendra?”

“aku becek loh put, kalo mau jumpa aja pun kadang awak becek. Mikirin dia juga becek

awak kadang”

(39)

“tau la kau kan kalo aku suma sama pacarku berhubungan seks kayak gitu, makanya

susah kali nya kalo udah lagi pengen aku put, padahal si Baha di sidempuan nya”

“kalo udah datang dia paling aku bawa ke pondok, gak tau lagi kalo disini makanya bawa kesitu”

“yaaah, si Baha ini menurut ku, pande kali la put”

“dia mau nunggu aku sampe gelik”

“pande bana mancipok ya he”

“pernah juga di nyuruh aku istong, tapi gak mau aku kayak jijik gitu put. tapi dia gakpapa

kok kalo aku nolak gitu”

“menurut ku gak pala besar itu nya. Standar la put”

“maunya setiang kan, sanggup put?, haha”

“kau sukak nya semana put?”

***

(40)

kemeja berwarna coklat dengan kalung dan celana berwarna hitam berbahan kain. “lamo bana

yah” ujar ku ke Dina. Sambil dia masuk kedalam mobil “iya e, biasa la banyak kali kerjaan tadi”

jawab Dina. Kami langsung menuju ke Aira. Sebelumnya Dina sudah menghubungi papa nya menanyakan ruang karaoke yang kosong. Selama perjalanan menuju Aira, banyak cerita yang kami bahas. Salah satunya Dina bercerita mengenai masalah nya dengan pacar (Baha). “lagi galau ambo e” kata Dina. “kenapa?” tanya ku. “biasa la si Baha put” jawabnya. Sesampai kami di

Aira. Papa Dina sedang berdiri dan mengobrol dengan teman nya dekat parkiran. Kami langsung masuk ke ruang karaoke itu. Dina memilih lagu dan bernyanyi. Dina menyuruh saya memilih juga. Beberapa lagu yang di pilih Dina adalah lagu-lagu melow disebutnya sebagai lagu galau. Dia memilih lagu Rossa, Siti Nurhalizah, Terry dan lainnya. Tak lupa Dina menyelipkan lagu dangdut untuk kami bernyanyi bersama. Satu jam kami karaoke, Dina minta untuk saya antar. Saya mengantar Dina ke rumah nya yang sekarang sudah berada di dekat SMA Negeri 2 Sarudik. Saya mengantar Dina hingga kedepan gang rumahnya. Saya langsung pamit pulang karena sudah larut malam.

Dina bekerja di swalayan sejak pukul 10.00 WIB hingga swalayan tutup di malam hari sekitar pukul 22.00 WIB. Bahkan di hari sabtu dan minggu pun terkadang Dina masuk kerja, tergantung pada jumlah kehadiran Dina. SPG juga di beri waktu untuk cuti, atau izin sakit.

“aku gini-gini banyak kali pengeluaran put, bayar kontrak rumah, cicilan kreta, belum lagi aku nabung put untuk persiapan nikah” ujar Dina kepada ku malam itu ketika kami berjumpa di

(41)

makkan dulu” jawab ku. Kami pergi makan nasi goreng di daerah Pasar Belakang tapi tidak di

tempat kemarin. Tempat nasi goreng ini disebelah kiri mesjid Agung. Tempat ini adalah tempat langganan saya untuk membeli makanan di malam hari. “ndak lamak put, enakan yang disana”

bisik Dina padaku. Rasa nasi goreng nya seperti basi dan hambar. Dina memesan capucinno dingin untuk minumannya. Kembali membahas mengenai hubungan Dina yang berangsur membaik dengan Baha. Dua hari sebelumnya Baha datang ke Sibolga untuk bertemu dengan Dina. Mereka menyelesaikan masalah mereka kemarin itu. Dina bercerita mengenai satu hari nya bersama dengan Baha. Dina kembali membawa Baha ke pondok di sore hari.

“ih put, lamak bana ya he”

“ada aja cara-cara baru si Baha ini put” “dijilati nya nenen ambo yaaah”

“ambo sukko memang di isap nyo nenen ambo put, daripada di jilat pepek ambo”

“kalo ala di jilat nyo nenen ambo, ndak tahan bana ambo yaaaah”

“nandak ambo masukkan sajo ka punyo nyo”

“pande bana mancipok, sukkobana ambo, haha”

