• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Pustaka

Dalam dokumen Seksualitas Remaja di Kota Sibolga (Halaman 97-133)

NEGERI BERBILANG KAUM

1.3. Tinjauan Pustaka

Para ahli memiliki berbagai pendapat mengenai satu topik menarik ini yakni mendefinisikan makna remaja, siapa itu remaja. Ada yang mendefinisikan melalui kategori umur, pendidikan, dan perubahan fisik nya. Menurut E.H.Erikson remaja sebagai suatu masa dimana ketakutan dan emosionalitas yang tidak stabil merupakan hal normal (dalam Gunarsa,2003). Selanjutnya menurut E.Spranger remaja merupakan masa dimana seseorang individu sangat membutuhkan pengertian (dalam Gunarsa,2003).

Pada masa remaja seseorang individu cenderung mencoba perilaku yang menurut dirinya modern. Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan periode sebelum

dan sesudahnya. Masa yang paling indah adalah masa remaja untuk sebagian orang. Masa remaja seakan memiliki ruang tersendiri didalam diri mengenai kebaikan dan keburukan dimasa itu. Serba ingintahu dan memulai banyak hal baru menjadi tantangan dimasa itu, seakan diri status remaja tidak bisa terkontrol mengenai masa peralihan anak-anak menuju tahap dewasa ucap beberapa orang ahli yang memiliki segudang pengertian mengenai siapa itu remaja. Tahap remaja tidak mungkin dapat dihilangkan karena semua orang pasti akan melewatinya. Remaja merupakan jembatan yang menghubungkan anak-anak yang aseksual dengan orang dewasa yang seksual.

Dalam buku nya Psikologi Remaja (Gunarsa,2003). Remaja mengalami perubahan dan perkembangan fisik, namun selain itu remaja juga mengalami hal-hal seperti dibawah ini, yakni :

1. Kegelisahan

Remaja memiliki banyak macam keinginan yang tidak selalu dipenuhi. Disatu pihak ingin mencari pengalaman, karena diperlukan untuk menambah pengetahuan dan keluwesan alam tingkah laku. Remaja ingin tahu segala peristiwa yang terjadi di seperti dilingkungan luas, tetapi tidak berani mengambil tindakan untuk mencari pengalaman dan pengetahuan yang langsung dari sumber-sumbernya.

2. Pertentangan, pada umunya timbul pertentangan antara remaja dan orangtua karena perbedaan pandangan yang menyebabkan timbulnya keinginan hebat untuk bebas, namun keinginan untuk melepaskan diri ditentang oleh perasaan lebih nyaman berada dirumah. Selain itu juga didukung karena merasa belum siap untuk hidup mandiri tanpa memperoleh bantuan dari orang tua.

3. Berkeinginan besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahuinya, remaja ingin mencoba apa yang dilakukan oleh orang dewasa. Seperti remaja pria mulai merokok dan remaja putri mulai bersolek mengikuti mode dan kosmetik. Namun dilakukan secara tersembunyi.

4. Keinginan mencoba seringpula diarahkan pada diri sendiri maupun terhadap oranglain. Keinginan untuk mencoba sesuatu yang baru tidak hanya merugikan diri sendiri namun juga orang lain seperti kehamilan.

5. Keinginan menjelajah kealam sekitar pada remaja lebih luas.

6. Mengkhayal dan berfantasi, khayalan dan fantasi pada remaja putera banyak berkisar mengenai prestasi dan karier. Sedangkan pada remaja puteri terlihat lebih banyak sifat perasa sehingga lebih banyak berintika romantika hidup.

7. Aktifitas berkelompok, dari beberapa ciri-ciri remaja sebelumnya memperlihatkan bahwa remaja berusaha mencari jalan keluar dengan cara berkumpul dengan teman sebaya dan melakukan kegiatan bersama seperti menjelajah alam secara berkelompok.

Salah satu ciri-ciri seseorang telah menjadi remaja yakni terjadi perubahan seperti salah satu yang telah di jelaskan sebelumnya mengenai definisi remaja yakni mengalami pubertas. Namun tak hanya itu, yang dimaksud dengan perubahan fisik remaja yaitu terjadinya perubahan secara biologis yang ditandai dengan kematangan organ seks primer dan organ seks sekunder, yang dipengaruhi oleh kematangan hormon seksual. Hormon seks pada remaja laki-laki dikenal dengan hormon androgen (testosterone), sedangkan pada remaja wanita disebut hormon estrogen.

Seks primer adalah organ yang dibutuhkan untuk reproduksi. Pada wanita , organ reproduksi adalah indung telur (ovaries), tuba falopi, uterus dan vagina;pada pria, testis, penis, skrotum (kantong kemaluan) , gelembung sperma (seminal vesicle) dan kelenjar prostat. Selama masa pubertas organ ini membesar dan mecapai kematangan. Sedangkan seks sekunder adalah sinyal fisiologis kematangan seksual yang tidak berkaitang langsung dengan organ seks yakni membesarnya payudara dan melebarnya bahu pada pria. Karakteristik lain nya adalah perubahan suara dan tekstur kulit, perkembangan muscular, dan pertumbuhan rambut tubuh, wajah, dan ketiak.

Beberapa orang menyatakan bahwa seseorang yang telah mengalami pubertas telah menjadi seorang remaja dan biasanya sudah memiliki status yang berbeda di masyarakat. Namun, pubertas tidak sama dengan remaja karena bagi sebagian kita masa pubertas berakhir jauh sebelum masa remaja selesai (Santrock,2007). Meskipun demikian, masa Pubertas merupakan awal penting yang menandai masa remaja.

Istilah asing untuk menunjukkan masa remaja antara lain : (a) puberteit, puberty, dan (b) adolescentia. Istilah puberty (bahasa inggris) berasal dari istilah latin, pubertas yang berarti kelaki-lakian, kedewasaan yang dilandasi oleh sifat dan tanda kelaki-lakian. Pubescence dari kata, pubis (pubic hair) yang berarti rambut (bulu) daerah kemaluan (genital), maka pubescence berarati perubahan yang dibarengi dengan tumbuh nya rambut pada daerah kemaluan (Gunarsa, 2003).

Pubertas (puberty) adalah sebuah periode dimana kematangan fisik berlangsung pesat, yang melibatkan perubahan hormonal dan tubuh, yang terutama berlangsung dimasa remaja awal (Lola, 1997). Pada saat remaja mengalami pubertas, kemudian remaja mulai mengalami

kematangan seksual yang ditandai dengan perubahan fisik, pubertas pada laki-laki berkembang di tandai dengan kamatangan seksual yang paling menyolok adalah pada perpanjangan penis, perkembangan testis, dan tumbuhnya rambut di wajah. Adapun kematangan seksual pada perempuan terlihat dari tumbuhnya rambut kemaluan dan berkembanganya payudara.

Pubertas adalah salah satu topik menarik yang perlu di bahas ketika kita berbicara mengenai seksualitas, pertumbuhan dan perkembangan fisik remaja dimulai dimasa ini namun pubertas tidak sama dengan remaja. Bagi sebagian diantara kita pubertas berakhir jauh sebelum masa remaja selesai, namun pubertas merupakan awal penting dalam menandai masa remaja. Pubertas adalah sebuah periode di mana kematangan fisik berlangsung pesat, yang melibatkan perubahan hormonal dan tubuh, yang terutama berlangsung di masa remaja awal (Santrock,2007).