***

(42)

diberikan pengarahan mengenai kehidupan nya kelak. Mamak menasehati Dina mengenai pasangan hidup nya, Mamak berpesan agar Dina mencari laki-laki yang sudah bekerja dan mau menerima keadaan Dina. “memangkan put, aku susah kali nya hidup ku put, nanti lagi kalo udah

nikah aku harus ku bawa la mama dan papa ikut sama ku, karna kakak ku semua lepas tangan. Pernah put sangking kesal nya aku sama mama, ku telfon kakak ku di Medan, sama kalian la mama itu, biar Dina yang urus papa, tapi kakak ku lepas tangan put, gak mau dia, makanya kalo gimana pun aku jarang dirumah, jarang urus mama, mama udah gak pernah cerita ke kakak” ujar

Dina kepada ku. “kau la dulu put gimana mau pisah sama Hendra udah pacaran lama, aku juga

cinta sama Baha put, tapi ada betulnya juga yang dibilang tante itu” kata Dina kembali kepada ku.

Dina termasuk jarang mengunggah foto bersama Baha di media sosial, seperti Dina aktif di BBM, Facebook, dan Instagram. Terkadang Dina upload foto ketika Baha sedang berada di Sibolga atau Dina beberapa kali datang ke Sidempuan untuk sekedar berjumpa dengan Baha. Pernah Dina bercerita dia pergi ke Sidempuan seorang diri dengan menggunakan sepeda motor miliknya. Sering Dina membuat status di facebook mengenai kehidupan nya, mengenai diri nya dianggap dia lemah, dan mengenai hubungan nya dengan Baha. Dina dan Baha termasuk sering tidak ada komunikasi, sebelumnya Dina yang selalu menghubungi Baha bila perlu. Namun makin hari Dina berusaha tidak terlalu memikirkan mengenai Baha dan menunggu Baha yang mulai menghubungi nya terlebih dahulu. “ambo ala malas put, kemarin itu iya la memang aku nasing

(43)

minta maaf sama ku, memuji aku, jarang kali put, itu yang buat aku sedih sama sikap egois nya itu, padahal aku terlalu berlebihan sama di” ujar Dina.

Terakhir berjumpa dengan Dina di Sibolga dibulan agustus kemarin sebelum saya kembali ke Medan. Kami berjumpa dengan Riska. Kami mencari tempat untuk berfoto. Kami putuskan untuk ke lapangan simare-mare duduk sambil bercerita. Dina kembali curhat mengenai hubungannya dengan Baha. Sedangkan Riska kemarin itu baru putus dengan pacar nya Poenda, mereka sudah berpacaran 5 tahun dan akhirnya Riska memutuskan hubungan mereka karena alasan Poenda tidak memiliki pekerjaan. “ambo ndak masalah apa dikeccek kan urang tentang

ambo, selama ambo masih perawan, gak masalah ambol kalo di Poenda ala bacinto kini sama padusi tu” ujar Riska. Kami membahas mengenai masalah Riska dan sesekali Dina memberi

contoh mengenai hubungan nya dengan Baha.

(44)

3.4. Kehamilan Remaja JULITA

“aku lahir bulan juli kak makanya Julita namaku” ujar nya sambil tertawa padaku saat

jumpa dengannya di Anggar. Julita memakai jaket parasut berbahan tebal di sore itu lengkap dengan topi seperti yang sering dipakai penyanyi Tompi. Aku bermaksud berjumpa dengan teman ku Tony, Julita adalah pacar Tony. Lama tak berjumpa dengan sahabat saya saat duduk dibangku sekolah SMA ini membuat terasa berbeda karena dia membawa pacar nya, karna Tony termasuk pria pendiam semasa kami sekolah. Saya sebelumnya sudah dihubungi oleh Tony menceritakan mengenai masalah yang sedang mereka pusingkan. Yang saya tau Julita masih duduk dibangku SMA, sekilas di telepon Tony mengatakan ingin mencari bidan untuk aborsi.

“gimana ton?” Tanya ku dengan lembut. “udah bingung mau gimana put, udah berbagai cara kami buat, buat ngebuang tapi gak jatuh put” jawab Tony. “kenapa baru sekarang udah

selama ini baru kau cerita sama ku (5 bulan)?, bisa kian kita buang kalo masih muda” jawabku.