Sesuai dengan hasil penelitian Hartuti A. Andrys D. dan Syaiful Fahmi Daili yang dilakukan pada tahun 1989 (dalam Sunanti, 2001) bahwa masalah yang dihadapi pada remaja saat ini terutama pada gadis-gadis ialah “usia datang lebih cepat”, yang dihubungkan dengan usia datangnya haid pertama yang makin muda. Di lain pihak terdapat kecenderungan untuk menikah pada usia relatif lebih lambat. Kedua faktor ini menyebabkan makin panjangnya masa

“berbahaya”, sehingga kemungkinan terjadinya hubungan kelamin dengan berganti-ganti

pasangan sebelum menikah lebih besar, kemungkinan terjadinya kehamilan sebelum menikah serta risiko untuk menderita Penyakit Menular Seksual (PMS) bertambah besar pula.

Namun tak hanya itu, pubertas juga diiringi dengan berbagai perubahan penting yang berlangsung dalam tubuh kita seperti didalam sistem endokrin, lemak tubuh dan berat tubuh. Pertama sistem endokrin beperan di masa pubertas dengan melibatkan interaksi dari hipotalamus,

kelenjar pituitari, dan gonad (kelenjar seks). Hipotalamus (hypothalamus) adalah sebuah struktur yang yang terletak di dalam otak yang berinteraksi dengan kelenjar pituitari untuk memonitor regulasi hormon di dalam tubuh. Kelenjar pituitari (pituitary gland) adalah kelenjar yang menghasilkan hormon-hormon yang dapat merangsang kelenjar-kelenjar lain. Pituitari juga mempengaruhi pertumbuhan dengan cara menghasilkan hormon-hormon pertumbuhan, pituitari mengirimkan gonadotropin (hormon yang merangsang kelenjar seks) ke testis dan indung telur serta hormon yang menstimulasi tiroid ke kelenjar tiroid. Disamping itu pituitari juga mengirimkan hormon ke kelenjar adrenal. Selanjutnya kelenjar tiroid berinteraksi dengan kelenjar pituitari untuk mempengaruhi pertumbuhan. Gonad merupakan kelenjar seks yang terdiri dari testis pada laki-laki dan indung telur pada perempuan. Kelenjar ini sangat terlibat dalam penampilan karakteristik seks sekunder, seperti perkembangan kumis pada laki-laki dan perkembangan payudara pada perempuan. Selanjutnya terdapat hormon yang dominan pada perempuan yakni estrogen dan hormon testosterone pada laki-laki yang berperan penting bagi perkembangan pubertas. Kedua hormon ini meningkat pada laki-laki dan perempuan selama masa pubertas. Kadar testosteron berkaitan dengansejumlah perubahan fisik pada laki-laki, termasuk perkembangan genital eksternal, bertambahnya tinggi badan dan perubahan suara. Kadar testosterone pada laki-laki juga berkaitan dengan hasrat dan aktivitas seksual. Estradisol adalah estrogen yang berperan penting dalam perkembangan pubertas perempuan. Ketika kadar estradisol meningkat terjadilah perkembangan payudara, perkembangan rahim dan perubahan kerangka. Identitas hormon yang berkontribusi terhadap hasrat seksual dan aktivitas pada remaja perempuan kurang terlihat jelas pada perempuan dibandingkan pada laki-laki. Kadar hormon seks itu rendah di masa kanak-kanak namun meningkat di masa pubertas (Santrock,2007).

Berbagai ilmuwan berpendapat bahwa munculnya menstruasi (menarche) dipengaruhi oleh persentase lemak tubuh dikaitan dengan berat tubuh total. Sejak menarche berlangsung minimal 17 persen berat tubuh perempuan terdiri dari lemak tubuh (Santrock,2007). Laju pertumbuhan berat tubuh remaja kurang lebih menyerupai laju pertambahan berat tubuhnya. Pertambahan berat tumbuh berlangsung bersamaan dengan dimulainya masa pubertas. Lima puluh persen berat tubuh orang dewasa diperoleh di masa remaja. Disamping meningkatnya tinggi dan berat tubuh, masa pubertas juga menimbulkan perubahan pada lebar pinggul dan bahu. Lebar pinggul perempuan bertambah secara pesat, demikian pula lebar bahu laki-laki. Hal tersebut merupakan salah satu hasil dari peningkatan hormon estrogen pada perempuan dan testosteron pada laki-laki.