Tony tau kalau aku pernah membantu pacar temanku melahirkan dan menurut nya ada beberapa teman ku yang tau tempat bidan aborsi di kota Sibolga. “udah apa aja emang kalian buat Jul?” tanyakan kepada Julita. “udah banyak kali kak kurasa udah capek la, udah pernah aku makan

nenas muda yang kecil-kecil itu kak, yang asam kali itu ku blender sama obat ku cari di google, ada 2 minggu ku minum itu kak, aku juga minum soda kayak sprite atau fanta 2-3 kali sehari tapi tetap gak ada jatuh kak”. “kenapa gak langsung ke bidan Aborsi kalian ton?” tanyaku seakan tau

(45)

untuk suntik sama obat pemulihan nya setelah selesai aborsi jadi harus ada uang nya segitu bukan nya banyak ibuk ambil itu, katanya put. Trus di kasi la jadwal aborsi nya karna gak langsung kami bawak kemarin uangnya pas jumpa ibu itu, balek kami trus kami kasi ke kawan ku itu put, anaknya ibu itu sejuta biar disampekkan ke mamaknya. Ternyata pas datang kami untuk aborsi di jadwal yang dikasi nya itu gak mau ibu itu karna katanya belum diterima nya uang apa-apa dari anaknya dan kawan ku itu udah menghilang put gak tau kemana, kabarnya ku dengar udah ke Batam dia. Panteknya itu, kenak tipu la kami trus gak ada uang lagi put ya jadi kek gini la” Jawab tony.

Beberapa saat terdiam saya bertanya “jadi gimana?”. “yaaah ini la pusing-pusing put, aku

mau ngaku ke orang bos ku tapi dia(Julita) gak mau” jawab Tony. “kau mau nya gimana dek?” Tanya ku ke Julita. “yah, gimana la ya kak, aku juga gak mau orang tua ku tau. Ini aja udah lari

aku dari rumah ku bilang ke Gunung Sitoli ketempat kawan, udah hampir 2 bulan kak. Disini la sembunyik-sembunyik kami, yang gak terbilangkan nya kak. Ada ku dengar kabarnya kakak pernah bantu kawan bawa ke bidan buat melahirkan, kemana di buat anaknya itu kak? Tolong la kalo ada kakak cari kan siapa yang mau bayi ini kak”. Jawab Julita. “nanti la ku kabari kalo ada

ya” jawab ku dengan takut. Beberapa kali berjumpa, selalu ada pertanyaan “gimananya kak, udah

ada?”. Tengah malam Julita menelepon saya menyuruh datang ke dekat kos-kosan teman nya

tony tempat ia di titipkan untuk tinggal sementara. Wajah Julita terlhat murung malam itu, Tony seakan marah kepadanya. “tengok la put, maksa lagi dia mau pindah dari sini. Banyak kali alasan

(46)

awak, udah pun kosan itu ngeri kali, kakak dikosan itu punya anak gak dikasi nya minum susu, ya gimana la awak teru-terus ngeliat itu kak, suntuk makin suntuk aku dikos itu” Bantah Julita membalas pernyataan Tony. Bolak-balik Julita bercerita dengan berbagai topik yang berbeda untuk menceritakan mengenai gelisah di hati nya karena sikap Tony yang cenderung cuek dengan nya padahal sedang dalam keadaan hamil.

Malam itu Julita mengajak saya berjumpa untuk makan malam bersama, tidak bersama dengan Tony. “lagi di jalan baru sana dia kak, sama kawan-kawan nya gak tau ngapain

lama-lama kali gak mau ngeliat awak padahal udah kubilang tadi aku udah lapar kali kak, tapi gak datang juga dia apala gak palak kali aku ngeliat nya itu ya” ujar Julita kepada saya. Malam itu

kami makan di Pasar balakkang tempat makan nasi goreng murah meriah dengan harga Rp.6.000/piring dan minum es buah seharga Rp.5.000/ gelas. Dengan lahap Julita menghabiskan makanan nya dan menyisihkan sayur nya. “kenapa pindah kau dari tempat kemarin disimare -mare itu dek?” Tanya ku. “yaah kak, ngeri kali loh kehidupan cewek sekamar ku dan semua anak kos itu”. “kenapa dek?” tanyaku kembali. “banyak orang-orang gilak dikosan itu kak, cewek

sekamar ku itu pacaran sama bapak-bapak yang punya istri dan udah pernah datang istri nya itu ke kosan kak tapi gak peduli dia, pas aku disitu juga mau datang bapak-bapak itu dan bapak itu yang biayai hidup nya kak, isi kamarnya lumayan mewah la kak ada kulkas sama tv dan sering juga dia curhat sama ku kak, bapak itu mau kasi uang. Dan kata dia mamak nya setuju kalo dia berhubungan sama bapak itu karna mamak nya juga udah pernah datang ke kosan kak jumpa sama bapak itu, tapi memang jarang la bapak itu tidur dikos”. “truss truss trus dek gimana yang

lain?” Tanya ku dengan semangat. “dia masih muda kak yang sekamar ku itu, setahun diatas ku