Pada masa pubertas terjadi kematangan seksual yang terlihat dari tiga tanda yang paling menyolok pada laki-laki adalah perpanjangan penis, perkembangan testis, dan tumbuhnya rambut di wajah. Sedangkan perubahan fisik yang terjadi pada perempuan terlihat dari membesarnya payudara atau tumbuhnya rambut kemaluan. Selanjutnya tumbuhnya rambut di ketiak. Pada laki-laki rangkaian pubertas dapat di mulai di usia 10 tahun atau usia 13 1/2tahun tahun. Rangkaian pubertas dapat berakhir di usia 13 tahun atau 17 tahun. Rentang normal tersebut cukup luas, sehingga dari anak laki-laki yang memiliki usia kronologis yang sama, anak yang satu mungkin saja dapat menyelesaikan rangkaian pubertas sebelum anak yang lain memulainya. Pada perempuan, rentang usia normal untuk menarche dapat lebih luas, antara usia 9 hingga 15 tahun. Selain perubahan dan perkembang fisik, terdapat perubahan psikologis dalam perkembangan pubertas remaja (Santrock,2007).

Perempuan memiliki indung telur pada rahim, karna memiliki rahim sehingga perempuan harus menghadapi menstruasi, kehamilan, melahirkan, bahkan menopause. Fakta biologi bahwa menstruasi dan menopause merupakan dua perubahan yang pasti akan dirasakan perempuan. Sedangkan hamil dan melahirkan belum tentu akan dirasakan semua perempuan. Menstruasi merupakan proses biologis yang terkait dengan pencapaian kematangan seks, kesuburan, ketidakhamilan, normalitas, kesehatan tubuh, dan bahkan pembaharuan tubuh itu sendiri. Budaya berbeda, blue print setiap orang pun berbeda, dan respon setiap orang pun berbeda dalam merespon sesuatu termasuk dalam hal ini menarche. Berbagai mitos tentang menstruasi yang terkait dengan kultur suatu masyarakat memiliki implikasi yang luas dalam penataan sosial, khususnya dalam pembentukan dan pelestarian hubungan gender dalam masyarakat (Abdullah,2006).

Menurut Ruth Herschberger, menstruasi merupakan tanda dari kesehatan telur dan uterus yang berlanjut dan tanda dari lancarnya fungsi hormon seks (Abdullah,2006). Ketika masa menstruasi perempuan dalam berbagai kultur masyarakat memiliki berbagai hal tabu untuk dilakukan ketika sedang haid (menarche). Tabu menstruasi menurut Freud merupakan cerminan dari sikap masyarakat yang ambivalen terhadap perempuan yang mengalami menstruasi dianggap kotor dan terkena kekuatan jahat sehingga perlu dijauhi dan karenanya dapat dimanfaatkan untuk kekuasaan politik (Abdullah,2006). Tabu Menstruasi sesungguhnya telah menempatkan perempuan sebagai “orang lain”.

Dalam masyarakat Beng di pantai gading secara tegas ditekankan bahwa menstruasi dikaitan dengan polusi dan fertilitas. Hal ini mengakibatkan larangan bagi perempuan untuk masuk hutan, tidak boleh memasak karena dianggap kotor, dan tidak boleh melakukan aktivitas