(47)

orang tu dan cerita kawan sekamar ku itu udah pernah juga datang istri polisi itu kekos kak tapi ada boccor boccor nya kakak itu pulak, haha kalo udah malam pergi dia pakek baju seksi tapi ditutupi jaket katanya mau joget ke holyland atau ke jalan baru, dan gilak nya kak, kakak itu juga jualan loh kak kadang anak nya asal di titip aja sama orang yang lagi ada dikos dan memang semua gilak kak, mau-mau aja kak karna kayak senasib segilak gitu kak. Pernah pas pergi dia dari kosan trus gak berapa lama langsung pulang dia katanya sama ku “ngeri bana dek, ke

holyland ambo mau jumpa tubang ternyata kawan bapak ambo, ndak jadi lai e makanya pulang ambo ha”, gilak kan kak? Haha” jawab Julita sambil tertawa tipis dan kepala nya sambil sedikit

geleng-geleng.

Beberapa cerita julita menjadi penting bagiku dan aku sering mengajak nya jumpa. Tak lama saya jumpa dengan nya saat dia sudah pindah kos lagi ke dekat sekolah SMA Katolik disebelah kantor Yayasan Santa Maria. “kak, kawan sekamar ku sekarang sama gilak nya juga

sama orang simare-mare kemaren yang ku ceritain ke kakak haha” ujar Julita saat kami jumpa malam itu dengan hal yang sama yakni makan malam. “kenapa dek?” Tanya ku dengan cepat.

“dia kawan dekat nya Tony kak, agak tomboy gitu sering main kartu sama orang Tony di

anggar trus boccor la, kayak asal ngomong trus gak terlalu berdandan tapi ada om om nya kak” “ha,kekmana pulak itu” Tanya ku lagi. “kami jadi sering di kos bertiga kak, aku dia sama Tony

kak jadi kalo kayak mau makan atau sarapan sering dia ngehubungi om nya mintak diantar makanan, kayak pernah kami di ajak nya ke dekat SMP Fatimah itu kak buat antar dia masuk ke mobil om itu trus berapa menit lagi keluar dia udah bawak uang tiga juta kak, trus ku Tanya dia kak “kakak apain aja kak?” “gak adak dek cuma ku cium aja nya” kata kakak itu kak . trus kalo

(48)
(49)

3.5. KASUS KEKERASAN SEKSUAL DI KOTA SIBOLGA

Beberapa hari saat saya sedang melakukan penelitian, banyak hal-hal yang baru bagi saya yang menurut saya merupakan masalah sosial yang pasti meresahkan masyarakat. Dikampung saya Sibolga Julu namanya, tepatnya di hari minggu saat saya datang ke daerah Hutabarangan terjadi keributan, seorang anak yang baru berumur 4 tahun dan belum sekolah dipegang penis nya sampai luka oleh seorang laki-laki yang berumur 14 tahun Tolles namanya. Saat saya datang ke tempat itu, banyak orang yang ingin menghakimi Tolles karna dianggap punya kelainan, seorang pria paru baya menendang kepala Tolles yang sedang duduk di bangku panjang berbahan kayu itu ia hanya tunduk terdiam mendengar makian para warga, beberapa yang saya dengar “nga gilo

memang on ate, nga porlu dipaubathon ko bah! Dakdanak dikarejoi ho!”. Saat ditanya oleh ibu nya “diapakan nya kau Junior? Kenapa berdarah dicelana mu ini?”, anak berumur 4tahun

menggerakkan nya pergelangan tangannya sambil mengepalnya, dan warga mengetahui bahwa itu maksudnya adalah Tolles memegang alat kelamin anak itu hingga berdarah. Ayah dari anak itu mencari Tolles dan membawa nya ke tempat kejadian (didalam sebuah kedai/lapo), ayah junior menampar dan memaki Tolles hingga wajah bapak itu terlihat memerah. Beberapa orang terlihat menggelengkan kepala saat melihat Tolles dan seorang bapak tukang becak berhenti dan melihat Tolles di kedai itu sambil mengatakan “di ho ma sude ate, nga manakko, mangintip,

bandal, nuaeng songonon”. Akhirnya ayah Tolles di panggil ke kedai itu karna beberapa pria

mengancam akan membakar Tolles dan menyiksa nya. Saat ayah nya datang ia terkena tamparan, pukulan, dan makian lagi “pailailahon ho ate,holan on ma karejokku di baen ho”. Tapi ibu

Gambar

Gambar 1. Peta Kota Sibolga
Tabel 1. Contoh Bahasa Pesisir
Gambar. 2. Deretan Pondok Goyang
Gambar 3. Pondok Goyang Ambruk

Referensi

Dokumen terkait