pertanian. Di Bali kaum perempuan tidak boleh memasuki hutan karena hutan dianggap suci sementara perempuan telah ternodai oleh ada nya darah. Selain berbagai respon dalam berbagai kultur masyarakat terdapat berbagai mitos-mitos terkait dengan menstruasi, yakni: menstruasi adalah kotor, membahayakan hubungan seks, kutukan tuhan, menggangu keteraturan sosial, menggangu kesehatan, tanda dari inferioritas perempuan, pengecualian dari suatu kebiasaan dan lain-lain (Abdullah,2006). Di Papua New Guinea seorang perempuan ditempatkan di luar dusun pada saat menstruasi di dalam suatu rumah yang di bagun oleh perempuan dan tidak boleh didekati oleh laki-laki. Kepercayaan tentang roh jahat yang dibawa oleh perempuan menjadi suatu keyakinan tentang sifat buruk dari menstruasi dan perempuan yang mengalaminya. Namun secara medis seorang yang mengalami menstruasi adalah seseorang yang membutuhkan makanan bernutrisi karena ia harus menggantikan sel darah yang hilang pada saat menstruasi berlangsung. Berbagai persoalan yang muncul menentang proses biologis ini tentunya menunjukkan proses sosial yang terkena atau dialami perempuan akibat kesalahan konsepsional yang akut dalam masyarakat. Berbagai bentuk pengucilan terjadi pada saat perempuan mengalami menstruasi. Dari sudut pandang lain, menstruasi merupakan penanda kedewasaan bagi perempuan, saat dimana seorang perempuan mulai memilih hak untuk terlibat dalam pembicaraan, lebih bebas berbicara, boleh memiliki sesuatu, dan juga memiliki sumber otoritas yang secara inheren merupakan ancaman bagi kekuasaan laki-laki.

Video etnografi yang di unggah ke internet dalam situs youtube oleh akun „pusat humaniora‟ menambah referensi mengenai budaya masyarakat dalam menolak keberadaan perempuan saat sedang menstruasi dan melahirkan. Video etnografi tersebut merekam mengenai masyarakat Muyu yang menolak tradisi melahirkan (persalinan) dan menstruasi dilakukan

dirumah, perempuan Muyu di asingkan ke pondok kecil seperti kamar kecil yang terbuat dari kayu dan rumbia sebagai atap nya, pondok ini harus jauh dari rumah tempat tinggal si perempuan. Beberapa hari sebelum dan atau saat persalinan berlangsung, suami perempuan muyu tidak boleh berada di pondok untuk menyaksikan persalinan istri nya, suami harus berada diluar pondok yakni beberapa meter dari pondok untuk menyaksikan persalinan isteri nya dari kejauhan. Masyarakat Muyu meyakini apabila perempuan Muyu melahirkan dan menstruasi didalam rumah akan membawa bencana bagi anggota rumah tersebut seperti datangnya penyakit dan bahkan kematian, apabila perempuan Muyu melakukan persalinan dirumah seorang pemburu maka diyakini bahwa kesaktian berburu pemilik rumah tersebut akan hilang, apabila perempuan yang sedang menstruasi datang ketempat jualan (pasar) diyakini bahwa barang dagangan mereka tidak akan laku. Perempuan menstruasi dan baru melahirkan membawa hawa kotor (supranatural) yang kurang baik.

Tiap-tiap remaja memiliki budaya seksual yang berbeda-beda. Dibandingkan di budaya-budaya lain, di Amerika Serikat seksualitas sering kali melibatkan ketegangan antara orangtua dan remaja. Ketegangan antara orang tua dan remaja mengenai seks, lebih besar di Amerika Serikat di bandingkan di Jepang karena para remaja AS memiliki kecenderungan lebih besar untuk melakukan aktivitas seksual dan arena aktivitas seksual juga mangandung makna sosial tertentu seperti meningkatkan status bagi laki-laki (Lola,1997).

Dalam sebuah studi yang melibatkan 470 anak muda Australia yang duduk di kelas sepuluh dan dua belas, menemukan adanya variasi dalam sikap dan praktik seksual diantara mereka.Beberapa diantara mereka masih perawan dan secara seksual naif. Beberapa diantara

mereka memiliki kecemasan yang tinggi terhadap seksdan menganggap tubuh mereka kurang berkembang dan kurang menarik (Lola, 1997).

Permasalahan bagaimana pubertas terjadi pada tubuh (fisik) individu remaja juga menarik perhatian ilmu Antropologi. Mengutip dari jurnal Biokultural yang membahas mengenai kesehatan reproduksi oleh Pinky Saptandari yang berkaitan dengan makna tubuh yakni mengatakan bahwa “Antropologi memiliki minat yang kuat dalam kajian tentang tubuh dalam konteks fisikdan budaya, khususnya simbolisme tubuh. Tubuh menyediakan tema mendasar bagi semua simbolisme, bahwa tubuh adalah suatu simbol alamiah. Simbol alamiah yang berasal dari tubuh membuat pemaknaan sosial, dan setiap budaya membuat seleksinya sendiri dari wilayah simbolisme tubuh.

Terkait pada pembahasan mengenai „tubuh‟ sebagai simbolis, sebuah tulisan turut memberikan pemikiran mengenai tubuh yakni yang berjudul “Antropologi Feminisme dan Polemik Seputar Tubuh Penari Perempuan Jaipongan Menurut Perspektif Foucault” oleh Imam

Setyobudi dan Muhklas Alkaf “ menyatakan bahwa:

tubuh perempuan pada polemik goyang heboh tari Jaipongan menduduki posisi ranah publik, dalam hal ini tubuh perempuan bukan semata gejala privat. Sementara itu, tubuh laki-laki justru „anonim‟ atau „absen‟ meski konteks budaya yang ada-budaya patriarki. Keabsenan tubuh laki-laki menempatkan posisi aman agar tidak penting dibicarakan. Laki-laki konsumer melahirkan budaya konsumen yang kental ideologi patriarki. Tubuh laki-laki bukan sesuatu hal yang perlu dikontrol, melainkan menyetir sehingga mengendalikan tubuh perempuan.

Seks adalah kata yang sangat tidak asing di telinga kita, tetapi anehnya seringkali kita merasa tabu dan agak malu-malu jika menyinggungnya. Agar kita dapat membicarakan dan

mendiskusikannya dengan bebas terbuka, maka para ahli bahasa dan ilmuwan pun membuat seks ini menjadi ilmiah dengan menambahkan akhiran “-tas” dan “-logi” menjadi “seksualitas” dan “seksologi”, sehingga jadilah seksualitas adalah untuk dibahas dan didiskusikan.

Para remaja memiliki rasa ingin tahu yang tidak habis-habisnya mengenai misteri seks. Defenisi kerja dari WHO 2002 (dalam Argyo,2013) bahwa seks mengacu pada sifat-sifat biologis yang mendefenisikan manusia sebagai perempuan ataupun laki-laki. Kata seks sering dipergunakan dalam 2 (dua) hal, yaitu :

1. Aktifitas seksual genital, yaitu hubungan fisik antar dua individu (aktifitas seksual genital)

2. Sebagai lebel gender (jenis kelamin). Seks lebih berkonotasi kepada badani dan biologis perempuan dan laki-laki yang sering disebut jenis kelamin.

Beberapa orang awam menyatakan bahwa setelah menstruasi seseorang dapat memiliki seorang anak dan masa dimana mulai muncul dorongan seksual. Dorongan seksual berkaitan dengan gairah seseorang. Tidak banyak berbeda dengan teori mengenai makna dan konstruksi seksualitas, dorongan seksual itu sendiri juga dikontruksikan dalam sejarah dan kebudayaan dalam kapasitas kelembagaan. Secara tradisional dorongan seksual diasumsikan secara alamiah, terjadi dengan sendirinya, heteroseksual, dan universal, serta diatur dan diinterpretasikan sebagai suatu aktivitas sosial. Dorongan seksual tidak datang dengan sendirinya, melainkan merupakan suatu proses menciptakan sesuatu. Dorongan seksual dapat timbul oleh gabungan antara kenangan, gairah, dan fantasi seksual (Lola,1997).

Ada pendapat yang menyebutkan bahwa dasar pemikiran yang menjembatani dorongan seksual dengan lingkup sosial; Pertama dengan siapa kita berinteraksi/ status orang lain yang sedang berinteraksi bersama kita; waktu dan tempat kita melakukan interaksi; apa yang dilakukan dalam interaksi tersebut dan tujuan melakukan interaksi. Kedua, lakon dorongan seksual dapat diperankan pada kesempatan yang akan datang, yaitu apa yang akan kita lakukan secara seksual;narasi yang kita ciptakan dan komposisi beberapa aktor yang akan kita libatkan, serta tindakan dan konteks yang sesuai dengan tujuan seksual kita. Ketiga, lakon seksual dapat dijadikan sebagai sebuah kerangka untuk memanggil kembali kenangan yang sudah lalu;siapa yang berada disana pada saat itu, kapan dan bagaimana peristiwa seksual itu terjadi dan apa yang kita lakukan serta mengapa kita melakukannya (Lola,1997).

Namun adanya dorongan seksual dalam diri masing-masing orang tentu melibatkan respon yang berbeda-beda pula pada masing-masing individu dalam menanggapi dorongan seksual itu sendiri. Beberapa perempuan masih merasa terpaksa melakukan hubungan seksual untuk memenuhi tuntutan dan menyenangkan pasangannya, walaupun perempuan itu merasa lelah, stress atau tidak berada dalam suasana hati yang tepat. Dalam sebuah studi lintas budaya menemukan bahwa perempuan berada dalam situasi tersebut karena; (1) tidak tahu bagaimana mengatakan tidak; (2) merasa itu merupakan kewajiban untuk menyenangkan pasangan laki-laki; (3) untuk menghindari pertengkarang; (4) untuk memelihara hubungan baik; (5) memberikan perasaan memiliki kekuasaan dan kesenangan kepada pasangan laki-laki; (6) tidak mau dicap sebagai yang dingin (figrid); dan (7) harus berprokreasi (Lola,1997).

Menurut Shirley Feldman (dalam Santrock,2007), hasrat seksual muncul sebagai fenomena baru di masa remaja dan seksualitas harus dipandang sebagai aspek yang normal dari

perkembangan remaja. Seksualitas dianggap sebagai hal sakral yang tidak dapat di bicarakan seperti membicarakan fiksi, puisi atau makanan, karena seksualitas mengandung daya tarik, gairah, nafsu, keinginan dan kelanjutan. Membicarakan seksualitas merupakan hal tabu, aib dan berbahaya.

Dalam sudut pandang Antropologi dan ilmu sosial, luasan jangkau studi seksualitas mencakup : (1) tindakan seksual yang dapat diamati secara empirik (setidaknya secara prinsip) (2) apa yang di lakukan sekelompok orang secara seksual terhadap dirinya sendiri dan terhadap orang lain : (3) bagaimana menampilkan diri secara seksual : (4) bagaimana secara seksual bertindak tentang hal-hal seksual (Lola, 1997).

Dorongan seksual berkaitan dengan gairah seseorang. Tidak banyak berbeda dengan teori mengenai makna dan konstruksi seksualitas, dorongan seksual itu sendiri juga di konstruksikan dalam sejarah dan kebudayaan dalam kapasitas kelembagaan. Secara tradisional dorongan seksual di asumsikan bersifat alamiah, terjadi dengan sendirinya, heteroseksual dan universal, serta diatur dan diinterpretasikan sebagai suatu aktifitas sosial diperdebatkan bahwa tidak ada yang alamiah dan nyata mengenai hubungan seksual. Ada orang yang tidak ingin melakukannya, atau ada orang yang pernah melakukannya, tidak menyukainya, dan tidak ingin mengulangnya kembali (Lola,1997).

Dorongan seksual tidak datang dengan sendirinya, melainkan merupakan suatu proses menciptakan sesuatu.Keterlibatan secara seksual dengan orang lain itu bukan hanya dalam bersenggama, berpelukan, berciuman, membelai, berpegangan tangan, fantasi, memijat, bahkan telanjang dan ungkapan seksual lainnya memberi dan merespons perasaan senang/ kenikmatan

Dalam dokumen Seksualitas Remaja di Kota Sibolga (Halaman 97-133)

Dokumen terkait